Di sini teks yang otonom harus di-‘dekontekstualisasi’. Dengan cara ini, ‘kita’
“mengizinkan teks memberi kepercayaan pada diri kita” sehingga ia—teks—dapat
menampilkan dirinya sendiri. Selanjutnya upaya ‘rekontekstualisasi’ dapat
dilakukan, yakni dengan jalan memberi kesempatan terbuka bagi teks untuk dimaknai sehingga ia dapat menghasilkan sebuah ‘cakrawala baru’ yang dapat
menggiring terbentuknya pemahaman ontologis. Dekontekstualisasi tidak lain adalah proses membebaskan diri dari konteks sementara rekontekstualisasi adalah proses
kembali menuju pada konteks sebelum akhirnya pemaknaan lahir menjadi fusi horison baru Sumaryono, 1993: 101-102.
H. 2. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah ungkapan tradisional yang berbunyi “Jawa Safar Cina Sajadah”. Ungkapan ini merupakan bagian dari tradisi lisan yang
bersumber dari sistem pengetahuan Jawa.
H. 3. Teknik Pengumpulan Data
i. Wawancara Yaitu suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi secara
langsung dengan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan kepada tokoh-tokoh yang berkait. Untuk mendukung kajian mengenai sistem pengetahuan Jawa, termasuk
kenyataan. Interpretasi teks merupakan suatu disiplin argumentatif yang dapat menghindari skeptitisme tanpa menuntut kepastian.” Thompson, 2003: 288
simbolisme sebagai satu metode komunikasi masyarakat Jawa, penyusun akan mewawancarai active bearers maupun pasive bearers yang memungkinkan.
51
Berangkat dari kesimpulan Russel mengatakan jika “ungkapan tradisonal adalah milik kolektif namun dikuasi oleh sedikit orang”. Tidak heran jika Carl
Wilhelm von Sydow dalam Danandjaja, 2002: 28, seorang ahli folklor asal Swedia, menjelaskan bahwa, active bearers atau pewaris aktif adalah orang yang dianggap
memiliki pengetahuan mendalam mengenai satu atau lebih bentuk tradisi lisan. Di samping menikmati, seorang pewaris aktif biasanya mengamalkan sekaligus
menyebarluaskan pengetahuannya itu kepada masyarakat luas. Golongan ini biasanya bersifat minoritas. Sementara passive bearers atau pewaris pasif adalah
pewaris yang sekedar mengetahui dan dapat menikmati suatu bentuk tradisi, namun tidak berminat untuk menyebarkan secara aktif pada orang lain. Berbeda dengan
golongan di atas, golongan ini merupakan mayoritas. Sementara itu untuk keperluan folklor, Danandjaja 2002: 195 mengatakan
umumnya digunakan dua macam wawancara, yakni wawancara terarah directed dan wawancara tidak terarah non directed. Wawancara tidak terarah adalah
wawancara yang bersifat terbuka, tidak menggunakan panduan guide line, hanya mengikuti alur perbincangan yang ada. Wawancara ini penting untuk memperoleh
gambaran umum dari bahan yang akan digunakan sebagai sumber penelitian. Sebaliknya, wawancara terarah dilakukan apabila sumber penelitian telah ditetapkan
secara khusus. Wawancara ini berguna untuk memfokuskan bahan kajian sehingga informasi yang diperoleh relevan dan mendalam.
51
Namun demikian penentuan active bearers maupun passive bearers tidak akan secara khusus dibuat kecuali menyangkut active bearers yang sudah disebut Bapak Prasetyadi. Mengenai active bearers
Lih. bagian akhir dari wawancara penyusun dengan active bearers pada Lamp. 11
ii. Studi Pustaka Menurut Moh. Nazir 1988:112 studi pustaka adalah metode yang dilakukan
untuk mengetahui sampai ke mana ilmu yang berhubungan dengan penelitian telah berkembang. Metode ini berguna selain sebagai referensi pelengkap juga sebagai
variabel pembanding atas informasi lapangan.
H. 4. Jenis-Jenis Data