Efektivitas mediasi Badan Penasehatan Pembinaan Pelestarian Perkawinan (Bp4) Dan Pengadilan Agama Di Kota Administratif Jakarta Timur

(1)

DI KOTA ADMINISTRATIF JAKARTA TIMUR

Skripsi diajukan sebagai syarat untuk meperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

OLEH:

NIZAR BAHALWAN NIM: 107044201810

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSIYYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2011


(2)

ii

DI KOTA ADMINISTRATIF JAKARTA TIMUR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

Nizar Bahalwan

NIM: 107044201810

Di Bawah Bimbingan:

Prof.DR.H.Hasanuddin, AF, MA

NIP: 150050917

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSIYYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A 2011 H/ 1432 H


(3)

iii

Jakarta Timur", telah diajukan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 24 Mei 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar strata satu, yaitu Sarjana Hukum Islam (S.Hi) pada prodi perbandingan madzhab dan hukum dengan konsentrasi perbandingan hukum.

Jakarta, 10 Juni 2011 Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah Dan Hukum

Prof.DR.H.M.Amin Suma,SH. MA. MM NIP. 19550505 198203 1 012

PANITIA UJIAN

Ketua : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA NIP : 19500361976031001 : (...)

Sekertaris : Hj. Rosdiana, MA NIP : 196906102003122001 : (...)

Pembimbing I : Prof.DR.H.Hasanuddin, AF, NIP : 150050917 : (...)

Penguji I : Dr. Djawahir Hejazziey, SH, MA NIP : 195510151979031002 : (...)

Penguji II : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA NIP : 19500361976031001 : (...)


(4)

iv

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 4 Mei 2011


(5)

v

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya, terucap dengan tulus dan ikhlas Alhamdulillāhi Rabbil ‘ālamīn tiada henti karena dapat terselesaikannya penulisan skripsi ini. Salawat seiring salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada insan pilihan Tuhan khātamul anbiyā’i

walmursalīn Muhammad SAW.

Dengan setulus hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan . Namun demikian, skripsi ini hasil usaha dan upaya yang maksimal dari penulis. Tidak sedikit hambatan, cobaan dan kesulitan yang ditemui. Banyak hal yang tidak dapat dihadirkan oleh penulis didalamnya karena keterbatasan pengetahuan dan waktu. Namun patut disyukuri karena banyak pengalaman yang didapat dalam penulisan skripsi ini.

Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada semua pihak:

1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM., Selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum serta para Pembantu Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA, Selaku Ketua Program Studi Ahwal al Syakhsiyyah dan Ibu Hj. Rosdiana, MA selaku Sekretaris Program Studi Ahwal Syakhsiyyah.


(6)

vi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Pimpinan dan seluruh karyawan perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Para Mediator dan Para Staf di Badan Penasehatan Pembinaan Pelestarian Perkawinan (BP4) Jakarta Timur dan Pengadilan Agama Jakarta Timur yang telah meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya untuk memberikan arahan dan informasi kepada penulis.

7. Ayahanda H.M.Ali Fuad, ibunda Mutawasitoh, kakanda Ahmed Zauji Mubassor, serta adinda Putri Sari Romadhon dan Dian Zarkasyi yang senantiasa memberikan support baik moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan segenap usaha.

8. Sahabat seperjuangan, teman-teman Konsentrasi Administrasi Keperdataan Islam Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta angkatan 2007.

9. Semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya, atas jasa bantuan semua pihak baik berupa moril dan materil, sampai detik ini penulis panjatkan do’a semoga Allah memberikan balasan yang berlipat dan menjadikannya amal jariyah yang tidak pernah berhenti mengalir hingga yaum al-akhir Penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya. Semoga Allah senantiasa


(7)

vii

Jakarta: 30 Jumadil Awal 1432 H

4 Mei 2011 M


(8)

viii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Metodologi dan Teknik Penelitian ... 8

E. Studi Review Terdahulu ... 12

F. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II KERANGKA TEORITIS EFEKTIVITAS DAN PERDAMAIAN ... 15

A. Pengertian Efektivitas ... 15

B. Indikator Efektivitas ... 17

C. Pengertian Mediasi ... 18

D. Landasan Hukum Mediasi ... 22

E. Syarat Perdamaian ... 27


(9)

ix

B. Keadaan Demografis ... 39

C. Selayang Pandang BP4 Jakarta Timur ... 43

D. Selayang Pandang Pengadilan Agama Jakarta Timur ... 46

BAB IV EFEKTIVITAS MEDIASI ... 59

A. Upaya BP4 Jakarta Timur Dalam Mendamaikan ... 59

B. Upaya Pengadilan Agama Jakarta Timur Dalam Mendamaikan 65

C. Laporan Data Perdamaian di BP4 Jakarta Timur ... 71

D. Laporan Data Mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Timur ... 72

E. Analisa Penulis ... 73

BAB V PENUTUP ... 80

A. Kesimpulan ... 80

B. Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 84 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(10)

1

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita kehidupan umat manusia. Perkawinan adalah salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Jadi, perkawinan secara umum bisa dilakukan semua makhluk hidup.1

Perkawinan merupakan salah satu perintah agama kepada yang mampu untuk segera melaksanakannya. Karena perkawinan dapat mengurangi kemaksiatan, baik dalam bentuk penglihatan maupun dalam bentuk perzinahan. Orang yang berkeinginan untuk melakukan pernikahan, tetapi belum mempunyai persiapan bekal (fisik dan nonfisik) dianjurkan oleh Nabi Muhammad saw, untuk berpuasa. Orang berpuasa akan memiliki kekuatan atau penghalang dari berbuat tercela yang sangat keji, yaitu perzinaan.2

Nikah adalah salah satu sendi pokok pergaulan bermasyarakat. Oleh karena itu, agama memerintahkan kepada umatnya untuk melangsungkan pernikahan bagi yang sudah mampu, Sehingga malapetaka yang diakibatkan oleh perbuatan terlarang dapat dihindari. 3

1

Chuzaemah T. Yanggo dan Hafiz Anshari, Problematika Hukum Islam Kontemporer, cet. IV, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), h. 56.

2

Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 7.

3

Asrorun Ni’am Sholeh, Fatwa-fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, (Jakarta: Elsas, 2008), h. 4.


(11)

Pernikahan merupakan tiang keluarga yang di dalamnya terdapat hak-hak dan kewajiban yang sesuai dengan kesucian agama, yang di dalamnya seseorang dapat merasakan bahwasanya pernikahan merupakan ikatan suci yang dapat memuliakan manusia. Pernikahan juga merupakan ikatan rohani yang sesuai dengan kehormatan manusia yang membedakannya dengan hewan dimana ikatan antara jantan dengan betinanya hanyalah nafsu kehewanan saja.4

Filosofi dasar perkawinan adalah upaya menciptakan kehidupan suami isteri yang harmonis dalam rangka membentuk dan membina rumah tangga sakinah, mawaddah dan rahmah. Setiap suami isteri tentu saja mendambakan kehidupan rumah tangga yang langgeng sepanjang hayat di kandung badan. Dapat hidup selamanya dalam satu ikatan sampai mati.5

Diadakan akad nikah untuk selama-lamanya sampai suami isteri tersebut meninggal dunia, karena yang diinginkan oleh Islam adalah langgengnya kehidupan perkawinan. Suami isteri sama-sama dapat mewujudkan rumah tangga tempat berlindung, menikmati naungan kasih sayang dan dapat memelihara anak-anaknya hidup dalam kehidupan yang baik agar anak-anak bisa menjadi generasi yang berkualitas. Oleh karena itu, ikatan suami isteri adalah ikatan yang paling suci dan teramat kokoh.6

4

Muhammad Abu Zahrah, Al-Ahwal al-Syakhsiyyah, (Kairo: Daarul Fikr al-Arabi, 2005), h. 20.

5

Baharudin Ahmad, Hukum Perkawinan di Indonesia Studi Historis Metodologis, (Jakarta: Gaung Persada Press), h. 4.

6

Huzaimah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyyah Kajian Hukum Islam kontemporer, (Bandung: Angkasa, 2005), h. 162.


(12)

Tujuan perkawianan berdasarkan penjelasan Undang-undang no. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 1 adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal (mendapat keturunan) berdasarkan Ketuhanan Yang maha Esa.

Dalam kenyataannya, relasi suami isteri tidak selamanya dapat dipelihara secara harmonis, kadang-kadang suami isteri gagal dalam membangun rumah tangganya karena menemui beberapa masalah yang tidak dapat diatasi. Pada akhirnya upaya mengakhirkan kemelut berkepanjangan tersebut diselesaikan melalui alternatif talak (perceraian). Dalam perkawinan tidak selalu yang diinginkan dalam tujuan pernikahan itu tercapai, dengan demikian agama Islam membolehkan suami isteri bercerai, tentunya dengan alasan-alasan tertentu, kendati perceraian itu sangat dibenci oleh Allah SWT.7

Islam dengan tegas menyatakan dalam Al-Quran bahwa perceraian itu adalah suatu perbuatan halal, tetapi paling dibenci Allah. Tapi faktanya, perceraian itu menjadi fenomena yang tidak dapat terelakkan karena maraknya konflik rumah tangga yang terjadi dalam masyarakat. Mulai dari perceraian yang disebabkan pertengkaran secara terus-menerus atau sebab lain.

Oleh karena itu, Allah memberikan solusi yang sangat bijak agar menunjuk seorang hakam atau mediator yaitu juru penengah. Keberadaan mediator dalam kasus perkawinan merupakan penjabaran dari perintah Al-Quran. Dalam Al-Quran disebutkan bahwa jika ada permasalahan dalam perkawinan, maka diharuskan

7

Muhammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, cet. II, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 102.


(13)

diangkat seorang hakam yang akan menjadi mediator. Dengan demikian, keberadaan

hakam menjadi penting adanya.8

Dalam Hukum Islam secara terminologis, perdamaian disebut dengan istilah

Islah atau Sulh yang artinya adalah memutuskan suatu persengketaan. Dan menurut

syara’ adalah suatu akad dengan maksud untuk mengakhiri suatu persengketaan

antara dua belah pihak yang saling bersengketa.9

Untuk meningkatkan kualitas perkawinan menurut ajaran Islam diperlukan bimbingan dan penasihatan perkawinan secara terus menerus dan konsisten agar dapat mewujudkan rumah tangga atau keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah. Hal tersebut sangat terkait dengan apa yang sedang dilakukan oleh Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), yaitu meningkatkan konsultasi perkawinan dan meningkatkan pelayanan terhadap keluarga yang bermasalah melalui kegiatan konseling, mediasi dan advokasi.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan kualitas perkawinan menurut ajaran Islam diperlukan bimbingan dan penasihatan perkawinan secara terus menerus dan konsisten agar dapat mewujudkan rumah tangga atau keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Hal tersebut sangat terkait dengan apa yang sedang dilakukan oleh BP4, yaitu meningkatkan kualitas konsultasi perkawinan dan meningkatkan pelayanan terhadap keluarga yang bermasalah melalui kegiatan konseling, mediasi dan advokasi.

8

Muhammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, h. 103.

9


(14)

Kemudian perkara perdata yang masuk ke pengadilan harus melewati proses mediasi, hal ini sesuai dengan aturan yang ada dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Apabiala pihak-pihak yang terkait menolak melakukan mediasi maka proses persidangan tidak dapat dilanjutkan karena batal demi hukum. Seperti yang tertera pada PERMA Nomor 1 Tahun 2008 bab I Pasal 2

mengenai “Ruang Lingkup dan Kekuatan Berlaku PERMA” ayat (2) dan (3). Setiap

hakim mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini. Dan apabila tidak menempuh prosedur mediasi berdsarkan Peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum. Hal ini dapat dikatakan proses mediasi ini merupakan paksaan bagi para pihak yang berperkara.

Oleh karena itu dengan dikeluarkannya PERMA Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan ini yang mengharuskan para pihak yang berperkara mengikuti proses mediasi, penulis tertarik untuk mengetahui seberapa efektif pelaksanaan mediasi yang telah masuk ke dalam sistem Peradilan di Indonesia dan diwajibkan bagi pihak-pihak yang berperkara untuk dapat mengikuti prosedur mediasi tersebut, khususnya di Pengadilan Agama Jakarta Timur, serta mengetahui bagaiamanakah efetifitas pelaksanaan mediasi yang dilakukan di BP4 Jakarta Timur. Penulis memilih melakukan penelitian di Wilayah Jakarta Timur karena Kota tersebut terbilang kota yang paling luas di Jakarta, sehingga efektivitas mediasi tersebut dapat digambarkan dalam skala yang besar.


(15)

Kemudian timbul pertanyaan-pertanyaan, bagaimanakah upaya BP4 dan PA dalam mewujudkan visi, misi dan tujuan perkawinan? Bagaimana strategi atau kebijakan yang dilakukan oleh BP4 dan PA dalam mendamaikan pasangan yang bersengketa? Bagaimana kinerja mediasi BP4 dan PA dalam menekan angka perceraian? Hambatan apa saja yang dialami oleh kedua Lembaga ini dalam mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa? Tantangan apa saja yang dihadapi dalam mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa?

Sejumlah pertanyaan-pertanyaan inilah yang mendorong penulis untuk meneliti lebih lanjut tentang masalah perdamaian dalam perkawinan, sehingga penulis menuangkannya dalam bentuk skripsi yang berjudul : " Efektivitas Mediasi Badan Penasehatan Pembinaan Pelestarian Perkawinan (BP4) dan Pengadilan Agama di Kota Administratif Jakarta Timur".

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Mengingat keluasan dan kompleksitas masalah mediasi tidaklah mungkin dituangkan dalam skripsi ini. Oleh karena itu penulis akan membatasi permasalahan yang ada, yaitu keefektivan mediasi yang terdapat di Pengadilan Agama Jakarta Timur dan BP4 Jakarta Timur, dan hanya pada 2 (dua) tahun terakhir ini.

Agar lebih terfokus, penulis akan membatasi permasalahan sebagai berikut: 1. Skripsi ini hanya mengkaji upaya dan efektivitas pelaksanaan mediasi. 2. Tahun perkara dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2010.


(16)

3. Lokasi Penelitian di BP4 Jakarta Timur dan Pengadilan Agama Jakarta Timur.

2. Perumusan Masalah

Menurut Pasal 82 Undang-undang No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

yang berbunyi: “Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak”. Dari sini kita ketahui bahwa dilaksanakannya mediasi di Pengadilan Agama pada dasarnya untuk mencegah serta mengurangi perceraian, namun dalam kenyataannya angka perceraian tidak menurun secara signifikan walaupun mediasi telah diupayakan oleh para hakim untuk mendamaikan para pihak di dalam proses persidangan.

Berdasarkan dari rumusan dari latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan rumusan masalah dengan rinci dalam pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana upaya serta strategi BP4 dan Pengadilan Agama dalam mendamaikan pasangan yang bersengketa?

2. Bagaimana efektifitas penanganan problem rumah tangga di BP4 dan Pengadilan Agama?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitan

Tujuan dari penelitian ini diantaranya adalah, sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui upaya serta strategi BP4 dan Pengadilan Agama dalam mendamaikan pasangan yang bersengketa.


(17)

b. Untuk mengetahui efektifitas penanganan problem rumah tangga di BP4 dan Pengadilan Agama.

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan bagi insan akademisi dalam menambah khazanah pemikiran bagi perkembangan Hukum di Indonesia, sehingga tulisan ini dapat diambil menjadi salah satu solusi alternatif dalam mengurangi angka perceraian. Maka penelitian mengenai perbandingan proses mediasi ini dianggap sangat perlu bagi penulis.

D. Metodologi Penelitian dan Pedoman Penulisan 1. Pendekatan Penelitian

Pendekaatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah dengan memakai pendekatan kualitatif, yaitu suatu penelitian yang data dan hasil penelitiannya berupa deskripsi kata, skema dan gambar. Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia.10 Dilihat dari segi objeknya, penelitian ini termasuk ke dalam penelitian sosiologis atau empiris, yaitu penelitian yang bertitik tolak pada data primer, yakni data yang diperoleh langsung dari objek penelitian. Penelitian hukum empiris mencari jawaban terhadap kesenjangan (gap) antara hukum yang seharusnya (daas sollen) dengan hukum senyatanya (das sein) di

10

Suharismi Arikunto, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 45.


(18)

dalam masyarakat.11 Pada penelitian ini yang diteliti awalnya adalah data sekunder, untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan, atau terhadap masyarakat.12

2. Sumber Data

Berdasarkan sumber datanya, hasil penelitian ini diperoleh dari penelitian lapangan (field research) yang sumber datanya terutama diambil dari objek penelitian secara langsung di daerah penelitian. Namun tidak menutup kemungkinan hasil penelitian ini juga diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) yang sumber datanya diambil dari tulisan-tulisan (sumber bacaan) yang telah diterbitkan seperti, buku, hasil penelitian, jurnal, majalah, surat kabar dan bahan-bahan dokumen resmi.13

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Dengan menggunakan metode observasi, yaitu dengan mencatat data yang diperoleh langsung dari praktek di lapangan yang bermanfaat untuk mengetahui secara langsung praktek penanganan mediasi di BP4 dan Pengadilan Agama. b. Interview atau wawancara yakni tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih

secara langsung antara pewawancara dengan pihak-pihak yang ada kaitannya dengan judul skripsi ini yakni Hakim Mediator Pengadilan Agama Jakarta Timur

11

Yayan Sopyan, Metode Penelitian Untuk Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum,

(Jakarta:T.2009), h.27.

12

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. 3 (Jakarta: UI Press, 1986), h.51.

13


(19)

dan Ketua BP4 Jakarta Timur ataupun para Konsultan BP4 Jakarta Timur, yang kemudian hasil dari wawancara tersebut penulis lampirkan dalam skripsi ini. c. Studi Dokumenter, yakni dengan memeriksa dan mempelajari

dokumentasi-dokumentasi yang didapat dari lembaga-lembaga yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

d. Studi Pustaka, yakni dengan mengumpulkan, menelusuri dan mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini hingga mampu memperkaya dan memperkuat analisa penulis.

4. Kriteria Data

Data yang diperoleh untuk penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu :

1. Data primer

Data primer yaitu data yang dikumpulkan oleh penulis sendiri selama penelitian. Data ini dicari melalui narasumber atau dalam istilah teknis disebut informan. Yaitu orang yang dijadikan sarana mendapatkan informasi atau data, dalam hal ini adalah Kepala BP4 Jakarta Timur, Konsultan BP4 Jakarta Timur dan Kepala Pengadilan Agama Jakarta Timur. Data diperoleh melalui informan dengan wawancara langsung kepada mereka dan observasi langsung untuk menyaksikan proses penanganan keluarga bermasalah untuk mencapai kesepakatan damai yang dilaksanakan di BP4 Jakarta Timur dan Pengadilan Agama Jakarta Timur.


(20)

2. Data sekunder

Data sekunder yaitu data yang bersumber dari hasil penelitian orang lain yang dibuat untuk maksud yang berbeda. Dalam hal ini data sekunder penulisan ini didapat dari tabel, gambar, dan bahan-bahan hukum seperti Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-undang No.14 tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman, Undang-undang No.7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, PP. No.9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam dan sumber bacaan lain seperti buku, makalah, hasil penelitian, diktat perkuliahan dan juga sumber-sumber yang berkenaan dengan masalah yang penulis teliti.

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisa data dilakukan dengan cara mendeskripsikan data-data tersebut secara jelas dan mengambil isinya dengan menggunakan content analisis. Kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan bahasa penulis sendiri, dengan demikian akan nampak rincian jawaban atas pokok permasalahan yang diteliti.

6. Teknik Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis merujuk pada tehnik penulisan yang ada pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007” agar tehnik penulisan dalam skripsi ini dapat memenuhi persyaratan penulisan yang baik dalam membuat suatu tulisan ilmiah.


(21)

E. Review Studi Terdahulu

Penulis menemukan beberapa juddul skripsi yang pernah ditulis oleh mahasiswa-mahasiswa sebelumnya yang berkaitan erat dengan judul skripsi yang akan diteliti oleh penulis. Akan tetapi, setelah penulis membaca beberapa skripsi tersebut ada perbedaan pembahasan yang cukup signifikan, sehingga dalam penulisan skripsi ini nantinya tidak ada timbul kecurigaan plagiasi. Untuk itu di bawah ini akan penulis kemukakan tiga judul skripsi yang pernah ditulis oleh mereka, diantaranya sebagai berikut :

Review studi terdahulu yang pertama adalah skripsi dari Tubagus Chaerul Laily, Jurusan Peradilan Agama Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2010 dengan judul skripsi Efektivitas Mediasi melalui Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Pusat Dalam Menekan Angka Perceraian. Di dalam skripsi ini membahas teori efektivitas dan mediasi. Kemudian membahas strategi atau kebijakan BP4 dalam mendamaikan pasangan yang bersengketa, kinerja mediasi BP4 serta hambatan dan tantangan yang dihadapi BP4 dalam melakukan mediasi.

Review studi terdahulu yang kedua adalah skripsi Syahdan, Jurusan Peradilan Agama Fakultas Syariah dan Hukum UIN syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2010 dengan judul Skripsi : “Pengaruh Mediasi Terhadap Angka Perceraian (Studi Analisa Pasca Peraturan Mahkamah Agung No. 01 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan)”. Skripsi ini membahas faktor-faktor pemicu perceraian dan tahap pelaksanaan mediasi. Kemudian data yang digunakan


(22)

adalah data perceraian pada Pengadilan Agama Jakarta Selatan dari tahun 2008 hingga tahun 2009.

Review studi terdahulu yang ketiga adalah skripsi Yanto Kiswanto, Jurusan Administrasi Keperdataan Islam Fakultas Syariah dan Hukum UIN syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2010 dengan judul Skripsi : “Upaya Perdamaian Dalam Sidang Perceraian (Studi Kasus di Pengadilan Agama Ciamis)”. Skripsi ini membahas teori tentang perdamaian, mulai dari pengertian, dasar hukum, serta hikmah dan manfaat adanya perdamaian. Kemudian membahas efektivitas perdamaian perceraian di Pengadilan Agama Ciamis.

Perbedaan penelitian penulis dengan review studi terdahulu di atas adalah penulis membahas masalah perbandingan efektifitas mediasi melalui BP4 dan Pengadilan Agama. Dari beberapa review studi terdahulu belum ada yang membandingan efekfitas mediasi.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran jelas mengenai materi yang menjadi pokok penulisan skripsi ini dan agar memudahkan para pembaca dalam mempelajari tata urutan penulisan ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut :

Bab Pertama, pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah,

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian, review studi terdahulu dan sistematika penulisan.


(23)

Bab Kedua berisi tentang efektifitas mediasi melalui BP4 dan Pengadilan Agama yang mencakup teori mediasi, strategi BP4 dan Pengadilan Agama dalam mendamaikan, kinerja mediasi BP4 dan Pengadilan Agama dalam menekan angka perceraian, yang kesemuanya itu guna mengetahui perbandingan antara kedua lembaga tersebut manakah yang lebih efektif dalam menangani keluarga yang mengalami keretakan rumah tangga.

Bab Ketiga berisi Profil Kota Administrasi Jakarta Timur yang

menggambarkan Letak Geografis, Kondisi Demografis serta Kondisi Sosial masyarakat Kota Administrasi Jakarta Timur.

Bab Keempat berisi gambaran hasil penelitian yang didapat dari data-data yang diperoleh dari BP4 dan Pengadilan Agama di Kota Administrasi Jakarta Timur. Pada bab ini merupakan bab yang paling utama dalam penulisan skripsi ini, membahas dan melakukan analisa terhadap hasil penelitian.

Bab Kelima merupakan akhir dari seluruh rangkaian pembahasan dalam penulisan skripsi yang berisi kesimpulan dan saran-saran.


(24)

15

A. Pengertian Efektivitas

Dalam ensiklopedi umum, efektivitas diartikan dengan menunjukkan taraf tercapainya suatu tujuan. Maksudnya adalah sesuatu dapat dikatakan efektif kalau usaha tersebut telah mencapai tujuan secara ideal. Efektivitas merupakan ukuran yang menggambarkan sejauh mana sasaran yang dapat dicapai, sedangkan efisiensi menggambarkan bagaimana sumber daya tersebut dikelola secara tepat dan benar.1

Menurut Ahli Manajemen Peter Drucker, efektivitas adalah melakukan pekerjaan yang benar (doing the right things), sedangkan efisiensi adalah melakukan pekerjaan dengan benar (doing things right).2

Efektivitas juga dapat dikatakan, 3 adanya kesesuaian antara orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju, dan berkaitan erat dengan perbandingan antara tingkat pencapaian tujuan dengan rencana yang telah disusun sebelumya, atau perbandingan hasil nyata dengan hasil yang direncanakan. Efektivitas juga merupakan kata yang menunjukkan turut tercapainya suatu tujuan. Kriteria yang menjadikan suatu tujuan atau rencana menjadi efektif, harus meliputi: kegunaan, ketetapan dan objektifitas, adanya ruang lingkup (prinsip kelengkapan, kepaduan dan konsisten), biaya akuntabilitas dan ketepatan waktu.

1

T. Hani Handoko, Manajemen, (Yogyakarta: BPFE, 1998), cet-2, h. 7.

2

T. Hani Handoko, Manajemen, h. 7.

3


(25)

Efektivitas hukum secara tata bahasa dapat diartikan sebagai keberhasilan suatu hukum dalam menangani suatu permasalahan yang dapat diselesaikan oleh keeksistensian hukum tersebut, dalam hal ini berkenaan dengan keberhasilan pelaksanaan hukum itu sendiri. Keefektivitasan hukum adalah situasi dimana hukum yang berlaku dapat dilaksanakan, ditaati dan berdaya guna sebagai alat kontrol sosial atau sesuai tujuan dibuatnya hukum tersebut.4

Efektivitas hukum dalam masyarakat berarti menilai daya kerja hukum itu dalam mengatur atau memaksa masyarakat uuntuk taat terhadap hukum. Namun agar hukum dan peraturan benar-benar berfungsi secara efektif, senantiasa dikembalikan pada penegak hukumnya, dan untuk itu sedikitnya memperhatikan lima faktor penegakan hukum (law inforcement), yaitu:

1. Hukum atau aturan itu sendiri; 2. Penegak hukum;

3. Fasilitas yang mendukung pelaksanaan penegakan hukum; 4. Masyarakat;

5. Kebudayaan.

Kemudian efektivitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pencapaian tujuan dari usaha yang telah dilakukan berkaitan dengan pelaksanaan mediasi di BP4 Jakarta Timur dan Pengadilan Agama Jakarta Timur. Seberapa besar kesuksesan yang

4

E. Mulyana, Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep Strategi dan Implementasi (Jakarta: PT Rosyda Karya, 2004), h. 82.


(26)

diraih oleh kedua lembaga tersebut dalam melaksanakan usaha damai dalam wadah mediasi dengan memperhatikan berbagai macam aturan yang ada, baik peraturan yang berasal dari pemerintah maupun peraturan yang berasal dari agama.

Dalam realita kehidupan bermasyarakat, seringkali penerapan hukum tidak efektif sehingga wacana ini menjadi perbincangan menarik untuk dibahas dalam perspektif efektivitas hukum. Artinya benarkah hukum yang tidak efektif atau pelaksanaan hukum yang kurang efektif. Pada hakikatnya persoalan efektivitas hukum mempunyai hubungan yang sangat erat dengan persoalan penerapan, pelaksanaan dan penegakan hukum dalam masyarakat demi tercapainya tujuan hukum. Artinya hukum benar-benar berlaku secara filosofis, yuridis dan sosiologis.5

B. Indikator Efektivitas

Sumaryadi berpendapat bahwa organisasi dapat dikatakan efektif bila organisasi tersebut dapat sepenuhnya mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Efektivitas umumnya dipandang sebagai tingkat pencapaian tujuan operatif dan operasional. Dengan demikian pada dasarnya efektifitas adalah tingkat pencapaian tujuan atau sasaran organisasional sesuai yang ditetapkan. Hal tersebut dapat diartikan bahwa apabila suatu pekerjaan dapat dilakukan dengan baik sesuai dengan yang direncanakan, dapat dikatakan efektif tanpa memperhatikan waktu, tenaga dan yang lain.6

5

Ilham Idrus, Efektivitas Hukum, artikel diakses pada 1 Juni 2011 dari http://ilhamidrus.blogspot.com/2009/06/artikel-efektivitas-hukum.html

6

Sumaryadi, Efektivitas Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), h. 35.


(27)

Dalam buku Sujadi F. X disebutkan bahwa untuk mencapai efektivitas dan efisiensi kerja haruslah dipenuhi syarat-syarat ataupun unsur-unsur sebagai berikut :7

a. Berhasil guna, yaitu untuk menyatakan bahwa kegiatan telah dilaksanakan dengan tepat dalam arti target tercapai sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.

b. Ekonomis, dilakukan dengan biaya sekecil mungkin sesuai dengan rencana serta tidak ada penyelewengan.

c. Pelaksanaan kerja bertanggung jawab, yakni untuk membuktikan bahwa dalam pelaksanaan kerja sumber-sumber telah dimanfaatkan dengan setepat-tepatnya dan harus dilaksanakan dengan bertanggung jawab sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan, jadi apa yang telah dilaksanakan dapat dibuktikan pertanggung jawabannya.

d. Rasionalitas wewenang dan tanggung jawab, arinya wewenang haruslah seimbang dengan tanggung jawab dan harus dihindari adanya dominasi oleh salah satu pihak atas pihak lainnya.

e. Pembagian kerja yang sesuai, dibagi berdasarkan beban kerja, ukuran kemampuan kerja dan waktu yang tersedia.

C. Pengertian Mediasi

Dalam bahasa Inggris mediasi disebut dengan mediation yang berarti penyelesaian sengketa dengan menengahi.8

7

Sujadi F. X., PenunjangKeberhasilan Proses Manajement, (Jakarta: CV Masagung, 1990), cet-3. h. 36.

8

John M. Echols dan Hassan Shadili, Kamus Inggis Indonesia (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1990), h. 377.


(28)

Penyelesaian sengketa dengan menengahi menunjuk pada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya untuk menengahi dan menyelesaikan sengketa yang terjadi diantara kedua belah pihak yang bersengketa.9

Dalam bahasa arab, perdamaian berasal dari terjemahan kata

حْلّلا

, yang merupakan bentuk masdar dari

حلص

<

حلْصي

<

احْلص

yang berarti :10

لاسلا ىه حلاّلا م مْسا غللا ىف حْلّلا

عا لا عفْ ي دقع عْي ّلا ىف ع ا ْلا دْعب

Artinya : “Ash-Shulhu (perdamaian) menurut bahasa merupakan suatu nama dari maslahah yang artinya saling menyerah setelah adanya pertikaian. Dan secara

terminologi berarti suatu akad yang dapat menghilangkan pertikaian.”

Mohammad Anwar mendefinisikan perdamaian (sulhu) menurut lughat ialah memutuskan pertentangan. Sedangkan menurut istilah adalah suatu perjanjian untuk mendamaikan orang-orang yang berselisih.11

Sedangkan menurut Ranuhandoko dalam bukunya “Terminologi Hukum” mediasi diartikan dengan pihak ketiga yang ikut campur dalam perkara untuk mencapai penyelesaian.12

9

Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional,

(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 2.

10

Ali Bin Muhammad Al Jarjani, Al-Ta’rifat, (Jedah: AlHaramain, t.th), h. 143.

11

Sudarsono, Pokok-pokok hhukum Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), cet. 2, h. 487.

12


(29)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mediasi diberi arti sebagai proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam menyelesaikan suatu perselisihan sebagai penasihat.13

Garry Goopaster memberikan definisi mediasi sebagai proses negosiasi pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak (imparsial) bekerja sama dengan pihak-pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian yang memuaskan.14

Menurut Rachmadi Usman, mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui perundingan yang melibatkan pihak ketiga yang bersifat netral (non-intervensi) dan tidak berpihak (imparsial) kepada pihak-pihak yang bersengketa. Pihak ketiga tersebut

disebut “mediator” atau “penengah” yang tugasnya hanya membantu pihak-pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan masalahnya dan tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan. Dengan perkatan lain, mediator di sini hanya bertindak sebagai fasilitator saja. Dengan mediasi diharapkan dicapai titik temu penyelesaian masalah atau sengketa yang dihadapi para pihak, yang selanjutnya akan dituangkan sebagai kesepakatan bersama. Pengambilan keputusan tidak berada di tangan mediator, tetapi di tangan para pihak yang bersengketa.15

13

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988), h. 569.

14

Garry Goopaster, Negosiasi dan Mediasi: Sebuah Pedoman Negosiasi dan Penyelesaian Sengketa Melalui Negosiasi, (Jakarta: ELIPS Project, 1993), h. 201.

15

Rachmadi Usman, Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, (Bandung: PT Aditya Bakri, 2003), h. 82.


(30)

Dari beberapa pengertian di atas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa perdamaian adalah suatu akad atau perjanjian yang bertujuan untuk mengakhiri pertikaian antara dua belah pihak yang sedang berselisih atau bersengketa secara damai. Kata perdamaian atau ishlah merupakan istilah denotatif yang sangat umum, dan istilah ini bisa berkonotasi perdamaian dalam lingkup keharta bendaan, perdamaian dalam lingkup khusumat dan permusuhan, perdamaian dalam urusan rumah tangga, perdamaian antara sesama muslim, dan sebagainya.16

Dalam perdamaian perlu adanya timbal balik dan pengorbanan dari pihak-pihak yang berselisih dan bersengketa, atau dengan kata lain pihak-pihak yang berperkara harus menyerahkan kepada pihak yang lebih dipercayakan untuk menyelesaikan perkara yang sedang diperselisihkan oleh keduanya agar permasalahannya dapat diselesaikan secara damai dan tidak ada permusuhan diantara keduanya.

Dengan demikian perdamaian adalah merupakan putusan berdasarkan kesadaran bersama dari pihak-pihak yang berperkara, sehingga tidak ada kata menang ataupun kalah, semuanya sama-sama baik, kalah maupun menang.17

Perdamaian bukanlah putusan yang ditetapkan atas tanggung jawab hakim, melainkan sebagai persetujuan antara kedua belah pihak atas tanggung jawab mereka sendiri. Perdamaian yang terjadi di muka sidang pengadilan, majelis hakim membuatkan akta perdamaian menurut kehendak pihak-pihak yang berperkara. Itulah

16

Helmi Karim, Fikih Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), cet.1, h. 49

17

M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Pustaka Kartini, 1993), cet. 2, h. 47.


(31)

sebabnya menurut pasal 130 ayat (3) HIR, 154 ayat (3) RBg putusan perdamaian tidak dapat dimintakan banding.18

Kemudian dalam pasal 4 PERMA No.1 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa semua perkara perdata yang diajukan ke Pengadilan Tingkat Pertama wajib lebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan mediator.19

Maka, pada sidang pertama yang dihadiri kedua belah pihak, sebelum pembacaan gugatan dari penggugat, hakim wajib memerintahkan para pihak untuk lebih dahulu menempuh mediasi yang dibarengi dengan penundaan pemeriksaan perkara.

Apabila perdamaian di muka sidang pengadilan dapat dicapai, maka acara berakhir dan majelis hakim membuatkan akta perdamaian (certificate of reconciliation) antara pihak-pihak yang berperkara yang memuat isi perdamaian, dan majelis hakim memerintahkan para pihak agar mematuhi dan memenuhi isi perdamaian tersebut. Akta perdamaian mempunyai kekuatan berlaku (force of execution) dan dijalankan sama dengan putusan hakim (Pasal 130 ayat (2) HIR, 154 ayat (2) RBg).20

D. Landasan Hukum Mediasi

Dalam kitab suci Al Quran ayat yang berhubungan dengan perdamaian (mediasi) antara lain dalam surat QS. An Nisa (4): 35

18

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia , (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000), h. 94.

19

Lihat PERMA No.1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

20


(32)

ا ا ْيب ها ف ي احالْصا ادْي ي ْ ا ا لْها ْ م ا كح هلْها ْ م ا كح اْ ثعْباف ا ْيب اقش ْم ْخ ْ ا

ا ْي خ ا ْيلع اك ها

)

ءاس لا

\

:



(

Artinya: ಯDan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.ರ(QS. An-Nisa’/ 4: 35)

Dan Firman-Nya:

حْلّلا احْلص ا ْيب احلّْي ْ ا ا ْيلع حا ج الف اضا ْعا ْ ا ا ْ ّ ا لْعب ْ م ْ فاخ ا ْما ا

ا ْي خ ْ ل ْع ا ب ها اف اْ ق اْ سْح ْ ا حّلا س ْاا ضْحا ْيخ

.

)

ءاس لا

\

:

1



(

Artinya: “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari

suaminya, Maka tidak Mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. An-Nisa’ : 128)

Kemudian dasar hukum mediasi berdasarkan Peraturan Perundang-undangan seperti dalam Pasal 82 ayat (1) dan (4) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama, yang berbunyi:

(1) Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, Hakim berusaha mendamaikan kedua pihak.

(4) Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan.


(33)

Dalam pemeriksaan perkara di muka sidang pengadilan, ketua Majelis Hakim diberi wewenang menawarkan perdamaian kepada para pihak yang berperkara. Tawaran perdamaian dapat diusahakan sepanjang pemeriksaan perkara sebelum majelis hakim menjatuhkan putusan. Perdamaian ditawarkan bukan hanya pada sidang hari pertama, melainkan juga pada setiap kali sidang. Hal ini sesuai dengan sifat perkara bahwa inisiatif berperkara datang dari pihak-pihak, karenanya pihak-pihak juga yang dapat mengakhirinya secara damai melalui perantaraan majelis hakim di muka sidang pengadilan. Menurut ketentuan Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, pengadilan tidak menutup kemungkinan untuk upaya penyelesaian perkara pedata secara perdamaian.21

Lalu mengenai pemeriksaan perkara perceraian di pengadilan, ada pasal-pasal lain yang mengatur masalah perdamaian ini, yaitu dalam pasal 56 ayat (2), 65, 83 Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama dan pasal 31, 33 PP No. 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Selain itu dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga menganjurkan kepada Hakim agar selalu berusaha mendamaikan kedua belah pihak yang berperkara di dalam persidangan, yaitu dalam pasal 143 ayat 1 dan 2 yang berbunyi:

(1) Dalam pemeriksaan gugatan perceraian Hakim mendamaikan kedua belah pihak. (2) Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan setiap

sidang pemeriksaan.

21


(34)

Di dalam Hukum Perdata (BW) juga mengatur masalah perdamaian ini, diantaranya Pasal 1851 BW tentang perdamaian mempunyai definisi Perdamaian adalah suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang

bergantung ataupun mencegah timbulnya suatu perkara”. Dalam pasal lain juga dijelaskan tentang perdamaian pasal 1853 BW perdamaian yang menjelaskan tentang kepentingan keperdataan yang terbit dari suatu kejahatan atau pelanggaran, dapat

diadakan perdamaian.”

Dalam Pasal 202 BW tentang pembubaran perkawinan juga menjelaskan perdamaian yaitu “…pengadilan negeri harus memerintahkan kedua suami isteri, supaya bersama-sama dan dengan diri sendiri, menghadap di muka seorang anggota atau lebih dari pengadilan, yang mana nanti akan mencoba memperdamaikan kedua

belah pihak.” Dan juga pasal yang membahas hal sama yaitu Pasal 203 BW tentang pembubaran perkawinanyang menjelaskan“…sementara itu pengadilan leluasa, setelah selesainya pemeriksaan, mempertangguhkan putusnya selama enam bulan, jika kiranya nampak olehnya kemungkinan-kemungkinan akan masih tercapainya perdamaian.”

Begitu juga dalam Pasal 130 HIR/154 RBG.22 disebutkan bahwa Apabila pada hari sidang yang telah ditentukan kedua belah pihak hadir, maka pengadilan dengan perantaraan kedua sidang berusaha mendamaikan mereka.

22

Mohammad Taufik Makarao, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), h. 61.


(35)

1. Jika perdamaian tercapai pada waktu persidangan dibuat suatu akta perdamaian yang mana kedua belah pihak dihukum untuk melaksanakan perjanjian itu; Akta perdamaian tersebut berkekuatan dan dapat dijalankan sebagaimana putusan yang biasa.

2. Terhadap putusan yang sedemikian itu tidak dapat dimohonkan banding.

Dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 01 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, pada pasal 1 butir 7 disebutkan bahwa:

Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.

Dalam suatu sengketa antara dua pihak atau beberapa pihak, maka dapat diupayakan untuk perdamaian. Perdamaian dapat dilakukan di luar pengadilan dan di dalam pengadilan.

Di luar Pengadilan, mediasi dapat dilakukan di BP4 yang sekarang kepanjangannya menjadi Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perekawinan), dasar hukumnya seperti yang terdapat dalam Peraturan Menteri Agama No. 3 Tahun

1975 Pasal 28 ayat (3) menyebutkan bahwa “Pengadilan Agama dalam berusaha

mendamaikan kedua belah pihak dapat meminta bantuan kepada Badan Penasehat Perkawinan, Perselisihan dan Perceraian (BP4) agar menasehati kedua suami istri

tersebut untuk hidup makmur lagi dalam rumah tangga”.

Kemudian dalam Konsideran Munas BP4 ke-XIV Tahun 2009 poin a-c disebutkan :


(36)

a. bahwa BP4 sebagai lembaga mitra Departemen Agama bertugas membantu dalam meningkatkan mutu perkawinan dengan mengembangkan gerakan keluarga sakinah; b. bahwa di era pasca reformasi saat ini peran BP4 sangat diperlukan untuk

menciptakan iklim yang kondusif dalam upaya mewujudkan keluarga yang sakinah mawaddah warahmah;

c. bahwa untuk melaksanakan misi tersebut, upaya BP4 memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat berupa penasihatan, pembinaan, pelestarian, mediasi dan advokasi perkawinan serta memberikan dorongan kepada segenap tokoh masyarakat, ormas Islam, Konselor dan Penasihat Perkawinan untuk lebih proaktif memberikan bimbingan dan penyuluhan tentang pentingnya eksistensi keluarga yang bahagia kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa;

Dengan demikian peranan mediator dalam usaha menyelesaikan perkara secara damai adalah sangat penting. Jelas mediator mempunyai peranan penting untuk menyelesaikan secara damai terhadap perkara perdata yang diperiksanya. Putusan perdamaian mempunyai arti yang sangat penting bagi masyarakat pada umunya dan khususnya orang yang mencari keadilan.

E. Syarat Perdamaian

Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa perdamaian itu adalah persetujuan dari kedua belah pihak yang berperkara untuk menyerahkan, menjanjikan


(37)

atau menahan suatu barang, dengan maksud untuk mengakhiri suatu perkara. Persetujuan itu harus dibuat secara tertulis.23

Ketentuan formal dari suatu putusan sebagaimana tersebut dalam pasal 1851 KUH Perdata, Pasal 130 HIR dan Pasal 154 R.Bg dapat dikemukakan sebagai berikut :24 1. Adanya persetujuan dari kedua belah pihak

Langkah awal yang harus dilaksanakan oleh hakim dalam menyidangkan suatu perkara adalah mengadakan perdamaian para pihak yang bersengketa. Dalam perkara perceraian usaha mendamaikan para pihak dilaksanakan terus menerus pada setiap persidangan sampai hakim menjatuhkan putusan.25

Dalam usaha mendamaikan yang dilaksanakan oleh Majelis Hakim dalam persidangan, kedua belah pihak tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau menolak sesuatu gagasan atau penyelesaian selama proses perdamaian. Segala sesuatu harus memperoleh persetujuan dari pihak lain.26

2. Mengakhiri sengketa

Dalam Pasal 130 HIR dan Pasal 154 R.Bg dikemukakan bahwa,27 apabila perdamaian tercapai pada waktu persidangan, dibuat suatu akta perdamaian yang mana

23

Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta: Al-Hikmah 2000), h. 96.

24

Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, h. 97.

25

Lihat KHI Pasal 143 Ayat (1) dan (3).

26

Mahkamah Agung RI, JICA, IICT, buku Komentar Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 tahun 2008 tentang Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan, h. 17.

27

M. Fauzan, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2005), Cet.1, h.22.


(38)

kedua belah pihak dihukum melaksanakan perjanjian itu. Akta perdamaian yang dibuat itu harus benar-benar mengakhiri sengketa yang terjadi antara kedua belah pihak yang berperkara.

Putusan perdamaian yang dibuat dalam persidangan tidak dapat dimohonkan banding, jadi Majelis Hakim harus benar-benar mengakhiri sengketa yang sedang terjadi antara pihak-pihak yang berperkara secara tuntas, dan harus benar-benar mengakhiri sengketa secara keseluruhan dan diharapkan tidak timbul persoalan yang sama dikemudian hari.28

3. Perdamaian atas sengketa yang telah ada

Dalam Pasal 1851 KUH Peradata dikemukakan bahwa syarat untuk dapat dijadikan dasar putusan perdamaian itu hendaklah persengketaan para pihak sudah terjadi, baik yang sudah wujud, maupun sudah nyata terwujud tetapi baru akan diajukan ke pengadilan sehingga perdamaian yang dibuat oleh para pihak mencegah terjadinya perkara siding di pengadilan.29

Berdasarkan Pasal 1851 KUH Perdata di atas dapat dipahami bahwa perdamaian itu dapat lahir dari suatu sengketa perdata yang sedang diperiksa di pengadilan maupun yang belum diajukan ke pengadilan, atau perkara yang sedang tergantung di pengadilan sehingga persetujuan perdamaian yang dibuat oleh para pihak dapat mencegah trjadinya perkara di pengadilan.

28

M. Fauzan, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah di Indonesia, h. 22.

29


(39)

4. Bentuk perdamaian harus tertulis

Dalam Pasal 1851 KUH Perdata juga dikemukakan bahwa persetujuan perdamaian itu sah jika dibuat secara tertulis. Syarat ini bersifat imperative (memaksa), jadi tidak ada persetujuan perdamaian apabila dilaksanakan dengan lisan di hadapan pejabat yang berwenang.

Akta perdamaian harus dibuat tertulis sesuai dengan format yang telah ditetapkan oleh ketentuan yang berlaku.30

F. Ruang Lingkup Mediasi

Konflik atau sengketa yang terjadi pada manusia cukup luas ruang lingkupnya. Konflik dan persengketaan dapat saja terjadi dalam wilayah publik maupun wilayah prifat. Konflik dalam wilayah publik yaitu konflik yang terkait erat dengan kepentingan umum, di mana Negara berkepentingan untuk mempertahankan kepentingan umum tersebut. Kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan seseorang, harus diselesaikan secara hukum melalui penegakan aturan pidana di pengadilan. Dalam kasus pidana, pelaku kejahatan atau pelanggaran tidak dapat melakukan tawar menawar dengan Negara. Dalam hukum Islam, kepentingan umum yang dipertahankan Negara melalui sejumlah aturan pidana dikenal dengan mempertahankakn hak Allah (haqqullah).31

Beda halnya dengan wilayah hukum prifat, dimana titik berat kepentingannya terletak pada kepentingan perseorangan (pribadi). Dimensi prifat cukup luas

30

Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, h. 99.

31

Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional,


(40)

cakupannya. Yaitu meliputi hukum keluarga, hukum kewaarisan, hukum kekayaan, hukum perjanjian (kontrak), bisnis dan lain-lain. Dalam dimensi hukum prifat atau perdata, para pihak yang bersengketa dapat melakukan penyelesaian sengketa melalui jalur hukum di pengadilan ataupun di luar jalur pengadilan. Karena dalam hukum Islam dimensi perdata mengandung hak manusia (haqqul „ibad) yang dapat dipertahankan melalui kesepakatan damai antara para pihak yang bersengketa.32

Oleh karena itu, mediasi sebagai salah satu bentuk penyelesaian sengketa memiliki ruang lingkup utama berupa wilayah prifat/ perdata. Sengketa-sengketa perdata berupa sengketa keluarga, waris, kekayaan, kontrak, perbankan, bisnis, lingkungan hidup dan berbagai jenis sengketa perdata lainnya dapat diselesaikan melalui jalur mediasi. Penyelesaian melalui jalur mediasi ini dapat ditempuh di pengadilan maupun di luar pengadilan. Mediasi yang dijalankan di pengadilan merupakan rentetan dari prosedur hukum di pengadilan. Sedangkan bila mediasi dilakukan di luar pengadilan, maka proses mediasi tersebut adalah bagian tersendiri yang terlepas dari prosedur hukum acara pengadilan.33

G. Keuntungan Mediasi

Terdapat beberapa keunggulan dari mediasi jika dibandingkan dengan penyelesaian sengketa melalui litigasi atau arbitrase. Pemutusan perkara baik melalui litigasi maupun arbitrase bersifat formal, memaksa, melihat ke belakang, berciri

32

Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional,

h. 22.

33

Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional,


(41)

pertentangan dan berdasar hak-hak. Artinya, bila para pihak melitigasi suatu sengketa prosedur pemutusan perkara diatur ketentuan-ketentuan yang ketat dan suatu konklusi pihak ketiga menyangkut kejadian-kejadian yang lampau dan hak serta kewajiban legal masing-masing pihak akan menentukan hasilnya.

Penyelesaian sengketa melalui pengadilan juga menempatkan para pihak pada dua sisi yang bertolak belakang, satu pihak sebagai pemenang (winner) dan pihak lainnya sebagai pihak yang kalah (looser).

Secara umum pihak yang berperkara menggunakan jalur mediasi sebagai penyelesaian sengketa dapat menemukan beberapa keuntungan (hikmah) diantaranya adalah :

a. Penyelesaian melalui pendekatan nurani, bukan berdasarkan hukum. Kedua belah pihak melepaskan diri dari kekakuan istilah hukum (legal term) kepada pendekatan yang bercorak nurani dan moral. Menjauhkan pendekatan doktrin dan asas pembuktian ke arah persamaan persepsi yang saling menguntungkan.

b. Aturan pembuktian tidak perlu, tidak ada pertarungan yang sengit antara para pihak untuk saling membantah dan menjatuhkan pihak lawan melalui system dan prinsip pembuktian yang formil dan teknis yang sangat menjemukan seperti halnya dalam proses arbitrase dan pengadilan.34

c. Proses cepat, persengketaan yang paling banyak ditangani oleh pusat-pusat mediasi publik dapat dituntaskan dengan pemeriksaan yang hanya berlangsung dua hingga

34


(42)

tiga minggu dan rata-rata waktu yang digunakan setiap pemeriksaan atau setiap kali pertemuan hanya berkisar satu sampai satu setengah jam saja. Hal ini sangat berbeda jauh dengan jangka waktu yang digunakan dalam proses arbitrase dan proses litigasi.35

d. Bersifat rahasia, segala sesuatu yang diucapkan selama pemeriksaan mediasi bersifat sangat rahasia. Hal ini dikarenakan dalam proses pemeriksaannya tidak dihadiri oleh publik. Hal tersebut sangat berbeda dengan pemeriksaan lewat proses litigasi. Untuk perkara-perkara yang pemeriksaannya atau persidangannya terbuka untuk umum dapat dihadiri oleh publik atau diliput oleh pers sehingga dapat menjaga privasi masing-masing pihak.

e. Biaya ringan, sebagian besar pusat-pusat mediasi publik menyediakan pelayanan dengan biaya sangat murah dan juga tidak perlu membayar biaya pengacara karena dalam proses mediasi kehadiran seorang pengacara kurang dibutuhkan.36

f. Adil, solusi bagi suatu persengketaan dapat diserasikan dengan kebutuhan-kebutuhan atau keinginan-keinginan para pihak yang bersengketa dan oleh sebab itu pulalah keputusan yang diambil atau dihasilkan dapat memenuhi rasa keadilan para pihak. 37

35 Harijah Damis, “Hakim Mediasi” Mimbar Hukum,

(Jakarta: Al Hikmah, 2004), No. 63, h. 25.

36 Harijah Damis, “Hakim Mediasi” Mimbar Hukum,

No. 63,h. 28.

37


(43)

g. Pemberdayaan individu, orang-orang yang menegosiasikan sendiri masalahnya sering merasa punya lebih banhyak kuasa dari pada mereka yang melakukan advokasi melalui wakil seperti pengacara.

h. Melestarikan hubungan yang sudah berjalan atau mengakhiri hubungan dengan cara yang lebih ramah.

i. Kesepakatan yang lebih baik daripada hanya menerima hasil prosedur menang-kalah.

j. Hubungan para pihak bersifat kooperatif. Oleh karena yang berbicara dalama penyelelsaian adalah hati nurani, terjalin penyelesaian berdasarkan kerjasama. Mereka tidak menabuh gendering perang dalam permusuhan atau antagonism, tetapi dalam persaudaraan dan kerjasama. Masing-msing menjauhkan dendam dan permusuhan.

k. Komunikasi dan fokus penyelesaian. Dlam penyelesaian perdamaian terdapat komunikasi aktif antara par pihak. Dalam komunikasi itu, terpancar keinginan memperbaiki perselisihan dan kesalahan masa lalu menuju hubungan yang lebih baik untuk masa depan. Jadi melalui komunikasi itu, apa yang mereka selesaikan bukan masa lalu (not the past) tapi untuk masa yang akan dating (for the future).38

38


(44)

35

Wilayah Jakarta Timur 95 % terdiri dari daratan dan selebihnya rawa atau persawahan dengan ketinggian rata-rata 50m dari permukaan air laut serta dilewati oleh beberapa sungai kanal antara lain: Cakung Drain, Kali Ciliwung, Kali Malang, Kali Sunter, Kali Cipinang. Letak geografis Kota ini berada diantara 1060 49' 35'' Bujur Timur dan 060 10' 37'' Lintang Selatan. Posisi yang melengkapi wilayah ini berbatasan dengan:

 Sebelah Utara Jakarta Pusat dan Jakarta Utara

 Sebelah Barat Jakarta Selatan

 Sebelah Selatan Kab. Daerah Tk.II Bogor

 Sebelah Timur Kab. Daerah Tk.II Bekasi.1

Berikut adalah luas wilayah kecamatan dan jumlah kelurahan yang ada di Jakarta Timur:2

Kecamatan, Luas Wilayah Dan Jumlah Kelurahan

Kecamatan Luas Wilayah

(Ha) Jumlah Kelurahan

1. Matraman 485,13 6

2. Jatinegara 1.063,52 8

3. Pasar Rebo 1.294,60 5

1

Dinas Komunikasi, Informatika dan Kehumasan Pemprov DKI Jakarta, “Wilayah Jakarta

Timur”, artikel diakses pada 19 April 2011 dari http://jakarta.go.id/2009/10/wilayah-jakarta-timur.html.

2

Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Timur, Demografi, artikel diakses pada 19 april 2011 dari http://timur.jakarta.go.id


(45)

4. Kramat Jati 1.333,45 7

5. Pulo Gadung 1.572,15 7

6. Cakung 4.248,08 7

7. Ciracas 1.608,30 5

8. Cipayung 2.729,59 8

9. Makasar 2.163,01 5

10. Duren Sawit 2.270,60 7

Jumlah 18.767,43 65

Luas Wilayah Menurut Administrasi Pemerintah

No Kecamatan Luas (Km2) % Terhadap

Kecamatan Kodya

1. Pasar Rebo

฀Pekayon 3.14 24.26 1.87

฀Kalisari 2.89 22.33 1.54

฀Baru 1.89 17.80 1.01

฀Cijantung 2.37 18.32 1.26

Gedong 2.85 20.49 1.42

Jumlah 12.94 100.00 6.89

2. Ciracas

Cibubur 4.50 27.98 2.40

Kelapa Dua Wetan 3.97 20.96 1.60

Ciracas 9.93 24.44 2.09

Susukan 2.19 13.62 1.18

2.09 13.00 1.10

Jumlah 16.08 100.00 8.57

3. Cipayung

Pondok Rangon 4.47 16.34 2.38

Cilangkap 4.30 15.72 2.29

Munjul 1.90 6.94 1.01

Cipayung 3.09 11.29 1.62

Setu 3.08 11.26 1.64

Bambu apus 3.17 11.59 1.69

Ceger 3.63 13.27 1.93

Lubang Buaya 3.72 13.59 1.96


(46)

4. Makasar

Pinang Ranti 1.89 8.73 1.02

Makasar 1.85 8.55 0.98

Kebon Pala 2.30 10.63 1.22

Halim P. Kusuma 13.07 60.40 6.96 Cipinang Melayu 2.53 11.69 1.35

Jumlah 21.64 100.00 11.53

5. Kramat Jati

Bale Kambang 1.67 12.52 0.89

Batu Ampar 2.55 19.12 1.36

Kampung Tengah 2.03 15.22 1.08

Dukuh 1.98 14.84 1.08

Kramat Jati 1.52 11.39 0.81

Cililitan 1.80 13.49 0.96

Cawang 1.79 13.42 0.95

Jumlah 13.34 100.00 7.10

6. Jatinegara

Bidara Cina 1.26 11.84 0.67

Cipinang Cimpedak 1.67 15.70 0.89 Cipinang Muara 1.63 15.32 0.87 Cip.Besar Utara 1.15 27.25 1.54 Cip. Besar Selatan 1.63 10.81 0.62

Rawa Bunga 0.88 8.27 0.47

Bali Mester 0.67 6.30 0.36

Kampung Mester 0.48 4.51 0.25

Jumlah 10.84 100.00 5.67

7. Duren Sawit

Pondok Bambu 4.99 21.88 2.66

Duren Sawit 4.58 20.09 2.44

Pondok Kelapa 5.72 25.09 3.04

Pondok Kopi 2.06 9.04 1.10

Malaka Sari 1.38 6.05 0.73

Malaka Jaya 0.99 4.34 0.53

Klender 3.08 13.51 1.64

Jumlah 22.80 100.00 12.148


(47)

8. Cakung

Jatinegara 6.60 15.54 3.52

Pengilingan 4.48 10.56 2.39

Pulogadung 6.88 16.15 3.65

Ujung Menteng 4.43 10.49 2.36

Cakung Timur 9.81 23.10 5.23

Cakung Barat 6.19 14.57 3.30

Rawateratai 4.10 9.68 2.18

Jumlah 42.47 100.00 22.63

9. Pulogadung

Pisangan Timur 1.80 11.53 0.96

Cipinang 1.54 9.87 1.62

Jatinegara Kaum 1.23 7.88 1.67

Jati 2.15 13.77 1.14

Rawamangun 2.60 16.66 1.38

Pulogadung 1.92 12.30 1.02

Kayu Putih 4.37 27.99 2.33

Jumlah 15.61 100.00 8.32

10. Matraman

Kebon manggis 0.78 18.08 0.41

Pal Meriam 0.65 13.40 0.35

Pisangan Baru 0.66 14.02 0.38

Kayu Manis 0.57 11.72 0.30

Utan Kayu Selatan 1.12 23.09 0.60 Utan Kayu Utara 1.05 21.00 0.56

Jumlah 4.85 100.00 2.58

Jumlah keseluruhan 187.73 100.00

 Sumber data : Kotamadya Jakarta Timur / April 2003

Iklim dan Cuaca

 Beriklim Panas dengan suhu rata-rata sepanjang tahun sekitar 27 derajad celcius


(48)

Secara administratif wilayah Jakarta Timur dibagi menjadi 10 Kecamatan, 65 Kelurahan, 673 Rukun Warga dan 7.513 Rukun Tetangga serta dihuni oleh Penduduk sebanyak lebih kurang 1.959.022 jiwa terdiri dari 1.044.847 jiwa laki-laki dan 914.175 jiwa Perempuan. Atau sekitar 10 % dari jumlah penduduk DKI Jakarta dengan kepadatan mencapai 10.445 jiwa per Km2. Pertumbuhan penduduk 2,4 persen per Tahun dengan pendapatan per Kapita sebesar Rp. 5.057.040,00.3

B. Keadaan Demografis

1. Penduduk Dan Ketenagakerjaan

Dibidang ketenaga kerjaan, jumlah angkatan kerja diperkirakan mencapai 1,17 juta orang yang terdiri atas 989 ribu pekerja dan 182 ribu pengangguran, yang dapat dilihat dalam tabel berikut :

Jumlah Penduduk bermur 10 tahun ke atas di Jakarta Timur berdasarkan Jenis Kegiatan :

NO JENIS KEGIATAN

JENIS KELAMIN

JUMLAH

LAKI-LAKI

PEREMPUAN

1. Angkatan Kerja 772.440 398.937 1.171.377

2. Bekerja 669.291 319.809 989.100

3. Pengangguran 103.149 79.128 182.277

4. Bukan Angkatan Kerja 240.681 598.641 839.322

5. Sekolah 156.843 147.894 304.737

6. Mengurus Rumah Tangga 16.014 414.480 430.494

3

Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Timur, Demografi, artikel diakses pada 19 april 2011 dari http://timur.jakarta.go.id


(49)

7. Lainnya 67.824 36.267 104.091

Jumlah 1.013.121 997.578 2.010.699

Profil pencari kerja di dominasi oleh yang berpendidikan SLTA sejumlah 109.092 pencari kerja, ini dapat dilihat sesuai dengan tabel berikut ini :

Tabel Jumlah pencari kerja menurut pendidikan:4

NO PENDIDIKAN

JENIS KELAMIN

JUMLAH

LAKI-LAKI

PEREMPUAN

1 Tidak/Belum Pernah Sekolah 452 0 452

2 Tidak / Belum Tamat SD 452 577 1.029

3 SD 9.501 8.664 18.165

4 SLTP 16.287 9.819 26.106

5 SLTA 62.885 46.207 109.092

6 Akademi dan Universitas 13.572 13.382 27.434

JUMLAH 103.149 79.129 182.278

Dengan pekerja didominasi oleh pekerja disektor perdagangan, hotel dan restoran sejumlah 310.389 pekerja atau setara dengan 31,38% disektor jasa-jasa sejumlah 259.050 pekerja atau 26,19% dan disektor industri sejumlah 203.943 pekerja atau 20,62%.

4

Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Timur, Demografi, artikel diakses pada 19 april 2011 dari http://timur.jakarta.go.id


(50)

2. Pemerintahan a. Visi dan Misi

1). Visi

Menjadikan Jakarta Timur sebagai pusat produk unggulan dan tujuan wisata yang dihuni oleh masyarakat yang sejahtera dan berkualitas unutk mensejajarkan Jakarta dengan kota - kota besar dunia.

2). Misi

 Membangun Jakarta Timur berbasis pada masyarakat.

 Membangun Jakarta Timur sebagai daerah produsen serta wisata dengan pelayanan prima.

 Mengembangkan lingkungan kehidupan perkotaan yang berkelanjutan.  Meningkatkan sumber daya manusia.

 Meningkatkan kelembagaan keuangan bagi usaha kecil  Menigkatkan investasi dan promosi.5

b. Program

Rancangan prioritas Wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur 2011 :6

1. Pembangunan jalan akses dari pintu tol Bintara menuju kawasan Sentra Timur yang merupakan jalur strategis menuju kawasan Sentra Timur.

5

Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Timur, Pemerintahan, artikel diakses pada 19 april 2011 dari http://timur.jakarta.go.id

6

Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Timur, Pemerintahan, artikel diakses pada 19 april 2011 dari http://timur.jakarta.go.id


(51)

2. Peningkatan jalan terusan Rajiman- Soemarno yang juga merupakan jalan akses strategis menuju kawasan Sentra Timur

3. Peningkatan dan pembangunan jalan Raya Kalimalang yang merupakan salah satu poros Jakarta-Bekasi yang diharapkan akan meningkatkan dan memperlancar kegiatan ekonomi Jakarta-Bekasi dan sebaliknya

4. Penuntasan jalan terusan I Gusti Ngurah Rai yang merupakan jalan penting yang menghubungkan Jakarta Timur-Bekasi

5. Peningkatan dan pembangunan Jalan Raya Penggilingan yang merupakan jalan strategis menuju kawasan Sentra Timur

6. Peningkatan dan pembangunan Jalan Raya Pulo Gebang 7. Pembangunan Terminal Terpadu Pulo Gebang

8. Penyelesaian Pembangunan Gelanggang Olahraga Ciracas

9. Peningkatan kawasan flyover Pasar Rebo yang merupakan kawasan pertemuan moda transportasi penting di Jakarta Timur bagian selatan

10.Pengendalian ketentraman dan ketertiban pada kawasan Kanal banjr Timur yang telah dimulai dengan melakukan kegiatan pengamanan secara khusus terhadap kali yang menuju Kanal Banjir Timur dan sekitarnya

11.Pemasangan saringan air dari sungai yang menuju Kanal Banjir Timur 12.Pemagaran jalur hijau pada Jalan kali Baru yang terletak di Jalan raya Bogor 13.Penertiban bangunan di bantaran kali Baru (pedati-Basuki Rahmat) yang


(52)

14.Penurapan Kali Baru di Jalan Raya Bogor untuk menghindari longsor di Jalan Raya Bogor

15.Pembangunan 5 gedung Puskesmas 16.Pembangunan 5 gedung kantor Kelurahan

17.Pembangunan 1 gedung Kantor Kecamatan lanjutan 18.Rehab gedung sekolahan SD, SMP, SMA, SMK

19.Penertiban inrit-inrit dan bangunan yang ada di atas saluran air yang dipergunakan untuk kepentingan pribadi.

C. Selayang Pandang BP4 Jakarta Timur 1. Profil

Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Jakarta Timur adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Urusan Agama Islam Departemen Agama Islam RI yang berada di tingkat Kota Administratif Jakarta Timur, satu tingkat di bawah Kantor Departemen Agama Kota Administratif Jakarta Timur. Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Jakarta Timur sebagai salah satu ujung tombak Departemen Agama RI memiliki Tugas Pokok dan Fungsi untuk melaksanakan sebagian tugas Kantor Departemen Agama Kota Jakarta Timur di bidang Pembinaan Keluarga Sakinah dan membantu pembangunan pemerintahan umum di bidang agama di tingkat Kota Administratif Jakarta Timur.


(53)

Fungsi yang dijalankan Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Jakarta Timur meliputi fungsi pelayanan, fungsi pembinaan dan fungsi penerangan serta penyuluhan.

Di samping itu, Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Jakarta Timur bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang beriman dan bertaqwa, memiliki ketahanan keluarga yang sangat tinggi, terbinanya Keluarga Sakinah yang bermoral atau berakhlakul karimah.

Tugas Pokok Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Jakarta Timur yakni melaksanakan sebagian tugas Kantor Departemen Agama Kota Administratif Jakarta Timur, di bidang Pelestarian Perkawinan di wilayah Kota Administratif Jakarta Timur.

1. Visi BP4 Jakarta Timur :

"Unggul dalam mewujudkan pelayanan di bidang pelestarian keluarga sakinah yang berkualitas dan partisipatif di wilayah Kota Administratif Jakarta Timur"

2. Misi BP4 Jakarta Timur:

a) Meningkatkan kualitas pelayanan dan bimbingan di bidang pernikahan dan rujuk. b) Meningkatkan kualitas pelayanan, bimbingan dan pengembangan di bidang


(54)

c) Meningkatkan kualitas dalam mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan dan pelaksanaan kegiatan sektoral maupun lintas sektoral di Wilayah Kota Administratif Jakarta Timur.

3. Daftar KUA yang ada di Wilayah Kota Administratif Jakarta Timur

BP4 Kota Jakarta Timur membawahi Kantor-kantor BP4 yang ada di tingkat Kecamatan yang bersamaan dengan Kantor Urusan Agama Kecamatan, Kantor Urusan Agama yang ada di Kota Administratif Jakarta Timur yakni:

1. KUA Kec.Matraman Jl.Balai Rakyat Utan Kayu Matraman Telp. 8577053 2. KUA Kec.Jatinegara Jl.I Gusti Ngurah Rai Cip.Muara Telp. 8577966 3. KUA Kec.Pulo Gadung Jl.Balai Pustaka Rawamangun Telp. 4700994 4. KUA Kec.Kramat Jati Jl.Dukuh III No.3 Kramat Jati Telp. 87793173 5. KUA Kec.Pasar Rebo Jl.Makasar No.42 Kel.Pekayon Telp. 8707848 6. KUA Kec.Duren Sawit Jl. P.Revolusi No.47 Pd.Bambu Telp. 8602573 7. KUA Kec.Ciracas Jl.Penganten Ali Gg.AMD Kel.Ciracas Telp. 8413485 8. KUA Kec.Makasar Jl.Kerja Bhakti Gg.Abd.Gani Telp. 8003157

9. KUA Kec.Cipayung Jl.Bina Marga No.3 Telp. 8446808 10.KUA Kec.Cakung Jl.Kayu Tinggi Cakung Telp. 4611235


(55)

D. Selayang Pandang Pengadilan Agama Jakarta Timur 1) Sejarah Singkat

Di wilayah Nusantara, sebelum pemerintahan kolonial Belanda terdapat empat macam lembaga Pengadilan, Pengadilan Pradata, Padu, Adat dan Peradilan Serambi. Pengadilan Pradata merupakan Pengadilan Kerajaan yang menangani kasus-kasus tindak pidana dan kasus-kasus makar yang ditangani oleh Raja secara langsung. Sedangkan Pengadilan Padu ditangani oleh pejabat yang ditunjuk oleh Raja menangani kasus-kasus perdata dan pidana ringan.

Pengadilan Adat menangani yang berhubungan dengan sengketa masyarakat adat ditangani oleh Kepala Adat kebanyakan terdapat di wilayah Indonesia diluar Pulau Jawa. Pengadilan Serambi, pada masa Sultan Agung memerintah kerajaan Mataram, mengggantikan pengadilan Pradata yang kewenangannya meliputi kasus pidana dan perdata. Kekuasaan Pengadilan serambi dijabat oleh Raja, akan tetapi dalam prakteknya ditangani oleh para Penghulu yang diangkat oleh Raja.7

Pada awal pemerintahan Kolonial Belanda, keberadaan Pengadilan Agama masih tetap dipertahankan. Bahkan keberadaanya diakui dalam Staats Blaad 1882 Nomor 152 tanggal 19 Januari 1882 untuk Pengadilan Agama di wilayah Jawa dan Madura dan dalam Staatsblaad 1937 Nomor 638 untuk Pengadilan Agama diwilayah Kalimantan Selatan dan Timur, meliputi perkawinan, perceraian, waris dan wakaf. Sejak 1 april 1937, kewenangan Pengadilan Agama diwilayah Jawa dan Madura

7


(56)

dipersempit hanya berwenang mengadili kasus perkawinan dan perceraian, sedangkan kasus waris dan wakaf menjadi wewenang Ladraad (sekarang Pengadilan Negeri).8

Sebagai kelanjutan dari sikap pemerintahan Hindia Belanda terhadap Peradilan Agama, pada tahun 1982 dengan ketetapan Komisaris Jenderal tanggal 12 maret 1828 nomor 17 khusus untuk Jakarta ditiap-tiap distrik dibentuk satu majelis distrik yang terdiri dari :

1. Komandan Distrik sebagai Ketua

2. Para penghulu masjid dan Kepala Wilayah sebagai anggota9

Majelis ada perbedaan semangat dan arti terhadap pasal 13 Staatsblad 1820 Nomor 22, maka melalui resolusi tanggal 1 Desember 1835 Pemerintah dimasa itu mengeluarkan penjelasan pasal 13 Staatsblad Nomor 22 tahun 1820 sebagai berikut :10

“Apabila terjadi sengketa antara orang-orang Jawa satu sama lain mengenai soal-soal perkawinan, pembagian harta dan sengketa-sengketa sejenis yang harus

diputus menurut hukum Islam, maka “pendeta” memberi keputusan, tetapi gugatan untuk mendapat pembiyaan yang timbul dari keputusan dari para “pendeta” itu

harus diajukan kepada pengadilan-pengadilan biasa”.

Penjelasan ini dilatarbelakangi pula oleh adanya kehendak dari pemerintah Hindia Belanda untuk memberlakukan politik konkordansi dalam bidang hukum, karena beranggapan bahwa bahwa hukum Eropa jauh lebih baik dari hukum yang

8

R. Soepomo, Sistem Hukum di Indonesia Sebelum Perang Dunia II, 1970, hal. 68

9

Dadang Muttaqien, dkk, Peradilan Agama Dan Kompilasi Hukum Islam Dalam Tata Hukum Indonesia, (Yogyakarta: UI Press, 1999), h. 41.

10


(57)

telah ada di Indonesia. Seperti diketahui bahwa pada tahun 1838 di Belanda diberlakukan Burgerlijk Wetboek (BW).

Akan tetapi dalam rangka pelaksanaan politik konkordansi itu, Mr. Scholten

van Oud Haarlem yang menjadi Ketua Komisi penyesuain Undang-Undang Belanda

dengan keadaan istimewa di Hindia Belanda membuat sebuah nota kepada pemerintahannya, dalam nota itu dikatakan bahwa11 :

Untuk mencegah timbulnya keadaan yang tidak menyenangkan mungkin

juga perlawanan jika diadakan pelanggaran terhadap agama orang Bumi Putera, maka harus diikhtiarkan sedapat-dapatnya agar mereka itu dapat tinggal tetap

dalam lingkungan (hukum) agama serta adat istiadat mereka”.

Secara khusus, sejarah lahirnya Pengadilan Agama kelas 1A Jakarta Timur di pimpin oleh menteri Agama RI yang tersebut dalam keputusan Menteri Agama RI Nomor 67 Tahun 1963 jo Nomor 4 Tahun 1967.12

Adapun kronologis Pengadilan Agama Jakarta Timur adalah Sebagai Berikut: 1) Pada saat itu, Pengadilan Agama di tanah Betawi hanya memiliki satu Pengadilan

Agama yaitu “Penghadilan Agama Istimewa Jakarta Raya” yang dibantu oleh dua

(2) kantor cabang Pengadilan Agama Jakarta Tengah. Kemudian warga ibukota ini kian bertambah, sehingga terbitlah Keputusan Menteri Agama Nomor 67

Tahun 1963 jo Nomor 4 Tahun 1967 yang berbunyi antara lain: “Membubarkan

11

www.pa-jakartatimur.net (diakses pada 03 Juni 2011)

12


(58)

kantor-kantor cabang Pengadilan Agama (bentuk lama) dalam daerah khusus Ibukota Jakarta Raya. (Keputusan Menteri Agama Nomor 67 Tahun 1963 jo Nomor 4 Tahun 1967)13

2) Pada tahun 1966 Gubernur kepala daerah khusus Ibukota Jakarta melalui keputusan beliau Nomor Ib.3/1/1/1966 tanggal 12 Agustus 1966 membentuk Ibukota Negara ini menjadi 5 wilayah dengan sebutan Kota Administratif. Membentuk kantor-kantor Cabang Pengadilan Agama yang baru sederajat atau setara dengan Kantor Agama tingkat II, yaitu :

a) Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Pusat b) Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Timur c) Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Barat d) Kntor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan, dan e) Kantor Cabang Pengadilan Agam Jakarta Utara.

3) Pengadilan Agama istimewa daerah khusus Ibukota Jakarta Raya yang daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan daerah Ibukota Jakarta Raya, adalah kantor induk Pengadilan Agama Jakarta Raya,ditetapkan berkedudukan di kota Jakarta Pusat dan secara khusus bertugas pula sebagai Pengadilan Agama sehari-hari bagi wilayah kekuasaan Jakarta Pusat.14

13

Laporan Tahunan Pengadilan Agama Jakarta Timur Tahun 2009, hal.32

14


(59)

Berdasarkan pertimbangan tersebut, melalui keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor Ib.3/I/I1966 tanggal 12 Agustus 1966, maka pada tanggal 18 Pebruari 1967 diresmikan sebutan maupun operasional Pengadilan Agama di lima wilayah Daerah Khusus Ibukota, terutama Pengadilan Agama Jakarta Timur menjadi berikut:

1. Pengadilan Agama Jakarta Pusat 2. Pengadilan Agama Jakarta Utara 3. Pengadilan Agama Jakarta Barat 4. Pengadilan Agama Jakarta Selatan, dan 5. Pengadilan Agama Jakarta Timur

Pengadilan Agama Jakarta Timur, terbentuk dan berdiri berdasarkan keputusan menteri Agama RI Nomor 4 tahun 1967 tanggal 17 Januari 1967. Pendirian Pengadilan Agama diwilayah hukum daerah ibukota (DKI) Jakarta.15

2) Tugas dan Wewenang

Wilayah hukum/yuridikasi yang dimaksud pada pembahasan ini bermuara pada istilah kewenangan memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan suatu perkara bagi pengadilan.

Peradilan agama mempunyai wewenang atau kekuasaan atau sering disebut kompetensi yang menyangkut dua hal:16

15

Laporan Tahunan Pengadilan Agama Jakarta Timur Tahun 2009, hal. 35

16

Basiq Djalil, Peradilan Agama Di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), hal. 137


(1)

c. Kesepakatan Akta Perdamaian

Setelah kedua belah pihak dinasehati dan ternyata tercapailah suatu perdamaian, maka dibuatkanlah akta perdamaian sebagai tanda bukti bahwa keduanya telah mengkonsultasikan permasalahannya ke BP4 Jakarta Timur dan keduanya telah berdamai.

2. Jika diperlukan, adakah pihak lain yang dipanggil dalam mediasi selain kedua belah pihak yang bermasalah?

Jawab :

Dalam mediasi di BP4 Jakarta Timur tidak boleh ada pihak lain yang ikut, karena hal ini menyangkut privasi keluarga.

3. Adakah Konsultan BP4 Jakarta Timur yang digunakan Pengadilan Agama

untuk menjadi di Mediator di Pengadilan Agama ? Jawab :

Belum ada Konsultan BP4 Jakarta Timur yang dipakai di Pengadilan Agama.

4. Apa sajakah Program Kerja BP4 Jakarta Timur ?

Jawab :

Untuk BP4 jakarta Timur sendiri tidak ada program kerja selain bertugas memediasi pasangan, tapi Program Kerja ada di tingkat Kecamatan sepereti SUSCATEN (Kursus Calon Penganten) yaitu pengarahan bagi orang-orang yang ingin melangsungkan pernikahan, materinya mengenai Keluarga sakinah, Fiqh munakahat, serta Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.


(2)

5. Bagaimana pelaksanaan sosialisasi kepada masyarakat mengenai peran BP4 dalam memberikan konsultasi terhadap keluarga yang bermasalah ?

Jawab :

Pelaksanaan sosialisasi dilakukan oleh BP4 tingkat Provinsi melalui program-program yang dapat memberikan informasi kepada masyarakat akan keberadaan dan fungsi BP4.

6. Apa sajakah hambatan dan tantangan dalam memediasi pasangan ?

Jawab :

Ada beberapa hambatan serta tantangan yang dialami oleh mediator di BP4 diantaranya :

- Bagi pegawai, kesejahteraan sangat minim.

- Suasana tidak kondusif, karena yang datang ke BP4 Jakarta Timur adalah orang-orang yang sedang mengalami masalah dalam rumah tangga.

- Adanya ketidak sabaran dari klien yang ingin menyelesaikan atau memutuskan tali perkawinan.

7. Menurut bapak, bagaimana keadaan masyarakat Jakarta Timur dikaitkan

dengan masalah perceraian? Jawab :

Tingkat perceraian masyarakat di Jakarta Timur masih cukup tunggi, banyak faktor-faktor yang menyebabkan, diantaranya hal-hal di bawah ini berdasarkan klien yang mengadu ke BP4 Jakarta Timur:


(3)

a. Perselingkuhan b. Ekonomi

c. Dari keluarga para pihak (besan) d. Tidak punya keturunan

e. Egois, saling tidak mau mengalah f. Penyakit.

Informan


(4)

Wawancara Mengenai Mediasi Di Pengadilan Agama Jakarta Timur

1. Bagaimanakah upaya yang dilakukan mediator demi mendamaikan

pasangan yang bersengketa? Jawab :

Upaya yang dilakukan demi mendamaikan pasangan yang bersengketa diantaranya :

- Membangaun komunikasi yang baik antara kedua belah pihak agar dapat berunding dengan baik dalam menyelesaikan masalah.

- Menyadarkan kedua belah pihak akan hak dan kewajiban masing-masing sehingga keduanya menyadari mana yang menjadi hak dan kewajibannya dan kapan bisa mendapatkan dan menjalaninya.

- Menyadarkan kedua belah pihak untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, karena dengan mendekatkan diri kepada Allah dapat mengingatkan kita akan esensi dari adanya anjuran perkawinan yang di dalamnya terdapat tujuan meneruskan dan membangun generasi umat di masa yang akan datang.

- Mengingatkan suami sebagai pemimpin rumah tangga dan isteri sebagai sekretarisnya yang harus bekerjasama dalam membina rumah tangga. - Mengkomunikasikan pendapatan kerja kedua pihak agar ada transparansi


(5)

- Begitu juga menganjurkan keterbukaan jika salah satu atau kedua pihak mempunyai masalah dalam hidup.

- Menganjurkan agar ada pemisahan yang jelas antara manajemen rumah tangga dengan manajemen pekerjaan, jangan membawa masalah pekerjaan ke dalam rumah tangga.

- Menganjurkan untuk berlibur guna mencairkan suasana yang sempat tegang dan agar ada hiburan dalam kehidupan berumah tangga sehingga kehidupan rumah tangga dapat menyenangkan.

2. Adakah mediator memediasi para pihak di luar Pengadilan?

Jawab :

Untuk mediasi yang dilakukan di luar Pengadilan tidak ada karena Pengadilan Agama Jakarta Timur sudah menyediakan tempat dan waktu untuk pelaksanaan mediasi dalam ruangan mediasi yang telah dijadwalkan.

3. Menurut bapak, dengan adanya Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan sebagai perangkat pendukung tujuan perkawinan, apakah sudah cukup berperan dalam mempersempit terjadinya perceraian?

Jawab :

Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menurut saya sudah bagus, hanya saja masalah perkawinan itu merupakan masalah yang mencakup berbagai aspek kehidupan, sehingga faktor-faktor yang berpengaruh pun sangat luas sehingga walaupun norma-norma yang sudah diatur dalam Undang-undang


(6)

Perkawinan tersebut sudah bagus, masih saja ada masalah di kemudian hari yang dipengaruhi berbagai faktor tadi seiring dengan berkembangnya zaman.

4. Menurut bapak, bagaimana keadaan masyarakat Jakarta Timur dikaitkan

dengan masalah perceraian? Jawab :

Perceraian di Jakarta Timur masih tinggi sekitar 1500 per tahun. Hal ini menurut saya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti maraknya isu persamaan gender yang mana wanita menuntut peran yang sama dengan laki-laki yang akhirnya mengakibatkan banyaknya gugatan cerai yang diajukan oleh kaum perempuan. Namun faktor-faktor yang lain pun juga berpengaruh seperti faktor ekonomi.

5. Apa sajakah hambatan serta tantangan dalam memediasi pasangan?

Jawab :

Hambatan serta tantangannya adalah para pihak yang datang emosional dikarenakan masalah yang ada sudah begitu memanas, kemudian ada beberapa orang yang berpendidikannya rendah sehingga tidak memahami hak-hak dan kewajiban suami isteri.

Informan


Dokumen yang terkait

Revitalisasi Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) bagi remaja usia nikah : studi kasus BP4 Kota Jakarta Selatan

0 9 104

Peran badan penasehat pembinaan pelestarian perkawinan dalam meminimalisir terjadinya perceraian: studi pada BP4 Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan Tahun 2011-2012

0 11 92

Peran Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) dalam mencegah kasus perceraian di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Cipayung Jakarta Timur

4 36 0

PERANAN BADAN PENASEHATAN PEMBINAAN DAN PELESTARIAN PERKAWINAN (BP4) DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN Peranan Badan Penasehatan Pembinaan Dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Dalam Penyelesaian Perselisihan Dalam Perkawinan (Studi Di Kantor BP4 Kecamatan Gemo

0 2 11

PENDAHULUAN Peranan Badan Penasehatan Pembinaan Dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Dalam Penyelesaian Perselisihan Dalam Perkawinan (Studi Di Kantor BP4 Kecamatan Gemolong Kabupaten Sragen).

0 3 14

PERANAN BADAN PENASEHATAN PEMBINAAN DAN PELESTARIAN PERKAWINAN (BP4) DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN Peranan Badan Penasehatan Pembinaan Dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Dalam Penyelesaian Perselisihan Dalam Perkawinan (Studi Di Kantor BP4 Kecamatan Gemo

0 3 11

Eksistensi Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Dalam mewujudkan keluarga Sakinah di KUA Peterongan Jombang

0 0 16

UPAYA BP4 (BADAN PENASEHATAN PEMBINAAN DAN PELESTARIAN PERKAWINAN) DALAM MENANGANI KASUS PERCERAIAN PNS DI BP4 KABUPATEN PATI TAHUN 2015-2016 - STAIN Kudus Repository

0 0 28

UPAYA BP4 (BADAN PENASEHATAN PEMBINAAN DAN PELESTARIAN PERKAWINAN) DALAM MENANGANI KASUS PERCERAIAN PNS DI BP4 KABUPATEN PATI TAHUN 2015-2016 - STAIN Kudus Repository

0 0 43

EFEKTIVITAS KERJA BADAN PENASEHATAN PEMBINAAN DAN PELESTARIAN PERKAWINAN (BP4) DALAM MENGURANGI TERJADINYA PERCERAIAN DI KECAMATAN MAKASSAR

0 0 113