Kerusakan lingkungan perspektif al-Qur'an : studI tentang pemanasan global

(1)

KERUSAKAN LINGKUNGAN PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Studi Tentang Pemanasan Global)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ushuluddin (S. Ud)

Oleh:

Muhammad Mukhtar Dj NIM: 103034027858

JURUSAN TAFSIR-HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

Puji dan syukur hanya milik Allah, Tuhan penyeru segenap alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah-curahkan kepada Baginda Nabi Muhammad Saw, kepada keluarga, sahabat-sahabat, tabi’in dan atbait tabi’in serta pengikutnya sepanjang zaman.

Dalam kesempatan ini, penulis menghaturkan penghargaan setinggi-tingginya kepada guru, sahabat, saudara yang telah membantu selesainya skripsi ini, yaitu:

1. Bapak Eva Nugraha, MA. Selaku dosen pembimbing yang selalu memberi motivasi, solusi dan inspirasi. Meluangkan waktunya untuk penulis sampai larut malam agar lebih baik dalam menyelesaikan skripsi. Terima kasih, pak. Semoga semua kebaikan bapak dibalas oleh Allah Swt.

2. Bapak Prof. Dr. H. Zainun Kamal, MA. Selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat beserta jajarannya.

3. Bapak Ketua Jurusan TH, yaitu bapak Dr. Bustamin, MSi, dan sekretaris Jurusan bapak Rifqi Muhammad Fathi, MA.

4. Bapak Dr. M. Suryadinata, MA. Bapak Muslim, S.Th.I. Bapak H. Rifqi Mukhtar, MA. Dan Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA. Penulis ucapkan terima kasih atas saran dan masukan dalam sidang munaqasyah. Kepada ibu-bapak dosen Tafsir-Hadis yang selalu membimbing dan berbagi pengalaman dan pengetahuan dengan penulis.


(3)

5. Kepada keluarga besar H. Muhammad Fatah dan Hj. Cucu Sobariah yang selalu mendukung baik materi mau pun non materi. Penulis ucapakan

hatur nuhun atas dukungannya selama ini, tidak lupa pula terhadap Hj. Setiawati yang memberikan sumbangsih terhadap penulis. Dan Aa, teteh, Hj. Ade, H. Ahmad, H. Hidayat.

6. Kepada keluarga besar Hj. Rahmah Atmanagara, penulis mohon maaf atas belum bisa memberikan yang terbaik. Semoga Tuhan memberikan balasan atas semua kebaikan yang telah diberikan.

7. Ayahanda dan ibunda tercinta atas hembus doa dan belai kasih sayang yang tiada tara; atas peluk cium dan kasih mesra yang tiada terbalas; atas keringat dan air mata yang menetes; atas jasa-jasa yang tak tereja. Karena keduanyalah penulis bisa mengerti apa artinya kebanggaan. Semoga keduanya ada dalam limpah dan kegemilangan rahmat dan kasih sayang Allah di sorga. Tak lupa pula kepada uak Eti dan A Deni yang selalu memupuk arti persaudaraan dan selalu memberi semangat dikala penulis jatuh.

8. Guru-guru dan sahabat-sahabat di pondok pesantren Gontor Ponorogo Jawa Timur dan guru-guru, sahabat-sahabat di pondok pesantren K. H. Zainal Musthofa, Tasikmalaya, Jawa Barat.

9. Staf perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Perpustakaan Utama yang selalu membukakan pintu seluas-luasnya bagi penulis.

10.Keluarga Besar Persatuan Mahasiswa Purwakarta (Permata), Toby, Asep, Keluarga Mahasiswa Subang Jakarta Raya (Kembang Jaya), yaitu Burhan,


(4)

iv

dan Abah. Tak lupa pula kepada Robi Tober yang pandai memijit dikala penulis terasa pegal, Ozi yang telah pulang kampung, Fathur, Zul Fadli, Zakaria (Kojek), Marfuddin, Pupud, Yusef Garut, Rudin yang tak absen menanyakan kapan lulus?, Nunung, Agus, Fahry, Dirman yang meminjamkan komputer, Ihwan, Thariq yang telah menyediakan kopi. Semua telah mengajarkan penulis bagaimana hidup diperantauan dan menyelami apa artinya persahabatan. Ingin rasanya penulis tetap bergumul dengan mereka.

11.Muhammad Ghazali (Boy), hatur nuhun atas editannya, dan Abah yang selalu setia membantu dan mengoreksi skripsi penulis.

12.Imas Maesarah, S.Pd.I. Selalu memberi semangat dan do’a agar cepat lulus, Nur Fatwa yang tak penah berhenti mendo’akan penulis. Aa ucapkan terima kasih.

Akhir kata, penulis haturkan kepada guru-guru dan sahabat yang tak tercantum dan tangan-tangan ajaib yang dikirim Tuhan hingga rampungnya skripsi ini. Tak kuasa penulis untuk membalas jasa-jasa mereka. Hanya do’a dan senandung harap: semoga kami selalu menapaki hidup dalam kegelimangan rahmat Tuhan, dan kegemilangan hidayah Tuhan di mana pun berada. Amin.

Jakarta, 17 Juni 2010


(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... v

TRASLITERASI ARAB-LATIN... vii

BAB 1:PENDAHUALUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 10

C. Kajian Pustaka... 11

D. Metodologi Penelitan ... 12

E. Sistematika Penulisan ... 13

F. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 13

BAB II: PANDANGAN UMUM TENTANG PEMANASAN GLOBAL A. Pengertian Pemanasan Global... 15

B. Sebab-sebab Terjadinya Pemanasan Global ... 20

C. Dampak Pemanasan Global ... 24

D. Cara Menanggulangi Pemanasan Global ... 28

BAB III: PENANGGULANGAN PEMANASAN GLOBAL A. PEMANASAN GLOBAL SEBAGAI KERUSAKAN BUMI ... 32

B. CARA MENANGGULANGI PEMANASAN GLOBAL DALAM AL-QUR’AN ... 38


(6)

vi

3. Pengelolaan yang Berkelanjutan ... 51

BAB IV: PENUTUP

A. KESIMPULAN ... 59 B. REKOMENDASI... 60


(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah menurunkan al-Qur’an kepada Muhammad saw sebagai kitab bacaan (kitâb maqrû’) untuk disampaikan kepada umat manusia dan menciptakan alam raya sebagai kitab pengamatan dan penelitian (kitab manzur) yang mengekspresikan secara nyata hal-hal yang terdapat di dalam al-Qur’an. Kedua kitab ini merupakan sumber kebenaran agama dan ilmu sekaligus. Kedua-duanya berasal dari sumber yang sama yaitu Allah swt.1

Semua ilmu yang membahas tentang fenomena alam sebenarnya adalah ilmu yang membahas tentang kekuasaan Allah di alam raya ini. Sains bukan dimaksudkan untuk sains itu sendiri, melainkan merupakan kebutuhan hidup dan akal yang meliputi petunjuk keimanan dalam dimensi-dimensi baru. Sains akan melihat fenomena alam sebagai ayat yang berbicara mengenai kekuasaan serta keesaan Allah.

Salah satu fenomena alam yang sedang hangat dibicarakan adalah fenomena pemanasan global. Global warming atau pemanasan global merupakan kata-kata yang sering terdengar saat ini. Di koran, televisi bahkan sampai aksi simpatik dijalanan juga meberitakan mengenai pemanasan global.

Pemanasan global adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi. Pada saat ini, bumi menghadapi pemanasan yang

1

Ahmad Fuad Fasha, Dimensi Sains Qur’an: Menggali Ilmu Pengetahuan Dari al-Qur’an, (Solo: Tiga Serangkai, 2006), h. 31


(8)

cepat. Para ilmuan menganggap bahwa pemanasan ini disebabkan berbagai aktifitas manusia. Penyebab utama pemanasan ini adalah pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam. Bahan tersebut melepaskan karbondioksida, dan gas-gas lainnya yang dikenal sebagai gas rumah kaca ke atmosfer.2

Terjadinya global warming atau pemanasan global dan climate challange

atau perubahan iklim menyebabkan ketidakseimbangan alam semesta. Banjir, longsor, gempa bumi, angin kencang, gelombang pasang, cuaca buruk, perlu direrenungkan dan dirumuskan kembali mengenai hubungan manusia dengan alam semesta. Menurut al Gore, makin dalam saya mencari penyebab krisis lingkungan hidup global, saya makin yakin bahwa hal tersebut adalah manifestasi bagian luar dari sebuah krisis tersembunyi yang bersifat spiritual.3

Dalam laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) mengindikasikan, antara tahun 1970 hingga 2004, telah terjadi kenaikan suhu rata-rata tahunan antara 0,2 derajat celcius hingga 1 derajat celcius. Kenaikan suhu rata-rata global sebesar 1,5 derajat celcius hingga 2,5 derajat celcius, di samping menyebabkan udara makin panas, juga akan menyebabkan kepunahan 20 persen hingga 30 persen spesies tanaman dan hewan. Suhu yang panas juga mempengaruhi produktivitas pertanian di daerah tropis seperti Asia dan Afrika. Diperkirakan stok pangan akan mengalami penurunan dan hal ini akan meningkatkan risiko bencana kelaparan. Dampak lain adalah air laut akan naik,

2

Al Gore, Bumi dalam Keseimbangan Ekologi dan Semangat Manusia. Penerjemah Hira Jhamtani, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1994), h. xxx-xxxi.

3


(9)

3

dan banjir akan terjadi di mana-mana.4 Di samping itu kekuatan badai serta topan

akan meningkat dan menghancurkan daerah pesisir.

Pemanasan global merupakan salah satu ayat dari beberapa ayat kauniyah yang harus dibaca dan tafsirkan. Untuk itu perlu mengkajinya secara universal antara ayat-ayat kauniyah sebagai kitab pengamatan dan penelitian (kitab manzur)

dengan ayat-ayat Qur’aniyah sebagai kitab bacaan (kitab maqru). Lantas adakah pemanasan global di dalam al-Qur’an?

Secara definitif penulis tidak menemukan term pemanasan global (global warming) di dalam al-Qur’an, namun demikian jika pemanasan global di lihat sebagai salah satu bentuk kerusakan alam, ada beberapa indikasi yang menuju ke arah situ. Salah satu term yang menunjukan kerusakan alam adalah kata fasad

(yang berarti rusak). Hal ini seperti yang terungkap dalam surat ar-Ruum ayat 41.

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.

Ayat di atas menyebut darat dan laut sebagai tempat terjadinya fasâd itu. Ini dapat berarti daratan dan lautan menjadi arena kerusakan, dapat juga berarti bahwa darat dan laut sendiri telah mengalami keruksakan, ketidakseimbangan serta kekurangan manfaat. Laut telah tercemar, sehingga ikan mati dan hasil laut

4

Rahmawati Husein, Islam dan Perubahan Iklim, artikel diakses pada 5 Desember 2009 dari http://www.muhammadiyah.or.id/.


(10)

berkurang. Daratan semakin panas sehingga terjadi kemarau panjang. Alhasil, keseimbangan lingkungan menjadi kacau. Inilah yang mengantar sementara ulama kontemporer memaharni ayat ini sebagai isyarat tentang kerusakan lingkungan.5

Makna al-fasad pada ayat di atas bersifat ‘am (umum). Ini berarti bahwa segala kerusakan bumi baik di darat maupun di laut dalam berbagi bentuknya dapat disebut sebagai al-fasad. Kerusakan di darat misalnya, seperti longsor,

gempa, banjir dan sejenisnya bisa dikatakan sebagai al-fasad fi al-ardh.

Berdasarkan ayat ini, maka global warming merupakan salah satu bentuk al-fasad

yang disebabkan oleh perbuatan manusia.

Kerusakan lingkungan sebagai pemicu terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim diungkapkan oleh al-Qur’an dengan ungkapan dhahar al-fasâd fi al-ardhi wa al-bahri dimana titik berat dari pernyataan tersebut adalah kata fasad. Dan manusia adalah faktor dominan atas terjadinya pemanasan global (bimâ kasabat aydî al-nâs). 6

Kata (دﺎﺴﻔﻟا) al-fasâd menurut al-Ashfahany, seperti yang dikutip oleh M. Quraish Shihab dalam Tafsirnya al-Misbah adalah keluarnya sesuatu dari keseimbangan, baik sedikit maupun banyak. Kata ini digunakan untuk menunjuk apa saja, baik jasmani, jiwa, maupun hal-hal lain. Ia juga diartikan sebagai antonim dari kata (ةﻼﺼﻟا) ash-shalâh yang berarti manfaat atau berguna.

5

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Volume 11, cet. 1, h. 77.

6

Kata (ﺮﻬﻇ) zhahara pada mulanya berarti terjadinya sesuatu di permukaan bumi, baik sedikit maupun banyak. Sehingga, karena dia di permukaan, maka menjadi nampak dan terang serta diketahul dengan jelas. Lawannya adalah (ﻦﻄﺑ) bathana yang berarti tejadinya sesuatu diperut bumi, sehingga tidak nampak. Kata zhahara pada ayat di atas dalam arti banyak dan tersebar. Lihat M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah…, h . 76


(11)

5

Kalau merujuk kepada al-Qur’an, ditemukan sekian banyak ayat yang membicarakan tentang aneka kerusakan dan dalam konteks uraian tentang al-fasâd, antara lain: (QS. al-Baqarah [2]: 205). Dalam QS. a1-Mâ’idah [5]: 32, pembunuhan, perampokan dan gangguan keamanan, dinilai sebagai fasâd. Sedang QS. al-A’râf [71]: 85, menilai pengurangan takaran, timbangan dan hak-hak manusia adalah fasâd. Dan masih banyak yang lain. Misalnva QS. al-Imrân [3]: 63, al-Anfâl [81: 73, Hud [11]: 116, an-Nisâ [27]: 34, Ghâfir [40]: 26, al-Fajr [89]: 12, dan lain-lain.7

Penggunaan kata fasâd di dalam al-Quran yang berarti kerusakan sering dirangkai dengan kata ishlâh yang berarti perbaikan. Di dalam surat al-A’râf ayat 56, dengan memperhatikan kata fasâd dan kata ishlâh, Allah menjelaskan tentang perilaku buruk manusia terhadap lingkungan atau alam semesta.

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”. (al-A’raf: 56)

Dengan metode yang sama, memperhatikan kata fasâd dan kata ishlâh di dalam surat al-Syura ayat 150 -152 Allah swt memerintahkan atau mewajibkan untuk bertakwa dan taat kepada-Nya serta tidak boleh mentaati perintah orang-orang yang melampaui batas,

7


(12)

“Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan janganlah kamu mentaati perintah orang-orang yang melewati batas. Yang membuat kerusakan di muka bumi dan tidak Mengadakan perbaikan".

Thahir Ibn ‘Asyur berpendapat bahwa kata yushlihûn pada ayat di atas untuk mengisyaratkan bahwa mereka sama sekali tidak melakukan sesuatu kecuali perusakan. Ayat ini menurutnya bagaikan berkata: “Mereka itu tidak melakukan sesuatu di permukaan bumi kecuali perusakan”.8

Menurut Quraish Shihab, hal itu akan jelas setelah memperhatikan dua macam penggunaan kata yang berakar sama dengan kata yushlihûn yang digunakan ayat ini. Jika Anda menemukan sesuatu yang baik, yang memenuhi nilai-nilainya, lalu Anda memeliharanya sehingga nilai-nilai itu langgeng, maka ketika itu Anda melakukan shalah. Sedang bila Anda menemukannya dalam keadaan rusak lalu Anda memperbaikinya sehingga ia menjadi baik dan bermanfaat sebagaimana semula, maka Anda melakukan apa yang dinamai ishlâh.

Selanjutnya jika Anda menemukan sesuatu yang telah memenuhi nilai-nilainya, lalu Anda memberi nilai tambah kepadanya sehingga manfaatnya lebih besar dari sebelumnya, maka ini pun dinamai ishláh.9

Begitu pula di dalam surat al-Baqarah ayat 11, Allah SWT mengecam sikap orang orang munafik yang mengklaim atau mengaku dirinya sebagai

8

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah…, Volume 10, cet. 1, h. 115. 9


(13)

7

“Dan bila dikatakan kepada mereka:"Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi mereka menjawab: "Sesungguhnya Kami orang-orang yang Mengadakan perbaikan".

Pemanasan global sebagai bencana ekologi juga diakibatkan karena adanya eksploitasi alam secara berlebihan dan tanpa aturan dan pertimbangan yang matang. Hal ini sesuai dengan aturan Islam yang menyatakan bahwa alam diciptakan sesuai dengan kadarnya, sebagaimana tercantum dalam surat al-Hijr ayat 19,

“Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.” (QS. Al Hijr: 19).

Dalam Islam, manusia diberi tanggung jawab penuh untuk memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam, Dalam surat Huud ayat 61 Allah berfirman:

“Dia telah menciptakan kamu dari tanah dan menjadikan kamu pemakmurnya”. (QS. Hûd: 61).


(14)

Ayat-ayat tersebut secara jelas menyatakan bahwa manusia diciptakan Allah untuk menjaga, mengelola atau memanfaatkan dan memakmurkan bumi dengan beragam kekayaan sumber daya alam yang ada tanpa melakukan eksploitasi atau perusakan. Manusia harus selalu diingatkan dan disadarkan bahwa ketetapan dan hukum Tuhan, baik yang tersurat dalam al-Quran maupun yang ada di alam semesta ini, tidak mungkin keliru atau spekulatif.

Sayangnya, manusia tidak cukup tergugah kalau hanya diingatkan secara verbal dan visual. Sebagai contoh, ketika melihat keindahan alam semesta dan kekayaan sumber dayanya, hasrat untuk menguasai dan nafsu untuk mengeksploitasinya lebih dominan ketimbang nalar sehat untuk merawat dan mendayagunakannya secara bertanggung jawab. Hal ini seperti yang tertuang di dalam al-Qur’an,

“Dan Jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya dia Maha mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syura: 27)

Dari beberapa uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pemanasan global merupakan salah satu bentuk fasad (kerusakan) yang dapat menggangu keseimbangan ekologi akibat ulah manusia (bimâ kasabat aydî al-nâs) yang tidak bertanggung jawab. Karena dampaknya yang bersifat destruktif begitu besar terhadap kelangsungan hidup, maka hal ini harus segera dihentikan.


(15)

9

Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin tentu harus dapat menjawab tantangan itu. Dapatkah umat memperbaiki diri, memberikan keteladanan dan kepeloporan. Pemanasan global merupakan wacana penting karena berhubungan langsung dengan prilaku manusia dan kualitas hidupnya, termasuk gaya hidup dan peradabanya.10

Oleh karena itu Islam diharapkan tampil untuk menjawab dan menyelamatkan bumi, karena ajaran Islam terhadap fitrah bumi itu sendiri. Kefitrahan nilai-nilai universal pengelolaan bumi terkandung di dalam al-Qur’an.11

Manusia bekerja dengan tujuan mencapai pemenuhan terhadap garis-garis fitrah yang telah dirumuskan Allah dalam wahyunya. Karena itulah al-Qur’an merupakan rahmat yang besar yang dapat dijadikan prinsip untuk menaggulangi bahaya pemanasan global, karena fitrah al-Qur’an adalah untuk mengatur tatanan hidup di bumi.

Pemanasan global telah memberikan dampak yang serius bagi alam dan kelangsungan hidup manusia di atas bumi. Solusi untuk mencegah bahaya pemanasan global tidaklah cukup hanya dengan sains dan teknologi semata. Namun perlu pendekatan lain yang lebih fundamental dan mengakar.

Berangkat dari uraian diatas, menurut penulis perlu adanya kajian mendalam dan fundamental yang bersumber dari al-Qur’an untuk mengatasi pemanasan global. Kajian tersebut akan dijabarkan dengan judul “Kerusakan

10

Fachruddin M Mangunjaya, Konservasi Alam dalam Islam, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), hlm. 1.

11


(16)

Lingkungan Perspektif al-Qur’an: Studi Tentang Penanggulangan Pemanasan Global”.

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah

Mayoritas kajian akademik dan penelitian tentang global warming baru dilakukan dalam dua perspektif: ilmu pengetahuan-teknologi dan kebudayaan. Sedikit sekali kajian serius yang melihat masalah global warming dari perspektif keagamaan (Islam). Global warming juga belum banyak disinggung dalam ceramah- ceramah agama. Kalaupun ada, pembahasan dan sikap terhadap global warming bersifat retorika normatif, menghakimi, dan tidak jarang yang bernada fatalistik. Global warming dipahami sebagai ”takdir”Tuhan yang tidak bisa dihindari atau diubah oleh manusia. Sebagaimana bencana alam yang terjadi bertubi-tubi, global warming merupakan ujian, hukuman, dan kutukan Tuhan atas dosa-dosa manusia.

Al-Qur’an telah membuka wawasan dan cakrawala berpikir manusia sejak kehadiranya di muka bumi. Sebagai way of life al-Qur’an sangat signifikan bagi kehidupan manusia terutama kontribusinya dalam memberikan solusi-solusi atas berbagai macam problematika yang terjadi, termasuk di dalamnya yaitu menyangkut persoalan pemanasan global.

Sebagaimana yang telah diungkapkan pada latar belakang masalah di atas, bahwa pemanasan global telah memberikan dampak yang serius bagi alam dan


(17)

11

kelangsungan hidup manusia di atas bumi. Sedangkan solusi untuk mencegah bahaya pemanasan global tidaklah cukup hanya dengan sains dan teknologi semata. Namun perlu pendekatan lain yang lebih fundamental dan mengakar. Oleh karenanya, pembahasan kajian ini hanya akan terfokus pada solusi fundamental mengenai pemanasan global yang digali dari sumber pokok ajaran islam yaitu al-Qur’an.

Adapun rumusan masalahnya adalah bagaimana penanggulangan pemanasan global dalam al-Qur’an”.

Kajian Kepustakaan

Berdasarkan studi kepustakaan yang penulis lakukan, penulis tidak menemukan hasil karya penelitian yang mengkaji tentang pemanasan global dalam al-Qur’an. Tetapi ada beberapa karya ilmiah yang memiliki keterkaitan, yaitu seperti skripsi yang ditulis oleh RM. Portas Ali Anwar, “Kerusakan Bumi Perspektif al-Qur’an Menurut Ulama Kontemporer: Telaah atas Surat al-Rûm ayat 41”, dalam skripsi ini dijelaskan mengenai beberapa jenis kerusakan yang terjadi baik di darat maupun di laut yang didasarkan atas penafsiran para ulama pada surat al-Rûm ayat 41.

Karya lainnya yang mempunyai keterkaian adalah skripsi yang di tulis Inayatullah, “Cara Pelestarian Lingkungan Hidup dalam Perspektif Hadits”, di dalamya membahas bagaima konsepsi Islam yang di landaskan atas hadits-hadits Nabi, tentang menjaga kelestarian lingkungan.

Karya lainya adalah skripsi yang ditulis oleh Ade Saeful Uyun dengan judul “Konsep Etika Lingkungan Hidup Dalam Perspektif al-Qur’an: Kritik


(18)

Terhadap Teori Etika Lingkungan Hidup”, yang menjadi pusat pembahasan dalam skripsi ini yaitu mengenai beberapa kritik teori lingkungan hidup atas buku

teori lingkungan hidup yang ditulis oleh Sonny Kraf.

Keterkaitan beberapa karya ilmiah di atas dengan pembahasan yang ingin penulis bahas yaitu sama-sama berbicara masalah lingkungan hidup, tetapi dari beberapa karya tersebut tidak ada satu pun yang menyinggung mengenai masalah pemanasan global (global warming). Atas dasar inilah mengapa penulis mengambil judul skripsi “Solusi al-Qur’an terhadap Bahaya Pemanasan Global”. Selain dikarenakan tema ini belum ada yang membahasnya, tema pemanasan global juga merupakan tema aktual yang sedang ramai dibicarakan.

C. Metodologi Penelitian

Dalam pembahasan skripsi ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data yang diperoleh melalui library research atau penelitian kepustakaan. Library research atau penelitian kepustakaan ini, penulis lakukan dengan cara mempelajari dan mengkaji buku-buku yang erat kaitanya dengan masalah yang akan dikaji.

Karena ayat pemanasan global dalam al-Qur’an tidak ada, maka penulis menggunakan kata fasad yang berarti kerusakan lingkungan, seperti (Q.S. al-Rum: 41, Q.S. al-A’râf: 56, Q.S. al-Syurâ: 150-153) sebagai metode dalam pembahasan skripsi ini. Selanjutnya penulis mendeskripsikan dan menganalisa ayat tersebut dengan pendapat-pendapat dari buku-buku rujukan baik primer maupun sekunder. Adapun rujukan primer dalam skripsi ini yaitu al-Qur’an dan rujukan sekunder tafsir al-Qur’an, seperti tafsir al-Misbah karya M. Quraish


(19)

13

Shihab, al-Mufradât fi al-Gharîb al-Qur’an karya Al-Asfahani, Zâd al-Masîr fi‘Ilmi al-Tafsîr karya Muhammad al-Jauzy, serta buku-buku pendukung lainnya, seperti, Dimensi Sains al-Qur’an karya Ahmad Fuad Fasha, konservasi alam dalam Islam karya Fakhruddin Mangunjaya.

Sedangkan teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada buku Pedoman Skripsi, Tesis dan Disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh PT. Hikmat Syahid Indah Jakarta tahun 2006.

D. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam skripsi ini akan dibagi dalam empat bab yang terinci sebagai berikut:

Pertama, berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah tujuan, metodologi penelitian, sistematika penulisan, tujuan dan manfaat penelitian, serta kajian pustaka.

Kedua, berisi pandangan umum tentang pemanasan global, meliputi pengertian pemanasan global, faktor-faktor penyebab pemanasan global, dampak dan cara penanggulanganya.

Ketiga, berisi tentang solusi al-Qur’an terhadap bahaya pemanasan global, menjelaskan pemanasan global dalam al-Qur’an, solusi al-Qur’an terhadap bahaya pemanasan global, meliputi keimanan dan ketakwaan, sadar lingkungan dan pembangunan yang berkelanjutan.

Keempat, penutup, kesimpulan dan rekomendasi


(20)

1. Dalam penelitian ini penulis memiliki tujuan di antaranya:

a. Memberikan gambaran umum kepada masyarakat maupun akademisi mengenai pemanasan global, bahaya dan cara penanggulanganya.

b. Menggali bagaimana al-Qur’an memberikan solusi atas bahaya pemanasan global.

2. Manfaat Penelitian:

a. Bagi peneliti, dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam masalah ekologi dan lingkungan terutama masalah pemanasan global. b. Bagi pihak akademis dan masyarakat luas, hasil penelitian ini

diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat dalam masalah pemanasan global.

c. Bagi dunia pustaka, penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai sumbangan yang berguna dalam memperkaya koleksi dalam ruang lingkup karya-karya penelitian.


(21)

BAB II

PANDANGAN UMUM TENTANG PEMANASAN GLOBAL

A. Pengertian Pemanasan Global

Bumi12 kita satu, tempat semua manusia hidup, berkembang, dan menciptakan peradaban. Saat ini masyarakat sedikit banyaknya sudah mulai tergugah dan sadar untuk memberikan perhatian ‘lebih’ kepada bumi sebagai alam lingkunganya. Masyarakat tersadarkan karena pada akhir-akhir ini bencana alam kerap kali menyapa mereka. Diantara bencana itu misalnya; tsunami, gempa bumi, banjir, hujan asam, puting beliung, dan berbagi macam bencana lainya.

Kesadaran masyarakat yang dipicu oleh kejadian-kejadian alam yang bersifat lokal pada akhirnya terakumulasi menjadi kesadaran bersama yang bersifat global dan mendunia. Tentu saja akumulasi kesadaran ini tidak terjadi secara serta-merta. Kesadaran masyarakat dunia tentang alam lingkunganya dipicu

12

Bumi adalah planet ketiga dari delapan planet dalam Tata Surya. Diperkirakan usianya mencapai 4,6 milyar tahun. Jarak antara Bumi dengan matahari adalah 149.6 juta kilometer atau 1 AU (ing: astronomical unit). Bumi mempunyai lapisan udara (atmosfer) dan medan magnet yang disebut (magnetosfer) yang melindung permukaan Bumi dari angin matahari, sinar ultraungu, dan radiasi dari luar angkasa. Lapisan udara ini menyelimuti bumi hingga ketinggian sekitar 700 kilometer. Lapisan udara ini dibagi menjadi Troposfer, Stratosfer, Mesosfer, Termosfer, dan Eksosfer.

Bumi mempunyai diameter sepanjang 12.756 kilometer. Gravitasi Bumi diukur sebagai 10 N kg-1 dijadikan unit ukuran gravitasi planet lain, dengan gravitasi Bumi dipatok sebagai 1. Bumi mempunyai 1 satelit alami yaitu Bulan. 70,8% permukaan bumi diliputi air. Udara Bumi terdiri dari 78% nitrogen, 21% oksigen, dan 1% uap air, karbondioksida, dan gas lain.

Bumi diperkirakan tersusun atas inti dalam bumi yang terdiri dari besi nikel beku setebal 1.370 kilometer dengan suhu 4.500°C, diselimuti pula oleh inti luar yang bersifat cair setebal 2.100 kilometer, lalu diselimuti pula oleh mantel silika setebal 2.800 kilometer membentuk 83% isi bumi, dan akhirnya sekali diselimuti oleh kerak bumi setebal kurang lebih 85 kilometer.

Kerak bumi lebih tipis di dasar laut yaitu sekitar 5 kilometer. Kerak bumi terbagi kepada beberapa bagian dan bergerak melalui pergerakan tektonik lempeng (teori Continental Drift) yang menghasilkan gempa bumi.

Titik tertinggi di permukaan bumi adalah gunung Everest setinggi 8.848 meter, dan titik terdalam adalah palung Mariana di samudra Pasifik dengan kedalaman 10.924 meter. Danau terdalam adalah Danau Titicaca, dan laut terbesar adalah Laut Kaspia. Lihat di http://id.wikipedia.org/wiki/Bumi


(22)

oleh bencana yang bersifat global pula. Bencana global tersebut adalah terjadinya perubahan iklim (climate change) yang disebabkan oleh pemanasan global (global warming).13

Pemanasan global adalah fenomena naiknya suhu14 permukaan bumi yang prosesnya disebut sebagai efek rumah kaca15. Jika dianalogikan, efek rumah kaca itu ibarat mobil yang diparkir di tempat yang langsung terkena sinar matahari

13

Ada dua dekade penting yang dapat dipandang sebagai penanda awal tumbuhnya kesadaran manusia tentang keselamatan planet Bumi dan kelestarian lingkungan hidup. Pertama, dekade 1970, yang mencatat dua momentum bersejarah, yakni 22 April 1970 mengawali peringatan "Hari Bumi", yang diselenggarakan di Amerika Serikat atas inisiatif senator Gaylord Nelson; dan Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup di Stockholm, hari pertamanya pada 5 Juni 1972, yang kemudian diperingati sebagai "Hari Lingkungan Hidup".

Kedua, dekade 1980, yang merekam munculnya suatu kesadaran yang diiringi oleh keprihatinan dan kekhawatiran yang mendalam akan kelangsungan lingkungan hidup dan masa depan umat manusia. David C. Korten (1993) pernah menyebutkan, "Tahun 1980-an menyadarkan orang akan kenyataan adanya ancaman lingkungan hidup yang lebih mendasar, yang membuktikan bahwa masyarakat manusia senang membuat sebagian besar dunianya menjadi tidak layak huni. Krisis lingkungan hidup bukan lagi merupakan suatu kemungkinan masa depan. Sebaliknya, krisis ini sudah menjadi realitas masa kini."

Apa yang dikatakan Korten tersebut kian menunjukkan bahwa kerusakan lingkungan hidup pada tahun-tahun selanjutnya tidak berkurang. Dekade 1990 hingga berakhirnya abad ke-20 dan sampai sekarang di awal abad ke-21, yang baru berjalan delapan tahun, ternyata kesadaran tersebut tidak bisa menghentikan atau menahan laju kerusakan lingkungan hidup. Bencana alam (natural disaster) sekarang ini bukan lagi merupakan fenomena lokal atau regional, tapi telah menjadi fenomena global seperti petaka global warming.

14

Suhu menunjukkan derajat panas benda. Mudahnya, semakin tinggi suhu suatu benda, semakin panas benda tersebut. Secara kualitatif, kita dapat mengetahui bahwa suhu adalah sensasi dingin atau hangatnya sebuah benda yang dirasakan ketika menyentuhnya. Secara kuantitatif, kita dapat mengetahuinya dengan menggunakan termometer. Suhu dapat diukur dengan menggunakan termometer yang berisi air raksa atau alkohol. Kata termometer ini diambil dari dua kata yaitu thermo yang artinya panas dan meter yang artinya mengukur (to measure). Mengacu pada SI, satuan suhu adalah Kelvin (K). Skala-skala lain adalah Celsius, Fahrenheit, dan Reamur. Pada skala Celsius, 0°C adalah titik dimana air membeku dan 100°C adalah titik didih air pada tekanan 1 atmosfer. Skala ini adalah yang paling sering digunakan di dunia. Skala Celsius juga sama dengan Kelvin sehingga cara mengubahnya ke Kelvin cukup ditambahkan 273 (atau 273.15 untuk lebih tepatnya). Skala Fahrenheit adalah skala umum yang dipakai di Amerika Serikat. Suhu air membeku adalah 32°F dan titik didih air adalah 212°F. Sebagai satuan baku, Kelvin tidak memerlukan tanda derajat dalam penulisannya. Misalnya cukup ditulis suhu 20 K saja, tidak perlu 20° K. Suhu paling terdingin di bumi pernah dicatat di Stasiun Vostok, Antarktika pada 21 Juli 1983 dengan suhu -89,2°C. lihat di http://id.wikipedia.org/wiki/Suhu.

15

Efek rumah kaca, pertama kali ditemukan oleh Joseph Fourier pada 1824, merupakan sebuah proses di mana atmosfer memanaskan sebuah planet. Mars, Venus, dan benda langit beratmosfer lainnya (seperti satelit alami Saturnus, Titan) memiliki efek rumah kaca, tapi artikel ini hanya membahas pengaruh di Bumi. Efek rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua h berbeda: efek rumah kaca alami yang terjadi secara alami di bumi, dan efek rumah kaca ditingkatkan yang terjadi akibat aktivitas manusia. Lihat di http://id.wikipedia.org/wiki/efek rumah kaca.


(23)

17

(semua jendelanya tetutup). Sinar matahari akan menembus kaca mobil, dan di dalam mobil sinar itu berubah menjadi panas. Panas tersebut tidak dapat keluar karena tertahan oleh kaca sehingga suhu di dalam mobil naik.16

Dalam keadaan normal gas rumah kaca dibutuhkan. Sebab tanpa adanya gas rumah kaca, suhu rata-rata bumi hanyalah -180C, terlalu dingin bagi kehidupan makhluk hidup. Dengan adanya gas rumah kaca, suhu rata-rata bumi menjadi +150C, cocok bagi kehidupan makhluk hidup di bumi. Masalahnya sekarang adalah, baik kadar maupun jenisnya, gas rumah kaca (selanjutnya ditulis GRK) intensitasnya terus meningkat. Jika kecenderungan kenaikan kadar GRK terus berlanjut seperti sekarang, diperkirakan suhu permukaan bumi akan meningkat 1,5 sampai dengan 4,50C pada akhir abad yang akan datang.17

Gas yang paling dominan dalam meningkatkan efek rumah kaca adalah karbon dioksida (CO2). Selain gas CO2, yang dapat menimbulkan efek rumah kaca

adalah sulfur dioksida (SO2), nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida

(NO2) serta beberapa senyawa organik seperti gas metana (CH4) dan kholro-fluoro

karbon (CFC). Gas-gas tersebut memegang peranan penting dalam meningkatkan efek rumah kaca dan disebut sebagai gas rumah kaca.18

Gas-gas tersebut memiliki sifat seperti kaca yang meneruskan radiasi gelombang-pendek atau cahaya Matahari, tetapi menyerap dan memantulkan radiasi gelombang-panjang atau radiasi balik yang dipancarkan bumi yang bersifat panas sehingga suhu atmosfer bumi makin meningkat. Bumi yang diliputi gas-gas

16

Ulfah Utami, Konservasi Sumber Daya Alam: Perspektif Islam dan Sains, Malang:

UIN Malang Press, 2008), h.140-141

17

John Firor, Perubahan Atmosfer: Sebuah Tantangan Global, Terj. Yuliani Lipoto, (

Bandung: Rosda Jaya Putra, 1995), H. IX-X.

18


(24)

tersebut bagaikan di dalam rumah kaca yang selalu lebih panas dibanding suhu udara di luarnya. Oleh karena itu, gas-gas tersebut dinamakan gas rumah kaca (GRK) dan pengaruh yang ditimbulkannya dikenal dengan nama efek rumah kaca yang selanjutnya menimbulkan pemanasan global dan perubahan iklim.19

Menumpuknya gas tersebut di atmosfer dapat menghalangi keluarnya panas dari permukaan bumi ke angkasa. Akibatnya panas tersebut terkurung di dekat muka bumi dan meningkatkan suhu permukaan bumi. Meningkatnya suhu ini akan mengubah pola iklim dunia.20

Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)21 menyimpulkan bahwa, sebagian besar peningkatan temperatur rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan

19

Rukaesih Ahmad, Kimia Lingkungan…, h. 3.. 20

A. Tresna Sastrawijaya, Pencemaran Lingkungan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000),

Cet. 2, h. 254

21

Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) atau "Panel Antarpemerintah Tentang Perubahan Iklim" adalah suatu panel ilmiah yang terdiri dari para ilmuwan dari seluruh dunia. IPCC didirikan pada tahun 1988 oleh dua organisasi PBB, World Meteorological Organization (WMO) dan United Nations Environment Programme (UNEP) untuk mengevaluasi resiko perubahan iklim akibat aktifitas manusia, dengan meneliti semua aspek berdasarkan pada literatur teknis/ilmiah yang telah dikaji dan dipublikasikan. Panel ini terbuka untuk semua anggota WMO dan UNEP.

Laporan-laporan dari IPCC sering dikutip dalam setiap perdebatan yang berhubungan dengan perubahan iklim. Badan-badan nasional dan internasional yang terkait dengan perubahan iklim menganggap panel iklim PBB ini sebagai layak dipercaya. Pada 12 Oktober 2007, IPCC diumumkan sebagai pemenang anugerah Penghargaan Perdamaian Nobel bersama dengan Al Gore "untuk usaha mereka dalam membangun dan menyebar luaskan pengetahuan mengenai perubahan iklim yang disebabkan manusia serta dalam merintis langkah-langkah yang diperlukan untuk melawan perubahan tersebut.".


(25)

19

yang dikemukakan IPCC tersebut.22

Penggunaan kata global dalam bencana tersebut karena dalam kenyataannya bencana itu terjadi di mana-mana, di berbagai pelosok dan tempat yang ada di dunia ini yang menjadi ekosistem manusia dan makhluk lainnya, baik yang biotik maupun abiotik. Penyebutan bencana alam sebagai fenomena global itu juga tak hanya menunjukkan adanya koneksitas dan perambatan bencana alam, misalnya dengan pemicu dan penyebabnya ada di suatu daerah atau negara tertentu, tapi juga dampak dan magnitude-nya bisa menimpa wilayah dan belahan dunia lain.23

Dahulu, semua perubahan iklim berjalan secara alami. Tetapi dengan adanya Revolusi Industri, manusia mulai mengubah iklim dan lingkungan tempatnya hidup melalui tindakan-tindakan agrikultural dan industri. Revolusi Industri adalah saat dimana manusia mulai menggunakan mesin untuk mempermudah hidupnya. Sebelumnya, manusia hanya melepas sedikit gas ke atmosfir, namun saat ini dengan bantuan pertumbuhan penduduk, pembakaran bahan bakar fosil dan penebangan hutan, manusia mempengaruhi perubahan komposisi gas di atmosfir. 24

Ketika revolusi industri baru dimulai sekitar tahun 1850, konsentrasi salah satu GRK penting yaitu CO2 di atmosfer baru 290 ppmv (part per million by

volume), saat ini (l50 tahun kemudian) telah mencapai sekitar 350 ppmv. Jika pola

22

Pemansan Global, artikel diakses pada 5 Februari 2010 di http://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global

23

Keniscayaan Pertobatan Ekologis, artikel diakses pada 5 Februari 2010 dari http://www.korantempo.com/korantempo/2008/06/05/Opini/krn,20080605,74.id.ht

24

Rumah Kaca, Perubahan Iklim, dan Pemanasan Global, diakses pada 17 Januari 2010 dari http://www.iatpi.org/isi.php?item=artikel&rec=7


(26)

konsumsi, gaya hidup, dan pertumbuhan penduduk tidak berubah, 100 tahun yang akan datang konsentrasi CO2 diperkirakan akan meningkat menjadi 580 pprmv

atau dua kali lipat dari zaman pra-industri. Akibatnya, dalam kurun waktu 100 tahun yang akan datang suhu rata-rata bumi akan meningkat hingga 4,5 °C dengan dampak terhadap berbagai sektor kehidupan manusia yang luar biasa besarnya. Menurunnya produksi pangan, terganggunya fluktuasi dan distribusi ketersediaan air, penyebaran hama dan penyakit tanaman, dan manusia adalah di antara dampak sosial ekonomi yang dapat ditimbulkan. Tidak semua negara industri penyebab masalah ini siap rnengatasinya karena upaya mitigasi yang menangani penyebabnva memerlukan biaya yang tinggi.25

Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.26

B. Penyebab Terjadinya Pemanasan Global

Sumber energi yang terdapat di Bumi semuanya berasal dari Matahari. Ketika energi matahari mengenai permukaan bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan bumi. Permukaan bumi kemudian akan menyerap sebagian panas matahari dan memantulkan kembali sisanya. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah

25

Daniel Murdianto, Konvensi Perubahan Iklim, (Jakarta: Kompas, 2003), h. 1-2

26


(27)

21

gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi cahaya matahari. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan bumi. Hal tersebut terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat. Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana kaca dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya.27

Efek rumah kaca sebenarnya sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F) dengan efek rumah kaca (tanpanya suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi). Akan tetapi sebaliknya, akibat jumlah gas-gas tersebut telah berlebih di atmosfer, pemanasan global menjadi akibatnya.28

Perubahan iklim akibat pemanasan global (global warming), pemicu utamanya adalah meningkatnya emisi karbon, akibat penggunaan energi fosil (bahan bakar minyak, batubara dan sejenisnya, yang tidak dapat diperbarui). Penghasil terbesarnya adalah negeri-negeri industri seperti Amerika Serikat,

27

John Firor, Perubahan Atmosfer…, h. 12-13.

Efek rumah kaca, pertama kali ditemukan oleh Joseph Fourier pada 1824, merupakan sebuah proses di mana atmosfer memanaskan sebuah planet. Mars, Venus, dan benda langit beratmosfer lainnya (seperti satelit alami Saturnus, Titan) memiliki efek rumah kaca, tapi artikel ini hanya membahas pengaruh di Bumi. Efek rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua h berbeda: efek rumah kaca alami yang terjadi secara alami di bumi, dan efek rumah kaca ditingkatkan yang terjadi akibat aktivitas manusia. Lihat di http://id.wikipedia.org/wiki/efek rumah kaca.

28


(28)

Inggris, Rusia, Kanada, Jepang, China, dan lain-lain. Ini diakibatkan oleh pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat negera-negara utara yang 10 kali lipat lebih tinggi dari penduduk negara selatan. Untuk negara-negara berkembang meski tidak besar, ikut juga berkontribusi dengan skenario pembangunan yang mengacu pada pertumbuhan. Memacu industrilisme dan meningkatnya pola konsumsi tentunya, meski tak setinggi negara utara. Industri penghasil karbon terbesar di negeri berkembang seperti Indonesia adalah perusahaan tambang (migas, batubara dan yang terutama berbahan baku fosil). Selain kerusakan hutan Indonesia yang tahun ini tercatat pada rekor dunia ”Guinnes Record Of Book” sebagai negara tercepat yang rusak hutannya.29

Menurut temuan Intergovermental Panel and Climate Change (IPCC). Sebuah lembaga panel internasional yang beranggotakan lebih dari 100 negara di seluruh dunia. Sebuah lembaga dibawah PBB, tetapi kuasanya melebihi PBB. Menyatakan pada tahun 2005 terjadi peningkatan suhu di dunia 0,6-0,70 sedangkan di Asia lebih tinggi, yaitu 10. selanjutnya adalah ketersediaan air di negeri-negeri tropis berkurang 10-30 persen dan melelehnya Gleser (gunung es) di Himalaya dan Kutub Selatan. Secara general yang juga dirasakan oleh seluruh dunia saat ini adalah makin panjangnya musim panas dan makin pendeknya musim hujan, selain itu makin maraknya badai dan banjir di kota-kota besar (el Nino) di seluruh dunia. Serta meningkatnya cuaca secara ekstrem, yang tentunya sangat dirasakan di negara-negara tropis. Jika ini kita kaitkan dengan wilayah Indonesia tentu sangat terasa, begitu juga dengan kota-kota yang dulunya dikenal

29

Pemanasan Global, Tragedi Peradaban Modern, artikel diakses pada 2 Januari 2010dari http://www.walhi.or.id/kampanye/energi/iklim/070605_pmnsnglobl_hrlingk2007/


(29)

23

sejuk dan dingin makin hari makin panas saja.30

Terjadinya pemanasan global disebabkan karena meningkatnya kadar CO2. Adapun yang menyebabkan terjadinya peningkatan kadar CO2 yaitu

bertambahnya emisi CO2 dan berkurangnya absorber.31

Pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara hingga tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri.

(Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat). Umpan balik ini hanya dapat dibalikkan secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer.

R. Saeful Ashadi mengatakan, global warming adalah korban peradaban modern. Kehidupan modern yang sarat akan penggunaan teknologi, menyerap pemanfaatan bahan-bahan alami untuk meghasilkan berbagai produk dan menuntut besarnya penggunaan bahan bakar untuk menunjang aktivitas produksi tersebut. Ketika pemanfaatan bahan-bahan alami dan penggunaan bahan bakar yang juga bersumber dari alam ini kemudian dieksploitasi secara tak terkendali serta mengabaikan proses pembaruannya, maka akan menyebabkan krisis ekologis dan energi.32

30

Pemanasan Global…, http://www.walhi.or.id

31

Al-Gore, Bumi dalam Keseimbangan: Ekologi dan Semangat Manusia, (terj. Hira

Jhamtani, (Jakarta: Yayasan Obor, 1994), h. xxxi

32


(30)

C. Dampak Pemanasan Global

Mengawali penjelasan pada dampak pemanasan global, mengutif dari suatu pertanyaan penting yang dilontarkan oleh Jhon Firor, “berapa besar kepercayaan yang harus diberikan pada proyeksi-proyeksi perubahan iklim yang cepat ini?33 merupakan dilema bahwa dampak pemanasan global tidak bisa dipandang seperti hujan yang berdampak secara langsung dan kasat mata pada terjadinya banjir di beberapa kawasan.

Dari berbagi sudut pandang, para ilmuan telah membuat beberapa prakiraan mengenai dampak pemanasan global, diantara beberapa dampak yang disebabkan oleh pemanasan global yaitu dampaknya terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian, kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia.

Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 - 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 - 88 cm (4 - 35 inchi) pada abad ke-21. 34

Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di negara-negara yang menguasai teknologi dan industri diantaranya Amerika (36,1%), Rusia (17,4%), Jepang (8,%), Jerman (7,4%), Inggris (4,2%), Kanada (3,3%), Italia (3,1%), Polandia (3%), Prancis (2,7%), dan Australia (2,1%). Amerika dan Eropa dengan populasi penduduk 21,4%

dunia, menghabiskan 59,1% bahan bakar dunia. Lihat di Sistem Islam Solusi Fundamental Global

Warming, http://syariahpublications.com/index.php

33

John Firor, Perubahan Atmosfer…, h. 74

34


(31)

25

daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai. Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar dari Florida Everglades.35

Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat.36

Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan

35

A.Tresna Sastrawijaya, Pencemaran Lingkungan…, h. 254-255

36

DadelMurdiyarso, Sepuluh Tahun Perjalanan Negosiasi Konvensi Perubahan Iklim,


(32)

menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.37

Kenaikan suhu rata-rata global sebesar 1,5 derajat celcius hingga 2,5 derajat celcius, di samping menyebabkan udara makin panas, juga akan menyebabkan kepunahan 20 persen hingga 30 persen spesies tanaman dan hewan. Suhu yang panas juga mempengaruhi produktivitas pertanian di daerah tropis seperti Asia dan Afrika. Diperkirakan stok pangan akan mengalami penurunan dan hal ini akan meningkatkan risiko bencana kelaparan.38

Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan

37

DadelMurdiyarso, Sepuluh Tahun Perjalanan…, h. 20-21

38

Global Warming (Efek Rumah Kaca) VS Optimalisasi Fungsi Masjid, artikel diakses pada 6 maret 2010 di http://www.islamemansipatoris.com/artikel.php?id=172


(33)

27

pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.39

Dari sisi kesehatan, Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam pertemuan tahunan di Genewa mengatakan bahwa berbagai penyakit infeksi yang timbul diidentifikasi terkait dengan perubahan lingkungan hidup yang drastis. Kerusakan hutan, perluasan kota, pembukaan lahan untuk pertanian, pertambangan, serta kerusakan ekosistem di kawasan pesisir memicu munculnya patogen lama maupun baru. Berbagai penyakit yang ditimbulkan parasit juga meningkat terutama di wilayah yang sering mengalami kekeringan dan banjir.40

Ahli biologi memperkirakan bahwa kenaikan suhu global mencapai 2oC akan memusnahkan 30 % species yang peka terhadap kenaikan suhu udara. Hilangnya species tersebut akan mengganggu siklus kehidupan serta keseimbangan daur hidup dan rangkai makanan. Hal ini juga akan mengganggu pola penularan vector borne diseases, dikarenakan serangga akan semakin aktif pada suhu yang lebih hangat. Peyakit lain yang teridentifikasi adalah lyme, yang disebabkan oleh semacam bakteri di Amerika Utara, Eropa, dan Asia. Gejalanya berupa sakit kepala, kejang, dan nyeri sendi. Penyakit itu berpindah melalui gigitan sejenis kutu rusa yang yang telah terinfeksi lyme. Bakteri yang sama juga benyek ditemukan pada tikus. Dampak lain yang terasa adalah nyamuk-nyamuk semakin berkembang biak terutama di Afrika dan Asia. Dua penyakit serius akibat

39

Untuk mengetahui punahnya flora dan fauna yang terjadi kita bisa lihat di Ela

Laelasari Minsarwati, Antisipasi Dampak Pemanasan Global Terhadap Kesehatan Masyarakat di

Indonesia. Dalam Medika Islamika: Jurnal Kedokteran, Kesehatan dan Keislaman,Vol. 5, No. I, Mei 2008. Diterbitkan oleh Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehtan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

40

Pemanasan Global dan Dampaknya Bagi Kesehatan, artikel diakses pada 6 maret 2010 di http://www.jawaban.com/news/health/detail.php?id_news=07082116


(34)

gigitan nyamuk, yaitu malaria dan demam berdarah dengue, sangat sensitif terhadap perubahan iklim. 41

D. Cara Menanggulangi Pemanasan Global

Krisis pemanasan global harus segera diatasi. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengatasi perubahan iklim yang disebabkan oleh pemanasan global tersebut. Namun tentunya akan lebih efektif jika warga bumi bersama-sama aktif dan berpartisipasi secara serius untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Tetapi pemerintahlah yang tetap mempunyai tanggung jawab lebih besar untuk menyelesaikan persoalan krisis global ini.

Pada uraian di atas telah dijelaskan bahwa pemanasan global diakibatkan oleh naiknya kadar gas karbondioksida (CO2), yang kemudian membentuk GRK

(gas rumah kaca). Peningkatan CO2 ini disebabkan oleh banyaknya penggunaan

bahan bakar fosil baik untuk kepentingan industry, transportasi maupun kebutuhan lainya. Maka untuk mengatasi krisis pemanasan global salah satunya adalah dengan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil.

Konsumsi total bahan bakar fosil di dunia terus meningkat dari tahun ke tahun. Langkah-langkah yang dilakukan atau yang sedang diskusikan saat ini tidak ada yang dapat mencegah pemanasan global di masa depan. Tantangan yang ada saat ini adalah mengatasi efek yang timbul sambil melakukan langkah-langkah untuk mencegah semakin berubahnya iklim di masa depan.

Arne Naess (1993) salah seorang penganjur ekosentrisme dan deep

41

Ela Laelasari Minsarwati, Antisipasi Dampak Pemanasan Global Terhadap


(35)

29

ecology pernah menyatakan bahwa krisis lingkungan yang terjadi dewasa ini hanya bisa diatasi dengan merubah secara fundamental dan radikal cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam lingkungannya. Tindakan praktis dan teknis penyelamatan lingkungan dengan bantuan sain dan teknologi ternyata bukan merupakan solusi yang tepat. Yang dibutuhkan adalah perubahan perilaku dan gaya hidup yang bukan hanya orang perorang, akan tetapi harus menjadi semacam budaya masyarakat secara luas. Dengan kata lain dibutuhkan perubahan pemahaman baru tentang hubungan antara manusia dengan alam lingkungannya yang akan bisa melandasi perilaku manusia terhadap alam.42

Cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbon dioksida di udara adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi. Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbon dioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam kayunya. Gas karbon dioksida juga dapat dihilangkan secara langsung. Caranya dengan menyuntikkan (menginjeksikan) gas tersebut ke sumur-sumur minyak untuk mendorong agar minyak bumi keluar ke permukaan. Injeksi juga bisa dilakukan untuk mengisolasi gas ini di bawah tanah seperti dalam sumur minyak, lapisan batubara atau aquifer. Hal ini telah dilakukan di salah satu anjungan pengeboran lepas pantai Norwegia, di mana karbon dioksida yang terbawa ke permukaan bersama gas alam ditangkap dan diinjeksikan kembali ke aquifer sehingga tidak dapat kembali ke permukaan.43

Selain itu, Negara-negara internasional juga telah membuat suatu

42

A.Sonny Kerap, Etika Lingkungan, (Jakarta:Kompas, 2006), H. xiv.

43

Pemanasan Global, artikel diakses pada 11 Februari 2010 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global


(36)

pertujuan untuk menangani masalah pemanasan global ini. Kerjasama internasional diperlukan untuk mensukseskan pengurangan gas-gas rumah kaca. Salah satu amandement dari kesepakatan internasional itu adalah protocol Kyoto.

Protokol Kyoto adalah sebuah amandemen terhadap Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim UNFCCC (United Nation Framework Convention on Climate Changes), sebuah persetujuan internasional mengenai pemanasan global. Negara-negara yang meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk mengurangi emisi/pengeluaran karbon dioksida dan lima gas rumah kaca lainnya, atau bekerja sama dalam perdagangan emisi jika mereka menjaga jumlah atau menambah emisi gas-gas tersebut, yang telah dikaitkan dengan pemanasan global.

Konvensi Perubahan Iklim disepakati oleh kepala pemerintahan 154 negara dalam KTT Bumi di Rio de Janeiro, Juni 1992. Setelah setiap negara selesai meratifikasikannya, mulailah konvensi diberlakukan sejak 1994. Mandat Protokol Kyoto, dalam tahun 2008-2012, negara industri harus menurunkan tingkat emisi gas rumah kaca 5,2 persen di bawah tingkat tahun 1990. Untuk ini dikembangkan CDM (Clean Development Mechanism) serta dana bantuan negara maju kepada negara berkembang melalui Global Environment Facility (GEF). Hingga tahun 2004 GEF mengeluarkan 1,8 miliar dollar AS, di antaranya China menerima 438 juta dollar AS dan Indonesia 30 juta dollar AS. Menurut Oxfam, dana yang dibutuhkan bagi negara berkembang sekitar 50 miliar dollar AS setahun. Dari semua negara industri, AS dan Australia yang tidak ikut Protokol Kyoto karena tidak mau terikat secara hukum pada sasaran pembatasan emisi CO2


(37)

31

sehingga kira-kira 40 persen emisi negara industri tidak masuk Protokol Kyoto.44 Banyak orang mengkritik Protokol Kyoto terlalu lemah. Bahkan jika perjanjian ini dilaksanakan segera, ia hanya akan sedikit mengurangi bertambahnya konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer. Suatu tindakan yang keras akan diperlukan nanti, terutama karena negara-negara berkembang yang dikecualikan dari perjanjian ini akan menghasilkan separuh dari emisi gas rumah kaca pada 2035. Penentang protokol ini memiliki posisi yang sangat kuat. Penolakan terhadap perjanjian ini di Amerika Serikat terutama dikemukakan oleh industri minyak, industri batubara dan perusahaan-perusahaan lainnya yang produksinya tergantung pada bahan bakar fosil. Para penentang ini mengklaim bahwa biaya ekonomi yang diperlukan untuk melaksanakan Protokol Kyoto dapat menjapai 300 milyar dollar AS, terutama disebabkan oleh biaya energi. Sebaliknya pendukung Protokol Kyoto percaya bahwa biaya yang diperlukan hanya sebesar 88 milyar dollar AS dan dapat lebih kurang lagi serta dikembalikan dalam bentuk penghematan uang setelah mengubah ke peralatan, kendaraan, dan proses industri yang lebih efisien.45

44

Emil Salim, Jalan Bali Setelah Protokol Kyoto, artikel diakses pada 11 Februari 2010 dari r.id/tropika/tropika.php?catid

45

Ela Laelasari Minsarwati, Antisipasi Dampak Pemanasan Global Terhadap


(38)

A. Pemanasan Global sebagai Kerusakan Bumi

Secara definitif padanan kata pemanasan global dalam al-Qur’an memang tidak ada atau belum penulis temukan. Tetapi jika diteliti lebih lanjut. Pemanasan global merupakan salah satu dari sekian banyak banyak kerusakan alam. Hal ini telah dijelaskan dalam Bab II bahwa faktor utama pemanansan global disebabkan karena meningkatnya kadar CO2. Meningkatnya kadar CO2 disebabkan oleh

meningkatnya kadar emisi CO2 dan berkurangnya absorberCO2. Adapun sektor

utama penghasil CO2 yaitu oleh pembangkitan energi, transportasi, dan industri. maka ada beberapa ayat yang bisa dijadikan rujukan. Kalau merujuk kepada al-Qur’an, ditemukan sekian banyak ayat yang membicarakan tentang aneka kerusakan. Diantara term-term dalam al-Qur’an yang terkait langsung dengan kerusakan lingkungan adalah term fasâd. Term fasâd dengan seluruh kata jadiannya di dalam al-Qur’an terulang sebanyak 50 kali. Fasâd berarti ءﻰﺸﻟاجوﺮﺧ

لاﺪﺘ ا ﻦ (sesuatu yang keluar dari keseimbangan),1 kata ini digunakan untuk menunjuk apa saja, baik jasmani, jiwa, maupun hal-hal lain. Ia juga diartikan sebagai antonim dari kata (حﻼﺼﻟا) ash-shalâh yang berarti manfaat atau berguna.2 Secara umum, keduanya terkait dengan sesuatu yang manfaat dan tidak manfaat. Artinya, apa saja yang tidak membawa manfaat baik secara individu maupun

1

Al-Asfahani, al-Mufradât fi al-Gharîb al-Qur’an, (Beirut: Dârul Ma’rifah, tth), jilid 1, h. 207.

2

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Volume 11, cet. 1, h. 77.


(39)

33

1. Perilaku menyimpang dan tidak bermanfaat.

“Dan bila dikatakan kepada mereka:"Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi. Mereka menjawab: "Sesungguhnya Kami orang-orang yang Mengadakan perbaikan." (QS. Al-baqarah /2:11)

Fasâd di sini bukan berarti kerusakan benda, melainkan perilaku menyimpang, Paling tidak term fasâd di sini memiliki tiga pengertian yaitu: memperlihatkan perbuatan maksiat, persekutuan antara orang-orang munafik dengan orang-orang kafir dan sikap-sikap kemunafikan.5

“dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo’alah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. al-A’râf /7:56).

3

Lajnah Pentashihan Mushap al-Qur’an, Pelestarian Lingkungan Hidup: Tafsir al-Qur’an Tematik, (Jakarta: Lajnah pentashihan al-Qur’an, 2009), vol. 4, h. 272.

44

Lajnah Pentashihan Mushap al-Qur’an, Pelestarian Lingkungan Hidup …, h. 272-276 5

Al-Muqâtil dan Abu ‘Aliyah mengartikan fasâd dalam ayat ini sebagai perbuatan ma’siat. Menurut al-sidy yaitu kema’siatan dan kufur, sedangkan menurut Mujahid, fasâd artinya meninggalkan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Sedangkan Ali bin bin Abi Thib mengartikanya sebagai bentuk nifaq. Lihat Ibn al-Faraj Jamâluddîn ‘Abdurrahman bin ‘Ali bin Muhammad al-Jauzy, Zâd al-Masîr fi‘Ilmi al-Tafsîr, (Beirut: Dârul Fikri, 1987), Vol. 1, H. 8-9.


(40)

Ayat ini menunjukan larangan untuk berbuat kerusakan atau tidak bermanfaat dalam bentuk apa pun, baik menyangkut perilaku, seperti merusak, membunuh, mencemari sungai, dan lain-lain. Maupun menyangkut akidah, seperti kemusyrikan, kekufuran dan segala bentuk kemaksiatan. Akan tetapi term islah6

di sini, sebagai poros yang belawanan dari fasâd, menurut ulama menyangkut persoalan akidah bukan fisik. Artinya Allah telah memperbaiki bumi ini dengan mengutus Rasul-Nya menurunkan al-Qur’an dan penetapan syari’ah. Melihat hal ini, terjadinya kerusakan mental akan menjadi sebab terjadinya kerusakan fisik. 2. Ketidakteraturan/berantakan.

“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah Rusak binasa. Maka Maha suci Allah yang mempunyai 'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan”. (QS. al-Anbiya /21:22).

Term fasâd di sini berarti tidak teratur. Artinya, jika di alam raya terdapat Tuhan selain Allah, niscaya tidak akan teratur. Padahal perjalanan matahari, bulan, bintang da milyaran planet semuanya berjalan secara teratur, maka pengaturnya pasti satu, yaitu Allah.7

3. Perilaku destruktif (merusak)

6

Jika Anda menemukan sesuatu yang baik, yang memenuhi nilai-nilainya, lalu Anda memeliharanya sehingga nilai-nilai itu langgeng, maka ketika itu Anda melakukan shah. Sedang bila Anda menemukannya dalam keadaan rusak lalu Anda memperbaikinya sehingga ia menjadi baik dan bermanfaat sebagaimana semula, maka Anda melakukan apa yang dinamai ishlâh. Selanjutnya jika Anda menemukan sesuatu yang telah memenuhi nilai-nilainya, lalu Anda memberi nilai tambah kepadanya sehingga manfaatnya lebih besar dari sebelumnya, maka ini pun dinamai ishláh. Lihat M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah…,Vol 10, cet. 1, h. 115.

7


(41)

35

⌧ ⌧

“Dia berkata: "Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia Jadi hina; dan demikian pulalah yang akan mereka perbuat”. (QS. al-Naml /27:34).

Kata ifsad di sini berarti merusak apa saja yang ada, baik benda maupun orang, baik dengan membongkar, merobohkan, maupun menjadikan mereka tidak berdaya dan kehilangan kemuliaan.8

4. Kerusakan lingkungan

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (QS. al-Rûm /30:41).

Ayat di atas menyebut darat dan laut sebagai tempat terjadinya fasâd itu. Ini dapat berarti daratan dan lautan menjadi arena kerusakan, dapat juga berarti bahwa darat dan laut sendiri telah mengalami keruksakan, ketidak seimbangan serta kekurangan manfaat. Laut telah tercemar, sehingga ikan mati dan hasil laut berkurang. Daratan semakin panas sehingga terjadi kemarau panjang. Alhasil,

8


(42)

keseimbangan lingkungan menjadi kacau. Inilah yang mengantar sementara ulama kontemporer memaharni ayat ini sebagai isyarat tentang kerusakan lingkungan.9

Makna al-fasâd pada ayat di atas bersifat ‘am (umum). Ini berarti bahwa segala kerusakan bumi baik di darat maupun di laut dalam berbagi bentuknya dapat disebut sebagai al-fasâd. Kerusakan di darat misalnya, seperti longsor,

gempa, banjir dan sejenisnya bisa dikatakan sebagai al-fasâd fi al-ardh.

Berdasarkan ayat ini, maka global warming merupakan salah satu bentuk al-fasâd

yang disebabkan oleh perbuatan manusia.

Adapun term-term lain yang memiliki makna kerusakan adalah halaka. Term halaka dan seluruh kata jadiannya dalam aal-Qur’an ada 68 kali. Dengan mengacu kepada penjelasan al-Asfahani, term halaka bisa dibagi dalam empat kategori, yaitu: 10

a. Berarti hilangnya sesuatu dari diri seseorang, menghabiskan harta benda, kerugian atau kemudaratan, kehancuran berupa kerusakan alam.

b. Berarti kematian atau meninggal dunia. c. Berarti fana’ atau lawan dan baqa’.

d. Berarti kebinasaan dan kehancuran kolektif (makna seperti ini yang paling banyak).

Dari klasifikasi di atas, term halaka yang menunjukkan arti kehancuran yang mengarah kepada kerusakan alam yaitu:

9

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah…,Vol. 11, cet. 1, h. 77. 10


(43)

37

“Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk Mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan”. (QS.al-Baqarah /2:205).

Secara deskriptif tentang term-term fasâd dan halaka, bisa dijelaskan sebagai berikut;

“Untuk term fasâd, jika berbentuk masdar dan berdiri sendiri, maka menunjukkan kerusakan yang bersifat hissi/fisik, seperti banjir, pencemaran udara, dan lain-lain; dan jika berupa kata kerja fi’il atau bentuk masdar namun sebelumnya ada kalimat fi’il, maka yang terbanyak adalah menunjukkan arti kerusakan yang bersifat non fisik/ma’nawi, seperti kafir, syirik, munafilk, dan sejenisnya.

Dengan demikian, bisa dipahami hahwa kerusakan yang bersifat fisik pada hakikatnya merupakan akibat dari kerusakan non-flsik atau mental. Argumentasinya, bahwa ayat-ayat yang bisa diidentifikasi sebagai yang menunjukan makna kerusakan lingkungan juga tidak secara spesifik dinyatakan sebagai akibat langsung dan perilaku manusia, seperti illegal logging, pencemaran udara, dan lain sebagainya. Dengan demikian, kita bisa melihat adanya korelasi positif antara kerusakan lingkungan dengan rusaknya sikap mental atau keyakinan yang menyimpang.

Perilaku menyimpang, merusak, dan tidak bermanfaat sebenarnva menjadi cerminan rusaknya mental seseorang. Makanya, Allah mendedikasikan untuk senantiasa menjaga bumi ini jika perilaku penduduknya menceminkan seorang mushlih sebagai antonim dari fasâd, yaitu senantiasa berusaha untuk mengembangkan kebajikan yang bersifat sosial. Dengan kata lain, memiliki dampak secara nyata dalam kehidupan kemanusiaan dan lingkungan hidup secara umum”.11

Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa kerusakan lingkungan sebagai pemicu terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim secara tidak langsung diungkap oleh al-Qur’an dengan ungkapan dhahar al-fasâd fi al-ardhi wa al-bahri

dimana titik berat dari pernyataan tersebut adalah kata fasâd.12 term fasâd

11

Lajnah Pentashihan Mushap al-Qur’an, Pelestarian Lingkungan Hidup…,h. 277-278. 12

Kata (ﺮﻬﻇ) zhahara pada mulanya berarti terjadinya sesuatu di permukaan bumi, baik

sedikit maupun banyak. Sehingga, karena dia di permukaan, maka menjadi nampak dan terang serta diketahul dengan jelas. Lawannya adalah (ﻦﻄﺑ) bathana yang berarti tejadinya sesuatu diperut


(44)

tampaknya term yang mendekati atau bisa dijadikan dasar untuk mengurai pemanasan global dalam al-Qur’an.

B. Cara Menanggulangi Pemanasan Global dalam Al-Qur’an

Alam semesta berfungsi sebagai sarana bagi manusia untuk mengenal kebesaran dan kekuasaan Tuhan (beriman kepada Tuhan) melalui alam semesta, karena alam semesta adalah tanda atau ayat-ayat Allah. Manusia dilarang memperhamba alam dan dilarang menyembah kecuali kepada Allah yang Menciptakan alam.

Islam sebagai agama rahmatan lil‘âlamin tentu harus dapat menjawab tantangan itu. Dapatkah umat memperbaiki diri, memberikan keteladanan dan kepeloporan. Pemanasan global merupakan wacana penting karena berhubungan langsung dengan prilaku manusia dan kualitas hidupnya, termasuk gaya hidup dan peradabanya.13

Oleh karena itu Islam diharapkan tampil untuk menjawab dan menyelamatkan bumi, karena ajaran Islam terhadap fitrah bumi itu sendiri. Kefitrahan nilai-nilai universal pengelolaan bumi terkandung di dalam

bumi, sehingga tidak nampak. Kata zhahara pada ayat di atas dalam arti banyak dan tersebar. Lihat M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah…, Vol. V, h. 76

13

Fachruddin M Mangunjaya, Konservasi Alam dalam Islam, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), h. 1.


(45)

39

Qur’an.14

Manusia bekerja dengan tujuan mencapai pemenuhan terhadap garis-garis fitrah yang telah dirumuskan Allah dalam wahyu-Nya. Karena itulah al-Qur’an merupakan rahmat yang besar yang dapat dijadikan prinsip untuk menaggulangi bahaya pemanasan global, karena fitrah al-Qur’an adalah untuk mengatur tatanan hidup di bumi.

Pemanasan global telah memberikan dampak yang serius bagi alam dan kelangsungan hidup manusia di atas bumi. Solusi untuk mencegah bahaya pemanasan global tidaklah cukup hanya dengan sains dan teknologi semata. Namun perlu pendekatan lain yang lebih fundamental.

Pada bab II telah dijelaskan bahwa pemanasan global disebabkan karena meningkatnya kadar CO2. Meningkatnya kadar CO2 disebabkan oleh

meningkatnya kadar emisi CO2 dan berkurangnya absorberCO2. Adapun sektor

utama penghasil CO2 yaitu oleh pembangkitan energi, transportasi, dan industri. Maka secara teknis pemanasan global dapat diatasi dengan mengurangi emisi CO2

dan meningkatkan absorber CO2. Adapun untuk mengurangi CO2 secara teknis

dapat dilakukan dengan penghematan bahan bakar, penggantian bahan bakar berbasis fosil dengan sumber energi baru/terbarukan, penangkapan co2 pada emisi gas buang industri dan alat transportasi dan lain sebagainya. Sedangkan untuk memperbesar absorber yaitu dapat dilakukan dengan cara, penanaman hutan kembali (absorber alami), memperkecil polusi yang merusak vegetasi darat dan laut, dan membuat absorber CO2 buatan. Namun demikian, sebab-sebab dan

14


(46)

solusi pemanasan global tersebut bukanlah sebab dan solusi yang bersifat fundamental.

Adapun sebab fundamental dari pemanasan global sebagai akibat dari meningkatnya kadar CO2 dan berkurangnya absorber CO2 yaitu akibat dari

aktivitas manusia. Dari sini kiranya akan lebih memahami bahwa pemanasan global merupakan salah satu bentuk fasâdfi al-ardhi (kerusakanbumi) yang dapat menggangu keseimbangan ekosistem akibat ulah manusia (bimâ kasabat aydî al-nâs). Hal ini seperti yang ditunjukan oleh Allah SWT dalam firmanya,

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (QS. al-Rûm /30:41).

Masalah lingkungan hidup adalah masalah moral dan perilaku manusia. Lingkungan hidup bukan semata-mata persoalan teknis. Demikian pula, krisis ekologi global yang terjadi dewasa ini adalah persoalan moral, krisis moral secara global. Oleh karena itu, perlu etika dan moralitas untuk mengatasinya. Tidak bisa disangkal bahwa berbagai kasus lingkungan hidup yang terjadi sekarang ini, baik pada lingkup global maupun lingkup nasional, sebagian besar bersumber dari perilaku manuia. Kasus-kasus pencemaran dan kerusakan, seperti di laut, hutan,


(47)

41

atmosfer, air, tanah, dan seterusnya bersumber pada perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab, tidak peduli dan hanya mementingkan din sendiri.15

Menurut Anne Naess, krisis llngkungan dewasa ini hanya dapat diatasi dengan melakukan perubahan cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam secara fundamental dan radikal. Yang dibutuhkan adalah, sebuah pola hidup atau gaya hidup baru yang tidak hanya menyangkut orang per orang, tetapi juga budaya masyarakat secara keseluruhan. Artinya, dibutuhkan etika lingkungan. hidup yang menuntun manusia untuk berinteraksi secara baru dalam alam semesta.16

Dengan demikian bahwa krisis lingkungan global ini sebenarnya bersumber pada kesalahan fundamental-filosofis dalam pemahaman atau cara pandang manusia mengenai dirinya, alam, dan tempat manusia dalam keseluruhan ekosistem. Pada giliranya, kekeliruan cara pandang ini melahirkan perilaku yang keliru terhadap alam dan semua bencana lingkungan hidup yang terjadi. Oleh karena itu, pembenahannya harus pula menyangkut pembenahan cara pandang dan perilaku manusia dalam berinteraksi baik dengan alam maupun dengan manusia lain dalam keseluruhan ekosistem.17

Terjadinya global warming atau pemanasan global dan climate challange

atau perubahan iklim membuat seseorang perlu merenung dan merumuskan kembali hubungan manusia dengan alam semesta. Menurut al Gore, makin dalam saya mencari penyebab krisis lingkungan hidup global, saya makin yakin bahwa

15

Kerap, A.Sonny, Etika Lingkungan, (Jakarta:Kompas, 2006), h. xiii

16

Kerap, A.Sonny, Etika Lingkungan…, h. xiv

17


(48)

hal tersebut adalah manifestasi bagian luar dari sebuah krisis tersembunyi yang bersifat spiritual.18

Menurut penulis, berdasar uraian ayat-ayat al-Qur’an ada beberapa solusi yang ditawarkan al-Qur’an untuk mengatasi pemanasan global yaitu iman dan takwa, tidak melampaui batas, sadar lingkungan dan pengelolaan yang berkelanjutan.

1. Keimanan dan Ketakwaan

“Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (QS. al-A’raf: 96).

Agama Islam mempunyai pandangan (konsep) yang sangat jelas tentang hubungan manusia dengan alam ini. Islam merupakan agama yang memandang lingkungan sebagai bagian tak terpisahkan dari keimanan seseorang terhadap Tuhan. Dengan kata lain, perilaku manusia terhadap alam lingkungannya merupakan manifestasi dari keimanan seseorang.

Keimanan kepada Allah membebaskan manusia dari ketundukan kepada hawa nafsu dan penghambaan diri kepada manusia. Keimanan menjadikan

18

Al Gore, Bumi dalam Keseimbangan Ekologi dan Semangat Manusia. Penerjemah Hira Jhamtani, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1994), h. xli


(49)

43

seseorang selalu merasa aman dan optimis, dan ini mengantarkanya hidup tenang dan dapat berkonsentrasi dalam usahanya. Oleh sebab itulah keimanan selalu ditekankan dalam segala hal. 19

Adapun ketakwaan kepada Allah, maka ia adalah kesadaran yang bertanggung jawab yang memelihara manusia dari kecerobohan ketidakadilan dan keangkuhan. Ia merupakan pendorong gerak dan pendorong hidup. Ia mengarahkan manusia dengan hati-hati sehingga tidak bertindak sewenang-wenang tidak ceroboh dan tidak melampaui batas. Ketakwaan penduduk suatu negeri menjadikan mereka bekerjasama dalam kebaikan dan tolong-menolong dalam mengelola bumi serta menikmatinya bersama. Semakin kokoh kerjasama dan semakin tenang jiwa, maka semakin banyak pula yang diraih dari alam raya ini (lafatahnâ ‘alaihim barakâtîn min al-samâ wa al-ardi). 20

Permasalahan yang menyangkut lingkungan sangat komplek serta multi dimensi. Oleh karena itu nilai-nilai agama (ad-diin) yang juga bersifat multi-dimensi bisa digunakan sebagai landasan berpijak dalam upaya penyelamatan lingkungan. Selama perspektif ini tidak dirubah dan tidak memberikan upaya pada dimensi spiritual lingkungan, tidak akan banyak harapan untuk mengembangkan lingkungan hidup. Manusia harus kembali pada akar spiritualnya. Hanya dengan pendekatan inilah pemanasan global bisa diatasi. Inilah nilai penting untuk kembali kepada keimanan dan ketakwaan.21

19

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah…, Volume V, cet. 1, h. 182 20

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah…, Volume V, cet. 1, h. 183 21

Sayyed Mohsen Miri, Prinsip-Prinsip Islam dan Filsafat Mula Sudra sebagai Basis Etis dan Kosmologis Lingkungan Hidup, dalam M. Mangunwijaya, dkk, ed, Menanam Sebelum KIamat: Islam, Ekologi, dan Gerakan Lingkungan Hidup, (Jakarta: ICAS, 2009), h. 26


(50)

Pemanasan global dan kerusakan lingkungan serta ketidakseimbangan ekosistem di planet bumi khususnya, itu merupakan dampak atau ekses dari pikiran, sikap, dan perbuatan manusia yang berlaku sewenang-wenang dan di luar batas kewajaran terhadap bumi berikut segenap penghuni dan sumber dayanya (lihat: Q.s. 30: 41). Dalam konteks ini menurut Ziauddin Sardar bahwa akar krisis ekologi adalah bersifat aksiomatik, yakni terletak pada kepercayaan dan struktur nilai yang membentuk hubungan manusia dengan alam, dengan yang lain, dan dengan gaya hidup.22

Suatu contoh misalnya, tidak mungkin orang yang teguh imanya melakukan penambangan liar (illegal logging) karena hal demikian adalah prilaku yang jelas dilarang oleh agama, belum lagi efeknya sangat besar bagi lingkungan, seperti banjir, longsor dan berkurangnya absorber yang dapat menyerap karbon dioksida. Orang yang beriman sejatinya tidak akan pernah melakukan tindakan-tindakan yang bersifat destruktif.

Pemanasan global dan bencana alam dalam berbagai jenis dan macamnya dijadikan sebagai bentuk peringatan agar manusia yang telah berbuat kerusakan dan kejahatan ekologis itu merasakan akibatnya. Sebagai peringatan terakhir, Sang Pencipta berharap manusia mau kembali ke jalan Allah dan menetapi segala ketentuan dan ketetapan regularitas-Nya di alam semesta.

22


(51)

45

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (QS. al-Rûm /30:41).

Dan dalam surat al-An’âm:ayat 42 Allah SWT Berfirman,

“Katakanlah: "Berjalanlah di muka bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu." (Q.S. al-An’âm /06:11)

“Maka Apakah mereka tiada Mengadakan perjalanan di muka bumi lalu memperhatikan betapa kesudahan orang-orang yang sebelum mereka. adalah orang-orang yang sebelum mereka itu lebih hebat kekuatannya dan (lebih banyak) bekas-bekas mereka di muka bumi, Maka apa yang mereka usahakan itu tidak dapat menolong mereka”. (Q.S. al-Mu’min /40:82).

Keimanan merupakan fundamen utama sebagai solusi atas pemanasan global. Karena dengan keimanan hawa nafsu dapat dikendalikan. Tidak mungkin orang yang teguh imanya melakukan tindakan-tindakan merusak yang berimbas pada terjadinya pemanasan global .


(52)

2. Sadar Lingkungan.

Alam semesta menurut Imam Thabathaba’i bagaikan tubuh dalam keterkaitanya antara satu bagian dengan bagian yang lainya, apabila salah satu bagianya tidak berfungsi dengan baik , maka akan nampak dampak negatifnya pada bagian yang lain. Apa lagi jika disadari bahwa kehidupan manusia sangat bergantung pada alam. Jika alam rusak maka manusia akan merasakan akibatnya. Sadar lingkungan berarti juga sadar akan peran dan fungsi manusia sebagai khlifah di muka bumi.23

Pemanasan global merupakan sebuah bencana ekologi yang mempunyai dampak serius bagi keseimbangan ekosistem atau lingkungan hidup. Oleh karena demikian, timbulnya kesadaran terhadap lingkungan menjadi sebuah keniscayaan. Kesadaran lingkungan secara mendasar merupakan suatu ciri dan perbedaan antara manusia dengan makhluk hidup lainya. Oleh karena itu manusialah yang sangat dominan dalam mengatasi rnasalah-masalah lingkungan, dan hal ini tergantung pada kesadaran manusia dalam memahami lingkungannya.24

Kesadaran (awareness) mengandung pengertian mengetahui sesuatu atau tahu bersikap yang seharusnya, yang didukung oleh persepsi atau informasi. Kesadaran individu timbul karena ia memiliki persepsi atau informasi yang mendukungnya, sehingga ia tahu bagaimana seharusnya bersikap. Dalam kaitan dengan Iingkungan, seorang individu akan berkesadaran lingkungan apabila Ia

23

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah…,Volume V, cet. 1, h. 183 24

M. Bahri Ghazali, Lingkungan Hidup Dalam Pemahaman Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h. 28.


(1)

59

“Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-ja]an, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam. Makanlah dan gembalakanlah binatang-binatangmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal”. (QS. Thaha: 20/53-54).


(2)

BAB IV Penutup

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian penulis lakukan terhadap ayat-ayat al-Quran yang berbicara tentang semangat pemeliharaan lingkungan, yang kemudian penulis simpulkan sebagai . ada beberapa hal yang penulis dapat simpulkan, diantaranya:

1. Nilai-nilai dasar sebagai solusi al-Quran terhadap pemanasan global tersebar

dalam berbagai ayat. Akar krisis ekologi bersifat aksiomatik dan multi dimesi, yakni terletak pada kepercayaan dan struktur nilai yang membentuk hubungan manusia dengan alam, dengan yang lain, dan dengan gaya hidup manusia. Islam merupakan agama yang memandang lingkungan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari keimanan seseorang terhadap Tuhan. Dengan kata lain, prilaku manusia terhadap alam lingkungannya merupakan manifestasi dari keimanan

seseorang. Oleh karena itu nilai-nilai agama (ad-diin) yang juga bersifat

multidimesi bisa digunakan sebagai landasan berpijak dalam upaya penyelamatan lingkungan. Selama perspektif ini tidak dirubah dan kita tidak memberikan upaya pada dimesi spritual lingkungan, tidak akan banyak harapan untuk mengembangkan lingkungan hidup. Manusia harus kembali pada akar spiritualnya. Hanya dengan pendekatan inilah penanggulangan Pemanasan global bisa diatasi. Inilah nilai penting untuk kembali kepada keimanan dan ketakwaan.

2. Berbagai cara telah dilakukan untuk menanggulangi pemanasan global. Karena

hal ini menyangkut masalah dunia, maka negara-negara internasional telah


(3)

60

membuat suatu pertujuan untuk menangani masalah pemanasan global ini. Kerjasama internasional diperlukan untuk mensukseskan pengurangan gas-gas rumah kaca.

3. tanpa nilai-nilai standar tersebut, manusia cenderung melihat kebenaran menurut hawa nafsu, atau cara pandangnya sendiri. Kecenderungan manusia dengan super ego yang dimilikinya cenderung eksploitatif terhadap alam.

B.Rekomendasi

1. Adanya penelitian lebih lanjut terhadap solusi al-Quran terhadap

masalah-masalah kontemporer yang berkaitan langsung dengan kesalamatan umat manusia, semisal malasah pemanasan global.

2. Apa yang dilakukan penulis dalam tulisan ini masih sederhana dan jauh dari

kesempurnaan. Oleh sebab itu, di kemudian hari diharapkan ada tulisan yang lebih mendalam dan komprehensif yang membahas masalah pemanasan global.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahannya, DEPAG R I., 1997.

Abdushamad, Muhammad Kamil, Mikjizat lmiah dalam al-Qur’an, (Jakarta:

Akbar Edia Eka Sarana, 2003).

Al Gore, Bumi Dalam Keseimbangan; Ekologi Dan Semangat Manusia,

Penerjemah Hira Jhamtani (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1994). Ashfahani, al, al-Mufradât fi al-Gharîb al-Qur’an, (Beirut: Dârul Ma’rifah, tth). Bucaille, Maurice, Bibel, Qur’an dan Sains Modern, (Jakarta: Bulan Bintang,

1984).

Chapman, dll, ed, Bumi yang Terdesak: Perspektif Ilmu dan Agama Mengenai

Konsumsi,Pupulasi dan Keberlanjutan, penerjemah, Dian Basuki dan

Gunawan Admiranto, (Bandung: Mizan, 2000).

Fasha, Ahmad Fuad, Dimensi Sains Al-Qur’an: Menggali Ilmu Pengetahuan Dari

Al-Qur’an, (Solo: Tiga Serangkai, 2006).

Efendi, Daud, Manusia, Lingkungan dan Pembangunan: Prospektus Islam, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2008).

Ghazali, M. Bahri, Lingkungan Hidup Dalam Pemahaman Islam, (Jakarta:

Pedoman Ilmu Jaya, 1996).

Haque, Ziaul, Wahyu dan Revolusi, (Yogyakarta: LKiS, 2000).

Jauzy, Ibn al-Faraj Jamâluddîn ‘Abdurrahman bin ‘Ali bin Muhammad al, Zâd


(5)

Kerap, A.Sonny, Etika Lingkungan, (Jakarta:Kompas, 2006).

Lajnah Pentashihan Mushap Al-Qur’an, Pelestarian Lingkungan Hidup: Tafsir

al-Qur’an Tematik, (Jakarta: Lajnah pentashihan al-Qur’an, 2009), Vol. 4.

Mangunjaya, Fachruddin M, Konservasi Alam dalam Islam, (Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia, 2005).

Mansur, BA, Pandangan Islam Terhadap Pengembangan dan Kelestarian

Lingkungan Hidup, (Jakarta: PT. Intermasa, 2001).

Miri, Sayyed Mohsen, Prinsip-Prinsip Islam dan Filsafat Mula Sudra sebagai

Basis Etis dan Kosmologis Lingkungan Hidup, dalam M. Mangunwijaya,

dkk, ed, Menanam Sebelum KIamat: Islam, Ekologi, dan Gerakan

Lingkungan Hidup, (Jakarta: ICAS, 2009).

Salim, Ismail, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, (Jakarta: Mutiara, 1983).

Setiono, Kudwiratri, dkk, ed, Manusia Kesehatan Dan Lingkungan: Kualitas

Hidup Dalam Perspektif Perubahan Lingkungan Global, (BAndung: P.T.

Alumni, 2007).

Shihab, M. Quraish, wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1997).

---, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002).

Showy, Ahmad al-, Mukjizat Al-Qur’an dan As-Sunnah Tentang IPTEK, (Jakarta: GIP, 1995).

Soerjani, Moh, dkk.. Lingkungan : Sumber Daya Alam dan Kependudukan dalam


(6)

Sastrawijaya,A.Tresna, Pencemaran Lingkungan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), Cet. 2.

Gore, Al, Bumi dalam Keseimbangan: Ekologi dan Semangat Manusia, (terj. Hira Jhamtani, (Jakarta: Yayasan Obor, 1994).

Murdiyarso, Dadel, Sepuluh Tahun Perjalanan Negosiasi Konvensi Perubahan

Iklim, (Jakarta: Kompas, 2003).

Firor, John, Perubahan Atmosfer: Sebuah Tantangan Global, Terj. Yuliani

Lipoto, ( Bandung: Rosda Jaya Putra, 1995).

Murdianto, Daniel, Konvensi Perubahan Iklim, (Jakarta: Kompas, 2003).

Pratikno, Widi Agus, dkk.. Perencanaan Fasilitas Pantai dan Laut, (Yogyakarta:. BPFE, 1997).

Keniscayaan Pertobatan Ekologis, artikel diakses pada 5 Desember 2009 dari

http://www.korantempo.com/korantempo/2008/06/05/Opini/krn,2008060 5,74.id.ht

Pemanasan Global, Tragedi Peradaban Modern, artikel diakses pada 2 Januari

2010dari

http://www.walhi.or.id/kampanye/energi/iklim/070605_pmnsnglobl_hrli ngk2007/

http://id.wikipedia.org/wiki/efek rumah kaca.

Efek Rumah Kaca, Perubahan Iklim, dan Pemanasan Global, diakses pada 17