Pembentukan akhlak anak melalui kesehatan mental keluarga perspektif al-qur'an

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)

Oleh :

FAIZAH AULIA NURDIN 107034001783

PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1433 H / 2011 M


(2)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)

Oleh :

FAIZAH AULIA NURDIN 107034001783

Pembimbing :

Dr.H.M. Suryadinata, MA NIP. 19600908 198903 1 005

PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1433 H / 2011 M


(3)

Mental Keluarga Perspektif al-Qur’an, telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Senin tanggal 19 Desember 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I) pada jurusan Tafsir Hadis.

Jakarta, 19 Desember 2011

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Dr. M. Suryadinata, MA Dr. Lilik Ummi Kalsum, MA NIP. 19600908 198903 1 005 NIP. 19711003 199903 2 001

Anggota

Penguji I Penguji II

Dr. Faizah Ali Syibromalisi, MA Drs. A. Rifqi Muchtar, MA NIP. 19550725 200012 2 001 NIP. 19690822 199703 1 002

Pembimbing

Dr.H.M. Suryadinata, MA NIP. 19600908 198903 1 005


(4)

i

karena orang tua tidak memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak, tidak adanya komunikasi yang hangat antara orang tua dan anak, pola asuh orang tua yang tidak benar, dan tidak adanya keteladanan orang tua.

Skripsi ini membahasa tentang faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya gangguan tingkah laku pada anak sebagi acuan untuk memberi masukan bagi orangtua dalam upaya mengatasi dan memberikan pembinaan mental terhadap anak yang mengalami gangguan tingkah laku. Skripsi ini juga mengungkap makna prilaku menyimpang yang mengalami conduct disorder.

Skripsi ini juga menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi timbulnya gangguan tingkah laku pada anak adalah karena kurangnya perhatian dan kasih sayang dari orang tua dan anak,pola asuh yang tidak benar,dan tidak adanya keteladanan orang tua. Dan di kaitkan dengan teori psikologi sehingga didapat makna dari kesehatan mental keluarga dalam pembentukan karakter pada anak.


(5)

ii

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam yang Maha Pengasih dan Maha penyayang. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah atas Nabi Muhammad SAW, serta seluruh keluarga dan sahabat.

Penulisan skripsi ini yang berjudul : “Kesehatan Mental Keluarga Dalam Pembentukan Karakter Anak ( Kajian Tafsir Tematik Dalam Tafsir al-Qur’an al-

Azim)”, dimaksudkan untuk melengkapi dan memenuhi persyaratan yang

ditetapkan untuk menenpuh ujian program Strata 1 ( S1) Jurusan Tafsir Hadis Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sehubungan dengan hal tersebut, penulis menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada mereka yang tersebut dibawah ini:

1. Bapak Prof. Dr Zainun Kamaluddin Fakih, MA, Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Bustamin, MA Ketua Jurusan Tafsir Hadis

3. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum MA Sekretaris Jurusan Tafsir Hadis.

4. Bapak Dr. H.M.Suryadinata , MA, adalah pembimbing skripsi saya ini yang telah banyak memberikan kritik dan saran yang sangat berharga untuk menyempurnakan skripsi ini.

5. Pimpinan dan segenap karyawati Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(6)

iii

tidak terhingga dan iringan doa yang begitu tulus, ikhlas sehingga selesainya studi ( S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Suami penulis, Ade Surya A.Md yang dengan tulus ikhlas memberi kepercayaan, dorongan dan semangat, dengan semangat tanpa kenal lelah turut bersama-sama mendampingi dan memberi sugesti pada penulis dalam proses merampungkan skripsi ini sampai selesai.

8. Tambahan gelora semangat juga penulis rasakan dari kesabaran anak penulis yang selama kuliah dan proses skripsi sering penulis tinggalkan kepada anak penulis yang tercinta : Zufair Qisthi Kannabi ( 4 tahun), semoga kesabarannya ditinggalkan selama masa kuliah memberi arti yang terdalam nantinya, amin.

9. Dan untuk kembaran penulis Fauzan Aulia Nurdin yang telah memberi semangat

10.Teristimewa untuk uni Rahmi Meldayati dan ni rika delfa yona hanya dengan ketulusan dan kelapangan hatinyalah segala perjuangan ini terasa indah dan membuat penulis merasa mudah untuk melaluinya.

11.Untuk adik-adik penulis khususnya Rina Andriani,Resti Gustiana tarimo kasih samangaik, dukungan dorongan nyooo, untuk tetap memberi masukan ketika uni putus asa, semoga Allah membalas kebaikan adiak-adiak amin.


(7)

iv 13.Untuk Elok Net

Tiada kata yang dapat penulis sampaikan . Penulis serahkan semuanya kepada Allah SWT membalasnya dengan pahala yang berlipat ganda. Amin.

Jakarta , 14 Desember 2011

Penulis

.


(8)

v

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

PEDOMAN TRANSLITERASI ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Kajian Pustaka ... 9

E. Metodologi Penelitian Dan Teknik Penulisan ... 11

F. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II KELUARGA, KESEHATAN MENTAL DAN AKHLAK A. Keluarga ... 14

1. Pengertian Keluarga ... 14

2. Fungsi- fungsi keluarga ... 16

3. Keluarga dan lingkungan ... 20

B. Kesehatan Mental ... 26

1. Pengertian Mental dan Pengertian al-Nafs ... 27

2. Jenis-jenis mental ... 39


(9)

vi

2. Pengaruh pendidikan akhlak terhadap anak ... 44 3. Peran orang tua terhadap pembentukan akhlak anak ... 46

BAB III ANALISIS TERHADAP AYAT-AYAT AKHLAK

A. Pendapat Para Mufassirin Terhadap Ayat-Ayat Akhlak ... 48 B. Peranan kesehatan mental dalam pembentukan akhlak

anak Perspektif al-Qur’an ... 49 C. Analisis penulis tentang ayat-ayat yang berhubungan

dengan kesehatan mental dan pembentukan akhlak anak perspektif al-Qur’an ... 55

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ... 58 B. Saran ... 59


(10)

vii

Hurua Arab Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin

ا

Tidak

dilambangkan ţ

ث

ś ť

h ΄

kh ġ

ذ

ż

ة

h

Sy

ş

d

2. Vokal

Tanda Huruf Latin Tanda dan

Huruf Huruf Latin

a

ْـ

ai

i

ْـ

au

u

3. Mâdd (panjang)

Harakt dan Huruf Huruf dan Tanda

ا

â

ـ

î


(11)

viii Saw : Sallallâhu „alaihi wa sallam Qs : Qur’ân Surat


(12)

1

A. Latar Belakang Masalah

Allah memerintahkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya sebagai wujud rasa syukur atas pengorbanan keduanya dalam memelihara dan mengasuh si anak sejak dalam kandungan. Demikian pula pengorbanan ketika menyusui si anak selama dua tahun, terutama sang ibu. Karena itu, sekalipun kedua orangtuanya kafir, seorang anak tetap harus berbuat baik kepada keduanya. Hanya saja, seorang anak tidak boleh menaati keduanya dalam hal-hal yang melanggar perintah Allah, karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam kemaksiatan kepada Allah.

Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anak-anaknya dalam keluarga untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat. Perhatian Islam yang sangat serius terhadap masalah tersebut dapat dilihat dari banyaknya ayat dan hadis yang mengatur hidup kekeluargaan. Dari sekian banyak ayat ahkam yang mengatur masalah mu’âmalah hampir sepertiga ayat

ahkam tersebut mengatur ketentuan tentang masalah-masalah keluarga. Perhatian Islam yang sangat besar terhadap masalah keluarga karena mengingat begitu besarnya tanggung jawab keluarga dalam hal ini orang tua terhadap pembentukan akhlak anak. Pendidikan keluarga merupakan landasan pendidikan moral anak selanjutnya. Kenyataannya dewasa ini menggambarkan tidak banyak orang tua yang sadar akan pentingnya


(13)

pendidikan moral dan etika pada keluarga untuk membentuk pribadi yang berkualitas. Menurut Pade Pidarta orang tua terkadang lebih mementingkan dan mencurahkan perhatiannya pada aspek pertumbuhan jasmani dan pemenuhan kebutuhan materil anak saja, tanpa memperhatikan perkembangan jiwa anak1. Hal ini dapat dilihat dalam kenyataan sosial bahwa semakin banyak anak-anak yang sehat dan cerdas tapi masih banyak juga yang nakal dan membuat kerusakan bahkan dirusak oleh orang tua mereka dengan kekerasan.contoh kasusnya

Tahun baru belum lama berselang, 2006 baru menginjak tanggal pertengahan. Tapi masyarakat Indonesia lagi-lagi mesti mengurut dada. Belum habis cerita tentang bencana alam, publik dihadapkan pada empat kasus kekerasan pada anak yang terjadi beruntun. Empat anak, dua diantaranya masih balita menambah panjang daftar anak yang menjadi korban kekerasan fisik, psikis hingga seksual di negeri ini.

Tragisnya kisah mereka bukan cuma karena dua nyawa korban melayang. Namun sang algojo yang ternyata orang tua serta orang terdekat mereka. Lintang, 3,3 tahun harus meregang nyawa setelah sembilan hari berjuang dengan rasa nyeri dan pedih di sekujur tubuhnya. Yeni, ibu kandungnya yang mengaku kesal karena tekanan ekonomi keluarga serta kebiasaan suaminya yang kerap mabuk-mabukan menyiramkan minyak tanah pada tubuh kedua anak kandungnya. Nasib baik masih berpihak pada adik Lintang, Indah, 12 bulan yang berhasil melewati masa kritis. Kini Indah bersiap pulang ke rumah. Namun, ia tak akan dapat bertemu Yeni maupun

1

Made Pidarta, Landasan kependidikan,Stimulus Pendidikan Bercorak Indonesia, cet 1,


(14)

Buyung ayahnya. Buyung turut diseret ke muka hukum karena dianggap lalai sehingga peristiwa mengenaskan itu terjadi.( 16/06 )

"Inilah yang terjadi ketika kompleksnya masalah ekonomi hingga sosial berakumulasi. Anak, sebagai anggota keluarga terlemah menjadi korban. Jika pemicunya, yaitu masalah berat dan kompleks yang dihadapi bangsa ini tak segera diperbaiki, bukannya tak mungkin berita-berita seperti ini akan menjadi santapan kita sehari-hari," ujar Ketua Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi.2

Penanaman nilai-nilai agama berupa penanaman keimanan, ibadah, dan akhlak sejak dini kepada anak merupakan faktor yang sangat penting dalam upaya mengatasi kepribadian yang negatif pada keluarganya. Begitu pula halnya dalam perhatian dan kasih sayang orang tua. Semua anak membutuhkan perhatian dan kasih sayang orang tuannya. Anak akan tumbuh dengan baik jika orang tuanya memberikan perhatian yang positif dan anak akan tumbuh dengan tidak baik jika sering mendapatkan perhatian negatif3. Kebanyakan orang tua baru mulai memberikan perhatian kepada anaknya jika anak melakukan kesalahan, hal inilah yang memberi pengaruh negatif terhadap pembentukan pribadi seorang anak. Anak menyimpulkan bahwa orang tua baru mulai memberikan perhatian kepadanya ketika mereka melakukan kesalahan atau perbuatan buruk. Perhatian yang diberikan orang tua pada saat anak melakukan kesalahan dan kenakalan merupakan perhatian

2

http://www.gugustugastrafficking.org/index.php?option=com_content&view=article&id =1196:4-kasus-kekerasan-terhadap-anak-anak&catid=160:info&Itemid=200

3

Kevin Steede, 10 Kesalahan Orang Tua Dalam Mendidik Anak, (Jakarta: Tangga


(15)

yang negatif. Perhatian yang negatif akan memberikan pengaruh negatif terhadap kepribadian seseorang (anak).4

Kasih sayang orang tua bukan semata-mata berupa materi dengan menyediakan fasilitas sekolah dengan segala aktivitas belajar, namun terpenting bagi anak kasih sayang yang tulus dari orang tuanya5.

Demikian pula halnya dengan komunikasi yang hangat dalam keluarga. Komunikasi memiliki arti yang sangat penting dalam keluarga. Orang tua hendaknya menciptakan komunikasi yang hangat terhadap anak, komunikasi yang hangat antara orang tua dan anak sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan anak, baik perkembangan kepribadian, emosional maupun moral anak. Terciptanya komunikasi yang hangat antara orang tua dan anak sangat tergantung pada pola hubungan antara orang tua dan anak atau pada pola asuh orang tua.

Istilah “kesehatan mental” diambil dari konsep mental hygiene. Kata mental diambil dari bahasa Yunani, pengertiannya sama dengan psyche dalam bahasa Latin yang artinya psikis, jiwa atau kejiwaan. Jadi istilah mental

hygiene dimaknakan sebagai kesehatan mental atau jiwa yang dinamis bukan statis karena menunjukkan adanya usaha peningkatan. (Notosoedirjo & Latipun, 2001: 21).

Zakiah Daradjat (1985:10-14) mendefinisikan kesehatan mental dengan beberapa pengertian:

4

Sal Severe, Bagaimana Bersikap Kepada Anak Agar Bersikap Baik, (Jakarta :

Gramedia, 2001), h.208 5

Perhatian negative akan mengajarkan kepada anak bagaimana merajuk, merengek dan merengek, perhatian negative juga mengajarkan anak menjadi murah marah dan putus asa. Lihat


(16)

1. Terhindarnya orang dari gejala-gejala gangguan jiwa (neurose) dan dari gejala-gejala penyakit jiwa (psychose).

2. Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan di mana ia hidup.

3. Pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi, bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa kepada kebahagiaan diri dan orang lain; serta terhindar dari gangguan-gangguan dan penyakit jiwa.

4. Terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem biasa yang terjadi, dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya.

Dengan berpijak pada pengertian di atas, kesehatan mental merupakan kemampuan diri-individu dalam mengelola terwujudnya keserasian antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri baik dengan dirinya sendiri, orang lain, maupun lingkungan sekitarnya secara dinamis dan mempunyai citra diri yang positif menjadi pribadi yang unggul dalam mencapai tujuan hidup yang bermakna.

Seorang anak terlahir di atas fitrah dan yang bisa mewarnainya adalah orang tuanya,adapun bunyi hadis itu adalah:


(17)

Artinya: Adam telah membawakan hadis kepada kita,ibnu Abi Dzi’bin telah

membawakan hadis kepada kita al-zuhri,dari Abi salamah ibni Abdi al Rahman,dari abi Hurairah berkata rasulullah SAW bersabda:setiap anak yang dilahirkan itu dalam keadaan fitrah maka orang tuanyalah yang menjadikannya yahudi ,majusi dan nasrani.(H.R.al-Bukhari)

Dari kandungan hadis diatas bisa dipahami bahwa anak itu lahir dalam keadaan fitrah dan bisa dibentuk oleh orang tuanya dan lingkungannya.6

Maka sesuatu yang sedikit saja akan berpengaruh padanya. Dan wanita muslimah adalah orang yang bersegera menanamkan agama yang mudah ini, serta menanamkan kecintaan terhadap agama ini kepada anak-anaknya. Karakter didefinisikan secara berbeda-beda oleh berbagai pihak. Sebagian menyebutkan akhlak sebagai penilaian subyektif terhadap kualitas moral dan mental, sementara yang lainnya menyebutkan akhlak sebagai penilaian subyektif terhadap kualitas mental saja, sehingga upaya merubah atau membentuk akhlak hanya berkaitan dengan stimulasi terhadap intelektual seseorang mendefinisikan akhlak sebagai suatu penilaian subyektif terhadap kepribadian seseorang yang berkaitan dengan atribut kepribadian yang dapat atau tidak dapat diterima oleh masyarakat. akhlak , seperti juga kualitas diri yang lainnya, tidak berkembang dengan sendirinya.

Menurut kamus bahasa Indonesia, karakter adalah suatu kualitas yang dimiliki oleh seseorang yang membedakan dirinya dengan orang lain, dan juga bisa diartikan dengan kualitas moral atau mental seseorang yang menunjukkan identitasnya7. jadi bisa disimpulkan bahwa karakter anak adalah suatu moral

6

Al-Imam Nawawi, Sahahih Muslim, jilid 4, terjemahan dari shohih muslim oleh ma’mur daud(klang Selangor Malaysia; Klang Book Centre,1997), cet 5,h.243

7

http://www.antaranews.com/berita/1258561441/korupsi di-indonesia-masih-menonnjol-di-asia,di akses pada tanggal 14 januari 2009 pukul 18.57 WIB


(18)

atau mental yang dimiliki anak yang dapat membedakannya dengan orang lain. Dan di sana juga dituntut peran seorang ibu yang sangat penting bagi pertumbuhan karakter anak itu sendiri, Mendidik anak dengan baik merupakan salah satu sifat seorang ibu muslimah. Dia senantiasa mendidik anak-anaknya dengan akhlak yang baik, yaitu akhlak Muhammad dan para sahabatnya yang mulia. Mendidik anak bukanlah (sekedar) kemurahan hati seorang ibu kepada anak-anaknya, akan tetapi merupakan kewajiban dan fitrah yang diberikan Allah kepada seorang ibu. Mendidik anak pun tidak terbatas dalam satu perkara saja tanpa perkara lainnya, seperti (misalnya) mencucikan pakaiannya atau membersihkan badannya saja. Bahkan mendidik anak itu mencakup perkara yang luas, mengingat anak merupakan generasi penerus yang akan menggantikan kita yang diharapkan menjadi generasi tangguh yang akan memenuhi bumi ini dengan kekuatan, hikmah, ilmu, kemuliaan dan kejayaan.

Memandang permasalahan mengenai pentingnya memerhatikan kesehatan mental keluarga dalam pembentukan akhlak seorang anak dan belum mendapat perhatian,maka penulis bermaksud membahas mengenai hal itu dari sudut pandang penafsiran al-Qur’ân, penulis sadar akan kekurangan untuk dapat memahami dengan tepat, oleh karena itu untuk mempermudah pemahaman, penulis mengambil judul tentang pembentukan akhlak anak melalui kesehatan mental keluarga perspektif al-Qur’an dengan membahas beberapa ayat-ayat al-Qur’ân yaitu Q.S Ali Imran ayat 164, Q.S As-Syams ayat 6-10, Yunus 57, Q.S Luqman ayat 12-19.


(19)

B. Pembatasan dan perumusan Masalah

Agar pembahasan skripsi ini dapat terarah dan memiliki fokus dalam pembahasannya maka penulis merasa perlu memberikan batasan masalah yang merupakan upaya menentukan aspek-aspek tertentu dari masalah yang akan diteliti. Mengingat pembahasan mengenai kesehatan mental keluarga dalam pembentukan akhlak anak dalam perspektif al-qur’an, maka penulis membatasi pada pembahasan mengenai kesehatan jiwa keluarga yang di dalamnya membahas beberapa ayat-ayat al-Qur’ân yaitu QS Ali Imran ayat 164,QS As-Syams ayat 6-10,QS Yunus ayat 57,QS Luqman ayat 12-19. dan hal-hal yang berkaitan dengan keluarga dan kesehatan mental dan akhlak.

Berdasarkan pembatasan masalah sebagaimana penulis paparkan di atas, maka penulis merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan,

“bagaimana ulama mufassirin memandang keluarga , kesehatan mental dan akhlak .

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui bagaimana sebenarnya konsep pendidikan akhlak atau mental

keluarga terhadap anak dalam perspektif al-Qur’an dalam memandang keterkaitan kesehatan mental dalam pembentukan karakter anak?”

2. Menggali berbagai petunjuk yang ditawarkan dalam al-Qur’ân dan ilmu psikologi umum tentang kaitan kesehatan mental dan pembentukan akhlak anak.


(20)

Sejalan dengan tujuan penelitian yang di kemukakan di atas, hasil penelitian ini diharapkan akan berguna, terutama secara praktis bagi para akademisi dan masyarakat dalam menangani masalah tentang pembentukan akhlak anak dengan melihat hubungannya dengan kesehatan mental keluarga.

D. Kajian Pustaka

Untuk menghindari terjadinya kesamaan pada skripsi ini dengan skripsi yang lain, penulis terlebih dahulu menelusuri kajian-kajian yang pernah dilakukan atau memiliki kesamaan. Selanjutnya hasil penelusuran ini akan menjadi acuan bagi penulis untuk tidak mengangkat objek pembahasan yang sama sehingga diharapkan kajian yang penulis lakukan tidak terkesan plagiat dari kajian yang telah ada.

Setelah penulis melakukan penelusuran, ternyata tidak begitu banyak pembahasan yang membahas permasalahan ini. Tetapi penulis menemukan beberapa karya ilmiah yang terkait dengan pembahasan yang penulis garap, yang bisa membantu penulis jadikan sebagai sumber sekunder dalam penulisan skripsi ini, yaitu ;

1. Faidah Umami jurusan tafsir hadis Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2010 dalam skripsinya yang berjudul

Isyarat-isyarat psikologi Al-Qur’ân tentang pembentukan karakter anak

(analisis penafsiran Sya’rawi dengan pendekatan tematik) dalam skripsi ini dijelaskan mengenai bagaimana membentuk karakter anak dengan menggunakan beberapa metode, yaitu : metode teladan, metode nasehat,


(21)

dan metode balasan. Penjelasan tersebut berkaitan dengan penafsiran

Sya’rawi dengan pendekatan tematik pada surat Baqarah/2 :44,

al-„An’am/6 : 90, al-Ahzab/33 : 21 dan al-Shaf/37 : 2-3.

2. Een Hendrawati jurusan tafsir hadis pada fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2009 dalam skripsinya yang berjudul Peran orang tua terhadap pendidikan anak dalam perspektif

Al-Qur’an. Dalam skripsi ini dijelaskan bagaimana peran orang tua terhadap perkembangan anak dalam arti lain pendidikan akhlak bagi seorang anak bagi ibu-bapaknya, khususnya yang berkaitan dengan penafsiran Hamka pada surat Luqman/31 ayat:12-19.

3. Jonh W.Santrock dalam bukunya Perkembangan Anak, buku ini adalah terjemahan dari buku karangan Child Development, dalam buku ini dijelaskan tentang hakikat perkembangan anak yang meliputi : proses biologis, perkembangan fisik, perkembangan konseptual serta perkembangan bahasa,dalam buku ini terdapat pendapat-pendapat para ahli perkembangan anak dengan konsep-konsepnya.

4. Mugi Hasan jurusan tafsir hadis pada fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2008 dalam skripsinya yang berjudul Karakter manusia dalam al-Qur’ân : studi analisis pemikiran

Sayyid Quthub dalam tafsir Fi Zilal Al-Qur’ân, secara umum skripsi ini membahas mengenai konsep manusia dan bermacam-macam karakteristik manusia menurut Sayyid Quthub.

Ada perbedaan yang mendasar dalam penelitian dan penulisan skripsi yang dilakukan oleh penulis yang telah dilakukan oleh skripsi di


(22)

atas.Yakni dalam penulisan skripsi ini, penulis membahas tentang bagaimana kesehatan mental keluarga sangat berperan penting dalam pembentukan akhlak anak dengan membagi kesehatan mental itu atas dua bagian, yaitu : Mental Hygine dan Mental Disorder. Selain itu, penulis juga membahas tentang pemikiran penafsir klasik dan modern tentang kesehatan mental dengan sumber ayat-ayat al-Qur’ân yang berhubungan dengan jiwa, pendidikan dan akhlak.

E. Metodologi Penelitian Dan Teknik Penulisan 1. Metode Pengumpulan Data

Penulisan skripsi ini menggunakan penelitian kepustakaan ( library

research) yaitu mengumpulkan data-data dari berbagai literatur, terdiri dari buku-buku, kitab tafsir dan hadis, dengan menelaah artikel-artikel yang mendukung dan memiliki relevansi dengan masalah yang penulis bahas dan penelitian lapangan (Field Research), ini ditempuh dengan teknik pengumpulan data:

a. Observasi, yang dimaksud dengan observasi adalah pengamatan dan pencatatan tentang fenomena-fenomena yang diselidiki. Fenomena-fenomena yang diselidiki ini akan dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan keadaan lapangan.

b. Dokumentasi, mengamati dan menyelidiki dokumen-dokumen untuk memperoleh data mengenai permasalahan ini.


(23)

c. Angket, yaitu alat penelitian berupa daftar pertanyaan yang sudah dipersiapkan sebelumnya8, untuk memperoleh keterangan responden.

Karena penulisan ini merupakan perspektif Al Qur’a

ân dan Hadis, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan metode tafsir yaitu metode tematik (maudhu’i) dan pengumpulan hadis-hadis yang berkaitan dengan tema ini. Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam tafsir maudhu’i adalah sebagai berikut;

a. Menentukan topik bahasan

b. Menghimpun dan menetapkan ayat-ayat yang membahas persoalan tersebut;

c. Menyusun bahasan dalam suatu kerangka; d. Mempelajari semua ayat yang terpilih

2. Metode Pembahasan

Sebuah karya ilmiah pada suatu bidang ilmu dalam setiap pembahasan pasti menggunakan metode tertentu dalam menganalisa permasalahan-permasalahan yang sedang digeluti. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah deskriftif analitik, yaitu penulis menggambarkan permasalahan dengan didasari data-data yang ada lalu dianalisa untuk ditemukan kesimpulan

3. Teknik Penulisan

Untuk penulisan skripsi ini secara umum penulis berpedoman pada buku petunjuk “ pedoman penulisan skripsi, Tesis dan Disertasi “ yang

8


(24)

diterbitkan oleh Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006, sedangkan untuk sistematikanya mengacu pada “Pedoman

akademik „ Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Sedangkan untuk kutipan Al-Qur’ân dan terjemahannya mengacu kepada Qur’ân in Word Ver 1.2.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam pembahasan ,penulis menulisnya dalam beberapa bab:

Bab pertama mengenai pendahuluan yang dimaksud untuk memperjelas latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan agar penelitian ini memiliki kerangka yang jelas.

Bab kedua akan membahas tentang definisi-definisi, definisi keluarga, kesehatan mental keluarga, akhlak, kepribadian dan lain-lain, karena akan memberikan kemudahan bagi penulis untuk mendapatkan kesimpulan.

Bab ke tiga membahas tentang pendapat para mufassir terhadap ayat-ayat akhlak. peranan kesehatan mental dalam pembentukan karakter anak, pendapat para mufassir terhadap pembentukan akhlak, analisis penulis tentang kesehatan mental dan pembentukan akhlak anak.

Bab keempat membahas penutup , terdiri atas kesimpulan dan saran-saran, dalam kesimpulan penulis menjawab permasalahan yang berkaitan dengan topik pembahasan, sedangkan untuk saran, ada beberapa hal yang harus penulis sampaikan: yaitu penulis berharap agar penelitian ini benar-benar bisa bermanfaat dalam usaha mendidik mental anak.


(25)

14

A. Keluarga

1. Pengertian Keluarga

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia di sebutkan “Keluarga”:ibu

bapak dengan anak-anaknya, satuan kekerabatan yang sangat mendasar di masyarakat1. Keluarga merupakan sebuah institusi terkecil dalam masyarakat yang berfungsi sebagai wahana untuk mewujudkan kehidupan yang tentram, aman, damai, dan sejahtera dalam suasana cinta dan kasih sayang di antara anggotanya. Suatu ikatan hidup yang didasarkan karena terjadinya perkawinan , juga bisa disebabkan karena persusuan atau muncul perilaku pengasuhan.

Dalam al-Qur’ân dijumpai beberapa kata yang mengarah kepada

“keluarga”. Ahlul bait Keluarga adalah potensi menciptakan cinta dan

kasih sayang. Menurut Abu Zahra bahwa institusi keluarga mencakup suami, istri, anak-anak dan keturunan mereka, kakek, nenek, saudara-saudara kandung dan anak-anak mereka, mencakup pula saudara-saudara kakek, nenek, paman, bibi, serta anak mereka(sepupu)2

Menurut psikologi, keluarga bisa diartikan sebagai dua orang yang berjanji hidup bersama yang memiliki komitmen atas dasar cinta, menjalankan tugas dan fungsi yang saling terkait karena sebuah ikatan

1

Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi

Kwdua, (Jakarta: Balai Pustaka,1996), hal. 471. 2

Muhammad Abu Zahra, Tanzib al islam li al Mujtama’, Alih bahasa Shadiq Nor


(26)

batin, atau hubungan perkawinan yang kemudian melahirkan ikatan sedarah, terdapat pula nilai kesepahaman, watak, kepribadian, yang satu sama lain saling mempengaruhi walaupun terdapat keragaman, menganut ketentuan norma, adat, nilai yang diyakini dalam membatasi keluarga dan yang bukan keluarga.

Keluarga merupakan unit terkecil dalam struktur masyarakat yang dibangun di atas perkawinan/pernikahan terdiri dari ayah/suami, ibu/istri dan anak. pernikahan, sebagai salah satu proses pembentukan suatu keluarga, merupakan perjanjian sakral (mitsâqun ghalidha) antara suami dan istri .perjanjian sakral ini, merupakan prinsip universal yang terdapat dalam semua tradisi keagamaan. Dengan ini pula pernikahan dapat menuju terbentuknya rumah tangga yang sakinah.

Pandangan masyarakat tentang keluarga bahwa keluarga merupakan lambang kehormatan bagi seseorang karena telah memiliki pasangan yang sah dan hidup wajar sebagaimana umumnya dilalukan oleh masyarakat, kendati pun sesungguhnya menikah merupakan pilihan bukan sebuah kewajiban yang berlaku umum untuk semua individu.

Keluarga dalam konteks masyarakat Timur, dipandang sebagai lembang kemandirian, karena awalnya seseorang masih memiliki ketergantungan pada orang tua maupun keluarga besarnya, maka perkawinan sebagai pintu masuknya keluarga baru menjadi awal memulainya tanggung jawab baru dalam babak kehidupan baru. Di sinilah seseorang menjadi berubah status, dari bujangan menjadi berpasangan, menjadi suami, istri, ayah, ibu dari anak-anaknya dan seterusnya.


(27)

Keluarga merupakan lembaga sosial yang paling dasar untuk mencetak kualitas manusia. Sampai saat ini masih menjadi keyakinan dan harapan bersama bahwa keluarga senantiasa dapat diandalkan sebagai lembaga ketahanan moral, akhlak al-karîmah dalam konteks bermasyarakat, bahkan baik buruknya generasi suatu bangsa, ditentukan pula oleh pembentukan pribadi dalam keluarga. Disinilah keluarga memiliki peranan yang strategis untuk memenuhi harapan tersebut.

2. Fungsi- fungsi keluarga

Secara sosiologis, Djudju Sudjana (1990)3 mengemukakan tujuh macam fungsi keluarga yaitu:

a. Fungsi biologis, perkawinan dilakukan antara lain bertujuan agar memperoleh keturunan, dapat memperoleh keturunan, dapat memelihara kehormatan serta martabat manusia sebagai makhluk yang berakal dan beradab. fungsi biologis inilah yang membedakan perkawinan manusia dengan binatang, sebab fungsi ini diatur dalam suatu norma perkawinan yang diakui bersama.

b. Fungsi edukatif, keluarga merupakan tempat pendidikan bagi semua anggotanya dimana orang tua memiliki peran yang cukup penting untuk membawa anak menuju kedewasaan jasmani dan ruhani dalam dimensi kognisi, efektif maupun skill, dengan tujuan untuk mengembangkan aspek mental spiritual, moral, intelektual, dan propesioanal. Fungsi edukatif ini merupakan penjagaan hak dasar manusia dalam memelihara dan

3

Bandingkan: Djudju Sudraja, dalam Jalauddin Rahmat, (ed), Keluarga Muslim Dalam


(28)

mengembangkan potensi akalnya. Pendidikan keluarga sekarang ini pada umumnya telah mengikuti pola keluarga demokratis yang tidak dapat dipilah-pilah siapa belajar kepada siapa. Peningkatan pendidikan generasi penerus berdampak pada pergeseran relasi dan peran-peran anggota keluarga. Karena itu bisa terjadi suami belajar kepada istri ,bapak atau ibu belajar kepada anaknya. namun teladan baik dan tugas-tugas pendidikan dalam keluarga tetap menjadi tanggung jawab kedua orang tua. dalam hadis ditegaskan:

setiap anak lahir dalam keadaan suci,orang tuanyalah yang menjadikannya yahudi, nasrani, ataupun majusi”(HR.Ahmad, Thabrani,

dan Baihaqi)4.

c. Fungsi religious, keluarga merupakan tempat penanaman nilai moral agama melalui pemahaman, penyadaran dan praktek dalam kehidupan sehari hari sehingga tercipta iklim keagamaan di dalammya. Dalam QS Luqman: 13 mengisahkan peran orang tua dalam keluarga menanamkan aqidah kepada anaknya sebagai mana dilakukan Luqman al–Hakim terhadap anaknya.



















































4

Muhammad bin Hiban Abu Htim at tamimy, Shahih Ibnu Hibban juz 1, (Beirut:


(29)

Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".

Dengan demikian keluarga merupakan awal mula seseorang mengenal siapa dirinya dan siapa Tuhan nya. penanaman aqidah yang benar, pembiasaan ibadah dengan disiplin, dan pembentukan kepribadian sebagai seorang yang beriman sangat penting dalam mewarnai terwujudnya masyarakat religius.

d. Fungsi protektif, di mana keluarga menjadi tempat yang aman dari gangguan internal maupun eksternal keluarga dan untuk menangkal segala perubahan negatif yang masuk didalamnya. gangguan internal dapat terjadi dalam kaitannya dengan keragaman kepribadian anggota keluarga, perbedaan pendapat dan kepentingannya, dapat menjadi pemicu lahirnya konflik bahkan juga kekerasan. Kekerasan dalam keluarga biasanya tidak mudah dikenali karena berada di wilayah privat, dan terdapat hambatan psikis dan sosial maupun norma budaya dan agama untuk diungkapkan secara publik. Adapun gangguan eksternal keluarga lebih mudah dikenali oleh masyarakat karena berada pada wilayah publik5 .

e. Fungsi sosialisasi, adalah berkaitan dengan mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik, mampu memegang norma-norma kehidupan secara universal baik antar relasi dalam keluarga itu sendiri maupun dalam menyikapi masyarakat yang pluralistik lintas suku, bangsa, budaya, bahasa maupun jenis kelaminnya. Fungsi sosialisasi ini di

5


(30)

harapkan anggota keluarga dapat memosisikan diri sesuai dengan status struktur keluarga, misalnya, dalam konteks masyarakat Indonesia selalu memperhatikan bagaimana anggota keluarga satu memanggil dan menempatkan anggota keluarga lainnya agar posisi nasab tetap terjaga. f. Fungsi rekreatif, bahwa keluarga merupakan tempat yang dapat

memberikan kesejukan dalam melepaskan lelah dari seluruh aktivitas masing-masing anggota keluarga. Fungsi rekreatif ini dapat mewujudkan suasana keluarga yang menyenangkan, saling menghargai, menghormati dan menghibur masing-masing anggota keluarga sehingga tercipta hubungan harmonis, damai, kasih sayang dan setiap anggota keluarga

merasa “rumahku adalah surgaku”.

g. Fungsi ekonomis, yaitu keluarga merupakan kesatuan ekonomis keluarga memiliki aktivitas mencari nafkah, pembinaan usaha, perencanaan anggaran, pengelolaan dan bagaimana memanfaatkan sumber-sumber penghasilan dengan baik, mendistribusikan secara adil dan proporsional, serta dapat mempertanggung jawabkan kekayaan dan harta bendanya secara sosial maupun moral.

Ditinjau dari tujuh fungsi keluarga tersebut, maka jelaslah bahwa keluarga memiliki fungsi vital dalam pembentukan individu, oleh karena itu keseluruhan fungsi tersebut harus terus menerus dipelihara. jika salah satu dari fungsi-fungsi tersebut tidak berjalan, maka akan terjadi ketidak harmonisan dalam sistem keteraturan dalam keluarga.


(31)

3. Keluarga dan lingkungan

Fitrah Islam itu adalah baik, maka kalau nanti anak menjadi buruk, itu karena pengaruh orang tuanya (lingkungannya)

Ahli-ahli pendidikan pun sudah mengakui besarnya pengaruh lingkungan pada anak didik. Maka ditinjau dari segi ini, adanya penyakit rohani/mental pada seseorang disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang buruk, sehingga seseorang itu mempunyai sifat dan sikap yang buruk, dan lingkungan yang dimaksud di sini adalah lingkungan manusia (pergaulan), bukan lingkungan alam. 6

Lingkungan dunia modern ini adalah lingkungan yang memperturutkan nafsu dan lingkungan rohani yang tidak diberi makan. Karena itu tidaklah mengherankan kalau manusia modern mempunyai penyakit rohani/mental yang cukup parah, akibat berbagai macam krisis yang menimpa mereka.

Keluarga merupakan kumpulan dari individu-individu yang satu sama lain terikat oleh sistem kekeluargaan. Suami isteri atau ayah dan ibu adalah pilar pertama keluarga dari sana berkembang sebuah keluarga besar. Adapun ciri hidup keluarga adalah adanya ikatan emosional yang alami , konstan dan sering mendalam dalam dinamika hubungan solidaritas ,yang dalam keadaan normal terdapat rasa saling ketergantungan, saling membutuhkan serta saling melindungi. Keluarga merupakan unit terkecil masyarakat, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa di dalam suatu masyarakat pun ada sifat-sifat Kekeluargaan. 7

6

Achamad Mubarak, Psikologi keluarga, dari keluarga sakinah Hingga keluarga

Bangsa, cetakan pertama, (Jakarta: Bina Rena Pariwara, 2005), hal. 2. 7

Achmad Mubarak, Psikologi Keluarga, Dari keluarga Sakinah Hingga Keluarga


(32)

Keluarga dibangun dari individu-individu yang masing-masing memiliki keunikan psikologi, oleh karena itu berbeda dengan membangun rumah yang cukup dengan pendekatan teknis, sementara membangun keluarga diperlukan pendekatan psikologis. Merupakan suatu kekeliruan memperlakukan manusia sebagai benda mati yang bisa dipindah-pindah sesuka hati, atau seperti binatang yang bisa di giring sesuka pengembala .Manusia memiliki persepsi, memiliki cara berpikir dan cara yang merasa yang khas dan memiliki kehendak yang sesuai dengan kondisi obyektif jiwanya. Kehidupan keluarga sebenarnya lebih kompleks dibanding dunia pendidikan, tetapi pendidikan psikologis terhadap masalah-masalah keluarga masih sedikit sekali yang dilakukan secara profesional. Mungkin karena kehidupan rumah tangga merupakan fenomena universal maka para ahli lebih memilih membiarkan rumah tangga berjalan secara ilmiah profesional.8

Berkaitan dengan pembentukan karakter, terdapat tiga lingkaran lingkungan, yakni: keluarga, sekolah dan masyarakat. Meski ketiganya saling mempengaruhi, tetapi pendidikan keluarga paling dominan pengaruhnya.

jika suatu rumah tangga berhasil membangun keluarga sakinah, maka peran sekolah dan masyarakat menjadi pelengkap. Jika tidak maka sekolah kurang efektif, dan lingkungan sosial akan sangat dominan dalam mewarnai keluarga. Pada masyarakat modern, pengaruh faktor lingkungan sangat kuat dan bisa menjadi ancaman terutama pengaruh budaya yang menyesatkan (misalnya pornografi) karena ia bukan saja berada di luar rumah, tetapi menyelusup

8

Achmad Mubarak, Psikologi Keluarga, Dari keluarga Sakinah Hingga Keluarga


(33)

masuk ke dalam rumah, sehingga menimbulkan penyakit sosial tersendiri, yakni penyakit manusia manusia modern.

Anak adalah amanah atau titipan Allah kepada orang tuanya orang tua, berkewajiban memelihara dan mendidiknya agar anak itu terpelihara dan berkembang potensinya hingga ia kelak menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan maksud penciptaannya Sesuatu yang dititipkan adalah sesuatu yang penjagaannya dipercayakan kepada orang yang dititipi hingga suatu saat sesuatu itu akan diambil oleh orang yang menitipkannya. Maksud menitipkan adalah agar sesuatu yang dititipkan itu tetap terjaga dan terlindungi keberadaannya. Tanggung jawab memelihara sesuatu yang dititipkan itulah yang disebut amanah.9

Ketika seorang anak pertama kali lahir ke dunia dan melihat apa yang ada di dalam rumah dan di sekelilingnya, tergambar dalam benaknya sosok awal dari sebuah gambaran kehidupan. Bagaimana awalnya dia harus bisa melangkah dalam hidupnya di dunia ini. jiwanya yang masih suci dan bersih akan menerima segala bentuk apa saja yang datang mempengaruhinya. maka tingkah laku anak akan dibentuk apa saja yang datang mempengaruhinya. Maka tingkah laku anak akan dibentuk oleh setiap pengaruh yang datang dalam dirinya. Menurut Al-Ghâzali, anak adalah amanah bagi orang tuanya, hatinya bersih, suci, polos. Kosong dari segala ukiran dan gambaran. Anak akan selalu menerima segala apa yang diukir padanya, dan akan cenderung terhadap apa saja yang mempengaruhinya. Maka apabila dia dibiasakan dan

9

Achmad Mubarak, Psikologi Keluarga, Dari keluarga Sakinah Hingga Keluarga


(34)

diajarkan untuk melakukan kebaikan, niscaya tingkah laku terbentuk baik. Sehingga kedua orang tua akan mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat. Anak akan menjadi orang yang terdidik ,orang yang baik. Namun apabila si anak dibiasakan untuk melakukan kejahatan dan ditelantarkan bagaikan binatang liar, maka anak akan sengsara dan celaka. Dosanya akan ditanggung langsung oleh kedua orang tuanya sebagai pertanggung jawaban kepada Allah.10

Dengan memahami betapa besar pengaruh lingkungan rumah bagi kehidupan anak, maka kedua orang tuanya memiliki kewajiban penuh dalam mempersiapkan anak dan melindunginya dari kehinaan serta mengarahkannya agar ruh agama dan kemuliaan tumbuh di dalam jiwanya. Orang tua (ayah dan ibu) adalah penanggung jawab pendidik anak. Oleh karena itu bila orang tua mengondisikan kehidupan anak di dalam persemaian yang buruk, maka mereka akan diminta pertanggung jawabannya dan akan di azab Allah disebabkan telah menjerumuskan pertama yang sangat berharga dan mulia ke dalam kesesatan yang nyata, juga akan di azab untuk kedua kalinya karena mereka telah menjerumuskan diri mereka sendiri ke dalam keburukan itu pula.11

10

Lihat Muhammad Nur Abdul Hafizh,Mendidik anak Bersama Rasulullah ,Hafiz

Muhammad Nur Abdul, Mendidik anak bersama Rasulullah, cet. Ketiga (terjemahan), Bandung

Bayan, 1998. 11

Siti Mechati, Kesehatan Mental, (Yogyakarta: Yayasan penerbit fakultas psikologi

Universitas Gajah mada, 1982), h. 108. Hampir sejalan dengan pendapat Siti Meichhati, Muhammad Mahmud Mahmud memandang keluarga sebagai kesatuan terkecil yang memiliki tanggung jawab yang cukup besar dan signifikan dalam pembentukan kepribadian seorang anak baik dari aspek agama, social, budaya. Selanjutnya lihat Muhammad Mahmud, ilm an-nafs al-


(35)

Rasulullah Saw. menjadikan pendidikan anak sebagai tanggung jawab

penuh orang tua. Ibnu „Umar berkata: aku telah mendengar Rasulullah Saw bersabda,yang artinya: “setiap diri kalian adalah pemimpin .dan ia akan

diminta pertanggungan jawaban terhadap apa yang ia pimpin. Seseorang imam adalah pemimpin , ia akan dimintai pertanggung jawaban terhadap yang dipimpinnya (rakyatnya). Setiap laki-laki adalah pemimpin di dalam keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungan jawaban terhadap yang ia pimpin. Setiap perempuan adalah pimpinan dalam rumah suaminya dan ia akan dimintai pertanggungan jawaban pula dengan apa yang ia pimpin. Seorang pembantu adalah pimpinan di dalam harta majikannya dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas hartanya. Setiap dirimu adalah pemimpin

dan akan dimintai pertanggungan jawaban atas yang ia pimpin” (HR Muttafaqun alaih).

Rasulullah Saw pun sampai mengatur ketentuan yang mendasar tentang besarnya pengaruh kedua orang tua dalam membentuk agama anaknya. Orangtuanyalah yang paling berpengaruh terhadap perkembangan anak.12 Diriwayatkan oleh Bukhari dan Abu Huraiarah r.a. bahwa Rasulullah

Saw. bersabda, yang artinya: “Tidak ada seorang pun dilahirkan kecuali dalam

keadaan fitrah (suci). Kedua orangtuanyalah yang menjadikannya sebagai

orang Yahudi atau Nasrani, atau Majusi.”13

12

Fenomena umum dan mencuat yang mencerminkan umat muslim Indonesia berakhlak terpuji dapat menjaga citra agama islam dan mendukung syiar dakwah agama Islam ( khususnya di Indonesia).

13

Hajar al-Ashqalani, Fathul Baari, penjelasan kitab Shohih Bukhari, penerjemah


(36)

Dalam ajaran Islam dinyatakan bahwa pendidikan merupakan hak anak dari orangtuanya. bukan sebagai hadiah atau pemberian dari orang tua kepada

anak. Sebagaimana Rasulullah telah bersabda, yang artinya:’’ Sesungguhnya

Allah telah menanamkan abraran (golongan yang berbuat baik)karena mereka telah berbuat baik kepada orangtua dan anak mereka. Sebagaimana kamu

memiliki hak atas anakku, demikian pula anakmu memiliki hak atasmu.” (HR

Bukhari dalam kitabnya Al-Adabul Mufrad).14

Menurut Zakiah Daradjat pertumbuhan kecerdasan anak sampai umur enam tahun masih terkait kepada alat indranya. Maka dapat dikatakan bahwa anak pada umur 0-6 tahun berpikir inderawi. artinya anak belum mampu memahami hal yang maknawi (abstrak). Oleh karena itu pendidikan iman dan akhlak anak, belum dapat menggunakan kata-kata (verbal), akan tetapi diperlukan contoh, teladan, pembiasaan dan latihan yang terlaksana di dalam keluarga sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. yang terjadi secara alamiah misalnya ibu bapak yang saleh, sering terlihat oleh anak,

mereka sedang shalat, berdo’a dengan khusuk, dan bergaul dengan sopan

santun yang dapat ditiru . dan si anak juga mendengar orang tuanya membaca

al-Qur’ân. Berdo’a dan mengajak anaknya memohon kepada Allah. Di sana –

sini dalam rumah, terdapat pigura yang terpajang di dinding, macam-macam perhiasan yang terdapat di dalam dan di luar rumah, di pekarangan, halaman rumah dan taman-taman yang sering tampak oleh anak, semuanya bernafaskan

14

Hajar al-Ashqalani, Fathul Baari, penjelasan kitab shohih bukhari, penerjemah

Amiruddin, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), cet .ke. 1, juz., 6, h. 432. (HR Bukhari dalam


(37)

Islam. .Adanya kecendrungan meniru dan unsur identifikasi di dalam jiwa si anak , akan membawa kepada meniru orang tuanya.15

Keluarga yang Harmonis adalah yang seluruh anggotanya merasa satu, adanya kerja sama dan saling pengertian antar anggota keluarga. Hubungan yang diliputi oleh kasih sayang, kerja sama yang saling pengertian, menunjang perkembangan rasa kasih sayang dalam diri anak-anaknya. Ringkasnya dalam perspektif islam , secara tegas dikatakan bahwa pendidikan akhlak anak adalah tanggung jawab orang tua(ayah dan ibu). Ini berarti orangtua akan diminta pertanggung jawabannya atas pendidikan akhlak anak yang menuntut adanya pendidikan yang menggunakan pendekatan psikologis (ilmu jiwa) dan berpedoman pada nilai-nilai Islam sehingga tujuan, harapan dan metode pendidikan mengarahkan terbentuknya akhlak mulia, Karakter baik, atau budi pekerti luhur.

B. Kesehatan Mental

Teori kesehatan mental merupakan hal yang sangat penting artinya dalam kehidupan seseorang, pada dasarnya kesehatan mental merupakan kemampuan seseorang dalam melakukan penyesuaian diri,baik dengan dirinya sendiri,dan lingkungannya, sehingga ia mampu menghadapi kenyataan hidup dengan tenang, tentran dan bahagia, sebaliknya orang yang tidak mampu melakukan penyesuaian, baik dengan dirinya sendiri maupun dengan lingkungannya, dapat mengalami ganguan mental.

15


(38)

Gangguan mental mulai dapat mumcul sejak individu berusia dini atau kanak-kanak . diantara ganguan mental yang terjadi pada anak adalah gangguan tingkah laku conduct disorder yang termasuk dalam kategori gangguan prilaku merusak ( disruptive beghavior disorder). Dibawah ini akan diuraikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan mental dan gangguan tingkah laku baik dari pengertian psikologi maupun pengertian mental atau jiwa dalam perspektif al-Qur’an.

1. Pengertian Mental dan Pengertian al-Nafs

Tristiadi Ardi mengemukakan beberapa pendapat tentang kesehatan mental sebagai berikut:16

a. Karl Menniger mengemukakan kesehatan mental adalah kemampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan secara keefektifan dan kebahagian yang maksimum. Ia bukan hanya perasaan puas atau keluwesan dalam mematuhi aturan permainan dengan riang hati, kesehatn mental mencakup kemampuan menhan diri , kecerdasan , berprilaku dengan menenggang perasaan orang lain dan sikap hidup yang bahagia.

b. Kesehatan Mental mnurut H.B. English adalah keadaan relative tetap, yaitu seseorang menunjukkan penyesuain diri atau mengalami alkulturasi diri dan relisasi diri . kesehatan mental merupakan keadaan positif bukan hanya sekedar absennya ganguan mental..

16


(39)

c. W.W Boehm, Kesehatan mental adalah suatu keadaan dan taraf ketertiban social yang diterimaorang lain dan memberikan kepuasan bagi orang lain.

d. Zakiah Daradjat mengemukakan beberapa defenisi kesehatan mental yaitu pertama, kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gejala gangguan jiwa atau neorosis dan dari gejala-gejala penyakit jiwa, kedua kesehatan mental adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan oranag dimana ia hidup.17

e. Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan utuk memanfaatkan dan mengembangkan segala potensi , bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa kebahagiaan diri dan orang lain serta terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa.18

f. Kesehatan mental dimaknai juga dengan terwujudnya keharmonisan yang yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa dan mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem yang biasa terjadi serta mersakan secara positif kebahagian dan kemampuan dirinya.

17

Defenisi ini sangat luas dan umum jadi seseorang harus menerima kehidupannya secara keseluruhan , untuk dapat menyesuaikan diri dengan diri sendiri, seseorang harus menerima dirinya apa adanya, dengan segala kelebihan dan kekuranganya, disamping itu seseorang juga bisa saling mengenal , memahami dan menilai orang lain secara objektif. Dan bisa pula mengenal kelebihan dan kekurangan ornag lain. Dari defenisi diatas dapat dipahami orang yang bermental sehat adalah orang yang dapat menguasai segala factor dalam hidupnya, sehingga ia dapat mengatasi kekalutan sebagai akibat tekanan perasaan dan hal-hal yang menimbulkan frustasi.

Lihat Zakiah Daradjat , Kesehatan mental , ( Jakarta : Gunung Agung , 2003), h. 10.

18

Hal ini berarti kalau semua potensi dapat berkembang dengan baik,maka orang tersebut akan mengalami kebagiaan. Sebaliknya jika semua potensi tersebut tidak berkembang dengan baik, maka dapat timbul konflik dalam timbul dalam dirinya dan orang lain.Lihat Zakiah Daradjat . Kesehatan mental ,(Jakarta : Gunung Agung , 2003),h .10.


(40)

Sedangkan Dalam bahasa arab term al-nâfs digunakan untuk banyak hal, seperti: roh, diri manusia, hakikat sesuatu, darah, saudara, kepunyaan, kegaiban, ukuran samakan kulit, jasad, kedekatan, zat, mata. Kebesaran, dan perhatian.19 Ada yang menunjukkan arti totalitas manusia, ada yang menunjukkan pada apa saja yang terdapat dalam diri manusia yang menghasilkan tingkah laku, dan ada pula yang menunjukkan kepada diri tuhan. Dalam konteks pembicaraan tentang manusia, disamping untuk menyebut totalitas manusia, nâfs juga menunjuk pada sisi dalam manusia yang mempengaruhi perbuatannya, berpotensi baik atau buruk.

Didalam al-Qur’ân, kata nâfs yang digunakan dalam berbagai bentuk dan aneka makna, dijumpai sebanyak 297 kali, masing-masing dalam bentuk mufrad (singular) sebanyak 140 kali,20 sedangkan dalam bentuk jamâ’ terdapat dua versi, yaitu nufus sebanyak 2kali, dan anfus sebanyak 153 kali,21 dalam bentuk fi’il ada dua kali.22

Penggunaan nâfs untuk menyebut totalitas manusia dapat dijumpai dalam ayat berikut:



























































































































































19

Ibn Manzhur, Lisanul A'rab, jil, VI, h. 4500-4501 20

Dalam hitungan Ahmad Mubarak sebanayk 142 kali, terdiri atas 77 tanpa idhafah dan

65 dalam bentuk idhafah. Lihat Ahmad Mubarak, Jiwa dalam al-Qur'an, (Jakarta: Paramadina,

2000), h. 42 21I

Ahmad Mubarak, Jiwa dalam al-Qur'an, (Jakarta: Paramadina, 2000), h. 43

22


(41)

“oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa:

Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain[411], atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya[412]. dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu[413] sungguh-sungguh melampaui

batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.”(Q.S al-Maidah/5:32) Pada ayat ini term nâfs digunakan untuk menyebutkan totalitas manusia secara fisik dan psikis didunia, yakni manusia hidup yang bisa dibunuh (mati). Berbeda dengan ayat diatas, pada surah Yassin/36: 54 term

nâfs digunakan untuk menyebut manusia di alam akhirat . disamping dua ayat diatas, term nâfs yang digunakan untuk menyebut totalitas manusia juga dapat di jumpai dalam surah al-Baqarah/2: 61, Yusuf /12: 54, al-Dzariyat/51:21, dan an-Nahl/16:111.

Penggunaan term nâfs untuk menyebut sisi dalam manusia terdapat dalam surah al-Ra’d/13: 10 :



















































“sama saja (bagi Tuhan), siapa diantaramu yang merahasiakan ucapannya,

dan siapa yang berterus-terang dengan Ucapan itu, dan siapa yang bersembunyi di malam hari dan yang berjalan (menampakkan diri) di siang

hari.”

Menurut Ahmad Mubarok, dalam bukunya yang berjudul Jiwa dalam

Al-Qur’ân, kesanggupan manusia untuk merahasiakan dan berterus-terang dengan ucapannya merupakan petunjuk adanya sisi dalam sisi luar manusia. Jika sisi luar manusia dapat dilihat dari perbuatan lahirnya, maka sisi dalam berfungsi sebagai penggerak.


(42)

Nâfs sebagai sisi dalam manusia sangat erat kaitannya dengan nâfs yang berpotensi (sebagai) penggerak tingkah laku. Sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat berikut :



































“Sesungguhnya Allah tidak merubah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada dirinya sendiri ” (Q.S al-Ra’d/13: 11)

Nâfs sebagai penggerak tingkah laku di dalamnya terkandung gagasan, pikiran, kemauan, dan tekad untuk melakukan suatu perbuatan. Pada munculnya tingkah laku manusia, sebenarnya tingkah lakunya tersebut di gerakkan suatu sistem yang ada dalam dirinya, yaitu sistem nâfs, Al-Qur’ân mengisyaratkan bahwa nâfs sebagai sisi dalam manusia yang berhubungan dengan dorongan-dorongan tingkah laku. Nâfs sebagai penggerak atau tingkah laku, berhubungan erat dengan tingkah laku manusia. Di dalam sistem Nâfs manusia ada potensi (potensi positif dan potensi negatif) yang menggerakkan manusia melakukan suatu tingkah laku tertentu. dengan adanya kemampuan berpikir logis manusia diberi peluang untuk memilih. Manusia bisa mengalahkan tuntunan keinginan bertingkah laku tercela dengan memenangkan keinginan bertingkah laku terpuji. Potensi positif berkembang sejalan dengan pengalaman dan stimulasi hasil interaksi sosial (interaksi manusia dengan lingkungan). Pada dasarnya manusia mempunyai insting atau naluri merusak walaupun manusia memiliki predikat khalifah di muka bumi.23

23

Mengenai sistem Nafs Lihat dalam Achmad Mubarak ,Jiwa dalam Al-Qur;an ,cet


(43)

Dalam ajaran Islam ada beberapa metode (jalan atau cara) yang ditempuh dalam melaksanakan pendidikan akhlak dan pengembangan karakter, salah satu di antaranya adalah metode tazkiyatun al-nâfs (penyucian jiwa), tazkiyatun al-nâfs sebagai tugas pokok dan terpenting dari para nabi dan rasul Allah , yang sudah tercatat dalam sejarah, di tegaskan Al-Qur’ân dalam ayat berikut:





























































































Berkaitan dengan akhlak, Al-Ghazali mengemukakan konsep

tazkiyatut nâfs sebagai metode pendidikan akhlak. menurut Al-Ghazali berakhlak di artikan dengan baik secara lahir dan baik secara batin, yang dimaksud baik secara lahir adalah baik dalam penampilan sedangkan baik secara batin adalah menangnya sifat-sifat terpuji yang ada pada jiwa/diri seseorang atas sifat tercelanya. Sebagai upaya untuk memenangkan sifat-sifat terpuji atas sifat-sifat-sifat-sifat tercela yang ada pada jiwa seseorang, maka dilakukan taziyat al- nâfs dengan cara pengosongan jiwa dari sifat-sifat tercela dan pengisian jiwa dengan sifat-sifat terpuji. tazkiyat al-nâfs berfungsi sebagai penguat motif, pengembangan tingkah laku dan memberi warna corak tingkah

24

Q.S 3:164 artinya sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri ,yang membacakan kepada mereka ayat- ayat Allah, membersihkan ( jiwa )mereka,dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al- Hikmah.dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi )itu,mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.


(44)

laku manusia. 25Adapun pemikiran tazkiyat al-nâfs berdasarkan Al- Qur’ân surat al-Syams/91:7-10:





























































Menurut Sa’id Hawwa , kata tazkiyat secara harfiah memiliki dua

makna yaitu tathir dan al- ishlah. Tazkiyatun nâfs dalam pengertian pertama berarti membersihkan diri dari sifat-sifat tercela, sedangkan dalam pengertian kedua berarti memperbaiki jiwa dengan sifat–sifat terpuji27. Dengan demikian arti Tazkiyatun nâfs tidak saja terbatas pada pembersihan diri , Kitab-kitab tafsir seperti Fakhr al–razi dalam tafsir kabir juga mengartikan tazkiyat dengan tathir dan tanmiyat, yang berfungsi untuk menguatkan motivasi seseorang dalam beriman dan beramal sholeh secara tegas ia mengatakan bahwa tazkiyat adalah ungkapan tentang tathhir dan tanmiyat.28

Di samping itu, mufasir Muhammad Abduh mengartikan tazkiyat

al-nâfs dengan tarbiyat al-nâfs (pendidikan jiwa) yang kesempurnaannya dapat di capai dengan tazkiyat al- „aql (pensucian yang mengembangkan akal)dari akidah yang sesat dan akhlak yang jahat. Kesempurnaan tazkiyat al-„aql dapat pula dicapai dengan tauhid yang murni.29 Pendapat Abduh ini sejalan dengan

25

Hasan Langgulung , asas-asas pendidikan (Jakarta; pustaka al-husna, 1987), hal 371-377

26

Q.S 91:7-10, artinya :dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaanya)maka Al- Qur’an

mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketaqwaan. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.

27Sa’id Hawwa, Al-mustakhlash Fi Tazkiyat al- anfus

, (Mesir: Dar al–salam,1984) 28

Fakhr al- Razi, Tafsir al –Kabir ,juz 4,(Teheran :Dar al- Kutub al- ilmiyat,t.t,), hal. 75 dan 143

29

Muhammad Rashid Ridha, (ed), Tafsir al-Manar, juz 4, (Mesir : Maktabah al-


(45)

arti kata tazkiyat itu sendiri, dan pengertian pendidikan dalam arti luas, yang tidak saja terbatas pada tathhir al- nâfs,tetapi juga tanmiyat al-nâfs. tetapi juga

tanmiyat al-nâfs.

Dari segi pendidikan dan ilmu jiwa banyak pula pendapat para ahli tentang Tazkiyatun nâfs, misal Ziauddin Sardar, Muhammad Fazl–ur-Rahman Ansari, dan Hasan Langgulung. Sardar mengartikan Tazkiyatun nâfs sebagai pembangunan karakter(watak)dan transformasi dari personalitas manusia. di mana seluruh aspek kehidupan memainkan peranan penting dalam prosesnya. Sebagai konsep pendidikan dan pengajaran, Tazkiyatun nâfs tidak saja membatasi proses pengetahuan yang sadar, tetapi lebih merupakan tugas untuk memberi bentuk pada tingkatan hidup taat bagi individu yang melakukannya., dan mukmin adalah karya seni yang dibentuk oleh Tazkiyatun nâfs.30 .Sedangkan Hasan Langgulung mengartikan Tazkiyatun nâfs sebagai metode penghayatan dan pengamalan nilai-nilai yang ada dalam ajaran Islam. Jika semua nilai Islam itu tersimpul dalam ketaqwaan, maka Tazkiyatun nâfs adalah metode pembentukan orang yang bertaqwa.31

Kornard berangkat dari dasar pemikiran bahwa tingkah laku seseorang tidak hanya di gerakkan oleh kekuatan dari dalam diri (innate forces) seperti dorongan biologis, sifat dan disposisi,maupun rangsangan yang berasal dari luar diri(external stimulus) seperti kondisi situasional, tetapi juga di aktifkan oleh motif (learned motive) yang mengarahkan tingkah laku tersebut ketujuan akan dicapai berdasarkan harapan-harapan yang dimilikinya. dengan

30

Ziauddin Sardar, the future of muslim civicilation, ter…HM. Moctar Zoerni dan

Ach.Hafas Sn:Msa Depan peradaban muslim’’, (Surabaya: Bina Ilmu, 1985), hal. 383. 31

Hasan Langgulunng, Asas–asas pendidikan islam, (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1987), hal. 371-377


(46)

memahami motif (faktor intristik) sebagai salah satu faktor utama penyebab munculnya tingkah laku agresif, maka Kornard mengusulkan pemakaian kerangka pembahasan teori motivasi mengenai agresi dalam menganalisis permasalahan di bidang agresi. Teori Kornard tentang agresi mencakup beberapa pendekatan teoretis, yaitu: 1) teori biologis, 2) teori frustasi- agres 3) teori belajar 4) teori sosial-belajar dan 5) teori kognitif dari motivasi. Apalagi analisis yang sistematis teori motivasi tentang agresi jarang dilakukan dan kurang di gali.32

Dalam usaha membentuk teori agresi, Kornerd mengembangkan beberapa konsep teori dasar melalui pendekatan teoritis, konsep-konsep tersebut adalah (1) agresi mempunyai akar biologis, tingkah laku agresi di dasari oleh fungsi otak khusus (fungsi hypothalamus) dan sistem endokrin sehingga agresi mempunyai komponen herediter, (2) frustasi dapat mengarahkan manusia pada beberapa bentuk tingkah laku agresif,(3) tingkah laku agresif dapat diperoleh dari proses belajar dan merupakan akibat pengaruh rangsangan yang berulang kali dari lingkungan atau pun pengalaman yang disertai penguatan, (4), tingkah laku agresif dapat dipelajari terbentuk dengan meniru dan mencontoh agresi yang dilakukan oleh model yang di amati: dan,(5)pemunculan agresi melibatkan interpretasi kognitif terutama berkaitan dengan penentuan tujuan yang akan dicapai dan pelaksanaan suatu tingkah laku agresi yang diharapkan.33

32

Lihat Olweus, Kornard, Miller dalam Kornard, Outline of Motivation Theory

Aggression (Saabrucken: Facbereich Sozial-und Umweltwissenshaften, 1981b), hal 23-25 33

Lihat Kornard, H.J.L.H.Eckensberger dan W.B.Emminghaus, Cross Cultural Research

on motivation and its Contribution to a General Theory of Motivation.(Beston :Allyn and Bacon, 1980), hal. 54-70


(47)

Sesungguhnya konsep tazkiyat al-nafs yang terdapat dalam kitab Ihya ulumuddin tersebut memberikan kontribusi yang berarti bagi pengembangan karakter dan pendidikan akhlak, namun belum pernah diteliti sebagai suatu konsep untuk pendidikan akhlak dan pengembangan karakter dalam Islam. Apalagi penelitian tersebut dikaji dan dibandingkan dengan psikologi. Padahal antara tazkiyat al-nafs dan psikologi terdapat hubungan yang erat. Kedua – duanya merupakan kebutuhan pokok hidup manusia dalam mencapai kebahagiannya di dunia dan akhirat. Baik tazkiyat al-nâfs (Ilmu Agama Islam) maupun pengembangan prilaku agresi psikologi), membahas hal-hal yang sama (kesamaan substansi), namun menggunakan istilah yang berbeda. Keduanya dapat saling melengkapi. Dengan mengabungkan teori Al- Ghazali dan teori baru tentang pengembangan karakter melalui pendidikan keluarga, teori yang lebih aplikatif dan berpedoman pada nilai-nilai Islam.

Berkaitan dengan Jiwa manusia Al-Qur’ân menjelaskan bahwa manusia hanya terdiri dari kesatuan jasad dan ruh terdapat unsur lain yang berbeda dari keduanya unsur lain itu disebut al- Qur’ân sebagai jiwa( nafs jamak annâfus, nufus)yang dimaksud jiwa disini adalah nafsu ego manusia yang kemudian al-Qur’ân menjelaskan bahwa terdapat 3 nafsu dalam diri manusia yaitu:

a. Al-Ammarah (Q.S Yusuf 12:53)























































Artinya: Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), Karena

Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang.


(48)

Jiwa yang buruk Al- Ammârah bi al-su ini adalah jiwa atau nafsu (nafs) yang mengajak manusia kepada keburukan ,nafsu semacam ini mendorong manusia untuk melakukan perbuatan tercela yang menghalangi kesempurnaan akhlak,dengan demikian siapapun yang mengikuti perintah-perintah jiwa ini terjerembap dalam jurang terendah dari tingkat kesabaran.

b. Al-Lawwâmah (Q.S Qiyamay 75:2)





















Artinya: Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya

sendiri).

Ini adalah jiwa (nafs) yang dapat mengarahkan manusia untuk merealisasikan kebaikan jiwa semacam ini berpotensi untuk selalu melakukan koreksi dan evaluasi terhadap perbuatan-perbuatan yang telah dilakukan seseorang,jiwa ini pula yang senantisa mengecam perbuatan-perbuatan dosa yang bertentangan dengan ajaran islam lantaran kecintaan dan kecendrungan manusia pada dunia.

Jiwa ini juga mengibarkan panji kebajikan dan menegakkan akhlak yang mulia dan terpuji dan karna kebenciannya terhadap jalan yang keji ,ia disebut nafs lawwâmah (jiwa yang sadar) melalui jiwa inilah manusia dapat mengerti pentingnya kesabaran hingga ia mampu memperoleh daya juang untuk mewujudkan keinginannya serta mampu mengenali sifat akhlak tercela, amun seseorang harus menyadari bahwa tidak ada keberhasilan yang sempurna.


(49)

c. Al-Muthmainnâh ( Q.S Al-Fajr 89:27)





















Artinya: Hai jiwa yang tenang.

Ini adalah jiwa (nafs) yang menuntut manusia untuk mengenali allah dan mengikuti ajarannya pada tahap ini juga jiwa seseorang bebas dari segala macam bentuk kelemahan dan telah dipenuhi oleh kekuatan ini,ia akan mencapai tingkah keberhasilan yang paling tinggi dalam mewujudkan kesabaran.34

Berpijak dari pola di atas, Zakiah Daradjat secara lengkap mendefinisikan kesehatan mental dengan terwujudnya keserasian yang sungguh–sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian antara individu diri sendiri dan lingkungannya berdasarkan keimanan dan ketaqwaan serta bertujuan untuk mencapai hidup bermakna dan bahagia di dunia dan akhirat.35

Salah satu contoh ekstrim yang dapat memberi pemahaman terhadap perbedaan itu adalah pertanyaan lebih bahaya mana orang yang bertubuh kekar, tegap, kuat, psikisnya terhindar dari neorosi maupun psikosis sementara sikapnya pendendam, propokator, pendengki dan penyakit hati lainnya. Dibandingkan dengan orang gila di jalanan yang sekalipun kehidupannya suka melempar batu dan suka memecah kaca rumah orang.? meskipun kedua kondisi ini sama-sama tidak diharapkan, namun secara spiritual hal yang dapat dijawab bahwa orang gila tersebut lebih baik

34

Kuntowijoyo, Mukjizat Sabar, (Bandung: Mizania Pustaka, 2009), hlm 108-109.

35

A.F.Jaelani, Penyucian Jiwa, (tazkiyat al-nafs) dan kesehatan mental penerbit Amzah Jakarta Januari 1997, h 77.


(50)

dibanding orang yang waras tetapi punya penyakit hati. sebab orang gila terbebas dari segala tuntutan atau beban yang dalam prilaku tidak terkait dosa atau pahala. sementara orang waras yang berpenyakit hati akan mendapat dosa dari apa yang diperbuat oleh hatinya.36

2. Jenis-jenis mental adalah :

a. Mental Hygine

Merupakan sub kajian (cabang) psikologi yang mulai intensif dan ekstensif dikembangkan di Eropa dan Amerika terutama sejak berakhirnya perang dunia ke II yang berdampak sangat parah terhadap mental masyarakat Barat. Seperti namanya, Ilmu kesehatan mental tujuannya mencari, menemukan dan mengembangkan filosofi, teori dan teknik dengan berbagai pendekatan serta metode yang tepat bagi upaya tercapainya kesehatan mental individu dan masyarakat.37

Islam sendiri sebagaimana dalam Al-Qur’an dan hadis secara tersurat dan tersirat kaya dengan konsep-konsep yang berkaitan dengan dimensi kejiwaan manusia seperti Hawa , nafs, ’aql, qalb , ruh, dan

fitrah, serta ajaran yang mengarah kepada pencapaian Keselamatan (salâmah) dan kebahagiaan (sa’âdah) serta kesehatan (shihah) manusia,

36

Zakariah Dradjat membagi gangguan jiwa menjadi 2 neorosis dan psikosis 37

Dalam konteks psikionalisis Sigmund Freud telah kesehatan mental menjadi objek kajian psikologi klinis meskipun belum dinamai Ilmu kesehatan mental ( Mental Hiygien) yang mandiri, terutama untuk memberi terapi untuk psikiater kepada para pasien yang mengalami gangguan kejiwaan seperti ilusi, depresi, halusinasi, dan sejenisnya, sedangkan dalam konteks Ilmu jiwa agama, tema kesehatan mental juga menjadi telaah yang bersifat penting dan terapan terutama dalam psikologi pastoral. Agama menjadi variabel yang sangat dominan dalam terapi kejiwaan karena ia menyentuh aspek kejiwaan yang sangat dalam pada manusia yang berupa keyakinan yang bersifat spiritual yang menjangkau kehidupan setelah mati. Dalam konteks kontenporer Kesehatan mental juga banyak di integrasikan dengan pengembangan bimbingan dan

konseling. Lihat Hasan langgulung, teori-teori kesehatan mental (Jakarta: Al–Husna, 1992), hal, 9.

Lihat pula dadang hawari, Al-qu’an, ilmu kedokteran dan ilmu jiwa ( Yogyakarta: Dana Yakti

Prima Yasa,1995), hlm. 11-14 Lihat juga Kartini Kartono, Hiygien Mental dan kesehatan mental dalam Islam Bandung Mondar Maju, 1989), hlm. 3-5.


(1)

57

Inilah yang mengindikasikan adanya ketidaksehatan mental pada anak-anak. Kehidupan keluarga memainkan peran penting dalam membentuk kepribadian anak untuk menggapai keseimbangan batin dan sehat mental. 16


(2)

58

A. Kesimpulan

Setelah mempelajari dan menganalisa faktor-faktor penyebab adanya gangguan Kesehatan Mental pada anak, untuk membentuk kesehatan mental yang baik sarananya terdapat pada keluarga dan tentunya dengan penanaman nilai iman dan islam di dalamnya, karena keluarga memberikan dukungan moril yang sangat besar bahkan sangat berpengaruh pada perkembangan anak., kehidupan keluarga memainkan peran penting dalam membentuk kepribadian anak untuk menggapai keseimbangan batin dan sehat mental, ajaran islam memeliki hubungan yang erat dan mendalam dengan jiwa atau kesehatan mental dalam pendidikan akhlak.

Didalam al-Qur’an juga dibahas tentang jiwa (Kesehatan Mental) di antaranya terdapat dalam Q.S Ali- Imran 164, Q.S As-Syams 6-10, Q.S Yunus 57, Q.S Luqman 12-19. Yang secara garis besar ayat-ayatnya membahas tentang kesehatan jiwa, pendidikan pengajaran seorang ayah terhadap anaknya,penanaman aqidah ,dam lain-lain.

Gangguan mental pada anak dapat merugikan perkembangan masa depan anak dan di sinilah peran orang tua dalam mengatasi gangguan tersebut, karena jika tidak segera di atas gangguan tersebut akan menjadikan akhlak atau kepribadiannya sulit untuk di sembuhkan.


(3)

59

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka selanjutnya dapat penulis kemukakan beberapa saran yaitu: pertama, alam upaya mengatasi gangguan kesehatan mental pada anak , maka orang tua semaksimal mungkin berupaya menanamkan nilai-nilai agama kepada anak dengan menanamkan nilai-nilai keimanan, ibadah, dan akhlak kepada anak, menciptakan komunikasi yang hangat antara orang tua dan anak, memberikan pola asuh yang benar dan memberikan keteladanan yang baik kepada anak, kedua, penulis mengharapkan skripsi ini bermanfaat untuk menjadi masukan terutama bagi para orang tua, dan pihak-pihak yang berkepentingan.


(4)

60

Abd. Al Baqiy, Muhammad Fu'ad. Mu'jam Mufahras li Alfazh al Quran al-Karim. Beirut: Dar al-Fikr, 1981

Al-Ashfahanny, al-Raghib. Mu'jam Mufradat Alfazh al-Quran. Beirut, Libanon: Dar al-Fikr, t.t.

Aqqad, Abbas Mahmud, al-Insan fi al-Quran al-Karim. Kairo: Dar al-Islam, 1973 Asy'ari, Musa. Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam al-Quran. Yokyakarta:

LESFI, 1992

Asyarie, Sukmadjaja dan Yusuf, Rosy. Indeks al-Quran. Bandung: Pustaka, 1996 Bahreisy Salim dan Bahreisy said. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier Jilid 8.

Surabaya: Bina Ilmu.1993

_________________________. Terjemah Singkat Ibnu Katsier Jilid 4. Surabaya: Bina Ilmu. 1988

_________________________. Terjemah Singkat Ibnu Katsier Jilid 5. Surabaya: Bina Ilmu. 1988

_________________________. Terjemah Singkat Ibnu Ktasier Jilid 6. Surabaya: Bina Ilmu. 1990

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1998

Drewer, James. Kamus Psikologi. Penerjemah Nancy Simanjutak. Jakarta: Bina Aksara, 1998

al-Ghazali. Mi'raj al-Salikin. al-Qohirah: al-Tsaqafah al-Islamiyah, 1964 Hady, Samsul. Islam Spriritual. Malang: UIN Malang Press. 2007

http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2175759-pengertian-akhlak/#ixzz1gzE4XJiQ

http://www.gugustugastrafficking.org/index.php?option=com_content&view=article&id =1196:4-kasus-kekerasan-terhadap-anak-anak&catid=160:info&Itemid=200 Ibn Manzhur, Lisan al-Arabi, Kairo: Dar al-MA'arif, t.t.


(5)

61

Jaelani, A.F. Penyucian Jiwa dan Kesehatan Mental (Tazkiyat al-Nafs). Jakarta: Amzah. 2000

Kuntowijoyo, Mukjizat Sabar, Bandung: Mizania Pustaka, 2009 Mubarok, Ahmad. Psikologi Qur'ani. Jakarta: Pustaka Fidaus, 2001 ______________, Jiwa dalam al-Quran. Jakarta: Paramadina, 2000

______________, Psikologi Keluarga. Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara bekerjasama dengan The International Institute of Islamaic Thiugt Indonesia, 2005

Mufidah. Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender.yogyakarta: Uin Malang. 2008

Munawwir, Ahmad Warson. Kamus al-Munawwir. Surabaya: Pustaka Progresif. 2002

Muthahari, Murtadha. Perspektif al-Quran tentang Manusia dan Agama. Terj. Bandung: Mizan, 1994

_______________, Membumikan al-Quran, Bandung: Mizan. 1995

_______________, Jiwa dalam Pandangan Para Filosof Muslim. Penerjemah Gazi Saloom, Bandung: Pustaka Hidayah. 2002

Nasution, Harun. Akal dan Wahyu dalam Islam. Jakarta: UI Press. 1985

Pulungan, Syahid Mu'ammar. Manusia dalam al-Quran. Surabaya: PT. Bina Ilmu. t.t.

Purwanto, Yadi dan Mulyono, Rachmat. Psikologi Marah. Bandung: Reflika Aditama. 2006

Sa’adi. Nilai Kesehatan Mental Islam Dalam Kebatinan. Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang dan diklat Kementrian Agama RI. 2010

al-Shabuniy, Muhammad Ali. Mukhtashar Tafsir Ibn Katsir. Beirut: Dar al-Quran. 1981


(6)

Sobur, Alex. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia, 2003

Syukur, Amin. Zuhud di Abad Modern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2000

Tafsir Alqur’an Tematik, Kesehatan Dalam Prespektif al-Qur’an. Jakarta: Lajnah Pentasihan Mushaf al-Qur’an. 1990

Ulwan, Abdullah Nashih. Pendidikan Anak dalam Islam. Jakarta: Pustaka Amani. 1995