Unsur dan Jenis Arbitrase

10. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Sebagai ketentuan yang terbaru yang mengatur lembaga arbitrase, maka pemerintah mengeluarkan UU No. 30 Tahun 1999, pada tanggal 12 Agustus 1999 yang dimaksudkan untuk mengantikan peraturan mengenai lembaga arbitrase yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dan kemajuan perdagangan internasional. Oleh karena itu ketentuan mengenai arbitrase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 615 sd 651 Rv. Pasal 377 HIR Staastblad 1941:44, dan Pasal 705 RBg, dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan demikian ketentuan hukum acara dari lembaga arbitrase saat ini telah mempergunakan ketentuan yang terdapat dalam UU No. 30 Tahun 1999.

B. Unsur dan Jenis Arbitrase

Arbitrase adalah suatu cara penyelesaian sengketa secara non-litigasi atau di luar peradilan yang di dasari atas adanya perjanjian yang dibuat secara tertulis oleh para pihak baik sebelum ataupun sesudah terjadinya sengketa Dari defenisi atau pengertian tersebut dapat diambil suatu bagian unsur-unsur dari arbitrase secara umum, yaitu meliputi : a. Penyelesaian sengketa. b. Di luar peradilan umum. c. Berdasarkan perjanjian tertulis. 31 31 Eddy Leks, http:eddyleks.blog.kontan.co.id20130107arbitrase-sebagai-alternatif- penyelesaian-sengketa-bisnis , artikel, diakses 10 November 2015 . Universitas Sumatera Utara Telah jelas bahwa pada poin c dikatakan bahwa unsur dari arbitrase adalah berdasarkan perjanjian tertulis. Sebagaimana tertera di dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 30 Tahun 1999 bahwa “perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa”. Dengan adanya perjanjian arbitrase ini, berarti meniadakan hak para pihak yang bersengketa untuk mengajukan gugatan terhadap penyelesaian sengketa ke Pengadilan Negeri. Dikarenakan suatu perjanjian arbitrase dapat dibuat sebelum ataupun sesudah terjadinya sengketa, menjadi dua bentuk yaitu klausula yang berbentuk pactum de compromittendo dan klausula yang berbentuk akta kompromis. Klausula yang berbentuk pactum de compromittendo dibuat oleh para pihak dalam perjanjiannya sebelum timbulnya sengketa. Dalam hal ini para pihak menyetujui atau menyepakati untuk menyelesaikan sengketa yang mungkin akan timbul atau terjadi dikemudian hari melalui arbitrase kepada lembaga arbitrase ataupun arbitrase ad-hoc. Pengaturan bentuk klausula pactum de compromittendo ini dapat dijumpai dalam Pasal 27 UU No. 30 Tahun 1999, yang menyatakan bahwa, “para pihak dapat menyetujui suatu sengketa yang terjadi atau yang akan terjadi antara mereka untuk diselesaikan melalui arbitrase”. Sebelumnya diatur dalam Pasal 615 angka 3 Rv yang menentukan “bahwa diperkenankan mengikat diri satu sama lain, untuk menyerahkan sengketa-sengketa yang mungkin timbul di kemudian hari, kepada pemutusan seorang atau beberapa orang wasit. Juga dijumpai dalam Pasal II angka 2 Konvensi New York 1958 yang antara lain menentukan “......the Universitas Sumatera Utara parties under take to submit to arbitration all or any differences....which may arise between them. maka bentuk klausula arbitrase pun dapat dibagi 32 a. Meninggalnya salah satu pihak. Suatu perjanjian arbitrase tidak dapat dibatalkan dikarenakan oleh hal-hal sebagai berikut : b. Bangkrutnya salah satu pihak. c. Novasi pembaruan utang. d. Insolvensi atau keadaan tidak mampu membayar dari salah satu pihak. e. Pewarisan. f. Berlakunya syarat-syarat hapusnya perikatan pokok. g. Bilamana pelaksanaan perjanjian tersebut dialihtugaskan pada pihak ketiga dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase tersebut. h. Berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok. 33 Bentuk klausula lain adalah akta kompromis. Klausula ini di buat setelah timbul atau terjadinya sengketa. Pada perjanjian pokok yang telah dibuat sebelumnya, para pihak belum mencantumkan klausula arbitrase, lalu setelah terjadinya sengketa maka para pihak sepakat untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi diantara mereka melalui arbitrase. Perjanjian mengenai hal tersebut dibuat secara tersendiri serta terpisah dari perjanjian pokok yang mana di dalamnya tertera mengenai penyerahan penyelesaian sengketa secara arbitrase. Disimpulkan dari Pasal 9 UU No. 30 Tahun 1999 bahwa pembuatan suatu akta kompromis 32 Rachmadi Usman, Op.Cit, hlm.24 . 33 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa Alternatif Pasal 10. Universitas Sumatera Utara dapat diancam batal demi hukum jika tidak memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Pemilihan penyelesaian sengketa melalui arbitrase oleh para pihak dilakukan setelah sengketa terjadi. b. Persetujuan mengenai tata cara penyelesaian sengketa harus dibuat secara tertulis, tidak boleh diperjanjikan secara lisan. c. Harus ditandatangani oleh para pihak. Jika para pihak tidak dapat menandatangani perjanjian tersebut maka perjanjian tersebut dibuat dalam bentuk akta notaris. d. Isi dari perjanjian harus memuat masalah yang dipersengketakan, nama lengkap dan tempat tinggal para pihak, nama lengkap dan tempat tinggal arbiter atau majelis arbiter, tempat arbiter atau majelis arbiter akan mengambil keputusan, nama lengkap sekretaris, jangka waktu penyelesaian sengketa, pernyataan kesediaan arbiter serta pernyataan kesediaan para pihak untuk menanggung segala biaya yang dibutuhkan untuk penyelesaian sengketa. Secara umum, klausula arbitrase akan mencakup : 1. Komitmenkesepakatan para pihak untuk melaksanakan arbitrase 2. Ruang lingkup arbitrase 3. Apakah arbitrase akan berbentuk arbitrase institusional atau ad.hoc. apabila memliki bentuk ad.hoc, maka klausula tersebut merinci metode penunjukan arbiter atau majelis arbitrase 4. Aturan prosedural yang berlaku Universitas Sumatera Utara 5. Tempat dan bahasa yang digunakan dalam arbitrase 6. Pilihan hukum substantif yang berlaku bagi arbitrase 7. Klausula-klausula stabilitasi dan hak kekebalan imunitas. 34 Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa unsur perjanjian tertulis tersebut merupakan ciri khas penyelesaian sengketa melalui arbitrase. Karena tanpa adanya perjanjian tertulis yang dibuat antara para pihak yang bersengketa, penyelesaian sengketa tidak dapat diselesaikan melalui jalan arbitrase. Berbicara tentang perjanjian, maka pembuatan perjanjian atau klausula arbitrase juga tunduk pada aturan yang tertera di dalam hukum perjanjian pada Buku III KUHPerdata. Jadi, sah atau tidaknya perjanjian arbitrase tidak terlepas dari syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. 35 1. Arbitrase ad-hoc Berdasarkan terkoordinasi dan tidak terkoordinasinya arbitrase oleh suatu lembaga, maka jenis arbitrase terbagi menjadi dua, yaitu : 2. Arbitrase institusional Arbitrase ad-hoc atau disebut juga arbitrase volunter adalah arbitrase yang dibentuk khusus untuk menyelesaikan atau memutus perselisihan tertentu. 34 Goodpaster, Gary., Felix O. Soebagjo, dan Fatimah Jatim, Tinjauan Terhadap Arbitrase Dagang Secara Umum dan Arbitrase Dagang di Indonesia, Arbitrase di Indonesia, Seri Dasar- Dasar Hukum Ekonomi 2, dieditditerjemahkan oleh Felix O. Soebagjo, Jakarta: Ghalia, 1995 hal.25. 35 http:ilmuhukumuin-suka.blogspot.com201312macam-macam-perjanjian-arbitrase- dan.html , artikel, diakses 1 November 2015. Universitas Sumatera Utara Arbitrase ini bersifat insidental dan jangka waktunya tertentu sampai sengketa itu diputuskan. 36 Arbitrase ad-hoc ini dibentuk setelah suatu sengketa terjadi. Arbitrase ini tidak terikat dengan salah satu badan arbitrase, jadi dapat dikatakan bahwa arbitrase ini tidak memiliki aturan ketentuan sendiri mengenai tata cara pelaksanaan pemeriksaan sengketa maupun pangikatan arbiternya. Dalam hal ini arbitrase ad-hoc tunduk sepenuhnya mengikuti aturan tata cara yang ditentukan dalam perundang-undangan. 37 Lain halnya dengan arbitrase institusional, adalah arbitrase yang melembaga yang didirikan dan melekat pada suatu badan body atau lembaga institution tertentu. Sifatnya permanen dan sengaja dibentuk guna menyelesaikan sengketa yang terjadi sebagai akibat pelaksanaan perjanjian. Setelah selesai memutus sengketa, arbitrase institusional tidak berakhir. Pada umumnya, arbitrase institusional memiliki prosedur dan tata cara pemeriksaan sengketa tersendiri. Arbiternya ditentukan dan diangkat oleh lembaga arbitrase institusional sendiri. 38 Akibat kesulitan yang dialami para pihak dalam melakukan negosiasi dan menetapkan aturan-aturan prosedural dari arbitrase serta dalam merencanakan metode-metode pemilihan arbiter yang dapat diterima kedua belah pihak, para 36 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit., hal 52. 37 M. Yahya Harahap, Arbitrase Ditinjau dari Reglement Acara Perdata, Peraturan Prosedur BANI, ICSID, dan Peraturan Arbitrase UNCITRAL, Jakarta: Sinar Grafika, 2001, hal.150. 38 Rachmadi Usman, Hukum Arbitrase Nasional,Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2002 hal.29. Universitas Sumatera Utara pihak sering kali memilih jalan penyelesaian sengketa melalui arbitrase institusional. 39 Arbitrase institusional tersebut menyediakan jasa administrasi arbitrase, yang meliputi pengawasan proses arbitrase, aturan-aturan prosedural sebagai pedoman bagi para pihak dan pengangkatan para arbiter. 40 Karena arbitrase institusional sangat mendukung pelaksanaan arbitrase, para pihak yang bersengketa dapat dan sering kali sepakat menggunakan jasa-jasa lembaga arbitrase atau arbitrase institusional. Aturan-aturan umum tentang kebebasan dan otonomi para pihak juga diterapkan, bahkan para pihak yang menggunakan lembaga arbitrase dapat menyesuaikan proses arbitrase mereka. 41 1. The International Centre for Setlement of Investment Dispute ICSID, didirikan oleh World Bank. Diratifikasi melalui UU No. 5 Tahun 1968. Ada beberapa lembaga arbitrase institusional yang menyediakan jasa arbitrase, diantaranya bersifat Internasional dan yang bersifat Nasional. Yang bersifat Internasional misalnya : 2. Court of Arbitration of The International Chamber of Commerce ICC, bertempat di Paris. 3. United Nation Commisson on International Trade Law UNCITRAL, didirikan pada tanggal 21 Juni 1985. Sedangkan lembaga arbitrase yang bersifat Nasional antara lain : a. Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI b. Badan Arbitrase Muamalat Indonesia BAMUI 39 Gary Goodpaster, Felix O. Soebagjo, Fatmah Jatim, Op.Cit. hal 25. 40 Ibid., hal 26. 41 Ibid., hal 27. Universitas Sumatera Utara Dalam bagian ini sedikit akan dibahas tentang Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI sebagai sebuah lembaga arbitrase institusional dalam lingkup Nasional yang bertujuan untuk memberikan penyelesaian sengketa yang timbul mengenai permasalahan perdagangan, industri, keuangan, baik yang bersifat nasional maupun yang bersifat internasional secara adil dan cepat.

C. Kelebihan dan Kekurangan Arbitrase

Dokumen yang terkait

Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan Antara PT.PLN (Persero) dengan CV.Carmel dalam Hal Penyeimbangan Beban Trafo (Studi pada PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh)

4 40 96

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN LISTRIK AKIBAT KESALAHAN PENGUKURAN JUMLAH PEMAKAIAN ARUS LISTRIK (Studi Pada PT PLN (Persero) Wilayah Lampung Area Tanjung Karang Rayon Karang)

5 41 56

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK ANTARA PT. PLN (Persero) APJ TEGAL DENGAN PELANGGAN.

1 2 16

PENYELESAIAN SENGKETA PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK TEGANGAN RENDAH ANTARA PT. PLN APJ PENYELESAIAN SENGKETA PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK TEGANGAN RENDAH ANTARA PT. PLN APJ PEKALONGAN DENGAN PELANGGAN LISTRIK (Studi Kasus Di Pengadilan Neger

0 0 14

Tinjauan Hukum Terhadap Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik Antara PT.PLN (PERSERO) Dengan Pelanggan.

0 0 13

Tinjauan Hukum Terhadap Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik Antara PT.PLN (PERSERO) Dengan Pelanggan.

0 0 2

Tinjauan Hukum Terhadap Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik Antara PT.PLN (PERSERO) Dengan Pelanggan.

1 2 28

Tinjauan Hukum Terhadap Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik Antara PT.PLN (PERSERO) Dengan Pelanggan.

0 1 38

Tinjauan Hukum Terhadap Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik Antara PT.PLN (PERSERO) Dengan Pelanggan.

0 0 4

URGENSI PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK ANTARA PT. PLN (PERSERO) DENGAN PELANGGAN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA AKIBAT PENERTIBAN PEMAKAIAN TENAGA LISTRIK (P2TL) (Tinjauan Yuridis Aspek Keperdataan) Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 181