Hubungan Disfungsi Ventrikel Kiri dengan Gangguan Fungsi Ginjal tahap Dini yang Dinilai dengan Cystatin C

(1)

HUBUNGAN DISFUNGSI VENTRIKEL KIRI

DENGAN GANGGUAN FUNGSI GINJAL TAHAP DINI

YANG DINILAI DENGAN CYSTATIN C

TESIS

Oleh

ZAKHRI ILMA FADLY

NIM: 057101013

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2012


(2)

HUBUNGAN DISFUNGSI VENTRIKEL KIRI

DENGAN GANGGUAN FUNGSI GINJAL TAHAP DINI

YANG DINILAI DENGAN CYSTATIN C

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Spesialis Penyakit Dalam

di Departemen Ilmu Penyakit Dalam

pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

ZAKHRI ILMA FADLY

NIM: 057101013

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2012


(3)

Judul Tesis : HUBUNGAN DISFUNGSI VENTRIKEL KIRI DENGAN

GANGGUAN FUNGSI GINJAL TAHAP DINI YANG DINILAI

DENGAN CYSTATIN C

Nama : Zakhri Ilma Fadly NIM : 057101013

Program Studi : Spesialis Penyakit Dalam

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Pembimbing I

(Dr. Refli Hasan, SpPD, SpJP(K))

(

Dr. Abdurrahim Rasyid Lubis, SpPD-KGH) (

Pembimbing II Pembimbing III

Dr. Zainal Safri, SpPD, SpJP)

Ketua Program Studi Ketua Departemen

Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Ilmu Penyakit Dalam,

(Dr. Zulhelmi Bustami, SpPD-KGH) (Dr. Sally Roseffi Nasution, SpPD-KGH)


(4)

Abstrak

HUBUNGAN DISFUNGSI VENTRIKEL KIRI DENGAN GANGGUAN FUNGSI GINJAL TAHAP DINI YANG DINILAI DENGAN CYSTATIN C

Zakhri Ilma Fadly, Zainal Safri*, Abdur Rahim Rasyid Lubis**, Refli Hasan* Divisi Kardiologi*, Divisi Nefrologi-Hipertensi** Departemen ilmu Penyakit

Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP H. Adam Malik / RSUD Dr. Pirngadi Medan

Latar belakang:

Gagal jantung dan penyakit ginjal kronik memiliki kemiripan pada proses patologi yang mendasarinya yaitu adanya proses yang telah berlangsung lama sebelum gejala klinis muncul yang menyebabkan diagnosa sering terlambat pada tahap awal perkembangan penyakit, sehingga kemajuan dan perbaikan dalam deteksi dini dapat menjadi potensi yang besar untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian dari penyakit ini. Keadaan gagal jantung dapat dideteksi secara dini dengan pemeriksaan ekokardiografi pada pasien dengan fakor resiko gagal jantung apabila dijumpai disfungsi ventrikel kiri. Penelitian-penelitian meta-analisis menunjukkan bahwa cystatin C merupakan penilai lain fungsi ginjal yang lebih sensitif untuk menilai penurunan laju filtrasi glomerulus yang ringan sampai sedang dibandingkan dengan kreatinin

Tujuan:

Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara disfungsi ventrikel kiri dengan gangguan

fungsi tahap ginjal dini yang dinilai dengan cystatin C

Bahan dan Cara:

Penelitian dilakukan secara potong lintang terhadap pasien dengan disfungsi sistolik dan disfungsi diastolik yang datang ke RSUP H. Adam Malik dan RSUD Dr. Pirngadi Medan pada Juni-Desember 2011. Dilakukan anamnese, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi, laboratorium termasuk pemeriksaan cystatin C serum. Kemudian dikorelasi dan dibandingkan nilai cystatin C serum terhadap disfungsi sistolik dan diastolik

Hasil:

Didapatkan 13 pasien dengan disfungsi sistolik dan 22 pasien dengan disfungsi diastolik, kedua kelompok hampir tidak berbeda dalam hal usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh, hemoglobin, kreatinin dan GFR (Crockcroft-Gault). Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara kedua kelompok walaupun nilai cystatin C serum pada kelompok disfungsi sistolik lebih tinggi dari kelompok disfungsi diastolik (1,22 ± 0,39 vs 1,17 ± 0,43 mg/L dengan p = 0,76). Korelasi bivariat antara cystatin C serum dengan disfungsi sistolik tidak bermakna (r = - 0,09 dan p = 0,75) dan terhadap disfungsi diastolik juga tidak bermakna (r = - 0,13 dan p = 0,54)

Kesimpulan:

Tidak dijumpai hubungan antara disfungsi ventrikel kiri dengan gangguan fungsi ginjal tahap dini yang dinilai dengan cyatatin C.

Kata kunci: Disfungsi ventrikel kiri, Cystatin C serum, Gangguan fungsi ginjal tahap dini


(5)

Abstract

RELATIONSHIP LEFT VENTRICULAR DYSFUNCTION WITH IMPAIRED EARLY STAGE

OF RENAL FUNCTION ASSESSSED BY CYSTATIN

Zakhri Ilma Fadly, Zainal Safri*, Abdur Rahim Rasyid Lubis**, Refli Hasan*

C

Division of Cardiology*, Division of Nephrology-Hypertension** Department of Internal Medicine Faculty of Medicine, University of North Sumatra

H. Adam Malik / Dr. Pirngadi Hospital Medan

Background:

Heart failure and chronic kidney disease has similarities to the process of the underlying pathology that is the process that has been going on long before clinical symptoms appear which cause the diagnosis is often delayed in the early stages of disease progression, so that progress and improvements in early detection can be a great potential to reduce the numbers morbidity and mortality from this disease. State of heart failure can be detected early by echocardiography examination in patients with heart failure risk faktor encountered when left ventricular dysfunction. Studies meta-analysis showed that cystatin C is another appraiser renal function is more sensitive to assess the decline in glomerular filtration rate of mild to moderate compared with creatinine.

Aim:

To find out how the relationship between left

ventricular dysfunction with impaired

early stages of renal function was assessed by cystatin

Materials and Methods:

C

Cross-sectional study conducted on patients with systolic dysfunction and diastolic dysfunction who came to Dr H. Adam Malik and Dr. Pirngadi Hospital Medan in June to December 2011. Anamnesis, physical examination, electrocardiography, laboratory examinations were perfomed and serum cystatin C was measured. Then we correlate and compared serum cystatin C values between systolic and diastolic dysfunction patiens.

Results:

Found 13 patients with systolic dysfunction and 22 patients with diastolic dysfunction, the two groups hardly differ in terms of age, gender, body mass index, hemoglibin, creatinine and GFR

(Crockcroft-Conclusion:

Gault). There were no statistically significant differences between the two groups even though serum cystatin C values in the group are higher than systolic dysfunction diastolic dysfunction group (1.22 ± 0.39 vs. 1.17 ± 0.43 mg / L with p = 0.76). Bivariate correlation between serum cystatin c with systolic dysfunction is not significant (r = - 0.09 and p = 0.75) and of diastolic dysfunction is also not significant (r = - 0.13 and p = 0.54)

Found no relationship between left ventricular dysfunction with impaired early stage of renal function was assessed by cyatatin C.

Keywords: Left Ventricular Dysfunction, Serum Cystatin C, Impaired Early Stage of Renal Function


(6)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan segala puji dan syukur dengan segala kerendahan hati atas kebesaran Allah SWT yang telah memberi kekuatan dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis/ karya ilmiah akhir ini dengan judul “ Hubungan Disfungsi Ventrikel Kiri dengan Gangguan Fungsi Ginjal tahap Dini yang Dinilai dengan Cystatin C” yang merupakan persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan dokter Ahli dibidang Ilmu Penyakit Dalam di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna baik isi maupun pembahasannya, namun demikian penulis berharap tulisan ini dapat menambah wawasan tentang Gangguan Fungsi Ginjal tahap Dini pada penderita dengan disfungsi ventrikel kiri.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang setulusnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas segala jasa-jasa yang diberikan kepada:

Dr Sally Roseffi Nasution SpPD-KGH, sebagai Kepala departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-USU/ RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberi banyak bimbingan , nasehat serta kemudahan dalam pengembangan ilmu dan keahlian penulis.

Dr Zulhelmi Bustami SpPD-KGH sebagai ketua program studi Ilmu Penyakit Dalam yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk melakukan penelitian ini serta memberikan bantuan dan kemudahan sampai selesainya pengerjaan karya tulis ini.

Dr. Refli Hasan SpPD-SpJP(K) sebagai kepala Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam sekaligus pembimbing tesis yang dengan sabar dan teliti telah memberikan banyak bimbingan, arahan, kesempatan dan kemudahan bagi penulis dalam pelaksanaan sampai selesainya penelitian ini.

Dr. Abdurrahim Rasyid Lubis SpPD-KGH sebagai kepala Divisi Nefrologi dan Hipertensi Ilmu Penyakit Dalam sekaligus pembimbing tesis yang dengan sabar dan teliti membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan karya tulis ini.


(7)

Dr. Zainal Safri SpPD-SpJP sebagai sekretaris program studi Ilmu Penyakit Dalam sekaligus pembimbing tesis yang penuh perhatian dan kesabaran dalam membimbing penulis dalam menjalani pendidikan sampai selesainya karya tulis ini.

Para Kepala Divisi sewaktu penulis menjalani pendidikan: Prof. Dr. Habibah Hanum Nasution, Prof. Dr. Lukman Hakim Zain, Prof. Dr. OK Moehadsyah, Dr. Dharma Lindarto, Dr. Alwinsyah Abidin, Dr. Josia Ginting, Dr. Dairion Gatot, atas segala bimbingan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis

Dokter Kepala Ruangan sewaktu penulis menjalani pendidikan: Dr. Zulhelmi Bustami, Dr Abdurrahim Rasyid Lubis, (Alm) Dr. Tunggul Ch.S, Dr. Zuhrial, Dr. Tambar Kembaren, Dr. Dasril Effendi, Dr. Ilhamd, Dr. Calvin Damanik, Dr. Zainal Syafri, Dr. Rahmat Isnanta, Dr. Dairion Gatot, Dr. Soegiarto Gani, Dr. Savita Handayani, Dr. Armon Rahimi, (Alm) Dr. Heryanto Yoesoef, Dr. Saut Marpaung, Dr Maringan, Dr.Asnawi, Dr. Jerahim Tarigan, Dr. T. Abraham, Dr. Fransiskus Ginting, Dr. Syafrizal Nasution, Dr.Imelda Rey, yang telah memberikan banyak bimbingan dan arahan selama penulis menjalani pendidikan keahlian.

Seluruh Staf Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-USU/ RSUD Dr. Pirngadi / RSUP H. Adam Malik Medan: Prof. Dr. Bachtiar Fanani Lubis, Prof. Dr. Sutomo Kasiman, Prof. Dr. Harun Rasyid Lubis, Prof. Dr. M. Yusuf Nasution, Prof . Dr. Gontar A. Siregar, Prof. Dr. Harris Hasan, (Alm) Dr. OK. Alfien Syukran, Dr. A.Adin St. Bagindo, Dr. Lufti Latief, Dr. Sri M. Soetadi, Dr. Betthin Marpaung, Dr. Mabel Sihombing, Dr. Juwita Sembiring, Dr. Umar Zain, Dr. Daud Ginting, Dr. Rustam Effendi, Dr. Leonardo B. Dairy, (Alm) Dr. Chairul Bahri, Dr. E.N. Keliat, DR Dr. Blondina Marpaung, Dr. Mardianto, Dr. Pirma Siburian, yang adalah guru-guru yang telah memberikan banyak bimbingan pada penulis.

Direktur RSUD Dr. Pirngadi dan RSUP. H. Adam Malik Medan beserta seluruh stafnya yang telah memberikan keizinan dan kemudahan dalam menggunakan fasilitas/ sarana Rumah Sakit selama menjalani pendidikan.


(8)

Direktur RSU Panyabungan Dr. Sakdiah Lubis beserta seluruh stafnya yang telah menyambut baik dan memberi kesempatan kepada penulis selama ditugaskan sebagai konsultan di bagian Penyakit Dalam di RSU Panyabungan dalam rangka memenuhi tugas pendidikan spesialis ini.

Para sejawat PPDS, perawat serta paramedik lainnya dan seluruh karyawan/ karyawati di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Pirngadi Medan/ RSUP H. Adam malik Medan atas kerjasama yang baik selama ini.

Kepada Dr. Abdul Jalil Amri Arma, M. Kes yang telah meluangkan waktu dan memberikan bantuan yang tulus kepada penulis terutama dalam hal metodologi penelitian ini.

Para penderita rawat inap dan rawat jalan di SMF/ Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Pirngadi dan RSUP H. Adam Malik Medan, karena tanpa adanya mereka penulis tidak mungkin dapat menyelesaikan pendidikan keahlian ini.

Kepada Kepala Dinas Keshatan TK I Departemen Kesehatan RI Provinsi Sumatera Utara, Bapak Rektor USU dan Dekan Fakultas Kedokteran USU yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk mengikuti pendidikan ini.

Kepada yang saya sangat hormati dan sayangi ayahanda Dr. H.M. Ilyas Achdy SpTHT(KL) dan ibunda Dr. Hj. Maria Ulfah A. Lubis SpA, tidak ada kata-kata yang paling tepat untuk mengungkapkan perasaan hati, rasa terima kasih atas segala jasa-jasa ayahanda dan ibunda yang tiada mungkin terucapkan dan terbalaskan, semoga keduanya selalu dalam lindungan Allah SWT. Dan tak lupa pula penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada ayah mertua Muniruddin Lubis, SH,MHum dan Ibu mertua Ester Tarigan, SE,MBA yang juga memberikan dorongan serta semangat kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.

Kepada istriku tercinta Dr. Syamsidah Lubis, M.Ked(Ped) SpA, tiada kata yang paling tepat selain terima kasih yang tak terhingga yang selama ini tiada bosan-bosannya memberi bantuan, dorongan dan semangat serta doanya selama menjalani pendidikan di Departemen Ilmu Penyakit Dalam sehingga terselesaikannya tugas akhir ini, mudah-mudahan Allah SWT selalu memberi kekuatan pada kita sekeluarga dalam menjalani hari-hari yang akan datang .


(9)

Kepada anakku Hanif Muhammad Zafir, kehadirannya sungguh memberikan semangat yang luar biasa pada penulis, disaat jenuh dan bosan menghampiri dia mampu menghibur dan melupakan sejenak rasa letih yang penulis rasakan. Terima kasih anakku, semoga kita sekeluarga selalu dalam lindungan Allah SWT.

Kepada saudara-saudaraku adinda Drg. Ulfi Fatwa Khasni, Dr. Hafaz Zakky Abdillah, dan adik ipar serta keluarga besarku yang telah memberi banyak bantuan, semangat, dan dorongan selama pendidikan, terima kasihku yang tak terhingga untuk segalanya.

Akhirnya izinkanlah penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas kesalahan dan kekurangan selama mengikuti pendidikan ini, semoga segala bantuan, dorongan dan petunjuk yang diberikan kepada penulis selama mengikuti pendidikan mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT yang maha pengasih, maha pemurah lagi maha penyayang. Amiin Yaa Robbal’ aalamiin.

Medan, Januari 2012. Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Abstrak... i

Abstract... ii

Kata Pengantar... iii

Daftar Isi... vi

Daftar Tabel... viii

Daftar Gambar... ix

Daftar Singkatan... x

Daftar Lampiran... xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Tujuan Penelitian... 3

1.3 Hipotesis... 3

1.4 Manfaat Penelitian... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 5

2.1 Gagal Jantung... 5

2.1.1 Klasifikasi Gagal Jantung... 6

2.1.2 Disfungsi Ventrikel Kiri... 7

2.1.2.1 Disfungsi Sistolik... 7

2.1.2.1.1 Peranan Ekokardiografi dalam Menentukan Penyebab Disfungsi Sistolik... 8

2.1.2.2 Disfungsi Diastolik... 9

2.1.2.2.1 Klasifikasi Disfungsi Diastolik... 11

2.1.2.2.1.1 Gangguan Relaksasi... 12

2.1.2.2.2.2 Pseudo-normal... 12

2.1.2.2.2.3 Restriktif... 13

2.2 Filtrasi Glomerulus sebagai salah satu Proses Fungsi Ginjal... 13

2.2.1 Laju Filtrasi Glomerulus... 14

2.2.2 Gangguan Fungsi Ginjal... 15

2.2.3 Peranan Cystatin C dalam Deteksi Dini Gangguan Fungsi Ginjal... 15

2.3 Pengaruh Disfungsi Ventrikel terhadap Fungsi Ginjal... 17

2.3.1 Sindrom Kardio-Renal... 18

2.3.2 Cystatin C pada Disfungsi Ventrikel Kiri... 20

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL... 23

3.1 Kerangka Konsep... 23

3.2 Defenisi operasional... 23

BAB IV METODE PENELITIAN... 25

4.1 Desain Penelitian... 25

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian... 25


(11)

4.4 Kriteria Eksklusi... 25

4.5 Besar Sampel... 25

4.6 Cara Penelitian... 26

4.7 Alur Penelitian... 27

4.8 Analisa Data... 27

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 28

5.1 Hasil Penelitian... 28

5.2 Pembahasan... 32

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 36

6.1. Kesimpulan ... 36

6.2. Saran ... 36


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 2.1 Penyebab Umum Disfungsi Sistolik Ventrikel………. 9 2.2 Faktor yang Mempengaruhi Pengisian Ventrikel………. 10 2.3 Keadaan yang Menyebabkan Disfungsi Diastolik………. 10 2.4 Pola Ekokardiografi Doppler Sesuai Beratnya Disfungsi Diastolik….. 12 2.5 Perbandingan Cystatin C dengan Creatinin Serum……… 17 5.1 Karakteristik Dasar Subjek Penelitian……… 28 5.2 Perbandingan Rata-Rata Kadar Cystatin C pada Disfungsi Sistolik dan Diastolik……….. 26 5.3 Perbandingan Proporsi Kadar Cystatin C Berdasarkan Kategori

Normal dan Meningkat pada Disfungsi Sistolik dan Diastolik

……… 29

5.4 Korelasi Cystatin C dengan Variabel – Variabel yang Diperiksa……. 31


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 2.1. Pengukuran Disfungsi Diastolik dengan Doppler Transmitral………….. 11 2.2. Gangguan Fungsi Ginjal pada Gagal Jantung……… 19 5.1. Perbandingan Rata-Rata Kadar Cystatin C pada Disfungsi


(14)

DAFTAR SINGKATAN

SINGKATAN Nama Pemakaian pertama pada halaman ACC American College of Cardiology 6 AHA American Heart Association 6 CAD Coronary artery Disease 28

Da Dalton 16

DHS Dallas Heart Study 3 DM Diabetes Mellitus 28

2D 2- Dimensi 8

EF Ejection Fraction 8 EDV End-Diastolic-Volume 8 EKG Elektrokardiografi 26 ESV End-Sistolic-Volume 8

FE Fraksi Ejeksi 8

GFR Glomerular Filtration Rate 15 HDL High-Density-Lipoprotein 20

IL Inter-Leukin 18

LFG Laju Filtrasi Glomerulus 14 LDL Low-Density-Lipoprotein 18 LVEF Left Ventricular Ejection Fraction 23

LVH Left Ventricular Hypertrophy 20 MI Myocard Infarct 28


(15)

ms millisecond 12 NKF K/DOQI The National Kidney Foundation Kidney Disease

Outcome Quality Initiative 15 NSAID Non-Steroid Anti Inflamasi Drug 20 NYHA NewYork Heart Association 6 PGK Penyakit Ginjal Kronik 15

RAAS Renin-Angiotensin-Aldosteron-System 5 SOLVD Study Of Left Ventricular Dysfunction 3

TNF Tumor Necrotizing Factor 18


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Master Tabel Hasil Penelitian……….. 40

2 Persetujuan Komite Etik Penelitian Kesehatan……… 41

3 Status Pasien Penelitian……… 42

4 Lembar Penjelasan kepada Calon Subjek Penelitian……… 44

5 Surat Persetujuan Peserta Penelitian (Informed Consent)………. 45


(17)

Abstrak

HUBUNGAN DISFUNGSI VENTRIKEL KIRI DENGAN GANGGUAN FUNGSI GINJAL TAHAP DINI YANG DINILAI DENGAN CYSTATIN C

Zakhri Ilma Fadly, Zainal Safri*, Abdur Rahim Rasyid Lubis**, Refli Hasan* Divisi Kardiologi*, Divisi Nefrologi-Hipertensi** Departemen ilmu Penyakit

Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP H. Adam Malik / RSUD Dr. Pirngadi Medan

Latar belakang:

Gagal jantung dan penyakit ginjal kronik memiliki kemiripan pada proses patologi yang mendasarinya yaitu adanya proses yang telah berlangsung lama sebelum gejala klinis muncul yang menyebabkan diagnosa sering terlambat pada tahap awal perkembangan penyakit, sehingga kemajuan dan perbaikan dalam deteksi dini dapat menjadi potensi yang besar untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian dari penyakit ini. Keadaan gagal jantung dapat dideteksi secara dini dengan pemeriksaan ekokardiografi pada pasien dengan fakor resiko gagal jantung apabila dijumpai disfungsi ventrikel kiri. Penelitian-penelitian meta-analisis menunjukkan bahwa cystatin C merupakan penilai lain fungsi ginjal yang lebih sensitif untuk menilai penurunan laju filtrasi glomerulus yang ringan sampai sedang dibandingkan dengan kreatinin

Tujuan:

Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara disfungsi ventrikel kiri dengan gangguan

fungsi tahap ginjal dini yang dinilai dengan cystatin C

Bahan dan Cara:

Penelitian dilakukan secara potong lintang terhadap pasien dengan disfungsi sistolik dan disfungsi diastolik yang datang ke RSUP H. Adam Malik dan RSUD Dr. Pirngadi Medan pada Juni-Desember 2011. Dilakukan anamnese, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi, laboratorium termasuk pemeriksaan cystatin C serum. Kemudian dikorelasi dan dibandingkan nilai cystatin C serum terhadap disfungsi sistolik dan diastolik

Hasil:

Didapatkan 13 pasien dengan disfungsi sistolik dan 22 pasien dengan disfungsi diastolik, kedua kelompok hampir tidak berbeda dalam hal usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh, hemoglobin, kreatinin dan GFR (Crockcroft-Gault). Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara kedua kelompok walaupun nilai cystatin C serum pada kelompok disfungsi sistolik lebih tinggi dari kelompok disfungsi diastolik (1,22 ± 0,39 vs 1,17 ± 0,43 mg/L dengan p = 0,76). Korelasi bivariat antara cystatin C serum dengan disfungsi sistolik tidak bermakna (r = - 0,09 dan p = 0,75) dan terhadap disfungsi diastolik juga tidak bermakna (r = - 0,13 dan p = 0,54)

Kesimpulan:

Tidak dijumpai hubungan antara disfungsi ventrikel kiri dengan gangguan fungsi ginjal tahap dini yang dinilai dengan cyatatin C.

Kata kunci: Disfungsi ventrikel kiri, Cystatin C serum, Gangguan fungsi ginjal tahap dini


(18)

Abstract

RELATIONSHIP LEFT VENTRICULAR DYSFUNCTION WITH IMPAIRED EARLY STAGE

OF RENAL FUNCTION ASSESSSED BY CYSTATIN

Zakhri Ilma Fadly, Zainal Safri*, Abdur Rahim Rasyid Lubis**, Refli Hasan*

C

Division of Cardiology*, Division of Nephrology-Hypertension** Department of Internal Medicine Faculty of Medicine, University of North Sumatra

H. Adam Malik / Dr. Pirngadi Hospital Medan

Background:

Heart failure and chronic kidney disease has similarities to the process of the underlying pathology that is the process that has been going on long before clinical symptoms appear which cause the diagnosis is often delayed in the early stages of disease progression, so that progress and improvements in early detection can be a great potential to reduce the numbers morbidity and mortality from this disease. State of heart failure can be detected early by echocardiography examination in patients with heart failure risk faktor encountered when left ventricular dysfunction. Studies meta-analysis showed that cystatin C is another appraiser renal function is more sensitive to assess the decline in glomerular filtration rate of mild to moderate compared with creatinine.

Aim:

To find out how the relationship between left

ventricular dysfunction with impaired

early stages of renal function was assessed by cystatin

Materials and Methods:

C

Cross-sectional study conducted on patients with systolic dysfunction and diastolic dysfunction who came to Dr H. Adam Malik and Dr. Pirngadi Hospital Medan in June to December 2011. Anamnesis, physical examination, electrocardiography, laboratory examinations were perfomed and serum cystatin C was measured. Then we correlate and compared serum cystatin C values between systolic and diastolic dysfunction patiens.

Results:

Found 13 patients with systolic dysfunction and 22 patients with diastolic dysfunction, the two groups hardly differ in terms of age, gender, body mass index, hemoglibin, creatinine and GFR

(Crockcroft-Conclusion:

Gault). There were no statistically significant differences between the two groups even though serum cystatin C values in the group are higher than systolic dysfunction diastolic dysfunction group (1.22 ± 0.39 vs. 1.17 ± 0.43 mg / L with p = 0.76). Bivariate correlation between serum cystatin c with systolic dysfunction is not significant (r = - 0.09 and p = 0.75) and of diastolic dysfunction is also not significant (r = - 0.13 and p = 0.54)

Found no relationship between left ventricular dysfunction with impaired early stage of renal function was assessed by cyatatin C.

Keywords: Left Ventricular Dysfunction, Serum Cystatin C, Impaired Early Stage of Renal Function


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Gagal jantung kongestif merupakan sindrom klinik kompleks sehingga jantung tidak mampu lagi memompakan darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh yang sering merupakan perjalanan akhir dari penyakit jantung yang terjadi setelah kapasitas cadangan dan mekanisme kompensasi dari jantung dan sirkulasi perifer telah gagal. Meskipun demikian definisi gagal jantung terutama berdasarkan gejala klinis sehingga belum memberikan informasi sebenarnya tentang prevalensi. Mc Donaght dkk menunjukkan bahwa hanya 50% penderita dengan bukti ekokardiografi disfungsi ventrikel kiri yang memberikan gejala klinis sedangkan Senni dkk melaporkan 43% dari gagal jantung kongestif menunjukkan fraksi ejeksi yang masih normal dengan gangguan fungsi diastolik.

Kejadian gagal jantung diperkirakan mencapai 5-6 juta kasus di Amerika Serikat dengan insiden mencapai 600.000 kasus tiap tahunnya dengan biaya pengobatan ditaksir mencapai 34,5 miliar dollar Amerika pada tahun 2009. Sedangkan di Eropa dan Jepang masing-masing terdapat sekitar 6 juta dan 2,5 juta kasus dan hampir 1 juta kasus baru didiagnosa tiap tahunnya di seluruh dunia.

1,2,3,4

Saat ini telah banyak penelitian yang mengungkapkan adanya hubungan antara disfungsi ginjal dengan penyakit jantung. Disfungsi ginjal merupakan faktor resiko independen untuk kesakitan dan kematian pada gagal jantung baik pada yang simtomatik ataupun yang asimtomatik, selanjutnya penyakit ginjal kronik juga mempunyai peranan yang penting terhadap progresivitas penyakit kardiovaskular begitu juga sebaliknya. Kimmenade dkk menyatakan kondisi ini sebagai “ cardio-renal syndrome” dan terminologi ini sering digunakan dalam dekade terakhir ini meskipun belum ada definisi yang diterima secara umum.

2,3

Insiden dan prevalensi dari penyakit ginjal kronik semakin meningkat dan diperkirakan mencapai 26 juta di Amerika Serikat dan penyakit ginjal kronik


(20)

dengan derajat ringan dan sedang masih umum di negara itu dengan penyebab utama kematian adalah penyakit kardiovaskular pada >50% kematian.

Gagal jantung dan penyakit ginjal kronik memiliki kemiripan pada proses patologi yang mendasarinya yaitu adanya proses yang telah berlangsung lama sebelum gejala klinis muncul yang menyebabkan diagnosa sering terlambat pada tahap awal perkembangan penyakit, sehingga kemajuan dan perbaikan dalam deteksi dini dapat menjadi potensi yang besar untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian dari penyakit ini. Keadaan gagal jantung dapat dideteksi secara dini dengan pemeriksaan ekokardiografi, kateterisasi jantung, MRI atau ventrikulografi radionuklida pada pasien dengan fakor resiko gagal jantung apabila dijumpai disfungsi ventrikel kiri.

3,8,9

Untuk menilai fungsi ginjal diperlukan tes bersihan ginjal dengan mengukur zat endogen di darah yang lebih praktis diantaranya dengan mengukur kadar cystatin C dan kreatinin. Zat-zat endogen di darah yang ideal untuk menaksir laju filtrasi glomerulus adalah zat yang dilepaskan ke aliran darah secara konstan, difiltrasi oleh glomerulus, tidak direasorbsi atau tidak disekresi oleh tubulus ginjal, walau demikian penggunaan zat-zat eksogen tetap menjadi baku emas.

3,10,11

Penelitian-penelitian meta-analisis menunjukkan bahwa cystatin C merupakan penilai lain fungsi ginjal yang lebih sensitif untuk menilai penurunan laju filtrasi glomerulus yang ringan sampai sedang dibandingkan dengan kreatinin. Protein ini difiltrasi bebas oleh glomerulus namun tidak disekresikan tetapi reabsorbsi oleh sel epitel tubulus dan selanjutnya dimetabolisme seluruhnya sehingga tidak ada yang kembali ke aliran darah. Oleh karena tidak kembali ke aliran darah dan tidak disekresikan ke tubulus maka estimasi laju filterasi glomerulus akan lebih merefleksikan fungsi filtrasi ginjal yang sebenarnya.

12,13,14

Selain itu kadar cystatin C tidak dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, diet, etnis, aktifitas dan massa otot, namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa keadaan hipertiroid dan penggunaan kortikosteroid setelah transplantasi dapat meningkatkan kadar cystatin C. Sedangkan kadar kreatinin dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu usia, jenis kelamin, diet, etnis dan massa otot dan banyak keadaan lain yang mempengaruhi peningkatan dan penurunan kadarnya. Kreatinin


(21)

juga memiliki beberapa keterbatasan lain yaitu adanya hubungan nonlinear antara kreatinin dan laju filtrasi glomerulus dan ketidakmampuan mendeteksi perubahan kecil laju filtrasi yang menurut beberapa peneliti fungsi ginjal telah menurun ≥ 50% sebelum kadar kreatitnin serum melebihi batas normal.

The Dallas Heart Study menunjukkan bahwa kadar serum cystatin C berhubungan secara independen dengan massa, konsentrik dan ketebalan dinding ventrikel kiri yang diukur dengan MRI dan setelah disesuaikan dengan estimasi laju fltrasi glomerulus ternyata ada hubungan antara cystatin C dengan penyakit jantung. Cystatin C menjadi faktor resiko untuk kejadian kardiovaskular, gagal jantung dan kematian akibat penyakit kardiovaskular.

8,15,16

Andrew M dkk. menyimpulkan bahwa kadar cystatin C berhubungan dengan insiden gagal jantung sistolik (FE <50%), dimana kadar yang paling tinggi ( > 1,2 mg/L ) berhubungan dengan gagal jantung diastolik (FE ≥50%), sedangkan The Studies Of left Ventricular Dysfunction (SOLVD) yang merupakan Randomized Controlled Trial memakai batasan fraksi ejeksi < 35% untuk menilai hubungan antara disfungsi ventrikel kiri dengan fungsi ginjal.

3,8,16,22

Hipertropi ventrikel kiri sebagai keadaan awal dari gagal jantung berhubungan dengan penyakit ginjal tahap akhir namun pengaruh disfungsi ventrikel kiri terhadap gangguan ginjal yang ringan masih perlu diteliti terutama di Indonesia sehingga diperlukan penilai fungsi ginjal yang lebih sensitif dalam menilai penurunan fungsi ginjal yang dini.

22,23

24

Inilah yang menjadi alasan penulis ingin meneliti hubungan tersebut.

1.2. TUJUAN PENELITIAN

Mengetahui bagaimana hubungan antara disfungsi ventrikel kiri dengan gangguan fungsi ginjal tahap dini yang dinilai dengan cystatin C

1.3.HIPOTESA

Ada hubungan antara disfungsi ventrikel kiri dengan gangguan fungsi ginjal tahap dini yang dinilai dengan cystatin C.


(22)

1.4. MANFAAT PENELITIAN

• Melalui penelitian ini diharapkan dapat diketahui apakah disfungsi ventrikel kiri dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya gangguan fungsi ginjal tahap dini yang dinilai dengan cystatin C.

• Hasil studi ini dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian-penelitian selanjutnya


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. GAGAL JANTUNG

Gagal jantung adalah sindrom klinik kompleks yang ditandai dengan gangguan fungsi dan struktur ventrikel sehingga jantung tidak mampu lagi memompakan darah kejaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh serta adanya perubahan neurohormonal yang sering disertai dengan sesak nafas terutama saat beraktifitas sehingga menurunnya kemampuan beraktifitas, retensi cairan dan akhirnya menurunnya harapan hidup. Disfungsi sistolik adalah gangguan kontraksi otot ventrikel kiri yang diikuti dengan menurunnya kekuatan pompa jantung sedangkan disfugsi diastolik adalah menurunya daya relaksasi otot ventrikel kiri yang diikuti dengan menurunnya volume pengisian. Gagal jantung timbul apabila keadaan disfungsi ini telah menimbulkan gejala klinis, baik gagal jantung sistolik atau gagal jantung diastolik.

Penyebab tersering terjadinya gagal jantung adalah gangguan / kerusakan fungsi miokard ventrikel kiri disamping adanya penyakit pada pericardium, miokardium, endokardium ataupun pembuluh darah besar. Penurunan fungsi ventrikel kiri mengakibatkan terjadinya penurunan curah jantung yang selanjutnya menyebabkan teraktivasinya mekanisme kompensasi neurohormonal yang bertujuan mengembalikan kinerja jantung dalam memenuhi kebutuhan jaringan. Aktivasi sistem simpatis menimbulkan peningkatan denyut jantung dan vasokontriksi perifer sehingga curah jantung dapat meningkat kembali. Aktivasi Renin-Angiotensin-Aldosterone System (RAAS) menyebabkan vasokontriksi (angiotensin) dan peningkatan volume darah melalui retensi air dan natrium (aldosteron). Mekanisme kompensasi yang terus berlangsung ini akan menyebabkan stress pada miokardium sehingga menyebabkan terjadinya

remodeling yang progresif, dan pada akhirnya dengan mekanisme kompensasipun jantung tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan jaringan (dekompensasi).

1,2,11,25,26,27

Sebagai kompensasi dari berkurangnya kekuatan pompa jantung, ventrikel akan membesar untuk meningkatkan regangan dan kontraksi sehingga dapat memompa darah lebih banyak. Akibatnya, otot jantung akan menebal untuk


(24)

membantu meningkatkan kekuatan pompa. Hal tersebut membutuhkan semakin banyak suplai darah dan arteri koronaria yang menyebabkan jantung juga akan berdenyut lebih cepat untuk memompa lebih sering lagi. Pada keadaan ini, kadar hormon yang menstimulasi jantung akan meningkat.

Manifestasi klinis yang menunjukkan adanya tanda-tanda kegagalan jantung kongestif yaitu dispnu dan kelelahan yang dapat menghambat toleransi latihan dan retensi cairan yang dapat menimbulkan kongesti paru dan edema perifer. Kedua abnormalitas tersebut akan mengurangi kapasitas fungsional dan kualitas hidup.

1,2,26,28

Diagnosis ditegakkan berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi, foto toraks, ekokardiografi-doppler, kateterisasi jantung dan uji latih.

1,2,28

28

Gagal jantung dapat disertai spektrum abnormalitas fungsi ventrikel yang luas, mulai dari ukuran ventrikel kiri dan fraksi ejeksi yang normal sampai dengan dilatasi berat dan atau fraksi ejeksi yang sangat rendah.16

2.1.1. Klasifikasi Gagal Jantung

New York Heart Association (NYHA) pertama kali membuat klasifikasi gagal jantung yang berdasarkan pada derajat keterbatasan fungsional. Pembagian fungsional NYHA sering digunakan untuk menentukan progresifitas gagal jantung. Sistem ini membagi pasien atas 4 kelas fungsional yang bergantung pada gejala yang muncul, yaitu asimptomatis (kelas I), gejala muncul pada aktifitas berat (kelas II), gejala muncul pada saat aktifitas ringan (kelas III) dan gejala muncul pada saat istirahat (kelas IV). Kelas fungsional pada penderita gagal jantung cenderung berubah-ubah. Bahkan perubahan ini dapat terjadi walaupun tanpa perubahan pengobatan dan tanpa perubahan pada fungsi ventrikel yang dapat diukur.

ACC/AHA membagi klasifikasi untuk perkembangan dan progresifitas gagal jantung atas 4 stadium yaitu stadium A adalah beresiko tinggi untuk menjadi gagal jantung tanpa ditemukan adanya disfungsi jantung, stadium B adalah adanya disfungsi jantung tanpa gejala, stadium C adalah adanya disfungsi jantung dengan gejala, stadium D adalah adanya gejala yang berat dan refrakter terhadap terapi maksimal. Pembagian ini mengutamakan pada keberadaan faktor


(25)

resiko dan abnormalitas struktural jantung, pengenalan progresifitasnya, dan strategi pengobatan pada upaya preventif. Penderita gagal jantung akan mengalami perjalanan penyakitnya dari stadium A ke D namun tidak dapat kembali lagi ke stadium A, tetapi dapat terjadi bila menggunakan klasifikasi menurut NYHA. ACC/AHA juga tidak pernah mengklasifikasikan tingkat keparahan gagal jantung berdasarkan fraksi ejeksi namun disebutkan tentang gagal jantung sistolik (FE <50%) dan gagal jantung diastolik (FE >50%), hanya studi-studi dengan sampel pasien gagal jantung yang mengelompokkannya berdasarkan fraksi ejeksi, misalnya studi SOLVD, PROMISE, GESICA yang memakai batasan fraksi ejeksi < 35% untuk gagal jantung yang berat (NYHA III-IV), namun ada juga studi yang mamakai batasan fraksi ejeksi < 40% untuk yang berat.1,28,29

2.1.2. Disfungsi Ventrikel Kiri

Keadaan ini merupakan bentuk dini dari gagal jantung menurut ACC/ AHA tanpa adanya gejala gagal jantung namun sudah terjadi abnormalitas struktur jantung. Apabila disertai dengan gejala gagal jantung maka keadaan ini disebut gagal jantung sistolik atau diastolik (masuk dalam stadium C gagal jantung) atau campuran keduanya walaupun gejala klinis keduanya sulit dibedakan. Namun pada dasarnya disfungsi ventrikel kiri ataupun yang sudah berlanjut menjadi gagal jantung telah menunjukkan perubahan struktur jantung yang sudah dapat ditemukan dengan pemeriksaan non invasif diantaranya dengan pemeriksaan ekokardiografi. Pemeriksaan ekokardiografi sudah dapat membedakan disfungsi sistolik ataupun diastolik dengan melihat fraksi ejeksi dan mengukur volume serta waktu pengisian ventrikel.25,28

2.1.2.1. Disfungsi Sistolik

Disfungsi ini merupakan bentuk dini dari gagal jantung dimana fungsi kontraksi atau pompa ventrikel kiri terganggu sehingga Cardiac Output menurun dan hal ini merupakan mekanisme utama yang berperan dalam menurunnya fraksi ejeksi. Sedangkan mekanisme lain yang menurunkan fraksi ejeksi adalah meningkatnya stres pada dinding ventrikel. Dinding ventrikel akan mengkerut


(26)

selama fase sistolik sebagai manifestasi memendeknya serabut otot jantung akibat kontraksi. Kontraksi ventrikel diikuti oleh berkurangnya ukuran ruangan ventrikel yang dapat dinilai secara kualitatif sebagai normal, menurun atau hiperdinamik. Secara normal 60-70% volume akhir diastolik dikeluarkan saat fase sistolik pada tiap siklus sirkulasi jantung.

Selain secara kualitatif disfungsi sistolik dapat dinilai juga secara kuantitatif dengan perumusan EF = EDV-ESV/ EDV x 100%. Estimasi volumetrik ventrikel kiri dengan ekokerdiografi 2D berdasarkan pada 3 metode geometrik yang mengkombinasikan pengukuran dimensi ventrikel kiri dan area yang diukur volumenya. Metode itu adalah prolate ellipsoid methode, hemi-ellipsoid methode dan biplane methode of discs (modified Simpson's rule)

Penurunan fungsi sistolik ventrikel kiri 5-10% sudah dapat ditemukan oleh

observer yang berpengalaman. Fraksi ejeksi > 55% masih dipertimbangkan sebagai normal, 40-54% sebagai mildly reduced, 30-39% sebagai moderately reduced sedangkan < 30% sebagai severely reduced. Keadaan hiperdianamik terjadi apabila fraksi ejeksi melebihi 70% yang akan terlihat sebagai ruangan yang hampir tidak ada ketika dilihat dari posisi apikal atau parasternal dan dapat dijumpai pada keadaan hipovolemi atau pada kardiomiopati hipertrofi. Namun studi-studi yang menilai disfungsi sistolik umumnya menggunakan fraksi ejeksi < 50% sebagai batasannya

Penyebab yang utama pada disfungsi ini adalah penyakit jantung iskemi. Pada gagal jantung dekompensata ditemukan 63% pasien dengan disfungsi sistolik yang memiliki penyakit jantung koroner sedangkan yang disfungsi diastolik hanya 54%.

2.1.2.1.1. Peranan Ekokardiografi dalam Menentukan Penyebab Disfungsi Sistolik

Ekokardiografi dapat juga digunakan dalam menentukan etiologi disfungsi ini (Tabel 2.1). Pada penyakit jantung iskemi hampir selalu dijumpai adanya abnormalitas gerakan dinding regional terutama sekunder dari infark miokard sebelumnya. Sedangkan pada disfungsi sistolik yang global tanpa adanya variasi regional lebih mendukung terjadi oleh karena kardiomiopati bukan iskemi.31


(27)

Penyakit katup jantung regurgitasi berat seperti regurgitasi mitral dan aorta dapat menyebabkan dilatasi ventrikel kiri dengan penurunan fungsi sistolik. Peningkatan tekanan berlebihan seperti stenosis aorta, hipertensi berat ataupun koarktasio selalu menimbulkan hipertrofi meskipun dilatasi ventrikel dan disfungsi dapat terjadi terlambat pada perjalan penyakit ini. Variasi dari penyakit jantung kongenital pun dapat menyebabkan disfungsi sistolik dan biasanya dapat dinilai dengan ekokardiografi termasuk juga penyakit jantung infiltratif seperti amiloidosis yang mempunyai gambaran patognomik. Gambaran yang umum dijumpai adalah hipertofi ventrikel kiri, miokardium tampak sebagai gambaran "berbintik-bintik", dilatasi atrium, penebalan katup nonspesifik dan effusi perikard.31,41

Tabel 2.1. Penyebab Umum Disfungsi Sistolik Ventrikel 31

• Ischemic heart disease ( 75% pada negara-negara industri) • Cardiomyopathies

• Pressure Overload states

Hypertensive heart disease

Valvular heart disease: aortic stenosis • Volume overload disease

Valvular heart disease: aortic incompetence, mitral regurgitation Ventricular septal defect

• Rapid ventricular rate states

Sustained ventricular tachycardias (e.g.,atrial fibrillation with rapid ventricular response)

• Congenital heart diasease

2.1.2.2. Disfungsi Diastolik

Disfungsi ini juga merupakan bentuk dini dari gagal jantung dimana kemampuan pengisian ventrikel kiri menurun sehingga dibutuhkan tekanan pengisian atrium yang lebih besar lagi. Kemampuan pengisiannya menurun oleh karena gangguan relaksasi ataupun compliance ventrikel dengan fraksi ejeksi yang masih normal namun cardiac output sudah mulai menurun (Tabel 2.2). Vasan dan Levy menetapkan Fraksi Ejeksi > 50% sebagai batasan untuk disfungsi diastolik.28,32,35,36


(28)

Tabel 2.2. Faktor yang Mempengaruhi Pengisian Ventrikel 32

• Left ventricular compliance

Intrinsic distensibility and elasticity LV cavity dimensions

• Rate of relaxation , • Left atrial compliance

• Left atrial pressure

• Valvular regurgitation: aortic and mitral • Pericardial restraint

Fibrosis iskemik miokard (penyakit jantung koroner) dan hipertofi ventrikel oleh karena hipertensi ataupun kardiomiopati hipertrofik merupakan penyebab tersering (Tabel 2.3). Disfungsi diastolik sering timbul bersama dengan disfungsi sistolik namun dapat muncul tersendiri pada 20-40% pasien gagal jantung.35,41

Tabel 2.3. Keadaan yang Menyebabkan Disfungsi Diastolik32,35

• Hypertension

• Ischemic heart disease

• Hypertrophic cardiomyopathy • Restrictive cardiomyopathy

• Constrictive pericarditis and cardiac temponade • Dilated cardiomyopathy

• Cardiac transplant rejection

Jika compliace ventrikel menurun maka akan terjadi peningkatan tekanannya dalam merespon penambahan volume. Atrium berperan sebagai

reservoir, penghubung dan pompa selama siklus jantung, oleh karena itu proses yang mengganggu fungsi atrium normal juga berperan dalam terjadinya disfungsi diastolik. Pada usia muda yang sehat kontraksi atrium berperan sekitar 20% dari pengisian ventrikel. Proporsi ini akan meningkat sedikit sesuai pertambahan usia tetapi biasanya tidak melebihi 50% dari pengisian ventrikel.31,32


(29)

2.1.2.2.1. Klasifikasi Disfungsi Diastolik

Klasifikasi yang umum digunakan terutama berdasarkan pola aliran masuk katup mitral yang ditentukan dari puncak gelombang E (pengisian ventrikel awal yang cepat), gelombang A (pengisian ventrikel saat atrium berkontraksi), kecepatan puncak dan rata-rata waktu perlambatan dari gelombang E yang dapat ditentukan dengan pemeriksaan ekokardiografi doppler transmitral.

28,32,35

Aliran transmitral yang normal ditandai oleh rasio E/A > 1 dengan waktu deselerasi gelombang E 150-220 ms ( waktu dari puncak gelombang E sampai akhir dari aliran mitral) dan kontribusi atrium pada pengisian ventrikel umumnya tidak lebih 20% .(Gambar 2.1)

Gambar 2.1. Pengukuran Disfungsi Diastolik dengan Doppler Transmitral 35

Penggunaan Doppler transmitral sudah sangat membantu untuk mengenal fungsi diastolik yang normal sampai adanya disfungsi diastolik. Disfungsi diastolik dapat dibagi atas 3 kelompok berdasarkan beratnya disfungsi (Tabel 2.4): 1.Gangguan Relaksasi (Mild Dysfunction)

2.Pseudo-normal (Moderate Dysfunction) 3.Restriktif (Severe Dysfunction)


(30)

Tabel 2.4. Pola Ekokardiografi Doppler Sesuai Beratnya Disfungsi Diastolik

2.1.2.2.1.1. Gangguan Relaksasi

Pola doppler pada gangguan ini ditandai dengan gelombang E dengan gelombang A yang terbalik (puncak gelombang E < puncak gelombang A) dan terdapat pemanjangan waktu deselerasi gelombang E lebih dari 220 ms. Keadaan ini mungkin sering dijumpai pada usia lanjut dan bisa tidak ditemukan keadaan yang patofisiologi, tetapi bila dijumpai pada usia <65 tahun dugaan adanya abnormalitas fungsi diastolik perlu dipertimbangkan. Pola ini terjadi oleh karena relaksasi ventrikel kiri terganggu atau menurunnya compliancenya sehingga tekanan atrium kiri meningkat abnormal yang bermanifestasi sebagai menurunnya puncak gelombang E dan melambatnya waktu deselerasi. Keadaan ini biasanya bertoleransi buruk terhadap takhikardia dan fibrilasi atrium.

2.1.2.2.1.2. Psedo-normal

Jika tekanan pengisian intrakardiak meningkat bersamaan setelah terlebih dahulu terjadi gangguan relaksasi ventrikel kiri maka pola doppler aliran mitral kembali tampak seperti gambaran normal dengan rasio E/A > 1 namun terjadi penurunan waktu deselerasi gelombang E. Hal ini terjadi oleh karena peningkatan gradien yang lebih tinggi antara atrium kiri dan ventrikel kiri sehingga memberikan tekanan yang lebih besar kapada ventrikel kiri pada fase pengisian awal ventrikel. Keadaan ini membentuk pola doppler dengan puncak gelombang E


(31)

yang lebih tinggi dan pengisian ventrikel yang lebih cepat ( penurunan waktu deselerasi gelombang E) sehingga akan tampak seolah-olah normal pada gangguan relaksasi ventrikel dan dijumpai tekanan pengisian pada sisi kiri.

2.1.2.2.1.3. Restriktif

Pada disfungsi diastolik dan peningkatan tekanan pengisian ventrikel yang semakin progresif, dapat terjadi restriktif dengan peningkatan puncak gelombang E oleh karena gradien transmitral yang lebih tinggi dari meningkatnya tekanan atrium kiri. Selanjutnya diikuti dengan semakin memendeknya waktu deselerasi dan mengecilnya gelombang A (tingginya tekanan diastolik ventrikel kiri yang telah diikuti dengan disfungsi sistolik atrium). Maka pola dopplernya adalah gelombang E dengan puncak yang tinggi namun sempit dan gelombang A yang kecil dengan waktu pengisian ventrikel yang sangat pendek pada awal fase diastolik.

2.2. FILTRASI GLOMERULUS SEBAGAI SALAH SATU PROSES FUNGSI GINJAL

Glomerulus adalah suatu pleksus anastomosis kapiler yang dikelilingi oleh kapsula Bowman, suatu lekukan kapsula dari sel epitel tubular dimana urin difiltrasi. Glomerulus juga mengandung sel-sel mesangial sebagai penyangga kapiler dimana sel-sel tersebut bersifat kontraktil dan dapat melakukan fungsi fagosit. Darah masuk ke kapiler glomerulus melalui arteriol aferen dan keluar melalui arteriol eferen. Vasokonstriksi dari arteriol eferen akan menghasilkan tekanan hidrostatik yang tinggi dalam kapiler glomerulus sehingga menggerakkan air, ion-ion dan molekul-molekul kecil melewati perintang (filtration barrier) ke dalam kapsula Bowman. Bahan yang dapat difiltrasi ditentukan oleh ukuran molekul dan muatannya.

33,34,40

Filtrasi glomerulus adalah proses pergerakan sekitar 20% plasma yang masuk ke kapiler glomerulus kemudian menembus kapiler untuk masuk ke ruang interstisium lalu menuju kapsula Bowman. Sebagian besar zat yang masuk ke tubulus di kapsula Bowman tidak menetap di tubulus. Zat-zat tersebut dialirkan kembali ke darah melewati kapiler peritubulus melalui proses reabsorbsi. Zat-zat


(32)

lain yang ditambahkan ke filtrat urin juga melalui kapiler peritubulus melalui proses sekresi. Melalui proses reabsorbsi dan sekresi inilah nefron memanipulasi komposisi dan volume filtrat urin awal untuk menghasilkan urin akhir.

2.2.1. Laju Filtrasi Glomerulus

Laju filtrasi glomerulus (LFG) didefenisikan sebagai volume filtrat yang masuk ke dalam kapsula Bowman persatuan waktu. LFG relatif konstan dan memberi indikasi kuat mengenai kesehatan ginjal. LFG bergantung pada empat tekanan yang menentukan filtrasi dan reabsorbsi yaitu tekanan kapiler, tekanan cairan interstisium, tekanan osmotik koloid plasma dan tekanan osmotik koloid cairan interstisium sehingga setiap perubahan tekanan tersebut akan mengubah laju filtrasi glomerulus. Selain itu LFG juga dipengaruhi oleh ketersediaan luas permukaan glomerulus untuk filtrasi sehingga penurunan luas permukaan glomerulus akan menurunkan LFG.

33,34,40

Laju filtrasi glomerulus merupakan uji fungsi ginjal yang paling banyak dilakukan terutama untuk studi-studi penelitian. Akurasi setiap uji LFG tergantung dari substansi atau zat yang dipakai sebagai media kontras. Kriteria substansi /zat yang memenuhi syarat untuk uji LFG yaitu:

1. Eliminasi dari tubuh hanya oleh ginjal 2. Filtrasi bebas

3. Tidak mengalami sekresi ataupun reabsorbsi oleh tubulus 4. Pengukuran cukup akurat dan mudah

Inulin merupakan satu-satunya zat yang memenuhi kriteria sehingga uji klirens inulin merupakan standard baku namun tidak rutin dilakukan kepada setiap pasien karena masalah tekhnik dan biaya. Selama uji pasien mendapat infus inulin selarna 3 jam dan mempertahankan pemasukan cairan.

Nilai rata-rata LFG pada orang dewasa adalah 180 liter perhari (125 ml permenit). Volume plasma normal adalah sekitar 3 liter (dari volume darah total sekitar 5 liter) berarti plasma difiltrasi oleh ginjal sekitar 60 kali sehari, selain itu kenyataan yang luar biasa adalah dari 180 liter cairan yang difiltrasi ke dalam kapsula Bowman perhari hanya 1,5 liter perhari yang diekskresikan dari tubuh


(33)

sebagai urin. Sisanya diserap kembali ke dalam darah di sepanjang kapiler peritubulus.

2.2.2. Gangguan Fungsi Ginjal

Gangguan ini terjadi karena adanya penurunan laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate = GFR) yang dapat terjadi dalam derajat ringan, sedang ataupun berat. Proses penurunan fungsi ginjal ini dapat berlangsung secara sementara (akut) ataupun berlangsung secara kronis dan progresif sehingga pada akhirnya akan terjadi gagal ginjal terminal.

Pada tahun 2002, The National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease Outcome Quality Initiative (K/ DOQI) menyusun panduan mengenai penyakit ginjal kronik. Menurut panduan ini gangguan fungsi ginjal yang dini sudah termasuk dalam stadium penyakit ginjal kronik bila berlangsung menetap atau persisten.

GFR < 60 ml/menit/ 1,73 m2

Ada kemungkinan GFR tetap normal atau meningkat, tetapi sudah terdapat kerusakan ginjal sehingga mempunyai resiko untuk mengalami dua keadaan utama akibat PGK yaitu hilangnya fungsi ginjal dan terjadinya penyakit kardiovaskular. Definisi PGK tidak memperhatikan penyebab yang mendasari terjadinya kelainan ginjal namun harus tetap diupayakan untuk menegakkan diagnosis penyebabnya, derajat kerusakan ginjal, derajat penurunan fungsi ginjal maupun resiko hilangnya fungsi ginjal lebih lanjut serta resiko timbulnya penyakit kardiovaskular.

> 3 bulan diklasifikasikan sebagai penyakit ginjal kronik tanpa memperhatikan ada atau tidaknya kerusakan ginjal oleh karena pada tingkat GFR tersebut atau lebih rendah, ginjal telah kehilangan fungsinya lebih > 50% dan terdapat komplikasi. Sedangkan pada sisi lain adanya kerusakan ginjal tanpa memperhatikan tingkat GFR juga diklasifikasikan sebagai penyakit ginjal kronik (PGK).

2.2.3. Peranan Cystatin C dalam Deteksi Dini Gangguan Fungsi Ginjal

Penelitian-penelitian meta-analisis menunjukkan bahwa cystatin C merupakan zat endogen sebagai penilai lain fungsi ginjal yang lebih sensitif untuk


(34)

menilai penurunan laju filtrasi glomerulus yang ringan sampai sedang dibandingkan dengan kreatinin. Cystatin C termasuk asam amino 122, protein 13 250-Da yang berperan sebagai inhibitor proteinase cystein (seperti cathepsin B,S dan K) yang diproduksi secara konstan oleh semua sel berinti melalui ekspresi gen. Oleh karena ukurannya kecil cystatin C difiltrasi secara bebas oleh glomerulus namun tidak disekresikan tetapi direabsorbsi oleh sel epitel tubulus dan selanjutnya dimetabolisme seluruhnya sehingga tidak ada yang kembali ke aliran darah. Oleh karena tidak kembali ke aliran darah dan tidak disekresikan ke tubulus maka estimasi laju filtrasi glomerulus akan lebih merefleksikan fungsi filtrasi ginjal yang sebenarnya.

Produksi cystatin C tidak dipengaruhi oleh kondisi inflamasi dan tidak memiliki ritme sikardian, selain itu konsentrasi di plasma lebih stabil dibanding inhibitor proteinase yang lain. Fungsi cystatin C antara lain melindungi jaringan penghubung oleh enzim intrasellular dan mungkin juga sebagai anti virus dan anti bakteri.

13,15,21

Selain itu kadar cystatin C tidak dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, diet, etnis, aktifitas dan massa otot, namun bebrapa penelitian menunjukkan bahwa keadaan hipertiroid, dan penggunaan kortikosteroid setelah transplantasi serta kemoterapi pada keganasan dapat meningkatkan kadar cystatin C namun berhubungan secara independen dengan inflamasi. Sedangkan kadar kreatinin dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu usia, jenis kelamin, diet, etnis dan massa otot dan banyak keadaan lain yang mempengaruhi peningkatan dan penurunan kadarnya (Tabel 2.5). Kreatinin juga memiliki beberapa keterbatasan lain yaitu adanya hubungan nonlinear antara kreatinin dan laju filtrasi glomerulus dan ketidakmampuan mendeteksi perubahan kecil laju filtrasi yang menurut beberapa peneliti fungsi ginjal telah menurun > 50% sebelum kadar kreatitnin serum melebihi batas normal.

3,13

Tes baku emas untuk menentukan laju filtrasi golerulus adalah dengan mengukur bersihan zat-zat eksogen seperti inulin,

8,15,16,30

51

Cr-EDTA, 99mTc-labelled DTPA, 125labelled iothalamate atau iohexol namun mahal, membutuhkan waktu lebih dan pengawasan laboratorium yang lebih ketat sehingga diperlukan tes


(35)

bersihan ginjal dengan mengukur zat endogen di darah yang lebih praktis diantaranya dengan mengukur kadar cystatin C dan kreatinin.

Pengukuran laju filtrasi glomerulus dengan cara tidak langsung (mengukur zatendogen) berhubungan terbalik dengan rata-rata bersihan ginjal sehingga kadar cystatin C juga berbanding terbalik bila dihubungkan dengan laju filtrasi iohexol sebagai baku emas dengan rumus: GFRIO = (87,17/ plasma cystatin C) - 6,87.

12,13,14

13

Tabel 2.5. Perbandingan Cystatin C dengan Creatinin Serum 3

2.3. Pengaruh Disfungsi Ventrikel terhadap Fungsi Ginjal.

Pendapat umum menyatakan bahwa perburukan fungsi ginjal pada gagal jantung oleh karena penurunan volume intravaskular dan atau penurunan cardiac output. Penurunan fraksi ejeksi ataupun hipertropi ventrikel kiri saja sebelum munculnya gejala klinis disfungsi ventrikel (gagal jantung) sudah menyebabkan terganggunya aliran darah ginjal dan aktifasi RAAS yang dapat meningkatkan kadar Cystatin C sebagai petanda dini gangguan fungsi ginjal.5,20,24


(36)

Ternyata tidak sesederhana itu, menurut Weiner dkk (2008) salah satu interaksi yang penting juga antara jantung dan ginjal pada keadaan ini adalah melalui proses inflamasi yang melibatkan sistem proinflamatori seperti IL-1, IL-6 dan TNF-a. Proses ini terjadi pada kedua organ sejak dini sehingga sulit diketahui organ mana yang terlebih dahulu menyebabkan gejala klinis.

Kimmenade dkk. telah menyatakan keadaan ini sebagai "cardio-renal syndrome ". Terminologi ini lazim digunakan dalam dekade terakhir namun belum ada definisi yang dapat diterima secara umum terutama bagi kalangan ahli jantung dan ahli ginjal sehingga Scrier (2007) membedakan istilah antara

"cardiorenal syndrome" yaitu penurunan fungsi ginjal yang terjadi pada gagal jantung sedangkan penurunan fungsi jantung akibat gagal ginjal disebut sebagai

"renocardiac syndrome".

29,30

Sebelumnya pada tahun 2004, National Heart Lung and Blood Institute(NHLBI) di Amerika telah membentuk grup kerja Cardio-Renal Connections" yang mengajukan definisi sederhana tentang sindroma kardiorenal (SKR) yaitu adanya penurunan fungsi ginjal yang disebabkan oleh penurunan fungsi jantung.

5,20

Pada gagal jantung yang memberat, terjadi pelepasan neurohormon vasokontriktor dan penyebab retensi sodium dan air seperti angiotensin II, norepineprin, endothelin, adenosin dan arginin vasopressin. Namun terjadi juga pelepasan hormon vasodilator dan natriuresis seperti natriuretic peptide, prostaglandin, bradikinin, dan nitrik oksida sebagai efek penyeimbang. Ketidakseimbangan kedua kedua kelompok hormon inilah yang memiliki peranan penting untuk terjadinya perburukan fungsi ginjal dan retensi sodium pada gagal jantung.

24

1,4,28

2.3.1 Sindrom Kardio-Renal

Secara umum Sindrom Kardio-Renal oleh Ronco dkk.(2008) didefinisikan sebagai suatu kondisi baik akut ataupun kronik dimana jantung ataupun ginjal gagal mengkompensasi gangguan fungsinya dan berdampak pada gangguan fungsi organ lainnya ataupun akibat sekunder dari penyakit sistemik yang


(37)

mengganggu keduanya sehingga terjadi siklus lingkaran berbahaya yang menyebabkan kegagalan sistem sirkulasi.

Peningkatan beban pengisian jantung berhubungan dengan meningkatnya tekanan vena ginjal. Tekanan perfusi ginjal sebanding dengan tekanan arteri rata-rata dikurangi tekanan atrium kiri sebagai indeks tekanan vena ginjal. Peningkatan tekanan vena sentral menunjukkan terjadinya penurunan laju filtrasi glomerulus yang selanjutnya menyebabkan retensi air dan sodium dan terjadi juga stimulasi terhadap renin-angiotensin-aldosteron system (RAAS). Oleh karena itu peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan kanan tidak hanya mengganggu cardiac output namun juga menyebabkan disfungsi ginjal dengan meningkatnya tekanan vena ginjal (Gambar 2.2). Selain itu peningktan adenosin juga dapat menyebabkan penurunan GFR dengan cara vasodilatasi arteriol efferen glomerulus dan vasokontriksi arteriol afferen gromerulus.

5,24

12,4,5,28

Gambar 2.2. Gangguan Fungsi Ginjal pada Gagal Jantung 5

Gottlieb dkk. menyatakan bahwa keadaan akut dari gagal jantung kongestif mengalami perburukan fungsi ginjal dalam tiga hari pertama perawatan ketika pasien masih dalam keadaan hipervolemia. Diuresis yang berlebihan dan


(38)

rendahnya tekanan pengisian berpotensi untuk semakin memperburuk fungsi ginjal namun hal itu jarang terjadi.

Selain proses kompensasi terhadap gagal jantung, ada juga hal lain yang dapat menyebabkan disfungsi ginjal pada gagal jantung diantaranya penggunaan zat kontras, NSAID dan obat-obatan yang bersifat nefrotoksik

4,5,28

Etiologi SKR bervariasi, namun dapat dikelompokkan atas dua golongan yaitu penurunan perfusi ginjal dan penyakit ginjal intrinsik yang beberapa diantaranya saling terkait menyebabkan SKR. Penyebab utama penurunan perfusi ginjal adalah hipovolemia, vasokontriksi diperantarai neurohormonal, hipotensi dengan curah jantung rendah atau normal dan obat-obatan yang bersifat toksik. Sedangkan penyakit ginjal intrinsik disebabkan oleh resistensi diuretik selain oleh hipertensi dan diabetes yang lama.

4,5

Faktor resiko SKR menurut American Heart Association dibagi atas dua kelompok, tradisional dan nontradisional. Kedua faktor ini merupakan faktor resiko pada penyakit kardiovaskular (PKV) dan penyakit ginjal kronik (PGK) sehingga interaksi antara keduanya sangat erat. Yang termasuk faktor resiko tradisional adalah usia lanjut, pria, hipertensi, diabetes melitus, kadar LDL yang tinggi, kadar HDL yang rendah, kebiasaan merokok, menopause, LVH dan riwayat keluarga menderita PKV. Sedangkan yang termasuk faktor resiko nontradisional adalah mikroalbuminuria, kadar homosistein yang tinggi, anemia, gangguan metabolisme kalsium dan fosfor, perubahan kadar hormon paratiroid dan inflamasi.

5,28,42

5,28,42

2.3.2. Cystatin C pada Disfungsi Ventrikel Kiri

Pada disfungsi ventrikel kiri sudah mulai terjadi penurunan fungsi ginjal sehingga kadar Cystatin C sebagai petanda dini gangguan fungsi ginjal juga meningkat. Namun cystatin C pun merupakan prediktor potensial terhadap perubahan struktur jantung yang tidak normal, faktor resiko pada kejadian gagal jantung dengan hubungan yang linier sekaligus sebagai prediktor resiko mortalitas. Beberapa penyakit ginjal juga berhubungan dengan terjadinya disfungsi diastolik dan perubahan geometri ventrikel kiri. 5,7,8,20,24,38


(39)

Lasus dkk.(2007) menunjukkan bahwa peningkatan cystatin C berhubungan dengan kematian yang lebih tinggi dalam 12 bulan pada pasien-pasien dengan gagal jantung akut dimana kadar cystatin C diatas 1,3 mg/L berhubungan dengan hazard ratio 3,2 yang tertinggi dalam studi ini dengan p < 0,0001.

Moran dkk.(2008) menunjukkan bahwa Cystatin C secara linier berhubungan dengan gagal jantung sistolik dan hanya kadar Cystatin C yang paling tinggi ( > 1,2 mg/L) yang dapat memprediksi gagal jantung diastolik sehingga mereka menyimpulkan bahwa disfungsi ginjal dini dapat memprediksi gagal jantung diastolik lebih baik daripada memprediksi gagal jantung sistolik. Namun pada studi MESA oleh Moran dkk. juga didapatkan bahwa penurunan fungsi ginjal ringan (estimasi GFR cystatin c > 60 dan < 90 ml/menit/ 1,73 m2

Joachim dkk.(2006) menujukkan bahwa kadar Cystatin C yang lebih tinggi (>1.28 mg/L) berhubungan kuat dengan hipertropi ventrikel kiri dan disfungsi diastolik pada pasien rawat jalan dengan penyakit arteri korener tanpa gagal jantung sedangkan dengan disfungsi sistolik tidak menunjukkan adanya hubungan dengan kadar Cystatin C yang lebih tinggi, tetapi berhubungan linier. Studi mereka menemukan bahwa pada sebagian besar kasus, keberadaan hipertropi ventrikel kiri (LVH) merupakan kejadian utama menuju berkembangnya gagal jantung diastolik melalui kekakuan dinding ventrikel kiri. Kekakuan inilah yang mengawali terjadinya disfungsi diastolik untuk selanjutnya menjadi gagal jantung diastolik.

) sudah berhubungan dengan odds ratio hipertropi ventrikel kiri yang lebih tinggi.

Watanabe dkk.(2003) menunjukkan bahwa kadar cystatin C berhubungan dengan kerusakan end-organ terhadap jantung, ginjal dan pembuluh darah pada penderita hipertensi esensial dengan korelasi terhadap left ventricular mass index (r=0,528), terhadap kliren kreatinin (r = 0,617) dan terhadap intima nedia thickness (r-0,539) dengan kemaknaan masing-masing 0,0001. Hal ini menunjukkan bahwa disamping sebagai parameter fungsi ginjal cystatin C juga merupakan petanda dini beratnya kerusakan end-organ pada hipertensi esensial.

Patel dkk.(2009) menunjukkan bahwa peningkatan kadar Cystatin C berhubungan dengan peningkatan massa ventrikel kiri, hipertropi ventrikel kiri


(40)

namun tidak berhubungan dengan left end diastolic volume, left end sistolic volume atau dengan fraksi ejeksi. Namun pada penelitian ini, quartil kadar cystatin C tertingginya hanya sampai > 0,93 mg/L. Akhirnya mereka menyimpulkan bahwa Cystatin C berhubungan dengan abnormalitas struktur jantung preklinik sehingga abnormalitas struktur jantung yang dini sudah menunjukkan adanya disfungsi ginjal yang dini pula. Proses penghambatan terhadap protease cystein oleh inhibitornya seperti Cystatin C akan menghambat degradasi protein matriks ekstrasellular yang terjadi pada proses remodeling ventrikel kiri sehingga proses remodeling menjadi berbanding lurus dengan peningkatan cystatin C.3,13


(41)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. KERANGKA KONSEP

3.2. DEFINISI OPERASIONAL

a. Penderita disfungsi sistolik dan diastolik adalah penderita yang datang / dirawat berdasarkan kriteria ACC/AHA 2005 tentang disfungsi ventrikel kiri.

b. Cystatin C serum: merupakan penilai lain fungsi ginjal yang lebih sensitif untuk menilai penurunan laju filtrasi glomerulus yang ringan sampai sedang dibandingkan dengan kreatinin, yang difiltrasi bebas oleh ginjal namun tidak disekresikan dan tidak direabsorbsi oleh tubulus namun dimetabolisme di tubulus proksimal ginjal sehingga tidak ada yang kembali ke aliran darah. Nilai normal cystatin C adalah 0,6 – 0,91 mg/ L. c. Ekokardiografi adalah metode pemeriksaan jantung secara visual dengan

menggunakan alat bantu yang memancarkan gelombang suara.

Disfungsi sistolik: Gangguan kontraksi otot ventrikel kiri yang disertai dengan menurunnya kekuatan pompa jantung yang fraksi ejeksinya <50% dengan ≤ 30% : berat, 31-40% : sedang dan 41-49% : ringan

Gagal jantung

Penurunan

Cardiac Output

Penurunan aliran darah ginjal

Disfungsi ginjal

Cystatin C

Kreatinin Estimasi GFR Ekokardiografi

Disfungsi Sistolik Disfungsi Diastolik

Disfungsi ventrikel kiri Faktor resiko tradisional dan non tradisional

Faktor resiko tradisional dan non tradisional


(42)

Disfungsi diastolik: Gangguan relaksasi otot ventrikel kiri yang disertai dengan menurunnya volume pengisian dengan fraksi ejeksi ≥ 50% dengan perubahan rasio E/A dan waktu deselerasi ventrikel kiri.

d. Formula Cockroft-Gault : Perumusan yang menghitung besarnya laju filtrasi glomerulus bedasarkan nilai kreatinin, umur dan berat badan dengan rumus ; (140-usia) x BB

--- 72 x kreatinin serum

Apabila dihitung pada wanita hasilnya dikalikan dengan 0,8 (konstanta).


(43)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. DESAIN PENELITIAN

Penelitian dilakukan secara potong lintang (cross sectional) yang bersifat analitik tidak berpasangan.

4.2. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian dilakukan di RS Pirngadi Medan dan RSUP H. Adam Malik Medan mulai bulan Juni 2011 sampai dengan Desember 2011

4.3. KRITERIA INKLUSI

a. Penderita disfungsi ventrikel kiri yang ditegakkan menurut kriteria ACC/AHA 2005 apabila ditemukan faktor resiko dengan atau tanpa gejala klinis gagal jantung yang disertai pemeriksaan fungsi venterikel kiri. b. Usia 18 -60 tahun

c. Bersedia mengikuti penelitian

4.4. KRITERIA EKSKLUSI

a. Penurunan fungsi ginjal ditandai dengan bersihan kreatinin < 60 ml/menit (berdasarkan Cockcroft-Gault formula).

b. Hipertiroid

c. Penyakit keganasan

d. Tidak bersedia mengikuti penelitian

4.5. BESAR SAMPEL

Rumus yang digunakan, n = 2 (zα + zβ) S (X

2

a-X0

)

Dimana Zα = deviat baku α = 1,96 (untuk α = 0,05) Zβ = deviat baku β = 0,842 (untuk β =0,20)


(44)

S = simpangan baku dari penelitian sebelumnya = 0,30 X

24

a – X0

penelitian sebelumnya = 0,20

= selisih minimal rerata yang dianggap bermakna dari

n = 2 0,84

24 2

0,2

= 34 orang

Jadi perkiraan besar sampel untuk kelompok disfungsi ventrikel kiri dengan 2 kelompok sampel tidak berpasangan adalah 34 orang

4.6. CARA PENELITIAN

• Setiap pasien yang datang berobat ke RS dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, EKG 12 sadapan, laboratorium rutin, pemeriksaan fungsi ginjal. Cockcroft-Gault formula dipakai sebagai dasar perhitungan laju filtrasi glomerulus dengan nilai ≥ 60 ml/ menit kemungkinan sudah terjadi gangguan fungsi ginjal tahap dini .

• Setelah memenuhi kriteria penelitian pasien maupun keluarga terdekatnya (next of kin) mengisi surat persetujuan (informed consent).

• Selanjutnya pasien dilakukan pemeriksaan ekokardiografi dan dikelompokkan dalam 2 kelompok yaitu pasien disfungsi sistolik dengan

Left Ventricular Ejection Fraction (LVEF) < 50 % dan pasien disfungsi diastolik dengan LVEF ≥ 50% serta perubahan rasio E / A dan waktu deselerasi ventrikel kiri.

• Pemeriksaan cystatin C dengan mengambil darah vena, disimpan dalam tabung darah standart dan disentrifugasi pada suhu 4º C selama 15’. Serum dapat disimpan dalam lemari pendingin -70° C sebelum pemeriksaan. Serum kemudian diperiksa dengan menggunakan reagensia dari Siemens Diagnostic dengan alat BNII nephelometer dengan prinsip

immunonepehelometric assay di laboratorium konfirmasi laboratorium penyedia reagensia. Berdasarkan hasil pemeriksaan kadar cystatin C pasien dikelompokkan dalam 2 kelompok yaitu (0,61-0,91) dan ≥ 0,92 mg/L


(45)

4.7. ALUR PENELITIAN

4.8. ANALISA DATA

• Pengolahan data secara deskriptif analitik.

• Untuk menilai hubungan kadar rata-rata cystatin C terhadap perbedaan

Left Ventricular Ejection Fraction (LVEF) digunakan uji t-independen jika kedua data berdistribusi normal, sebaliknya digunakan uji Mann-Whitney jika distribusi datanya tidak normal sedangkan untuk perbedaan prorporsi dipakai ujikai-kuadrat.

• Korelasi bivariat dengan uji Pearson untuk data yang berdistribusi normal dan uji Spearman untuk data yang tidak berdistribusi normal

• Data diolah dengan memakai perangkat lunak komputer SPSS

• Dianggap bermakna jika nilai P < 0,05

Subjek penelitian Kriteria eksklusi Kriteria inklusi

Ekokardiografi

LVEF <50% (disfungsi sistolik)

LVEF ≥ 50%, perubahan rasio E/A dan waktu deselerasi ventrikel kiri (disfungsi diastolik)

Cystatin C

Cystatin C

Anamnese, Pemeriksaan fisik Pemeriksaan laboratorium (Hb, creatinin), EKG, BB dan TB


(46)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. HASIL PENELITIAN

5.1.1. Karakteristik Subjek penelitian

Dari 35 orang penderita dengan disfungsi ventrikel kiri dijumpai 13 orang (37,1%) dengan disfungsi sistolik dan 22 orang (62,9%) dengan disfungsi diastolik. Rata-rata usia, Indeks massa tubuh, hemoglobin, kreatinin dan GFR (crockcroft-gault) pada kelompok disfungsi sistolik dan diastolik tidak berbeda bermakna secara statistik dengan p berturut-turut = 0,71; 0,88; 0,65; 0,12 dan 0,25 dengan rata – rata kadar haemoglobin dan kreatinin dijumpai dalam batas normal pada kedua kelompok. (Tabel 5.1)

Tabel 5.1. Karakterisrik Dasar Subjek Penelitian

Karakteristik

Disfungsi Sistolik (mean ± SD) n = 13

Disfungsi Diastolik (mean ± SD)

n = 22

p Usia Jenis Kelamin Pria Wanita IMT (kg/m Laboratorium 2) Hb (g/dl) Kreatinin (mg/dl) GFR (Crockcoft-Gault) Riwayat Penyakit Hipertensi CAD MI DM

50,38 ± 6,07 10 3 21,33 ± 1,30 13,50 ± 0,69 0,76 ± 0,10 75,77 ± 10,13 -

9 4 -

51,23 ± 6,76 12 10 21,25 ± 1,24 13,38 ± 0,88 0,71 ± 0,08 80,36 ± 11,87 17 - - 5 0,71 0,09 0,88 0,65 0,12 0,25 0,07

Keterangan: IMT, Indeks Massa Tubuh; Hb, hemoglobin; GFR, Glomerular Filtration Rate; CAD, Coronary Artery Disease; MI, Miokard Infarc; DM,Diabetes Mellitus


(47)

Perbedaan jenis kelamin dan riwayat penyakit (hipertensi, CAD, MI, DM) pada kelompok disfungsi sistolik dan diastolik juga tidak berbeda bermakna secara statistik dengan p berturut-turut = 0,09 dan 0,07.(Tabel 5.1)

5.1.2. Analisa Hubungan antar Variabel

Tabel 5.2. Perbandingan Rata-Rata Kadar Cystatin C pada Disfungsi Sistolik dan Diastolik

Parameter

Disfungsi Sistolik mean ± SD n = 13

Disfungsi Diastolik mean ± SD

n = 22

p

Cyatatin C (mg/L)

1,22 ± 0,39

1,17 ± 0,43

0,76

Rata-rata kadar cystatin C serum dijumpai meningkat pada kelompok disfungsi sistolik dan disfungsi diastolik, berturut-turut 1,22 ± 0,39 dan 1,17 ± 0,43 dan lebih tinggi pada kelompok disfungsi sistolik yang fraksi ejeksinya lebih rendah tetapi tidak berbeda bermakna secara statistik dengan p = 0,76. (Tabel 5.2)

Tabel 5.3.Perbandingan Proporsi Kadar Cystatin C Berdasarkan Kategori Normal dan Meningkat pada Disfungsi Sistolik dan Diastolik

Parameter Disfungsi sistolik n (%) Disfungsi diastolik n (%) P

Cystatin C (mg/L)

Kategori I = 0,61-0,91 II = ≥ 0,92

a) b) 2 (15,4) 11 (84,2) 9 (40,9) 13 (59,1) 0,92 0,73

Jumlah 13 (100) 22 (100) Keterangan: a) = kategori kadar cystatin C yang normal, b)

meningkat

= kategori kadar cystatin C yang

Pada kategori I dari kadar cystatin (0,61-0,91 mg/L) C sebagai kategori dengan kadar cystatin C masih normal dijumpai proporsi terbesar pada kelompok


(48)

disfungsi diastolik (40,9%) dibanding kelompok disfungsi sistolik (15,4%) tetapi tidak berbeda bermakna secara statistik dengan p = 0,92. Sedangkan pada kategori II dari kadar cystatin C ( ≥ 0.92 mg/L) yaitu kategori yang kadarnya meningkat dijumpai proporsi terbesar pada kelompok disfungsi sistolik (84,2%) dibanding kelompok diastolik (59,1%) tetapi tidak berbeda bermakna secara statistik dengan p = 0,73. (Tabel 5.3)

Gambar 5.1. Perbandingan Rata-Rata Kadar Cystatin C pada Disfungsi Sistolik dan Diastolik

Dari tabel 5.4 dapat dilihat adanya korelasi positif antara kadar cystatin C serum dengan usia, indeks massa tubuh dan kreatinin namun tidak bermakna signifikan secara statistik dengan (p : r) berturut-turut (0,39 : 0,14), (0,89 : 0,02) dan (0,10 : 0,27)


(49)

Tabel 5.4. Korelasi Cystatin C dengan C Variabel - Variabel yang Diperiksa

Parameter

Cystatin C

(p : r) Signifikan Usia IMT (kg/m a) 2 )

Disfungsi ventrikel kiri

a) Disfungsi Sistolik Disfungsi Diastolik a) Creatinin (mg/dl) a) GFR (Crockcoft-Gault) b) a)

(0,39 : 0,14) (0,89 : 0,02)

(0,75 : - 0,09) (0,54 : - 0,13) (0,10 : 0,27) (0,25 : - 0,19)

NS NS NS NS NS NS

Keterangan: NS,non signifikan, a) = uji korelasi Pearson, b) = uji korelasi Spearman

Didapati juga korelasi negatif antara kadar cystatin C serum dengan disfungsi sistolik, disfungsi diastolik dan GFR (Crockcroft-Gault) namun tidak bermakna signifikan secara statistik dengan (p : r) berturut-turut (0,75: - 0,09), (0,54 : - 0,13) dan (0,25: - 0,19). (Tabel 5.4)


(50)

5.2. PEMBAHASAN

The Dallas Heart Study (DHS) merupakan studi pertama yang menelusuri adanya hubungan antara fungsi dan struktur otot jantung dengan gangguan fungsi ginjal tahap dini dengan cystatin C sebagai biomarkernya pada populasi umum. Patel dkk. (2009) dengan metode potong lintang pada 2548 partisipan menunjukkan apabila cystatin C dihubungkan dengan fraksi ejeksi pada disfungsi ventrikel kiri tidak dijumpai adanya perbedaan bermakna secara statistik namun apabila kadar cystatin C serum dihubungkan dengan abnormalitas struktur otot jantung ( massa, ketebalan dinding dan pola konsentrik otot ventrikel kiri) melalui pemeriksaan MRI dijumpai hubungan yang bermakna secara statistik. Penelitian Patel dkk. ini menunjukkan hubungan pada populasi sampel dengan hipertensi dan ras kulit hitam namun tidak berhubungan dengan left end diastolic volume, left end sistolic volume atau dengan fraksi ejeksi.

Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya perbedaan rata-rata kadar cystatin C yang bermakna antara kelompok disfungsi sistolik dibandingkan dengan diastolik (1,22 ± 0,39 vs 1,17 ± 0,43 mg/L dengan P = 0,76) sehingga rata kadar cystatin C tidak dipengaruhi oleh besarnya fraksi ejeksi meskipun rata-rata kadar cystatin C serum dijumpai meningkat pada kedua kelompok disfungsi ventrikel kiri (1,22 ± 0,39 pada disfungsi sistolik dibanding 1,17 ± 0,43 pada disfungsi diastolik) dan cendrung lebih tinggi pada kelompok disfungsi sistolik. Namun penelitian ini tidak dirancang untuk mencari hubungan antara perubahan struktur otot jantung dengan cystatin C sebagai biomarker fungsi ginjal sebagaimana yang dilakukan oleh Patel dkk. MRI merupakan pemeriksaan gold standard untuk menentukan struktur dan besarnya massa otot ventrikel kiri meskipun secara ekokardiografi dapat dilakukan dengan menilai left ventricular mass index.

4,16

Penelitian lain yang juga dengan metode potong lintang dari Heart and Soul Study oleh Joachim dkk.(2006) pada 818 partisipan menunjukkan bahwa disfungsi diastolik dan hipertopi ventrikel kiri berhubungan dengan kadar cystatin C serum ≥ 1,28 mg/L sedangkan dengan disfungsi sistolik tidak berhubungan, namun sampel penelitian ini hanya pada pasien dengan penyakit jantung koroner tanpa adanya gejala gagal jantung. Sedangkan pada seluruh pasien dengan


(51)

disfungsi ventrikel kiri disertai juga dengan pengukuran massa otot ventrikel kiri dengan ekokardiografi..

Beberapa hipotesa menyatakan bahwa cystatin C berhubungan secara tidak langsung dengan penebalan otot ventrikel kiri karena sifatnya sebagai inhibitor protease cystein, dimana protease cystein ini berperan dalam degradasi matriks ekstrasellular pada proses remodeling otot ventrikel. Penebalan otot ini yang kemudian menyebabkan semakin kakunya dinding ventrikel kiri yang berlanjut pada munculnya disfungsi diastolik dan sistolik. Sebaliknya keadaan disfungsi ventrikel kiri menyebabkan tekanan pengisian atrium meningkat dan aliran darah ginjal menurun yang akhirnya menimbulkan kompensasi ginjal sehingga fungsi ginjal terganggu.

8,16,28

Namun penelitian ini tidak dirancang untuk mengukur massa otot ventrikel kiri dan sampel diambil dari populasi umum. Gangguan pada disfungsi diastolik dinilai dengan melihat pola doppler pada aliran masuk katup mitral dengan mengukur besarnya gelombang E (pengisian cepat ventrikel kiri), gelombang A (pengisian ventrikel kiri saat atrium berkontraksi) dan waktu deselerasi ventrikel kiri karena kekakuan dinding ventrikel kiri dan gangguan pengisian sudah terjadi meskipun fraksi ejeksi pada disfungsi diastolik masih normal sedangkan pada disfungsi sistolik fraksi ejeksi sudah menurun. Tidak dijumpai korelasi yang bermakna secara statistik antara besarnya fraksi ejeksi pada disfungsi sistolik dengan kadar cystatin C serum ( r = - 0,09 dengan p = 0,75), begitu juga antara besarnya fraksi ejeksi pada disfungsi diastolik dengan kadar cystatin C serum tidak dijumpai adanya korelasi yang bermakna secara statistik ( r = - 0,13 dengan p = 0,54) sehingga dengan korelasi bivariat tidak didapat adanya hubungan antara kadar cystatin C serum dengan disfungsi sistolik ataupun disfungsi diastolik.

4,11

Terjadinya Sindroma Kardiorenal seperti pada penelitian ini belum dapat diterangkan dengan jelas. Beberapa literatur membahas mengenai terjadinya penurunan curah jantung akibat penurunan fraksi ejeksi yang menyebabkan penurunan perfusi ginjal. Faktor-faktor lain seperrti hipovolemia, hipotensi, hipertensi juga dapat mempengaruhi perfusi ginjal. Shlipak dkk. (2004) menunjukkan bahwa 37-55% penderita yang mengalami perburukan fungsi ginjal


(1)

Lampiran 4

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBYEK PENELITIAN

Selamat pagi/siang Saudara/Saudari, pada hari ini, saya, Dr Zakhri Ilma Fadly, akan melakukan penelitian yang berjudul "Hubungan Disfungsi Ventrikel Kiri dengan Gangguan Fungsi Ginjal tahap dini yang dinilai dengan Cystatin C". Penelitian ini bertujuan untuk menilai perbedaan kadar cytatin C serum pada disfungsi sistolik dan diastolik dan bagaimana korelasinya sehingga bisa digunakan sebagai dasar untuk identifikasi gangguan fungsi ginjal tahap dini yang dinilai dengan marker endogen (dalam penelitian ini mengukur kadar cystatin C).

Saudara/Saudari, kami akan melakukan pemeriksaan dengan alat

Ekokardiografi, sebelumnya saudara/saudari akan diukur berat badan, tinggi badan. Alat ini dapat menilai fungsi ventrikel kiri secara tidak langsung dengan hanya menempelkan “probe” dari alat tersebut pada dada kiri. Saat pengukuran, Saudara/Saudari dalam posisi tidur terlentang. Pengukuran dilakukan oleh petugas yang sudah terlatih dengan alat tersbut, lama pengukuran berkisar 10-15 menit dan hasilnya langsung didapat. Kemudiaan saudara/saudari akan diambil darahnya untuk dilakukan pemeriksaan darah rutin, kreatinin dan cystatin C serum.

Setelah Ekokardiografi selesai dilakukan maka dapat diambil suatu kesimpulan bagaimana fungsi ventrikel kiri dari jantung saudara/i sekaligus nilai fraksi ejeksi dari fungsi jantungnya.

Biaya penelitian tidak dibebankan kepada saudara / saudari.

Bila masih terdapat pertanyaan, maka Saudara/Saudari dapat menghubungi saya Nama : Dr Zakhri Ilma Fadly.

Alamat : Jl. Komplek Tasbi Blok D No.68 Medan No. Telp. : 08126480711 (Handphone)

Peneliti


(2)

Lampiran 5

INFORMED CONSENT UNTUK PENELITIAN HUBUNGAN DISFUNGSI VENTRIKEL KIRI DENGAN GANGGUAN FUNGSI GINJAL TAHAP DINI YANG DINILAI DENGAN CYSTATIN C

Saya yang bertanda tangan di bawah ini

Nama :

Alamat :

Umur : Jenis Kelamin :

Setelah mendapat penjelasan dari peneliti tentang kebaikan dan keburukan prosedur penelitian ini dan saya telah memahaminya, menyatakan bersedia untuk ikut dalam penelitian tentang hubungan disfungsi ventrikel kiri dengan gangguan fungsi ginjal tahap dini yang dinilai dengan cystatin C.

Demikianlah surat pernyataan bersedia ikut dalam penelitian ini saya buat untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Medan, ………..2011


(3)

Lampiran 6

DAFTAR RIWAYAT HIDUP (CURRICULUM VITAE)

I. DATA PRIBADI

Nama : Dr. Zakhri Ilma Fadly

Tempat. Tgl. Lahir : Pematang Siantar / 7 Januari 1980 Agama Islam : Islam

Alamat kantor : -

Alamat rumah ; Komplek Tasbi Blok D No.68 Medan No. Handphone : 08126480711

II. RIWAYAT PENDIDIKAN

PENDIDIKAN LAMA PENDIDIKAN TEMPAT

SD 1986 - 1992 SD PERTIWI MEDAN SMP 1992 - 1995 SMPN 2 R. PRAPAT

SMA 1995 - 1998 SMUN 1 MEDAN

Fakultas Kedokteran 1998 - 2004 USU Program Spesialis

Penyakit Dalam

2005 - Sekarang USU

III. KEANGGOTAAN PROFESI 1. Ikatan Dokter Indonesi (IDI)

2. Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)

IV. KARYA ILMIAH Dl DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

1. Zakhri Ilma Fadly, Abdurrahim Rasyid Lubis. Chylous Ascites in Peritoneal Dialysis. Konker and Annual Meeting of Nephrology. Solo, 1-4 November 2007.

2. Zakhri Ilma Fadly, Budianto S, Savita Handayani. Mieloma Multipel. Kongres PAPDI XIV, Jakarta 11-14 November 2009.


(4)

V. PARTISIPASI DALAM KEGIATAN ILMIAH

1. Peserta Simposium The 3th New Trend Cardiovascular Management. Medan, 6 – 8 Juni 2005.

2. Peserta Gastroentero-Hepatologi Update III 2005. Medan,

3. Peserta Lounching Symposium Olmetec, experience the zone. Medan 14 Januari 2006.

4. Peserta Pertemuan llmiah Tahunan (PIT) VII 2006 Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU. Medan, 2-4 Maret 2006.

5. Peserta Temu llmiah Mini-Simposia Nyeri 2006. Medan, 8 April 2006.

6. Peserta Simposium IDI Cabang Medan dan Singapore Medicine " Partnership in Healthcare : A Continual Sharing Relationship". Medan, 13 Mei 2006.

7. Peserta workshop " Management of Chronic Hepatitis C in Daily Practice". Medan, 10 Juni 2006.

8. Pembicara free oral presentation 14th

9. Peserta Workshop injeksi Intraartikular. Palembang, 6-9 Juli 2006

National Congress of the Indonesian Society of Internal Medicine (KOPAPDI XIII). Jakarta, 11-14 Desember 2009.

10. Peserta 14th

11. Peserta Kongres Nasional PETRI XII, PERPARI VIII, PKWI IX, Simposium Infections Update III 2006 PETRI-PERPARI-PKWI Cabang SUMUT. Medan, 28-29 Juli 2006.

National Congress of the Indonesian Society of Internal Medicine (KOPAPDI XIV). Jakarta, 11-14 Desember 2009.

12. Peserta Simposium Gastroentero-Hepatologi Update IV. Medan 8-9 September 2006.

13. Peserta simposium Integrated Clinical Management of Patients at High Risk of Vascular Events, Departemen Neurologi FK USU - RS H.Adam Malik Medan. Medan, 25 Nopember 2006.

14. Peserta Workshop EGG in Daily Practice. Medan, 14 April 2007. 15. Peserta Road Show PAPDI 2007. Medan 14 April 2007.

16. Peserta simposium "Era Baru Penggunaan Probiotic". Medan 28 April 2007. 17. Peserta simposium Meningkatkan Peran Trombosis-Hemostasis Dalam


(5)

Indonesia Cabang Medan -Sumatera Utara. Medan, 1-2 Mei 2007. 18. Peserta The 3rd

19. Peserta simposium Diabetes, The Vitamin dan Mineral Antioxidans Connection. Medan, 26 Mei 2007.

Simposium on Critical Care and Emergency Medicine. Medan, 4-5 Mei 2007.

20. Peserta simposium " Current Issues in the Management of Gastritis and Gastropathy". PPHI, PEGI, PGI Divisi Gastroentero-Hepatologi Departemen llmu Penyakit Dalam RSUP H Adam Malik. Medan, 9 Juni 2007.

21. Peserta simposium The 4th

22. Peserta Workshop Hepatitis & Simposium Gastroentero-Hepatologi update V 2007. Medan, 9-10 Nopember 2007.

New Trend in Cardiovascular Management. Medan, 15-16 Juni 2007.

23. Peserta simposium "New Paradigm in Maintenance Fluid Therapy" Medan, 17 Nopember 2007.

24. Peserta Pertemuan llmiah Tahunan (PIT) VIII 2007 Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU. Medan, 8-10 Maret2007.

25. Peserta symposium Peranan vitamin & Mikronutrien dalam meningkatkan kekebalan tubuh , Medan 3 November 2007

26. Peserta Simposium Road Show 2008 Eli Lilly Insulin Training for Excellence Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PBPAPDI) & Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PBPERKENI). Medan, 26 Januari 2008.

27. Peserta Workshop "Hemostasis & Thrombosis Dan Penatalaksanaan Demam Dengue" Pertemuan llmiah Tahunan (PIT) IX 2008 Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan, 14 April2008.

28. Peserta Simposium "How to Choose an Appropriate OAD" Pertemuan llmiah Tahunan (PIT) IX 2008 Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, 15 April 2008.

29. Peserta Simposium "New Era in Therapeutic Options" Pertemuan llmiah Tahunan (PIT) IX 2008 Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan, 17-19 April 2008.

30. Peserta The 4th Symposium on Critical Care and Emergency Medicine. Medan, 9-10 Mei 2008.


(6)

31 .Peserta Symposium of Venous Thromboembolism, Medan 26 Juli 2008 32. Peserta symposium "Fucoidan, Nature's Way for Faster Peptic Ulcer

Healing".Medan, 14 Juni 2008.

33. Peserta dan Free oral presentation "Konas IX PERNEFRI & Annual Meeting". Solo 1-4 November 2007.

34. Peserta symposium Update on management of vascular event, Medan 2 Februari 2008

35. Peserta Simposium minimal invasive surgery, medan 26 Agustus 2008 36. Panitia dan peserta PIT X, Medan 23-25 April 2009