yang kemudian diolah dan dianalisis menjadi sebuah laporan yang runtun dan terperinci.
5. Analisis data
Dalam penelitian ilmu hukum dikenal dua model analisis yakni, analisis data kualitatif dan analisis data kuantitatif. Jenis penelitian yang dilakukan penulis
adalah penelitian normatif yang bersifat deskriptif, maka teknis analisis data yang penulis lakukan dalam skripsi ini adalah teknis analisis data kualitatif atau disebut
deskriptif kualitatif. Keseluruhan data yang terkumpul baik dari data primer maupun data sekunder, akan diolah dan dianalisis dengan cara menyusun data
secara sistimatis, digolongkan dalam pola dan tema, diketagorisasikan dan diklasifikasikan, dihubungkan antara satu data dengan data lainnya, dilakukan
interpretasi untuk memahami makna data dalam situasi sosial, dan dilakukan penafsiran dari perspektif peneliti setelah memahami keseluruhan kualitas data.
Proses analisis tersebut dilakukan secara terus menerus sejak pencarian data di lapangan dan berlanjut terus hingga pada tahap analisis. Setelah dilakukan
analisis secara kualitatif kemudian data akan disajikan secara deskriptif kualitatif dan sistimatis.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulisan skripsi ini agar permasalahan yang diangkat dengan pembahasan skripsi sesuai, maka diperlukan adanya sistematika penulisan
yang teratur yang saling berkaitan satu sama lain. Tiap bab terdiri dari sub bab
dengan maksud untuk mempermudah dalam hal-hal yang dibahas dalam skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan bab pendahuluan yang berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaatpenulisan, keaslian
penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika Penulisan.
BAB II PENGATURAN PENERBITAN AKTA KEMATIAN
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2013
Bab ini berisikan pengertian akta kematian dan dasar hukumnya, tujuan dan manfaat akta kematian dan instansi yang berwenang
menerbitkan akta kematian. BAB III
PROSEDUR PENERBITAN AKTA KEMATIAN DI KOTA MEDAN
Bab ini berisikan gambaran umum Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Medan, syarat-syarat yang harus dipenuhi
dalam Penerbitan Akta Kematian Oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Medan dan mekanisme penerbitan akta
kematian oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Medan.
BAB IV KENDALA DALAM PENERBITAN AKTA KEMATIAN DI
KOTA MEDAN Bab ini berisikan kendala dalam penerbitan akta kematian oleh
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Medan dan upaya dalam mengatasi kendala dalam penerbitan akta kematian oleh
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Medan. BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bab terakhir, yaitu sebagai bab kesimpulan dan
saran yang berisi kesimpulan dan saran mengenai permasalahan yang dibahas.
BAB II PENGATURAN PENERBITAN AKTA KEMATIAN BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2013
D. Pengertian Akta Kematian dan Dasar Hukumnya
Sebagai negara yang pernah mengalami masa penjajahan maka pengaturan tentang pencatatan sipil di Indonesia sebelum UU Administrasi Kependudukan
UU Adminduk diberlakukan pada tahun 2013, masih menggunakan aturan kolonial Belanda. Pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu membagi penduduk
atas dasar etnik golongan Eropa, Timur Asing dan Bumi Putra. Penggolongan itu menghasilkan peraturan yang membedakan penduduk. Pembedaannya tidak
terbatas pada penggolongan etnik saja, tetapi termasuk dalam bidang kependudukan yang mana pencatatan kelahiran dibedakan baik dari sisi
administrasi maupun agama. Secara garis besar aturan tentang Catatan Sipil dapat dibagi kedalam dua periode yaitu masa sebelum kemerdekaan Republik Indonesia
dan setelah kemerdekaan.
15
Pada masa sebelum Indonesia merdeka berlaku aturan kolonoial Belanda yaitu :
1. Bagi bangsa Eropa diatur dalam S. 1849 No 25 dan perubahan-perubahannya.
2. Bagi bangsa Thionghoa diatur menurut S. 1917 No. 130 Jo. S 1919 No. 81 dan
perubahan-perubahannya.
15
http:jodisantoso.blogspot.com200702tinjauan-terhadap-aturan-pencatatan.html diakses tanggal 1 Agustus 2015
3. Bagi bangsa Indonesia Bumi Putera dari Jawa dan Madura, diatur menurut S.
1920 No 751 Jo. S. 1927 No. 564 dan perubahan-perubahannya. 4.
Bagi bangsa Indonesia Bumi Putera Kristen di Jawa, Madura dan Minahasa, diatur menurut S.1933 No.75 dan perubahan-perubahan lainnya.
5. Peraturan Perkawinan Campuran diatur dalam S. 1986 No. 23 Jo. S 1898 No.
158 dan perubahan-perubahannya. Pada masa setelah kemerdekaan Republik Indonesia sampai sekarang:
a. Instruksi Presidium Kabinet No 3144IN121966.
b. Undang-undang No.4 tahun 1961 tentang perubahan nama keluarga.
c. Keputusan Presidium Kabinet No 1274Kep121966 tentang Ganti Nama
WNI yang memakai nama Cina. d.
Undang-undang Administrasi Kependudukan. Sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945 maka baru pada tahun 2006 negara
mempunyai aturan pencatatan sipil yang bersifat nasional. Dengan demikian sebelum tahun 2013, Indonesia masih memakai aturan kolonial Belanda.
Padahal sesuai dengan pertimbangan yang terdapat Instruksi Presidium Kabinet No 3144IN121966, sudah direncanakan pengaturan tentang
pencatatan sipil nasional di dalam perundang-undangan. Suatu peristiwa yang tidak dapat dihindari setiap manusia adalah
kematian, karena kematian adalah suatu peritiwa yang datangnya di luar kekuasaan manusia. Kematian merupakan takdir Tuhan Yang Maha Esa yang
tidak dapat dipungkiri oleh manusia karena cepat atau lambat manusia akan kembali kepangkuan-Nya.
Hal mana dapat diketahui bahwa bagi orang-orang yang beriman atau beragama bahwa kematian adalah suatu panggilan Ilahi terhadap umat manusia
yang dilakukan oleh Tuhan sebagai penciptanya. Namun sebagai umat manusia yang masih terikat dengan sifat-sifat keduniawian, sehingga peristiwa kematianini
penting sekali didaftarkan pada suatu lembaga guna mendapatkan suatu akta, agar kepada orang-orang yang masih hidup mengetahui siapa-siapa sebenarnya
anggota keluarga almarhum yang terdekat. Hal ini perlu dilakukan karena sangat berguna untuk mengetahui siapa-
siapa yang sebenarnya menjadi ahli waris dari almarhum pewaris demikian pula terhadap janda yang ditinggalkannya. Kedudukan hukum dari si janda isteri
dapat lebih positif apabila didukung dengan sebuah bukti yang tertulis dan otentik yang berupa akta yang dikeluarkan oleh sebuah lembaga yang ditunjuk oleh
Negara. Serta mempunyai wewenang untuk menyelenggarakan dan menerbitkan akta kematian tersebut, karena akta kematian menerangkan secara tegas nama
suami, isteri yang ditinggalkan oleh si mati. Akta Kematian Umum adalah Akta Kematian yang diperoleh sebelum
melampaui batas waktu pelaporannya, yakni 30 tiga puluh hari sejak tanggal kematiannya. Bagi Warga Negara Indonesia yang meninggal dunia di Luar
Negeri, wajib dilaporkan ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil selambat- lambatnya 60 enam puluh hari sejak keluarga yang bersangkutan kembali ke
Indonesia.
16
16
Laely-Widjajati.Blogspot.Com200907Akta-Kematian.Html diakses tanggal 21 Juni 2015
Akta kematian adalah suatu akta yang dibuat dan diterbitkan oleh Dinas Kependudukan yang membuktikan secara pasti tentang kematian seseorang.
Kematian merupakan salah satu peristiwa penting yang dialami oleh setiap orang, yang harus dicatat dan dikukuhkan oleh negara dalam bentuk Akta Kematian.
Dengan akta kematian, dapat dijadikan bukti outentik mengenai peristiwa kematian seseorang. Yang dimaksud kematian dalam kontek pencatatan ini adalah
berhentinya fungsi seluruh organ tubuh seseorang yang dinyatakan dengan surat keterangan dokterpara medis pejabat lain yang berwenang
17
Akta kematian digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu: 1.
Akta Kematian Umum Akta Kematian Umum adalah akta kematian yang diperoleh sebelum
melampaui batas waktu pelaporan 10 hari untuk WNI dan 3 hari untuk WNA golongan Eropa.
2. Akta Kematian Istimewa
Akta Kematian Istimewa adalah akta kematian yang diperoleh setelah lewat batas waktu pelaporan dengan penetapan Pengadilan Negeri setempat bagi
WNI keturunan dan WNA. Pencatatan kematian itu merupakan salah satu wewenang dari
lembagacatatan sipil, tetapi di dalam prakteknya terutama di desa-desa pencatatan kematian dilakukan oleh kepala desa yang akan membuat surat keterangan
kematian, tetapi sebelumnya harus ada pengantar dari kepala dusun. Sedangkan yang melakukan pendaftaran peristiwa ini dilakukan oleh para ahli warisnya atau
17
Ibid
keluarganya dengan melengkapi semua persyaratan yang telah ditentukan untuk keperluan itu.
Administrasi kependudukan menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 dalam Pasal 1 ayat 1 adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban
dalam penerbitan dokumen dan Data Kependudukan melalui Pendaftaran Penduduk, Pencatatan Sipil, pengelolaan informasi Administrasi Kependudukan
serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain. Pencatatan kematian merupakan salah satu pencatatan peristiwa penting
dalam kehidupan seseorang sebagai bukti atas kematian seseorang setelah dicatat oleh Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil. Dalam Undang-undang Nomor 24
Tahun 2013 Pasal 44 ayat 1 disebutkan bahwa Setiap kematian wajib dilaporkan oleh ketua rukun tetangga atau nama lainnya di domisili Penduduk kepada
Instansi Pelaksana setempat paling lambat 30 tiga puluh hari sejak tanggal kematian, Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 Pejabat
Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Kematian dan menerbitkan Kutipan Akta Kematian.3 Pencatatan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat 2
dilakukan berdasarkan keterangan kematian dari pihak yang berwenang.4 Dalam hal terjadi ketidakjelasan keberadaan seseorang karena hilang atau mati tetapi
tidak ditemukan jenazahnya, pencatatan oleh Pejabat Pencatatan Sipil baru dilakukan setelah adanya penetapan pengadilan. 5 Dalam hal terjadi kematian
seseorang yang tidak jelas identitasnya, Instansi Pelaksana melakukan pencatatan kematian berdasarkan keterangan dari kepolisian.”
Dasar Hukum Penyelenggaraan Catatan Sipil di Indonesia Secara garis besar aturan tentang Catatan Sipil dapat dibagi ke dalam dua periode yaitu masa
sebelum kemerdekaan dan setelah kemerdekaan Republik Indonesia. Pada masa sebelum Indonesia merdeka berlaku aturan kolonial Belanda yaitu :
1. Bagi bangsa Eropa diatur dalam S.1849 No. 25 dan perubahan-
perubahannya. 2.
Bagi bangsa Thionghoa diatur menurut S.1917 No.130 jo. S. 1919 No. 81 dan perubahan-perubahannya.
3. Bagi bangsa Indonesia Bumi Putera dari Jawa dan Madura diatur menurut
S. 1920 No. 751 jo. S. 1927 No.564 dan perubahan-perubahannya. 4.
Bagi bangsa Indonesia Bumi Putera Kristen di Jawa, Madura dan Minahasa diatur menurut S. 1933 No. 75 dan perubahan-perubahannya.
5. Peraturan Perkawinan Campuran diatur dalam S. 1886 No. 23 jo. S. 1898
No. 158 dan perubahan-perubahannya
E. Tujuan dan Manfaat Akta Kematian