Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah memerintahkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya sebagai wujud rasa syukur atas pengorbanan keduanya dalam memelihara dan mengasuh si anak sejak dalam kandungan. Demikian pula pengorbanan ketika menyusui si anak selama dua tahun, terutama sang ibu. Karena itu, sekalipun kedua orangtuanya kafir, seorang anak tetap harus berbuat baik kepada keduanya. Hanya saja, seorang anak tidak boleh menaati keduanya dalam hal-hal yang melanggar perintah Allah, karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam kemaksiatan kepada Allah. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anak-anaknya dalam keluarga untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat. Perhatian Islam yang sangat serius terhadap masalah tersebut dapat dilihat dari banyaknya ayat dan hadis yang mengatur hidup kekeluargaan. Dari sekian banyak ayat ahkam yang mengatur masalah mu ’âmalah hampir sepertiga ayat ahkam tersebut mengatur ketentuan tentang masalah-masalah keluarga. Perhatian Islam yang sangat besar terhadap masalah keluarga karena mengingat begitu besarnya tanggung jawab keluarga dalam hal ini orang tua terhadap pembentukan akhlak anak. Pendidikan keluarga merupakan landasan pendidikan moral anak selanjutnya. Kenyataannya dewasa ini menggambarkan tidak banyak orang tua yang sadar akan pentingnya 2 pendidikan moral dan etika pada keluarga untuk membentuk pribadi yang berkualitas. Menurut Pade Pidarta orang tua terkadang lebih mementingkan dan mencurahkan perhatiannya pada aspek pertumbuhan jasmani dan pemenuhan kebutuhan materil anak saja, tanpa memperhatikan perkembangan jiwa anak 1 . Hal ini dapat dilihat dalam kenyataan sosial bahwa semakin banyak anak-anak yang sehat dan cerdas tapi masih banyak juga yang nakal dan membuat kerusakan bahkan dirusak oleh orang tua mereka dengan kekerasan.contoh kasusnya Tahun baru belum lama berselang, 2006 baru menginjak tanggal pertengahan. Tapi masyarakat Indonesia lagi-lagi mesti mengurut dada. Belum habis cerita tentang bencana alam, publik dihadapkan pada empat kasus kekerasan pada anak yang terjadi beruntun. Empat anak, dua diantaranya masih balita menambah panjang daftar anak yang menjadi korban kekerasan fisik, psikis hingga seksual di negeri ini. Tragisnya kisah mereka bukan cuma karena dua nyawa korban melayang. Namun sang algojo yang ternyata orang tua serta orang terdekat mereka. Lintang, 3,3 tahun harus meregang nyawa setelah sembilan hari berjuang dengan rasa nyeri dan pedih di sekujur tubuhnya. Yeni, ibu kandungnya yang mengaku kesal karena tekanan ekonomi keluarga serta kebiasaan suaminya yang kerap mabuk-mabukan menyiramkan minyak tanah pada tubuh kedua anak kandungnya. Nasib baik masih berpihak pada adik Lintang, Indah, 12 bulan yang berhasil melewati masa kritis. Kini Indah bersiap pulang ke rumah. Namun, ia tak akan dapat bertemu Yeni maupun 1 Made Pidarta, Landasan kependidikan,Stimulus Pendidikan Bercorak Indonesia, cet 1, Jakarta : Rineka Cipta, h. 178 3 Buyung ayahnya. Buyung turut diseret ke muka hukum karena dianggap lalai sehingga peristiwa mengenaskan itu terjadi. 1606 Inilah yang terjadi ketika kompleksnya masalah ekonomi hingga sosial berakumulasi. Anak, sebagai anggota keluarga terlemah menjadi korban. Jika pemicunya, yaitu masalah berat dan kompleks yang dihadapi bangsa ini tak segera diperbaiki, bukannya tak mungkin berita-berita seperti ini akan menjadi santapan kita sehari-hari, ujar Ketua Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi. 2 Penanaman nilai-nilai agama berupa penanaman keimanan, ibadah, dan akhlak sejak dini kepada anak merupakan faktor yang sangat penting dalam upaya mengatasi kepribadian yang negatif pada keluarganya. Begitu pula halnya dalam perhatian dan kasih sayang orang tua. Semua anak membutuhkan perhatian dan kasih sayang orang tuannya. Anak akan tumbuh dengan baik jika orang tuanya memberikan perhatian yang positif dan anak akan tumbuh dengan tidak baik jika sering mendapatkan perhatian negatif 3 . Kebanyakan orang tua baru mulai memberikan perhatian kepada anaknya jika anak melakukan kesalahan, hal inilah yang memberi pengaruh negatif terhadap pembentukan pribadi seorang anak. Anak menyimpulkan bahwa orang tua baru mulai memberikan perhatian kepadanya ketika mereka melakukan kesalahan atau perbuatan buruk. Perhatian yang diberikan orang tua pada saat anak melakukan kesalahan dan kenakalan merupakan perhatian 2 http:www.gugustugastrafficking.orgindex.php?option=com_contentview=articleid =1196:4-kasus-kekerasan-terhadap-anak-anakcatid=160:infoItemid=200 3 Kevin Steede, 10 Kesalahan Orang Tua Dalam Mendidik Anak, Jakarta: Tangga Pustaka, 2007, h. 23. 4 yang negatif. Perhatian yang negatif akan memberikan pengaruh negatif terhadap kepribadian seseorang anak. 4 Kasih sayang orang tua bukan semata-mata berupa materi dengan menyediakan fasilitas sekolah dengan segala aktivitas belajar, namun terpenting bagi anak kasih sayang yang tulus dari orang tuanya 5 . Demikian pula halnya dengan komunikasi yang hangat dalam keluarga. Komunikasi memiliki arti yang sangat penting dalam keluarga. Orang tua hendaknya menciptakan komunikasi yang hangat terhadap anak, komunikasi yang hangat antara orang tua dan anak sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan anak, baik perkembangan kepribadian, emosional maupun moral anak. Terciptanya komunikasi yang hangat antara orang tua dan anak sangat tergantung pada pola hubungan antara orang tua dan anak atau pada pola asuh orang tua. Istilah “kesehatan mental” diambil dari konsep mental hygiene. Kata mental diambil dari bahasa Yunani, pengertiannya sama dengan psyche dalam bahasa Latin yang artinya psikis, jiwa atau kejiwaan. Jadi istilah mental hygiene dimaknakan sebagai kesehatan mental atau jiwa yang dinamis bukan statis karena menunjukkan adanya usaha peningkatan. Notosoedirjo Latipun, 2001: 21. Zakiah Daradjat 1985:10-14 mendefinisikan kesehatan mental dengan beberapa pengertian: 4 Sal Severe, Bagaimana Bersikap Kepada Anak Agar Bersikap Baik, Jakarta : Gramedia, 2001, h.208 5 Perhatian negative akan mengajarkan kepada anak bagaimana merajuk, merengek dan merengek, perhatian negative juga mengajarkan anak menjadi murah marah dan putus asa. Lihat Sal Severe, Bagaimana Bersikap Kepada Anak Agar Bersikap Baik, h. 209 5 1. Terhindarnya orang dari gejala-gejala gangguan jiwa neurose dan dari gejala-gejala penyakit jiwa psychose. 2. Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan di mana ia hidup. 3. Pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi, bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa kepada kebahagiaan diri dan orang lain; serta terhindar dari gangguan-gangguan dan penyakit jiwa. 4. Terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem biasa yang terjadi, dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya. Dengan berpijak pada pengertian di atas, kesehatan mental merupakan kemampuan diri-individu dalam mengelola terwujudnya keserasian antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri baik dengan dirinya sendiri, orang lain, maupun lingkungan sekitarnya secara dinamis dan mempunyai citra diri yang positif menjadi pribadi yang unggul dalam mencapai tujuan hidup yang bermakna. Seorang anak terlahir di atas fitrah dan yang bisa mewarnainya adalah orang tuanya,adapun bunyi hadis itu adalah: 6 Artinya: Adam telah membawakan hadis kepada kita,ibnu Abi Dzi’bin telah membawakan hadis kepada kita al-zuhri,dari Abi salamah ibni Abdi al Rahman,dari abi Hurairah berkata rasulullah SAW bersabda:setiap anak yang dilahirkan itu dalam keadaan fitrah maka orang tuanyalah yang menjadikannya yahudi ,majusi dan nasrani.H.R.al-Bukhari Dari kandungan hadis diatas bisa dipahami bahwa anak itu lahir dalam keadaan fitrah dan bisa dibentuk oleh orang tuanya dan lingkungannya. 6 Maka sesuatu yang sedikit saja akan berpengaruh padanya. Dan wanita muslimah adalah orang yang bersegera menanamkan agama yang mudah ini, serta menanamkan kecintaan terhadap agama ini kepada anak-anaknya. Karakter didefinisikan secara berbeda-beda oleh berbagai pihak. Sebagian menyebutkan akhlak sebagai penilaian subyektif terhadap kualitas moral dan mental, sementara yang lainnya menyebutkan akhlak sebagai penilaian subyektif terhadap kualitas mental saja, sehingga upaya merubah atau membentuk akhlak hanya berkaitan dengan stimulasi terhadap intelektual seseorang mendefinisikan akhlak sebagai suatu penilaian subyektif terhadap kepribadian seseorang yang berkaitan dengan atribut kepribadian yang dapat atau tidak dapat diterima oleh masyarakat. akhlak , seperti juga kualitas diri yang lainnya, tidak berkembang dengan sendirinya. Menurut kamus bahasa Indonesia, karakter adalah suatu kualitas yang dimiliki oleh seseorang yang membedakan dirinya dengan orang lain, dan juga bisa diartikan dengan kualitas moral atau mental seseorang yang menunjukkan identitasnya 7 . jadi bisa disimpulkan bahwa karakter anak adalah suatu moral 6 Al- Imam Nawawi, Sahahih Muslim, jilid 4, terjemahan dari shohih muslim oleh ma’mur daudklang Selangor Malaysia; Klang Book Centre,1997, cet 5,h.243 7 http:www.antaranews.comberita1258561441korupsi di-indonesia-masih-menonnjol- di-asia,di akses pada tanggal 14 januari 2009 pukul 18.57 WIB 7 atau mental yang dimiliki anak yang dapat membedakannya dengan orang lain. Dan di sana juga dituntut peran seorang ibu yang sangat penting bagi pertumbuhan karakter anak itu sendiri, Mendidik anak dengan baik merupakan salah satu sifat seorang ibu muslimah. Dia senantiasa mendidik anak-anaknya dengan akhlak yang baik, yaitu akhlak Muhammad dan para sahabatnya yang mulia. Mendidik anak bukanlah sekedar kemurahan hati seorang ibu kepada anak-anaknya, akan tetapi merupakan kewajiban dan fitrah yang diberikan Allah kepada seorang ibu. Mendidik anak pun tidak terbatas dalam satu perkara saja tanpa perkara lainnya, seperti misalnya mencucikan pakaiannya atau membersihkan badannya saja. Bahkan mendidik anak itu mencakup perkara yang luas, mengingat anak merupakan generasi penerus yang akan menggantikan kita yang diharapkan menjadi generasi tangguh yang akan memenuhi bumi ini dengan kekuatan, hikmah, ilmu, kemuliaan dan kejayaan. Memandang permasalahan mengenai pentingnya memerhatikan kesehatan mental keluarga dalam pembentukan akhlak seorang anak dan belum mendapat perhatian,maka penulis bermaksud membahas mengenai hal itu dari sudut pandang penafsiran al- Qur’ân, penulis sadar akan kekurangan untuk dapat memahami dengan tepat, oleh karena itu untuk mempermudah pemahaman, penulis mengambil judul tentang pembentukan akhlak anak melalui kesehatan mental keluarga perspektif al- Qur’an dengan membahas beberapa ayat-ayat al- Qur’ân yaitu Q.S Ali Imran ayat 164, Q.S As-Syams ayat 6-10, Yunus 57, Q.S Luqman ayat 12-19. 8

B. Pembatasan dan perumusan Masalah