8. Tidak dapat menghasilkan solusi yang bersifat preventif.
9. Kemungkinan timbulnya keputusan yang saling bertentangan satu sama
lain karena tidak ada sistem “precedent” terhadap keputusan sebelumnya dan juga karena unsur fleksibelitas dari arbiter. Karena itu kepatuhan
arbitrase tidak predektif. 10.
Kualitas keputusannya sangat bergantung, pada kualitas para arbiter itu sendiri, tanpa ada norma yang cukup untuk menjaga standar mutu
keputusan arbitrase. Oleh karena itu, sering dikatakan “an arbitration is as good as arbitrators”
11. Berakibat kurangnya upaya untuk mengubah sistem pengadilan
konvensional yang ada. 12.
Berakibat semakin tinggi rasa permusuhan kepada pengadilan.
D. Sengketa yang dapat diselesaikan Melalui Arbitrase
Sengketa merupakan suatu hal yang tidak terhindarkan di dalam dunia bisnis. Diingini atau tidak, sengketa sering kali timbul dan harus dihadapi oleh
setiap pihak yang terlibat di dalamnya. Sengketa dapat diselesaikan secara kekeluargaan di luar pengadilan atau melalui pengadilan. Jika perselisihan yang
ada tetap dapat dibicarakan dan diselesaikan secara baik, penyelesaian secara kekeluargaan merupakan jalur yang sangat wajar dan efisien.
44
44
Waktu yang terbuang tidak banyak dan biaya yang dikeluarkan tidak besar. Namun,
penyelesaian sengketa juga sering dilakukan melalui pengadilan. Dalam hal ini,
http:eddyleks.blog.kontan.co.id20130107arbitrase-sebagai-alternatif-penyelesaian- sengketa-bisnis diakses tanggal 1 November 2015.
Universitas Sumatera Utara
waktu yang terpakai akan banyak dan harus melalui tahap-tahapan peradilan yang ada, yang tentunya juga melibatkan biaya yang tidak sedikit. Secara fakta, masih
banyak pihak yang menyelesaikan sengketanya melalui pengadilan karena pihak- pihak yang bersengketa ingin memperoleh kepastian dan kejelasan secara hukum
melalui putusan pengadilan tentang obyek sengketa yang ada. Tentunya, putusan pengadilan secara umum bersifat menang-kalah win-lose.
Arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa melalui “adjudikatif privat”, yang putusannya bersifat final dan mengikat. Arbitrase sekarang diatur
UU No. 30 Tahun 1999. Ketentuan Pasal 3 UU No. 30 Tahun 1999 disebutkan bahwa Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak
yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase. Adapun objek pemeriksaan Arbitrase adalah memeriksa sengketa keperdataan, tetapi tidak semua sengketa keperdataan
dapat diselesaikan melalui arbitrase, hanya bidang tertentu yang disebutkan dalam Pasal 5 angka 1 UU No. 30 Tahun 1999 yaitu :“sengketa yang dapat
diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai
sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa”. Penjelasannya tidak memberikan apa yang termasuk dalam bidang
perdagangan. Jika dihubungkan dengan penjelasan Pasal 66 UU No. 30 Tahun 1999, termasuk dalam ruang lingkup perdagangan adalah kegiatan-kegiatan antara
lain bidang :
45
45
https:tommirrosandy.wordpress.com20110314pengantar-hukum-arbitrase-di- indonesia diakses tanggal 1 November 2015.
Universitas Sumatera Utara
1. Perniagaan
2. Perbankan
3. Keuangan
4. Penanaman modal
5. Industri dan;
6. Hak Kekayaan Intelektual HAKI
Selanjutnya Pasal 5 angka 2 menyebutkan bahwa : “Sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan
perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian”. Dengan menggunakan penafsiran argumentum a contrario, maka kompetensi arbitrase adalah sengketa
di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dapat diadakan perdamaian.
E. Prosedur Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase