Hubungan Antara Mikroalbuminuria Yang Dinilai Dengan Rasio Albumin Kreatinin Urin Dengan Hipertrofi Ventrikel Kiri Pada Penderita Hipertensi Esensial

(1)

HUBUNGAN ANTARA MIKROALBUMINURIA YANG DINILAI

DENGAN RASIO ALBUMIN KREATININ URIN DENGAN

HIPERTROFI VENTRIKEL KIRI PADA PENDERITA

HIPERTENSI ESENSIAL

PENELITIAN POTONG LINTANG DI DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN USU

RSUP H. ADAM MALIK MEDAN APRIL 2009 – MEI 2009

TESIS

OLEH ERIC NELSON

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP H. ADAM MALIK

MEDAN 2009


(2)

ii

DIAJUKAN DAN DIPERTAHANKAN DIDEPAN SIDANG

LENGKAP DEWAN PENILAI DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAN DITERIMA SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENDAPATKAN

KEAHLIAN DALAM BIDANG PENYAKIT DALAM

Pembimbing Tesis I Pembimbing Tesis II

( Dr. Refli Hasan SpPD, SpJP (K), FIHA ) (Dr.Zulhelmi Bustami, SpPD-KGH)

Disahkan oleh

Ketua Departemen Ketua Program Studi PPDS Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU Kedokteran USU


(3)

iii

DEWAN PENILAI

1. Prof. Dr. Sutomo Kasiman, SpPD, SpJP(K) 2. Dr. Sri Maryuni Sutadi, SpPD-KGEH

3. Dr. Abdurrahim Rasyid Lubis, SpPD-KGH 4. Dr. Zulhelmi Bustami, SpPD-KGH

5. Dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD 6. Dr. Ermanta Ngirim Keliat, SpPD-KP


(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan berkat dan kasihNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

tesis/ karya ilmiah akhir ini dengan judul: “ Hubungan Antara

Mikroalbuminuria yang Dinilai dengan Rasio Albumin Kreatinin Urin dengan Hipertrofi Ventrikel Kiri pada Penderita Hipertensi Esensial “ yang merupakan persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Dokter Spesialis dibidang Ilmu Penyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan baik isi maupun bahasanya, namun demikian penulis berharap tulisan dapat menambah wacana tentang mikroalbuminuria dan hipertrofi ventrikel kiri pada penderita hipertensi esensial

Dengan selesainya karya tulis ini maka penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih dan hormat serta penghargaan yang setinggi – tingginya kepada :

1. Dr Salli Rossefi Nasution, SpPD-KGH, selaku Kepala Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan bimbingan dan kemudahan buat penulis dalam menyelesaikan tulisan ini.

2. Dr. Zulhelmi Bustami, SpPD-KGH sebagai Ketua Program Studi Ilmu Penyakit Dalam sekaligus pembimbing tesis saya yang disela-sela kesibukannya masih bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta dengan sabar membimbing dan telah begitu banyak memberikan bantuan, kemudahan dalam melaksanakan penelitian ini sampai selesainya karya tulis ini dan Dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD sebagai


(5)

v

Sekretaris Program Studi Ilmu Penyakit Dalam atas segala perhatian dan bimbingan selama penulis menjalani pendidikan.

3. Dr. Refli Hasan, SpPD-SpJP(K), FIHA sebagai Sekretaris Departemen

Ilmu Penyakit Dalam dan Kepala Divisi Kardiologi FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan, khusus untuk karya tulis ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya selaku pembimbing utama tesis saya, yang penulis rasakan benar-benar dengan tulus membantu dan membimbing penulis menyelesaikan penelitian dan karya tulis ini, hanya doa yang dapat penulis berikan kiranya berkat berlimpah dari Yang Maha Kuasa selalu beserta beliau dan keluarga

4. Prof. Dr. Harun Rasyid Lubis, selaku ketua TKPPDS ketika penulis diterima sebagai peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu penyakit Dalam yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk diterima sebagai peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam

5. Prof. Dr. Lukman Hakim Zain SpPD-KGEH sebagai Kepala Departeman Ilmu Penyakit Dalam FK USU/ RSUP H. Adam malik Medan ketika penulis diterima sebagai peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan dalam menyelesaikan pendidikan.

6. Prof. Dr. Sutomo Kasiman, SpPD-KKV, SpJP (K) selaku Ketua Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan persetujuan untuk pelaksanaan penelitian ini.

7. Seluruh staf Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU/ RSUD Dr Pirngadi/ RSUP H. Adam Malik Medan : Prof Dr Harun Rasyid Lubis, SpPD-KGH, Prof Dr T Renardi Haroen SpPD-KKV, MPH, Prof Dr Bachtiar Fanani Lubis, SpPD-KHOM, Prof Dr Habibah Hanum, SpPD-KPsi, Prof Dr Sutomo Kasiman SpPD-KKV, Prof Dr Azhar Tanjung, SpPD-KP-KAI-SpMK, Prof Dr Kariman Sudin, SpPD-KPTI (alm), Prof Dr Pengarapen


(6)

vi

Tarigan, SpPD-KGEH, Prof Dr OK Moehadsjah, SpPD-KR, Prof Dr Lukman Hakim Zain, KGEH, Prof Dr M Yusuf Nasution, KGH, Prof Dr Azmi S Kar, KHOM, Prof Dr Gontar A Siregar, SpPD-KGEH, Prof Dr Harris Hasan SpPD-SpJP(K), Dr Rusli Pelly, SpPD-KP (alm), Dr Nur Aisyah SpPD-KEMD, Dr A Adin St Bagindo SpPD-KKV, Dr Lufti Latief, SpPD-KKV, Dr Syafii Piliang, SpPD-KEMD, Dr T Bachtiar Panjaitan, SpPD, Dr H OK Alfien Syukran SpPD-KEMD (alm), Dr Betthin Marpaung, SpPD-KGEH, Dr Sri M Sutadi SpPD-KGEH, Dr Mabel Sihombing, SpPD-KGEH, Dr Salli R Nasution SpPD-KGH, Dr Rustam Efendi YS, SpPD, Dr Abdurrahim Rasyid Lubis, SpPD-KGH, Dr Abiran Nababan, SpPD-KGEH, Dr Chairul Bahri, SpPD (alm), Dr Alwinsyah Abidin, SpPD, Dr Juwita Sembiring, SpPD-KGEH, Dr Dharma Lindarto SpPD-KEMD, Dr Umar Zein SpPD-KPTI-DTM&H-MHA, Dr Yosia Ginting, SpPD-KPTI, Dr Refli Hasan SpPD-SpJP, Dr EN Keliat SpPD-KP, Dr Blondina Marpaung SpPD-KR, Dr Leonardo B Dairi SpPD-KGEH yang merupakan guru-guru saya yang telah banyak memberikan arahan dan petunjuk kepada saya selama mengikuti pendidikan.

8. Dr Armon Rahimi, SpPD, Dr Heriyanto Yoesoef SpPD, Dr R Tunggul Ch Sukendar (alm), SpPD-KGH, Dr Daud Ginting SpPD, Dr Tambar Kembaren SpPD, Dr Saut Marpaung SpPD, Dr Mardianto, SpPD, Dr Zuhrial SpPD, Dr Dasril Efendi SpPD, Dr Ilhamd SpPD, Dr Calvin Damanik SpPD, Dr Zainal Safri SpPD, Dr Rahmat Isnanta, SpPD, Dr Santi Safril, SpPD, Dr Dairion Gatot SpPD, Dr Jerahim Tarigan SpPD, Dr Endang Sembiring SpPD, Dr Abraham SpPD, Dr Soegiarto Gani SpPD, Dr Savita Handayani SpPD, Dr Franciscus Ginting SpPD sebagai dokter kepala ruangan/ senior yang telah amat banyak membimbing saya selama mengikuti pendidikan ini.

9. Direktur RSUD. Dr. Pirngadi dan RSUP. H. Adam Malik Medan, Direktur RS PTP Tembakau Deli Medan yang telah memberi kemudahan dan keizinan


(7)

vii

dalam menggunakan fasilitas / sarana Rumah Sakit dalam menjalani pendidikan.

10.Direktur RSU PTP III Pamela, Tebing Tinggi, Dr. Indra Lubis MHA dan

konsultan Bagian Penyakit Dalam Dr. Nazrin Bey Sitompul SpPD yang telah memberi kesempatan kepada penulis selama ditugaskan sebagai konsultan di bagian Penyakit Dalam di RSU Sri Pamela PTP Nusantara III Tebing Tinggi dalam rangka pendidikan ini.

11.Para Sejawat PPDS Interna, perawat serta paramedis lainnya dan seluruh karyawan /karyawati dilingkungan SMF / Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Pirngadi Medan / RSUP H. Adam Malik Medan / RS PTP III Pamela atas kerjasama yang baik selama ini.

12.Para penderita rawat inap dan rawat jalan di SMF/Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUD. Dr. Pirngadi dan RSUP. H. Adam Malik Medan, karena tanpa mereka mustahil penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.

13. Drs Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes yang telah memberikan bantuan yang tulus kepada penulis khususnya dalam metodologi penelitian ini.

14.Senior saya Dr. Santi Syafril SpPD, Dr. Savita Handayani SpPD, Dr. Yensuari SpPD, Dr. Erwin Sopacua SpPD, Dr. Rebekka Napitupulu SpPD, Dr. Ligat pribadi SpPD, Dr. Alwi Thamrin SpPD, Dr. Dumawan Harris SpPD dan senior lain yang banyak membimbing saya, juga kepada teman teman : Dr. Dede Moeswir SpPD, Dr. Lina A. Siregar SpPD, Dr. Kurniakin, Dr. Faizal Drissa, Dr. Iva Y, Dr. Jannus SpPD, Dr. Shahrul Rahman SpPD, Dr. Suvianto, Dr. Iman tarigan, Dr. Radar tarigan, Dr. Budianto, Dr. Ivo FP, Dr. Lisa Yuliyanti, Dr. Senior Tawarta, Dr. Andre marpaung dan rekan sesama PPDS lainnya.

15. Kepada yang mulia ayahanda Drs.P Manurung dan Ibunda T.

Butar-Butar yang sangat ananda sayangi dan kasihi, tiada kata-kata yang paling tepat untuk mengungkapkan perasaan hati, rasa terima kasih atas segala jasa-jasa ayahanda dan ibunda yang tiada mungkin terucapkan dan


(8)

viii

terbalaskan. Dan tak lupa penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada ayah mertua P.Damanik (alm) dan ibu mertua H. br Purba yang juga memberi dorongan serta semangat kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini

16. Kepada istriku tercinta Dr. Krisni M Damanik, tiada kata yang paling tepat selain terima kasih yang tak terhingga yang selama ini tiada bosan-bosannya memberi bantuan, dorongan dan semangat serta doanya selama menjalani pendidikan di Departemen Ilmu Penyakit Dalam sehingga terselesaikannya tugas akhir ini demikian juga kepada anak –

anakku tersayang : Fidel Jesse Jordan Manurung, Ingrid Rachel

Manurung, Evelyn Olivia Manurung, mudah-mudahan Tuhan memberi balasan yang berlipat ganda.

17.Kepada saudara-saudaraku kakak /abang: Ir. Harry Freddy Manurung/Desi Butar- Butar, Ito/ Lae : Dra. Linda Flora Manurung/ Drs EP Simamora Se Ak, Ito/ Lae : Frisca Monica Manurung AMD/ Michael Christy, Adik : David Ricardo Manurung SS dan Ito/ lae Drg.Irene Rismauli

Manurung / Dr Matin Turnip serta keluarga besarku yang telah banyak

membantu, memberi semangat dan dorongan selama pendidikan, terima kasihku yang tak terhingga untuk segalanya.

18.Sebenarnya masih banyak lagi kata ucapan terima kasih yang ingin penulis sampaikan buat berbagai pihak yang tidaklah mungkin disebutkan satu persatu, dan pada kesempatan ini izinkanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus secara menyeluruh. Bapa di sorgalah yang membalaskan kebaikan dan ketulusan dari semua pihak yang telah membantu penulis sehingga penelitian dan tulisan ini dapat penulis selesaikan.

Akhimya izinkanlah penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas kesalahan dan kekurangan selama mengikuti pendidikan ini, semoga segala bantuan, dorongan dan petunjuk yang diberikan kepada penulis selama


(9)

ix

mengikuti pendidikan kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Tuhan yang maha pengasih, maha pemurah dan maha penyayang.

Medan, Juni 2009.

Penulis,


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Kata pengantar ……….... i

Daftar Isi ………... vi

Daftar Tabel dan Gambar ……….………... viii

Daftar Singkatan ... ix

Abstrak ... xi

BAB I : PENDAHULUAN ………. 1

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hipertensi Dan Penyakit Ginjal ... 4

2.1.1. Peranan Hipertensi Pada Progresivitas Penyakit Ginjal ... 5

2.1.2. Peranan Sistem Renin Angiotensin Aldosteron pada Hipertensi ... ... 6

2.1.3. Efek Renoprotektif Dari Obat Anti Hipertensi... 7

2.2. Mikroalbuminuria Pada Hipertensi... 10

2.2.1 Mikroalbuminuria Sebagai Petanda Kerusakan Vaskular... 11

2.3. Deteksi Dini Albuminuria Pada Penderita Hipertensi ... .. 12

2.3.1. Deteksi Mikroalbuminuria Dengan Rasio Albumin Kreatinin Urin... 13

2.4. Hipertensi Dan Penyakit Jantung ... 15

2.1.1. Pengaruh Hipertensi Pada Progresivitas Penyakit Jantung ... 15

2.3. Deteksi Hipertrofi ventrikel Kiri dengan Ekokardiografi ... 22

BAB III : PENELITIAN SENDIRI 3.1. Latar Belakang ... 23

3.2. Perumusan Masalah ... 25

3.3. Hipotesa ... 25

3.4. Tujuan Penelitian ... 25

3.5. Manfaat Penelitian ... 25


(11)

3.7. Bahan dan Cara

3.7.1. Disain Penelitian ... 26

3.7.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 26

3.7.3. Populasi Terjangkau ... 26

3.7.4. Kriteria Yang Diikutkan Dalam Penelitian... 26

3.7.5. Kriteria Yang Dikeluarkan Dari Penelitian... 26

3.7.6. Besar Sampel... 27

3.7.7. Prosedur Penelitian ... 27

3.7.8. Analisa Data ... 28

3.7.9. Defenisi Operasional ... 28

3.7.10. Kerangka Operasional ... 30

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Karakteristik Subjek Peneltian ... 31

4.1.2. Perbandingan Nilai Left Ventriculer Mass Index.. ... 33

4.1.3. Hubungan antara mikroalbuminuria dengan hipertrofi ventrikel kiri ... 34

4.1.4. Gambaran berbagai variabel terhadap albuminuria dan adanya hipertrofi ventrikel kiri ... 35

4.1.5. Korelasi nilai rasio albumin kreatinin urine terhadap umur, indeks massa tubuh, tekanan darah, hemoglobin, kadar gula darah, ureum, kreatinin dan lama menderita hipertensi ... 37

4.1.6. Korelasi nilai rasio albumin kreatinin urine terhadap umur, Indeks massa tubuh, tekanan darah, hemoglobin, kadar gula darah, ureum, kreatinin dan lama menderita hipertensi ……… 38

4.2. Pembahasan ... 38

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 41


(12)

DAFTAR PUSTAKA ... 42

LAMPIRAN Lampiran 1. Master Tabel ... 47

Lampiran 2. Persetujuan Komite Etik ... 48

Lampiran 3. Lembar Penjelasan Kepada Subyek Penelitian... ... 49

Lampiran 4. Formulir Persetujuan Setelah Penjelasan ... 50

Lampiran 5. Form Data Peserta Penelitian ... 51

Lampiran 6. Daftar Riwayat Hidup ... 53

DAFTAR TABEL Tabel 1 : Data Karakteristik Sampel Studi Masing-Masing Kelompok.. 31

Tabel 2 : Perbandingan nilai Left Ventriculer Mass Index antara Kelompok hipertensi tanpa mikroalbuminuria dan hipertensi dengan mikroalbuminuria ... 33

Tabel 3 : Hubungan antara mikroalbuminuria dengan Hipertrofi Ventrikel Kiri pada penderita hipertensi ... ... 34

Tabel 4 : Data beberapa variabel terhadap albuminuria ... 35

Tabel 5 : Korelasi Nilai Rasio Albumin Kreatinin Urin Dengan Variabel Yang Diperiksa ……… 37

Tabel 6 : Korelasi nilai Left Ventriculer Mass Index Dengan Variabel Yang Diperiksa ………... 38

DAFTAR GAMBAR Gambar 1 : Hipertensi Sistemik Sebagai Faktor Sentral Kontribusi Terhadap Progresivitas Penyakit Ginjal Kronik... 5

Gambar 2 : Jalur Bersama Pada Progresi Penyakit Ginjal... 5


(13)

Protein Pada Cedera Ginjal Progresif... 12

Gambar 4 : Manifestasi kelainan jantung pada hipertensi ... 16

Gambar 5 : Proses adaptasi – patologik HVK pada hipertensi... 17

Gambar 6 : Proses translasi stimulus hipertrofi ke dalam kardiomiosit .... 18

Gambar 7 : Perbedaan sarkomer antara hipertrofi konsentrik

( pressure Overload ) dan eksentrik ( volume overload ).... 18

Gambar 8: Berbagai faktor risiko yang berperan terhadap

terjadinya ... 20

DAFTAR SINGKATAN

ACEI : Angiotensin Converting Enzyme

ARB : Angiotensin Receptor Blocker

AI : Angiotensin I AII : Angiotensin II

ABPM : Ambulatory Blood Pressure Monitor

BB : Beta Blocker

CAGE : Chymostatin Sensitive Angiotensin II Generating

Enzyme

CCB : Calcium Channel Blocker

CTGF : Connective Tissue Growth Factor

ECM : Extra Cellular Matrix

EDRF : Endothelial derivied Relasing Factor

EKG : Elektrokardiografi

ELISA : Enzyme Linked Immunosorbent Assay

Hb : Hemoglobin

HVK : Hipertrofi ventrikel kiri

IL-6 : Interleukin-6

IMT : Indeks Massa Tubuh

JNC VII : Joint National Committee VII

KGD : Kadar Gula Darah


(14)

LFG : Laju Filtrasi Glomerulus LVH : Left Ventricle Hypertrophy

MAP : Mean Arterial Pressure

MI : Myocard Ischemic

NKF-K/DOQI : National Kidney Foundation Kidney Disease Outcome

Quality Initiative

NO : Nitric Oxide

NPV : Negative Predictive Value

PAI-1 : Plasminogen Activator Inhibitor

PDGF : Platelet Derived Growth Factor

PERNEFRI :Perhimpunan Nefrologi Indonesia

PGK :Penyakit Ginjal Kronik

PJI : Penyakit Jantung Iskemik

RAA : Renin Angiotensin Aldosteron

RAKU : Rasio Albumin Kreatinin Urin

RIA : Radio Immuno Assay

TD :Tekanan Darah

TGF ß : Tissue Growth Factor ß

t-PA : tissue Plasminogen Activator

TNF-α : Tumor Necrosis Factor Alpha

USRDS : United State Renal Data System

Ualb : Urinary Albumin

Ucreat : Urinary Creatinin

UAER : Urinary Albumin Excretion Rate


(15)

Abstract

RELATIONSHIP BETWEEN MICROALBUMINURIA WHICH MEASURED WITH RATIO ALBUMIN CREATININE URINE WITH LEFT VENTRICULAR HYPERTROPHY IN PATIENTS WITH ESSENTIAL HYPERTENSION

Eric NM, Refli Hasan * , Zulhelmi Bustami ** *Division of Cardiology and Vascular Medicine

** Division of Nephrology and Hypertension Departement of Internal Medicine

Faculty of Medicine University of Sumatera Utara, H Adam Malik Hospital Medan

Background

Hypertension is one important risk factor in cardiovascular disease, and associated with left ventricle hypertrophy and endothelial dysfunction that characterized by microalbuminuria. Microalbuminuria associated to glomerulous endothelial damage and due as a predictor of cardiovascular disease

Aim of the study

To evaluate relationship between microalbuminuria which measured with ratio albumin creatinine urine with left ventricular hypertrophy in a series of patients with essential hypertension.

Methods

A series of 40 patients with essential hypertension who admitted to H. Adam Malik Hospital Medan were recorded and then performed Albumin to Creatinine Ratio examination and Echocardiographic examination to evaluated the Left Ventricle Hypertrophy (LVH) event. This was a cross sectional study. To compare LVH event between patient with and without microalbuminuria we use the Chi square analysis and find out the relationship among the Left Ventruculer Mass Indeks we use the Spearman correlation analysis. The test were significant if p< 0,05.

Results

Twenty two patients were normoalbuminuria and 18 patients were microalbuminuria. This study shown increasing presentation left ventricle hypertrophy in essential hypertension petients with microalbuminuria (94,4%) was higher compared with only 18,2% in essential hypertension patient with normoalbuminuria (p=0,001). This study has shown correlation between systolic blood pressure ( r = 0,327 , p= 0,039), diastolic blood pressure ( r = 0,471, p= 0,02) with microalbuminuria and strong correlation between duration of hypertension ( r = 0,794, p= 0,001) with microalbuminuria.

Conclusion

This cross sectional study has shown clearly that Left ventricular Hypertrophy, systolic and diastolic blood pressure, duration of hypertension have moderate to strong correlation with microalbuminuria in patient with essential hypertension.

Keywords : Microalbuminuria, Ratio albumin creatinine urine, Left ventricle hypertrophy, Essential hypertension,


(16)

Abstrak

HUBUNGAN ANTARA MIKROALBUMINURIA YANG DINILAI DENGAN RASIO ALBUMIN KREATININ URIN DENGAN HIPERTROFI VENTRIKEL KIRI PADA

PENDERITA HIPERTENSI ESENSIAL

Eric Nelson, Refli Hasan *, Zuilhelmi Bustami ** * Divisi Kadiologi, ** Divisi Nefrologi dan Hipertensi

Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara – RSUP H Adam Malik , Medan

Latar Belakang:

Hipertensi (HT) merupakan faktor resiko penting penyakit kardiovaskular dan berhubungan dengan hipertrofi ventrikel kiri dan disfungsi endotel yang ditandai dengan mikroabuminuria. Kejadian mikroalbuminuria pada penderita hipertensi berhubungan kerusakan endotel glomerulus dan merupakan prediktor penyakit kardiovaskular.

Tujuan:

Menilai hubungan antara mikroalbuminuria yang diukur dengan rasio albumin kreatinin urin dengan hipertrofi ventrikel kiri (HVK) pada penderita hipertensi esensial.

Metode :

Sebanyak 40 penderita HT esensial yang berobat jalan di poliklinik kardiologi dan poliklinik nefrologi dan hipertensi RS H. Adam Malik Medan dilakukan pencatatan data dasar dan pemeriksaan rasio albumin dan kretinin urin dan selanjutnya dilakukan pemerikasan ekokardiografi untuk menilai kejadian HVK. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang. Untuk membandingkan kejadian HVK pada penderita hipertensi dengan atau tanpa mikroalbuminuria digunakan analisa Chi Square dan untuk melihat melihat hubungan antara berbagai variabel dengan Left Ventruculer Mass Indeks digunakan analisa korelasi Spearman. Dikatakan signifikan bila p<0,05.

Hasil :

Sebanyak 22 pasien normoalbuminuria dan 18 pasien mengalami mikroalbuminuria. Terdapat peningkatan prosentasi HVK pada pendeita HT dengan mikroalbuminuria (94,4 %) bila dibandingkan penderita HT dengan normoalbuminuria ( 18,2 %) p = 0,001. Terdapat korelasi antara Tekanan Darah Sistolik ( r = 0,327 , p= 0,039), Tekanan darah Diastolik ( r = 0,471, p= 0,02) dengan mikroalbuminuria dan korelasi kuat antara lama menderita hipertensi ( r = 0,794, p= 0,001) dengan mikroalbuminuria.

Kesimpulan :

Kejadian mikroalbuminuria berhubungan dengan HVK, tekanan darah sistolik dan diastolik, serta lama menderita hipertensi pada penderita hipertensi esensial

Kata kunci : Mikroalbuminuria, Rasio Albumin Kreatinin Urin Hipertrofi ventrikel kiri, Hipertensi esensial


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia, selain karena prevalensinya yang meningkat juga karena masih banyaknya penderita hipertensi yang belum mendapatkan pengobatan yang memadai maupun bila sudah mendapatkan pengobatan masih banyak juga penderita yang tekanan darahnya tidak terkontrol mencapai target 140/90 mmHg. Adanya penyakit penyerta serta komplikasi yang akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas juga merupakan masalah seputar hipertensi.1,2

Data dari the National Health and Nutrition Examination Survey (

NHANES) menunjukkan bahwa dari tahun 1999 – 2000, insidensi hipertensi pada orang dewasa sebesar 29 – 31 % yang berarti terdapat 56 – 65 juta penderita hipertensi di Amerika Serikat dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHANES III tahun 1988 – 1991. Di Indonesia sendiri prevalensi penderita hipertensi masih belum diketahui dengan pasti, dari beberapa penelitian besarnya sangat bervariasi dari 0,6 % di lembah Baliem sampai 19,4 % di Silungkang. Survei Kesehatan Rumah Tangga yang dilakukan Departemen Kesehatan pada tahun 2004 didapatkan prevalensi penderita hipertensi di Pulau Jawa sebesar 41,9%. 1,3

Dalam perjalanannya hipertensi akan menyebabkan kerusakan organ target. Kerusakan organ target yang paling sering dijumpai pada penderita hipertensi adalah jantung ( hipertrofi ventrikel kiri, infark miokardium, gagal jantung), otak ( stroke, transient ischemic attack), penyakit ginjal kronis, penyakit arteri perifer, retinopati. Adanya kerusakan organ target terutama pada jantung dan pembuluh darah akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada penderita hipertensi. Tingginya morbiditas dan mortalitas pada penderita hipertensi terutama disebabkan timbulnya penyakit kardiovaskular. 1


(18)

Mikroalbuminuria yaitu sedikit peningkatan albumin urin akan menggambarkan kerusakan endotel di glomerulus dan juga pembuluh darah sistemik, dimana disfungsi endotel nantinya akan berperan pada proses atherosklerosis. Selain sebagai petanda kerusakan ginjal, mikroalbuminuria juga merupakan prediktor penyakit kardiovaskular pada penderita hipertensi maupun diabetes. Ko eksistensi hipertrofi ventrikel kiri (HVK ) dan disfungsi endotel akan menggandakan resiko kejadian vaskuler pada penderita hipertensi.1,4,5,6

Pada penderita hipertensi, perbesaran ventrikel kiri merupakan proses adaptasi struktur jantung untuk mempertahankan kestabilan fungsi kontraktilnya tetapi dengan penambahan beban yang berlangsung terus HVK akan merupakan proses patologis. 2,7

Hubungan kedua petanda kerusakan jantung dan glomerular ginjal sering di evaluasi pada populasi pasien hipertensi dengan kerusakan organ target. Dalam beberapa penelitian disebutkan pada pasien hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan dengan peningkatan prevalensi mikroalbuminuria dibandingkan pada pasien hipertensi tanpa hipertrofi ventrikel kiri sedangkan pada penelitian lain lain tidak ditemukan hubungan antara mikroalbuminuria dengan hipertrofi ventrikel kiri 8,9,10

Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC) VII tahun 2003 menganjurkan pengobatan yang lebih agresif pada penderita hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri atau proteinuria. Pemeriksaan rasio albumin kreatinin pada urin (RAKU) sebagai bagian penting dari skrining penderita hipertensi, minimal sekali dalam setahun.11

Pemeriksaan rasio albumin kreatinin urin merupakan tes yang lebih mudah bagi pasien dan mungkin lebih sedikit kecenderungan untuk salah sehubungan dengan metode koleksi yang tidak tepat dan variasi dalam ekskresi albuminuria 24 jam dibandingkan dengan spesimen urin random dan penggunaan rasio dapat mengoreksi variasi pada konsentrasi albumin urin sehubungan dengan hidrasi. 12,13

Elektrokardiografi memiliki sensitivitas yang rendah ( 35 % ) tetapi memiliki spesifisitas yang tinggi ( 90 %) bila dibandingkan ekokardiografi sebagai


(19)

baku emas dalam menegakkan hipertrofi ventrikel kiri. Dengan menggunakan ekokardiografi dapat dilihat dilatasi ventrikel kiri, massa ventrikel kiri, jenis hipertensi ventrikel kiri ( konsentrik, eksentrik, remodelling) dan akan mencapai sensitivitas 95 – 100 % pada penderita hipertrofi ventrikel kiri ringan sampai berat. 14,15


(20)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. HIPERTENSI DAN PENYAKIT GINJAL

Hipertensi yang berlangsung lama akan menyebabkan kerusakan ginjal baik pada glomerulus maupun tubulointersisium, hipertensi akan menyebabkan gangguan kemampuan autoregulasi untuk mempertahankan mikrosirkulasi ginjal tetap dalam keadaan normal. Gangguan autoregulasi ini menyebabkan tekanan darah sistemik ditransmisikan kedalam glomerulus dan akan menyebabkan peningkatan tekanan intraglomerular. Peningkatan tekanan intraglomerular akan menyebabkan hipertensi intraglomerular dengan akibat kerusakan sel endotel, mesangial dan epitel glomerulus. Hipertensi glomerular juga menyebabkan peningkatan filtrasi glomerulus sehingga terjadi peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus sehingga protein dapat lolos dan ditemukan didalam urin dan hal ini berperan terhadap kejadian nefrosklerosis. 16

Peningkatan filtrasi protein akan menyebabkan peningkatan konsentrasi protein dalam lumen tubulus, protein tersebut akan mengalami reabsorpsi oleh sel tubulus proksimal dan apabila terjadi secara berlebihan akan menyebabkan akumulasi protein di dalam retikulum endolisosom dan endoplasmik. Proses ini akan menyebabkan pelepasan zat vasoaktif dan substansi inflamasi yang selanjutnya akan merangsang proses fibrogenesis tubulointersisium. Sehingga hipertensi yang telah berlangsung lama akan menyebabkan sklerosis glomerulus dan fibrosis intersisialis, nefrosklerosis yang diakibatkan oleh hipertensi dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal yang akan berkembang secara progresif.16


(21)

Gambar 1. Hipertensi sistemik sebagai faktor sentral kontribusi terhadap progresivitas penyakit ginjal kronik17

2.1.1 Peranan hipertensi pada progresivitas penyakit ginjal

Hipertensi dapat merupakan penyebab terjadinya kerusakan ginjal dan dapat pula timbul sebagai akibat progresivitas penyakit ginjal. Tekanan darah sistemik yang ditransmisikan kedalam glomerulus akan menyebabkan peningkatan tekanan intraglomerular yang kemudian akan berkembang menjadi nefrosklerosis. 18

CEDERA GINJAL

FIBROSIS GINJAL HIPERTENSI

Massa nefron

Hipertensi kapiler glomerular

Permeabilitas glomerular terhadap makromolekul Filtrasi plasma albumin (albuminuria)

Reabsorpsi protein tubular Inflamasi tubulo intersisial


(22)

Hipertensi primer dapat menyebabkan vasokonstriksi arteriol ginjal dan sklerosis pembuluh darah intrarenal, yang menyebabkan kerusakan glomerulus dan penurunan fungsi ginjal yang progresif. Kerusakan glomerulus ini menyebabkan peninggian tekanan intraglomerular pada glomerulus yang masih berfungsi sehingga mengakibatkan hiperfiltrasi glomerular. Peninggian tekanan intraglomerular dan hiperfiltrasi ini akan menyebabkan glomerulosklerosis. 19,20

2.1.2 Peranan Sistem Renin Angiotensin Aldosteron pada Hipertensi

Hipertensi erat dikaitkan dengan sistem renin angiotensin aldosteron (sistem RAA), sistem RAA merupakan sistem hormonal yang mengatur tekanan darah, keseimbangan air dan elektrolit. Angiotensin II sebagai hasil akhir aktivasi sistem RAA mempunyai efek vasokonstriktor kuat dan kemampuan patogenetik lain misalnya menyebabkan proliferasi sel, aktivasi proses inflamasi, dan terjadinya proses koagulasi. Dengan demikian kerusakan ginjal yang terjadi akibat hipertensi dipengaruhi oleh derajat tingginya tekanan darah dan pengaruh buruk AII.21

Aktivasi sistem RAA diawali dengan stimulasi aparat juksta glomerulosa ginjal yang akan menghasilkan renin. Pada awal proses, renin disintesis dalam bentuk preprorenin (prezymogen) yang kemudian mengalami serangkaian pemecahan dan glikosilasi menjadi prorenin dan akhirnya renin. Faktor yang ikut menentukan sekresi renin antara lain regangan arteriol aferen, stimulasi reseptor adrenergik beta, dan konsentrasi sodium. Renin akan mengkatalisasi perubahan angiotensinogen yang diproduksi oleh hati menjadi AI suatu dekapeptidase inaktif. Enzim konversi angiotensin (ACE) membantu hidrolisis AI menjadi AII yang merupakan vasokonstriktor kuat. Enzim konversi angiotensin juga berperan pada pemecahan substansi P dan bradikinin.22

Selain jalur ACE terdapat alternatif lain pembentukan AII dari AI melalui enzim chymase, cathepsin G dan CAGE (chymostatin sensitive angiotensin II generating enzyme). Angiotensin II dapat pula terbentuk langsung dari

angiotensinogen dengan bantuan aktivator plasminogen jaringan (tissue


(23)

akibat stimulasi reseptor yang terletak pada membran sel ginjal, kelenjar adrenal, jantung, pembuluh darah dan otak. Stimulasi AII pada reseptor tipe I akan menyebabkan vasokonstriksi, pelepasan aldosteron dan vasopresin, reabsorpsi sodium oleh tubulus ginjal dan penurunan aliran darah ginjal. Pengaruh stimulasi

AII pada reseptor AT2 masih terus dalam penelitian dan diduga dapat

menyebabkan vasodilatasi, menghambat proliferasi sel, dan meningkatkan apoptosis.23

Selain sebagai vasokonstriktor kuat AII mempunyai efek proliferasi terhadap otot polos pembuluh darah. Dengan demikian perubahan struktur dan fungsi pembuluh darah ginjal juga dipengaruhi oleh peran AII. Ikatan AII dengan

reseptor AT1 selain menyebabkan vasokonstriksi dan proliferasi sel, juga

menstimulasi proses inflamasi dan fibrosis yang ditandai dengan akumulasi sel inflamasi dan penambahan matriks ekstraselular. 21,24

Angiotensin II mempunyai kontribusi pada proses inflamasi ginjal melalui ikatan antara AII dengan reseptor ATI. Stimulasi tersebut akan meningkatkan

ekspresi gen proinflamasi seperti VCAM-1 (vascular cell adhesion molecule-1), ICAM-1 ( intercellular adhesion molecule-1), IL-6 (interleukin-6) dan MCP-1 (monocyte chemoattractant protein-1), melalui aktivasi sistem signal intraselular misalnya NF-kß (nuclear factor kappa beta), MAPK (mitogen activated protein kinase), atau protein Rho. Angiotensin II menyebabkan adhesi sel inflamasi pada sel endotel dan sel mesangial glomerulus. Peningkatan ekspresi molekul adhesi dan sitokin yang mempunyai efek kemotaktik akan menstimulasi proses inflamasi.25

2.1.3 Efek Renoprotektif dari Obat Anti Hipertensi

Pada pasien hipertensi sedikitnya ada dua sasaran yang mungkin digunakan untuk memperlambat progresi penyakit ginjal. Pertama, akibat efek vasokonstriktor intra renal AII pada arteriol efferen, ACEI bekerja dengan menurunkan hipertensi glomerulus melalui efek vasodilatasi arteriol efferen sehingga menurunkan tekanan intraglomerulus. Penurunan tekanan intraglomerular dapat mengurangi terjadinya albuminuria sehingga efek buruk yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi intraglomerular dan albuminuri dapat


(24)

dicegah. Kedua, AII mungkin bekerja sebagai growth factor bagi glomerulus, sehingga dengan penggunaan ACEI mungkin dapat menurunkan hipertrofi glomerulus. 18

Pengobatan hipertensi yang terpusat pada penurunan tekanan darah saja masih belum cukup karena hipertensi melibatkan pembuluh darah yang mana dinding pembuluh darah tersebut telah berubah sifatnya sehingga dinding pembuluh darah tersebut juga harus diintervensi agar menjadi sehat kembali. Obat anti hipertensi yang dipilih haruslah mempunyai sifat nilai lebih yang disebut beyond the blood pressure lowering effect yaitu bersifat protektif terhadap organ terkait diluar sifat antihipertensinya, terutama dalam hal memelihara dinding vaskuler pembuluh darah dari target organ, obat-obat anti hipertensi tersebut harus mampu memperbaiki fungsi endotel. Pada saat ini obat-obat anti hipertensi yang berpotensi untuk memperbaiki fungsi endotel diluar sifat antihipertensinya ialah ACEI, ARB dan CCB, sedangkan diuretika dan BB hanya mampu menurunkan tekanan darah saja tanpa memperbaiki dinding endotel.26

Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI) terbukti mempunyai efek renoproteksi melalui berbagai mekanisme. ACEI efektif menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat pembentukan AII dari AI sehingga efek vasokonstriksi yang ditimbulkan oleh AII dapat dicegah. Apabila target tekanan darah dapat dicapai maka pengaruh tekanan terhadap dinding pembuluh darah dapat dihindari, dengan demikian salah satu faktor penyebab kerusakan pembuluh darah ginjal dapat dihindari.27,28

Disisi lain ACEI mempunyai kemampuan memperbaiki disfungsi endotel seperti telah dibuktikan pada berbagai penelitian klinis. Penggunaan ACEI terbukti dapat memperbaiki gangguan relaksasi yang tergantung endotel dari pembuluh darah ginjal pasien hipertensi. Ekskresi Nitric Oxide (NO) dalam urin yang merupakan parameter pelepasan NO ginjal meningkat pada kelompok yang mendapat ACEI, ini membuktikan bahwa ACEI mampu memperbaiki disfungsi endotel pembuluh darah ginjal.29,30


(25)

Obat anti hipertensi golongan ARB bekerja dengan cara menghambat ikatan antara AII dengan reseptor AT 1. Dengan dihambatnya ikatan AII dan

reseptor AT I diharapkan efek buruk AII dapat dicegah. Sebagai obat antihipertensi ARB terbukti efektif dalam menurunkan tekanan darah. Penggunaan ARB menyebabkan akumulasi AII dalam plasma sehingga dapat berikatan secara bebas dengan reseptor AT 2. Diduga ikatan antara AII dengan

reseptor AT 2 akan menghasilkan efek proteksi, baik sebagai anti proliferasi

maupun antioksidan. 31

Kalsium antagonis (CCB) golongan dihidropiridin lebih dominan mengakibatkan dilatasi afferen atau preglomerulus sehingga penurunan resistensi di aferen akan menyebabkan lebih banyak tekanan sistemik yang diteruskan kedalam glomerulus, dengan demikian mungkin tidak menimbulkan penurunan pada tekanan intraglomerulus, bahkan tekanan intraglomerulus semakin meningkat. Kalsium antagonis golongan dihidropiridin dapat menurunkan hipertrofi glomerulus, walaupun ternyata juga dapat meningkatkan stres pada dinding kapiler glomerulus. 26

Efek CCB golongan non dihidropiridin terhadap hemodinamik ginjal dan aliran darah ginjal berupa dilatasi aferen dan eferen, terhadap fungsi glomerulus dapat naik turun sesuai dengan perubahan tekanan darah sistemik, terhadap ekskresi albumin urin golongan non dihidropiridin lebih mampu mengurangi albumin dari pada golongan dihidropiridin, terhadap fungsi tubulus CCB bersifat natriuresis yang kuat diluar sifat antihipertensi melalui hambatan pertukaran Na-Ca ditubulus proksimal, sehingga dapat menimbulkan retensi Na dan air pada penghentian kalsium antagonis yang mendadak. 27

Diuretika dan penyekat beta (BB) hanya mampu menurunkan tekanan darah saja, tanpa memperbaiki dinding endotel. Obat ini kurang berpengaruh pada hipertensi intraglomerulus oleh karena tidak memiliki efek pada dilatasi arteriol eferen sehingga dianggap kurang memberi proteksi terhadap kerusakan

glomerulus. Secara umum BB tidak memiliki efek klinis penting terhadap

hemodinamik ginjal dan LFG. Obat ini dapat menurunkan LFG jika TD sistemik jatuh dibawah ambang autoregulasi.26,32


(26)

2.2. MIKROALBUMINURIA PADA HIPERTENSI

Parving dkk melaporkan pertama sekali dijumpainya peningkatan ekskresi albumin urin pada hipertensi esensial tahun 1974. Prevalensi mikroalbuminuria pada penderita hipertensi bervariasi dari satu studi ke studi lainnya antara 5 % -

46 % hal ini terjadi karena adanya perbedaan teknik pemeriksaan (radio

immunoassay, enzyme-linked immunosorbent assay, nephelometry), penggunaan kriteria seleksi pasien, usia, etnis dan perbedaan definisi dari mikroalbuminuria. 33,34,35

Pontremoli dkk mendapatkan nilai mikroalbuminuria yang lebih rendah sesuai dengan derajat hipertensi yang semakin ringan. Bustami Z pada penelitian yang dilakukan terhadap penderita Hipertensi di Medan mendapatkan peningkatan yang bermakna mikroalbuminuria ( yang dinilai dengan rasio albumin kreatinin urin ) pada penderita hipertensi dibanding dengan orang normal sebagai kontrol ( 39,54 ± 61,90 mg / gr vs 6,90 ± 7,43 mg / gr). Bila dibandingkan berdasakan klasifikasi hipertensi ternyata nilai rasio albumin kreatinin urin lebih tinggi secara bermakna pada penderita hipertensi derajat 2 dibanding hipertensi derajat 1 (86,95 ± 78,14 mg / gr vs 22,43 ± 32,86 mg / gr) Mekanisme patogenetik yang mendasari terjadinya mikroalbuminuria belum jelas diketahui, beratnya beban tekanan darah dan peningkatan permeabilitas sistemik terhadap albumin mungkin berhubungan dengan disfungsi endotelial awal, kelihatannya memainkan peranan penting walaupun diduga beberapa data berperan dengan sejumlah faktor tambahan seperti abnormalitas lipid, faktor protrombotik, peningkatan sistem renin angiotensin dan inflamasi sistemik. Abnormalitas hemodinamik fungsional yang disertai perubahan struktur ginjal juga dapat menyebabkan mikroalbuminuria pada hipertensi esensial.33,36

Pasien dengan hipertensi esensial memiliki manifestasi ekskresi albumin urin yang lebih besar dibanding orang normal. Pasien hipertensi dengan mikroalbuminuria menunjukkan tekanan darah yang lebih tinggi dibandingkan pasien hipertensi dengan normoalbuminuria. Bianchi dkk menyarankan pemeriksaan mikroalbuminuria sebagai petanda yang berguna untuk mendeteksi progresivitas kerusakan ginjal pada pasien dengan hipertensi esensial.37


(27)

Reboldi dkk menyebutkan adanya hubungan antara mikroalbuminuria dengan hipertensi esensial, namun masih belum jelas apakah hubungan antara mikroalbuminuria dan faktor lainnya termasuk usia, jenis kelamin, merokok, etnis, resistensi insulin, dislipidemia dan obesitas merupakan faktor independen atau

berhubungan dengan faktor pengganggu, terutama sekali tekanan darah dan

mikroalbuminuria menjadi faktor resiko langsung terhadap progresifitas kerusakan ginjal. Reboldi dkk merekomendasikan determinasi mikroalbuminuria pada skrining awal subjek dengan hipertensi esensial, evaluasi periodik mikroalbuminuria perlu dilakukan karena mudah, cost-effective dan merupakan petanda prediktif yang sangat bernilai pada penderita hipertensi esensial.38

Redon dkk menyebutkan bahwa reduksi mikroalbuminuria berhubungan dengan kontrol tekanan darah dan akan menurunkan resiko terjadinya PGK. Pada subjek hipertensi yang awalnya normoalbuminuri dan tidak mendapat terapi anti hipertensi yang diikuti selama 3 tahun, didapati hasil setiap kenaikan ekskresi albumin urin 1 mg/24jam menyebabkan peningkatan resiko mikroalbuminuria sebesar 6%.39

2.2.1 Mikroalbuminuria sebagai petanda kerusakan vaskular

Tekanan kapiler glomerular yang tinggi menggangu permeabilitas

glomerular terhadap protein yang mana kemudian difiltrasi dalam jumlah berlebihan dan mencapai lumen tubulus proksimal. Pada saat lalu jumlah protein yang ditemukan diurin diambil sebagai indikator abnormalitas yang mendasari pada permeabilitas glomerular yang dianggap sebagai petanda keparahan lesi ginjal. Pada saat ini hasil dari banyak studi mengindikasikan bahwa protein berfiltrasi melalui kapiler glomerular yang mungkin memiliki toksisitas ginjal intrinsik, yang bersama dengan faktor resiko independen lainnya seperti hipertensi dapat memainkan peranan penting dalam progresivitas kerusakan ginjal. 40


(28)

Gambar 3. Efek dari peningkatan permeabilitas glomerular terhadap protein pada cedera ginjal progresif. 40

2.3 Deteksi dini albuminuria pada penderita hipertensi

Proteinuria merupakan suatu petanda adanya kerusakan ginjal, pada banyak penelitian terbukti bahwa proteinuria mempunyai peran sebagai petanda resiko mortalitas kardiovaskular dan prediktor progresivitas penyakit ginjal dan jumlah protein yang dikeluarkan melalui urin berkorelasi dengan besarnya penurunan laju filtrasi glomerulus.33 Penurunan fungsi ginjal semakin besar


(29)

sesuai dengan semakin banyaknya proteinuria. Proteinuria tidak hanya sekedar merupakan petanda adanya proses kerusakan di ginjal, akan tetapi juga faktor resiko dari PGK, penurunan laju filtrasi glomerulus atau progresivitas penyakit. Proteinuria dapat dipakai untuk mengukur hasil pengobatan dan dapat dipakai sebagai target penatalaksanaanya. 16

Urin normal mengandung sejumlah kecil protein, dalam NKF-K/DOQI

guidelines terminologi proteinuria menunjukkan peningkatan ekskresi albumin urin, protein spesifik lainnya atau total protein, terminologi albuminuria menunjukkan secara khusus peningkatan ekskresi albumin urin, terminologi mikroalbuminuria menunjukkan ekskresi albumin urin yang diatas batas normal namun dibawah dari kadar yang dapat dideteksi oleh tes untuk ekskresi total protein urin. 41

Pada orang dewasa dengan peningkatan resiko terjadi PGK, NKF-K/DOQI menganjurkan untuk memeriksa albuminuria dengan spot urin, baik dengan dipstik khusus untuk albumin atau rasio albumin/kreatinin. Penggunaan rasio dapat mengoreksi variasi pada konsentrasi protein urin sehubungan dengan hidrasi dan lebih baik dibandingkan proteinuri 24 jam.42

2.3.1 Deteksi mikroalbuminuria dengan rasio albumin kreatinin urin

Mikroalbuminuria merupakan petanda awal dari progresivitas penyakit ginjal. Deteksi mikroalbuminuria merupakan alat skrining penting untuk mengidentifikasi pasien yang memiliki resiko tinggi terhadap progresivitas penyakit ginjal dan siapa yang membutuhkan terapi yang lebih intensif dibanding subjek dengan nilai ekskresi albumin normal. 13,43

Pengukuran mikroalbumin urin 24 jam merupakan pemeriksaan baku emas namun sering sulit dilakukan karena pengumpulan urin dalam waktu 24 jam tidak menyenangkan, sering terjadi kesalahan dalam pengumpulannya, hasilnya sering dipengaruhi jumlah asupan cairan, keadaan diuresis dan konsentrasi urin yang dihasilkan sehingga pada saat ini banyak studi mengenai pemeriksaan mikroalbuminuria menggunakan rasio albumin kreatinin urin dengan menggunakan urin sewaktu. Urin pertama pagi hari lebih disukai karena


(30)

berkorelasi baik dengan ekskresi protein 24 jam namun urin sewaktu juga dapat digunakan.44,45

Saat ini, NKF-K/DOQI merekomendasikan penggunaan rasio albumin kreatinin urin dengan spot urin yang didapat dalam kondisi standar (first voided, morning, mid stream specimen) untuk mendeteksi mikroalbuminuria namun jika spesimen ini tidak tersedia spesimen urin sewaktu (random) masih dapat digunakan. Rasio albumin kreatinin urin adalah tes yang lebih sesuai untuk pasien dan mungkin lebih sedikit kecenderungan salah sehubungan dengan metode koleksi yang tidak tepat dan variasi dalam ekskresi protein 24 jam dibandingkan dengan spesimen urin random. NKF-K/DOQI mendefinisikan mikroalbuminuria sebagai hasil rasio albumin kreatinin urin antara 30 sampai 300 µg/mg pada pria dan wanita. 13,43

Jensen dkk menyebutkan mikroalbuminuria dapat diidentifikasi dengan mengukur kadar konsentrasi albumin urin atau rasio konsentrasi albumin kreatinin urin, sebagai pengganti pengukuran rutin dari nilai ekskresi albumin pada pengumpulan urin sewaktu. Hubungan antara Ualb dan UAER adalah 0,72 (P<0,001) dan hubungan korelasi antara Ualb/Ucreat dan UAER adalah 0,81 (P<0,001). Dalam deteksi mikroalbuminuria, sensitivitas dan spesifisitas adalah 58% dan 97% untuk Ualb dan 73% dan 97% untuk Ualb/Ucreat. Jensen dkk menyimpulkan pengukuran dari konsentrasi rasio albumin kreatinin urin adalah spesifik dan sensitif sebagai alternatif untuk mengukur nilai ekskresi albumin urin pada pengumpulan urin sewaktu, ketika digunakan untuk skrining mikroalbuminuria. 46

Secara tradisional tes dipstick digunakan untuk mendeteksi protein

didalam urin, tes ini semi kuantitatif dan tidak sensitif untuk mendeteksi konsentrasi albumin dalam kisaran < 300mg/hari. Saat ini, bermacam metode berbasiskan antibodi digunakan untuk mengukur kadar albumin urin yang rendah, termasuk RIA, nephelometry, immunoturbidimetry dan ELISA dengan metode ini lebih banyak pasien ditemukan memiliki ekskresi albumin dalam kisaran mikroalbuminuri. Berdasarkan studi pada pasien hipertensi pemeriksaan


(31)

mikroalbuminuria berbasiskan antibodi memiliki sensitivitas 88%, spesifisitas 80%, PPV 69%, NPV 92%.47,48

2.4. HIPERTENSI DAN PENYAKIT JANTUNG

Penyelidikan epidemiologis membuktikan bahwa tingginya tekanan darah berhubungan secara linear dengan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular. Komplikasi kardiovaskular merupakan penyebab utama morbiditas dan

mortalitas pasien hipertensi. World Health Organization (WHO) membagi

komplikasi organ sasaran menjadi tiga stadium. Stadium pertama belum didapatkan kelainan organ sasaran, stadium kedua didapatkan pada jantung adanya hipertrofi ventrikel kiri dan stadium ketiga bila didapatkan penyakit jantung iskemik (PJI) atau gagal jantung. 49

Hipertrofi ventrikel kiri dapat ditentukan dengan pemeriksaan fisis, EKG, radiologik dan ekokardiografi. Dengan ekokardiografi HVK dapat ditetapkan secara lebih awal dan tepat. Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah pengendalian tekanan darah untuk memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang usia. Hal ini dicapai dengan mencegah terjadinya HVK, disfungsi diastolik, gangguan perfusi koroner dan regresi HVK yang sudah terjadi 49.

2.4.1 Pengaruh hipertensi pada progresivitas penyakit jantung

Komplikasi jantung pada pasien hipertensi dapat disebabkan secara langsung oleh derajat tingginya tekanan darah dan proses aterosklerosis yang dipercepat. Manifestasi kelainan dapat berupa penyakit jantung hipertensi yang ditandai dengan HVK dan PJI. Kedua kelainan ini mempunyai hubungan yang erat seperti terlihat pada gambar 4. HVK sendiri merupakan faktor risiko yang kuat terhadap berbagai komplikasi penyakit kardiovaskuler yang meliputi angina pektoris, infark miokard, stroke, gagal jantung kongestif, dan kematian mendadak (sudden death) dimana gagal jantung dan sudden death dapat disebabkan oleh kedua kelainan tersebut. 49,50


(32)

Gambar 4. Manifestasi kelainan jantung pada hipertensi 49

Diantara HVK dan iskemia miokardium terdapat hubungan yang erat. HVK dapat menyebabkan iskemia miokardium karena : 49

a. Peninggian tekanan dinding ventrikel kiri b. Penambahan massa miokardium

c. Pengurangan cadangan koroner

d. Peninggian tahanan pembuluh darah koroner.

Riwayat alamiah pasien hipertensi menunjukkan bahwa pada mereka yang tidak mendapat pengobatan, penyebab utama kematian adalah gagal jantung, sedang pada pasien yang mendapat pengobatan kematian terutama disebabkan oleh infark miokard. Hal ini disebabkan karena gagal jantung yang terutama disebabkan faktor miokardium dapat dikendalikan sedangkan pengaruh pengobatan untuk pencegahan penyakit jantung iskemik tidak konsisten. 49

Hipertensi merupakan suatu kelainan yang ditandai dengan peningkatan tahanan perifer. Hal ini menyebabkan penambahan beban jantung (afterload) sehingga terjadi HVK sebagai proses kompensasi/adaptasi. HVK merupakan suatu keadaan yang menggambarkan penebalan dinding dan penambahan


(33)

massa ventrikel kiri. Selain pertumbuham miosit dijumpai juga penambahan struktur kolagen berupa fibrosis pada jaringan interstisial dan perivaskular fibrosis reaktif koroner intramiokardial. 49,51

Pada penderita hipertensi, perbesaran ventrikel kiri merupakan proses adaptasi struktur jantung untuk mempertahankan kestabilan fungsi kontraktilnya karena kenaikan beban jantung akibat kenaikan tekanan darah sistemis (beban tekanan maupun beban volume ) atau hasil dari pengaruh faktor – faktor neurohumoral seperti peningkatan sirkulasi katekolamin, peningkatan konduksi saraf simpatetik jantung, aktivasi sistem renin angiotensin – aldosteron, meningkatnya kadar hormon tiroksin dan hormon pertumbuhan. HVK yang terjadi pada penderita hipertensi mula-mula merupakan proses adaptasi terhadap meningkatnya beban jantung. Tetapi dengan penambahan beban yang berlangsung terus HVK akan merupakan proses patologis. Hal ini bila telah dilampaui suatu masa kritis ventrikel kiri seperi pada gambar 5. 7,49,50

Gambar 5. Proses adaptasi – patologik HVK pada hipertensi 49

HVK meupakan remodelling struktur jantung untuk menormalisasikan

regangan dinding dimana hipertrofi miokard akan menurunkan regangan dinding agar fungsi jantung tetap normal. Dalam proses terjadinya hipertrofi ventrikel kiri terdapat serangkaian perubahan struktural yang disebabkan peningkatan dimensi kardiomiosit, proliferasi interstitial conjunctive tissue, dan pengurangan sirkulasi koroner. Peningkatan stress dinding dan regangan merupakan rangsangan bagi kardiomiosit. Bila kardiomiosit mendapatkan stimulus hipertrofi selanjutnya akan ditranslasikan ke dalam sel yang nantinya akan mengatur


(34)

proses transkripsi ekspresi gen yang menginduksi terjadinya hipertrofi ventrikel kiri, seperti terlihat pada gambar 6. 7,50

Gambar 6. Proses translasi stimulus hipertrofi ke dalam kardiomiosit 7

Perkembangan kardiomiosit menjadi hipertrofi ventrikel kiri dapat terjadi karena penambahan sarkomer secara paralel pada pressure overload yang nantinya akan menyebabkan hipertrofi konsentrik atau secara serial pada

volume overload yang nantinya akan menyebabkan hipertrofi eksentrik seperti yang terlihat pada gambar 7. 7,50

Gambar 7. Perbedaan sarkomer antara hipertrofi konsentrik ( pressure Overload ) dan eksentrik ( volume overload ) 7


(35)

Disamping massa dan penebalan dinding jantung yang meningkat juga terdapat kenaikan kolagen dan disfungsi endotel pembuluh darah koroner yang akan memperberat fungsi ventrikel kiri. Derajat perbesaran ventrikel kiri ternyata

berkorelasi dengan resiko penyakit kardiovaskular dan remodelling yang

menyertainya merupakan faktor tambahan yang akan memperberat kondisi kardiovaskular penderita.2

Faktor lain yang berperanan terhadap hipertrofi ventrikel kiri antara lain faktor neurohumoral seperti angiotensin II, aldosteron, katekolamin, insulin. Angiotensin akan menginduksi hipertrofi dan hiperplasi miosit dan sel – sel otot polos. Berlebihnya produksi angiotensin akan meregulasi ekspresi sitokin fibrogenik transforming growth factor 1 (TGF 1). Induksi gen oleh TGF 1akan menyebabkan fibrosis intertisial dan perivaskular. Aldosteron akan mengurangi aktivitas kolagenase yang nantinya akan menyebabkan deposisi kolagen intertisial. Hipertrofi ventrikel kiri juga dapat berhubungan dengan resistensi insulin dan kadar insulin yang tinggi. Insulin akan menginduksi hipertrofi jantung melalui peningkatan ekspresi mRNA pada reseptor AT2 dan juga aktivasi sistem

saraf simpatik. 7,52

Peninggian tekanan darah pada penderita hipertensi merupakan rangsang utama terjadinya HVK, tetapi berbagai penelitian yang dilakukan tidak mendapatkan korelasi yang baik antara tekanan darah dengan HVK. Pada pengukuran tekanan darah dengan pemantauan tekanan darah secara ambulatoir didapatkan korelasi yang lebih baik antara tekanan darah dengan

HVK. Pengukuran tekanan darah secara kasual tidak mencerminkan pressure

overload yang sesungguhnya. 50,53

Dengan melihat hubungan antara tekanan darah dengan massa ventrikel kiri tersebut diatas diperkirakan terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi terjadinya HVK meskipun faktor tekanan darah merupakan faktor utama. Frohlich mengemukakan teori mosaik pada pembentukan HVK seperti terlihat pada gambar 8 51


(36)

Gambar 8. Berbagai faktor risiko yang berperan terhadap terjadinya HV K 51

HVK dianggap sebagai proses kompensasi yang dapat meninggikan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular karena pada HVK dapat menyebabkan disritmia kordis, iskemia miokardium dan gagal jantung. Disritmia kordis sering terjadi karena adanya fibrosis dan peninggian iritabilitas miokardium. Jaringan fibrosis mungkin mempermudah terjadinya proses re- entry yang menimbulkan disritmia kordis. VES didapatkan 40 – 50 kali lebih sering pada pasien dengan HVK dibandingkan pasien tanpa HVK atau normotensi. Kematian mendadak yang terjadi pada pasien HVK diduga disebabkan disritmia kordis. 49

HVK didapatkan berasosiasi bermakna dengan terjadinya PJI. Asosiasi ini tetap dengan penyesuaian umur, obesitas, hipertensi, merokok, dan HDL. Stenosis koroner yang bermakna didapatkan pada kira – kira 40 % pasien

hipertensi dengan HVK asimtomatik. Dengan demikian peran HVK pada silent

ischemia perlu dipikirkan. Pada HVK sering didapatkan iskemia miokardium secara klinis maupun EKG meskipun tidak dijumpai penyumbatan koroner. Hal ini disebabkan pengurangan cadangan koroner atau kelainan mikrosirkulasi. Pengurangan cadangan koroner disebabkan perubahan struktur dan fungsional pembuluh darah koroner. Perubahan struktural berupa pengurangan densitas kapiler dan pengecilan lumen pembuluh darah kecil intramiokardial. Perubahan fungsional terjadi karena peninggian tonus vaskular yang mungkin disebabkan


(37)

gangguan EDRF (Endothelial Derivied Relasing Factor) dan gangguan autoregulasi. 49

Disfungsi diastolik merupakan gangguan awal kelainan jantung pada hipertensi. Hal ini disebabkan pengurangan compliance ventrikel kiri. Penurunan kekuatan kontraksi pasien hipertensi dengan HVK dapat disebabkan peninggian regangan dinding ventrikel karena hipertrofi yang tidak adekuat atau pengurangan kekuatan kontraksi miokardium sendiri yag penyebabnya belum jelas. Setelah proses adaptasi HVK, penambahan beban akan menyebabkan terjadinya HVK patologi yang menyebabkan disfungsi ventrikel kiri subklinis sampai gagal jantung yang berat. 51,53

Secara teoritis penurunan tekanan darah dengan mengurangi afterload

akan mengurangi regangan dinding ventrikel kiri dan menyebabkan pengurangan masa VK. Obat yang menghambat sistem saraf adrenergik dan sistem RAA dapat menyebabkan regresi. Obat penghambat ACE merupakan vasodilator tetapi obat ini tidak merangsang refleks simpatis dan obat ini juga menghambat sintesis protein pada jaringan interstisial jantung. Antagonis Ca yang mengurangi

intake Ca akan mengurangi respon hipertrofi ventrikel dan memperbaiki siklus relaksasi kontraksi. Hal ini membuktikan bahwa disamping tekanan darah terdapat faktor- faktor lain yang mempengaruhi terjadinya HVK 49,51

Pengobatan farmakologis untuk regresi HVK melibatkan banyak penelitian dengan berbagai macam obat anti hipertensi. Hasil meta analisis dari 109 penelitian obat anti hipertensi pada regresi VK secara ekokardiografis menunjukkan pengurangan tekanan arterial rata – rata 14,9 % dengan pengurangan massa ventrikel kiri setinggi 11,9 % dalam waktu 10,1 bulan follow up. Pada penelitian ini didapatkan ACE inhibitor , beta bloker, antagonis kalsium dan diuretik mengurangi massa VK dan ternyata ACEI menunjukkan pengobatan yan paling efektif. ACEI menunjukkan pengurangan tebal septum interventrikuler, dinding posterior ventrikel kiri lebih baik daripada beta bloker dan antagonis kalsium. Diuretik menyebabkan pengurangan tebal dinding jantung paling kecil tetapi mengurangi diameter internal ventrikel kiri. 49


(38)

2.5 DETEKSI HIPERTROFI VENTRIKEL KIRI DENGAN EKOKARDIOGRAFI.

Pemeriksaan ekokardiografi dapat mendeteksi HVK secara dini.

Ekokardiografi dapat mendeteksi kelainan anatomik dan fungsional jantung pasien hipertensi asimtomatik yang belum didapatkan kelainan pada EKG dan radiologis. Dengan ekokardiografi didapatkan prevalensi HVK 5 – 10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan elektrokardiografi. 49

Elektrokardiografi memiliki sensitivitas yang rendah ( 35 % ) tetapi memiliki spesifisitas yang tinggi ( 90 %) bila dibandingkan ekokardiografi sebagai baku emas dalam menegakkan hipertrofi ventrikel kiri. Dengan menggunakan ekokardiografi dapat dilihat dilatasi ventrikel kiri, masa ventrikel kiri, jenis hipertensi ventrikel kiri ( konsentrik, eksentrik, remodelling) dan akan mencapai sensitivitas 95 – 100 % pada penderita hipertrofi ventrikel kiri ringan sampai berat. 14,15

Tingleff dkk dalam penelitiannya mendapatkan prevalensi hipertrofi ventrikel kiri sebesar 25% pada pria dan 26 % pada wanita dengan hipertensi. 55 Dari berbagai penelitian didapatkan prevalensi hipertrofi ventrikel kiri dengan menggunakan ekokardiografi bervariasi sebesar 20 – 30 % pada menderita hipertensi. 54,55


(39)

BAB III

PENELITIAN SENDIRI

3.1. Latar belakang

Hipertensi merupakan faktor resiko penting penyakit kardiovaskular dan berhubungan dengan hipertrofi ventrikel kiri dan disfungsi endotel. Hipertrofi ventrikel kiri dan disfungsi endotel, keduanya menunjukkan suatu prediktor terjadinya peningkatan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular. Hipertrofi ventrikel kiri merupakan kerusakan organ target jantung pada penderta hipertensi. Penderita dengan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan dengan peningkatan insidensi stroke, gagal jantung, sudden death.55-58

Mikroalbuminuria yaitu sedikit peningkatan albuminurin akan menggambarkan kerusakan endotel di glomerulus dan juga pembuluh darah sistemik, dimana disfungsi endotel nantinya akan berperan pada proses atherosklerosis. Selain sebagai petanda kerusakan ginjal, mikroalbuminuria juga merupakan prediktor penyakit kardiovaskular pada penderita hipertensi maupun diabetes. Ko eksistensi hipertrofi ventrikel kiri dan disfungsi endotel akan menggandakan resiko kejadian vaskuler pada penderita hipertensi.3-6

Joint National Commitee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC) VII tahun 2003 menganjurkan pengobatan yang lebih agresif pada penderita hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri atau proteinuria. Evaluasi yang dianjurkan pada penderita hipertensi antara lain urinalisis rutin, elektrokardiogram ( EKG) 12 sadapan disamping pemeriksaaan mikroalbuminuria dan ekokardiografi. Pemeriksaan rasio albumin kreatinin pada urin (RAKU) sebagai bagian penting dari skrining penderita hipertensi, minimal sekali dalam setahun.11

Hubungan kedua petanda kerusakan jantung dan glomerular ginjal sering di evaluasi pada populasi pasien hipertensi dengan kerusakan organ target. Dalam beberapa penelitian disebutkan pada pasien hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan dengan peningkatan prevalensi


(40)

mikroalbuminuria dibandingkan pada pasien hipertensi tanpa hipertrofi ventrikel kiri. Redon dkk mendapatkan peningkatan massa ventrikel kiri dan mikroalbuminuria pada lelaki dengan hipertensi ringan tetapi tidak pada wanita .9 Pontremoli R dkk mendapatkan bahwa masa ventrikel kiri lebih tinggi pada penderita hipertensi dengan mikroalbuminuria dibanding dengan penderita hipertensi tanpa mikroalbuminuria dan partisipan normotensi dengan kontrol ( LVMI 167 ± 7 g/m2 vs 139 ± 9 g/m2 vs 118 ± 5 g/m2 ) 59

Bulatov dkk mendapatkan hubungan antara RAKU dengan HVK yang dinilai elektrokardiografi ( r= 0,37, p < 0,01) dan dengan pulse pressure 24 jam ( r= 0,53, p < 0,05) baik setelah disesuaikan terhadap usia, jenis kelamin

indeks masa tubuh. 60 Lieb dkk dalam The MONICA/KORA Ausberg

Echocardiographic Substudy menyebutkan peningkatan hipertrofi ventrikel kiri paralel dengan mikroalbuminuria( ≥ 8,76 mg/g pada lelaki dan ≥ 9,49 ≥ pada wanita, p = 0,0035).61 Pedrinelli dkk mendapatkan hubungan yang signifikan antara ekskresi albumin urin dengan massa ventrikel kiri ( r= 0,77, p < 0,0001). 62 Peningkatan ekskresi albumin berhubungan dengan hipertrofi ventrikel kiri tidak bergantung pada usia, tekanan darah, diabetes, ras, kreatinin serum atau merokok yang diduga paralel dengan kerusakan jantung dan albuminuria.4 Palatini P dkk mendapatkan massa ventrikel kiri tidak berhubungan dengan ekskresi albumin urin pada penderita hipertensi derajat 1 ( p>0,5).10

Pemeriksaan baku emas untuk mengukur ekskresi albumin urin adalah dengan mengumpulkan urin 24 jam, namun pemeriksaan ini menyulitkan pada penderita hipertensi karena sulitnya mengumpulkan urin selama 24 jam. Metode yang lebih sederhana untuk mendeteksi mikroalbuminuria adalah dengan metode pemeriksaan rasio albumin kreatinin urin yang menggunakan spesimen urin random. Pemeriksaan rasio albumin kreatinin urin merupakan tes yang lebih mudah bagi pasien dan mungkin lebih sedikit kecenderungan untuk salah sehubungan dengan metode koleksi yang tidak tepat dan variasi dalam ekskresi albuminuria 24 jam dibandingkan dengan spesimen urin


(41)

random dan penggunaan rasio dapat mengoreksi variasi pada konsentrasi albumin urin sehubungan dengan hidrasi. 12,13

Pemeriksaan ekokardiografi merupakan pemeriksaan yang cukup baik mendeteksi hipertrofi ventrikel kiri, sayangnya pemeriksaan ini relatif mahal dan juga membutuhkan keahlian khusus.58 Pada saat ini di Indonesia belum ada penelitian yang menghubungkan hipertrofi ventrikel kiri dengan mikroalbuminuria

3.2. Perumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara mikroalbuminuria yang di ukur dengan rasio albumin kreatinin urin dengan hipertrofi ventrikel kiri pada penderita hipertensi esensial ?

3.3. Hipotesa

Ada hubungan antara mikroalbuminuria yang diukur dengan rasio albumin kreatinin urin dengan hipertrofi venterikel kiri pada penderita hipertensi esensial.

3.4. Tujuan Penelitian

Menilai hubungan antara mikroalbuminuria yang diukur dengan rasio albumin kreatinin urin dengan hipertrofi ventrikel kiri pada penderita hipertensi esensial.

3.5. Manfaat Penelitian

Dengan mendapatkan hubungan antara mikroalbuminuria yang diukur dengan rasio albumin kreatinin urin dengan hipertrofi ventrikel kiri pada penderita hipertensi nantinya mikroalbuminuria akan dapat digunakan sebagai petanda telah terjadi hipertrofi ventrikel kiri.


(42)

3.6. Kerangka Konsepsional

HIPERTROFI VENTRIKEL KIRI (-) ALBUMINURIA :

- Mikroalbuminuria - Normoalbuminuria

HIPERTROFI VENTRIKEL KIRI (+) HIPERTENSI

3.7. BAHAN DAN CARA 3.7.1. Disain Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara studi potong lintang yang bersifat deskriptif analitik

3.7.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan April s/d Mei 2009 di Poliklinik Kardiologi, Poloklinik Ginjal dan Hipertensi serta Poliklinik Pria dan Wanita Bagian Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan

3.7.3. Populasi Terjangkau

Penderita hipertensi yang berobat jalan di RSUP H. Adam Malik Medan.

3.7.4. Kriteria yang diikutkan dalam penelitian

1. Usia > 25 tahun

2. Penderita hipertensi esensial

3. Bersedia ikut dalam penelitian (informed concern) 3.7.5 Kriteria yang dikeluarkan dari penelitian

1. Penderita hipertensi dengan diabetes melitus 2. Penderita hipertensi dengan stroke

3. Penderita hipertensi dengan infeksi saluran kemih 4. Penderita hipertensi dengan hipertensi krisis 5. Penderita hipertensi dengan gagal ginjal kronik 6. Penderita hipertensi dengan gagal jantung

8. Penderita hipertrofi ventrikel kiri karena penyakit lain seperti kelainan jantung kongenital pada dewasa, penyakit kelainan katup jantung


(43)

3.7.6 Besar Sampel

Perkiraan besar sampel dengan memakai rumus : 63 n = (Zα√Po x Qo + Z √ Pa x Qa)2

(Pa-Po)2

dimana Z = nilai baku normal dari tabel Z berdasarkan = 0,05

Z = 1,96

Z = nilai baku yang ditentukan, untuk = 0,10 Z = 1,282 Po = prevalensi hipertrofi ventrikel kiri didapati pada tahun 1987 = 0,48 55

Pa = prevalensi hipertrofi ventrikel kiri pada tahun 1996 = 0,2 55 Qo = 1- Po

Qa = 1- Pa

n = (1,96 √0,48 x 0,52 + 1,282 √ 0,2 x 0,8)2

(0,48-0,2)2

= ( 1,96 x 0,499 + 1,282 x 0,4)2

(0,28)2

= ( 0.978+ 0,512)2

(0,28)2

= ( 1,49)2 0.0748 n = 30

Jadi jumlah minimal sample sebesar 30 orang.

3.7.7 Prosedur Penelitian

Penelitian ini mendapat persetujuan oleh komite etik penelitian bidang kesehatan FK USU dan terhadap semua pasien yang termasuk dalam penelitian diminta persetujuan (informed consent ). Setiap pasien yang memenuhi kriteria penelitian dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pengukuran tinggi badan dan berat badan, pemeriksaan laboratorium rutin.


(44)

Pemeriksaan tekanan darah diukur dengan sphygmomanometer air raksa (NOVA) dengan posisi duduk sedikitnya setelah 5 menit istirahat dengan kaki terletak diatas lantai dan pemasangan cuff setinggi jantung pada lengan kanan. Kopi, latihan fisik dan merokok harus dihindarkan sedikitnya 30 menit sebelum pengukuran tekanan darah, pengukuran dilakukan sebanyak 2-3 kali dengan interval 5 menit. Tekanan darah sistolik ditetapkan sesuai dengan bunyi korotkoff I dan tekanan darah diastolik sesuai dengan bunyi korotkoff V.

Pemeriksaan mikroalbuminuria dengan mengukur rasio albumin kreatinin urin, pengambilan sampel urin dilakukan pada pagi hari sebanyak 10 ml kemudian dianalisa kadar albumin urin diukur dengan

metode immunoturbidometry dan kadar kreatinin urin diukur dengan

metode kinetik pada integra analyser (Roche, Basel, Switzerland).

Untuk mengevaluasi hipertrofi ventrikel kiri dilakukan pemeriksaan

foto toraks, dikatakan mengalami perbesaran jantung apabila cardio

thorax ratio (CTR) > 50 %, selain itu juga dinilai dengan pemeriksaan elektrokardiografi, tetapi pada penelitian ini HVK ditetapkan dengan

pemeriksan ekokardiografi dengan menggunakan alat Echocardiography

General Electric Logic 400. Penegakan hipertrofi ventrikel kiri oleh

seorang kardiologis sesuai dengan rekomendasi American Society of

Echocardiography (ASE), dimana Masa ventrikel kiri (LV mass) = 0,8 x [ 1,04 x (LVID+LPWT+ IVS )3 -LVID 3 ] gram. 64 Indeks Masa Ventrikel kiri = LV mass: body surface area. Ditetapkan hipertrofi bila indeks masa ventrikel kiri pada laki-laki ≥ 115 g/m2 dan pada wanita > 95 g/m2 65

3.7.8 Analisa Data

Penentuan normalisasi dari distribusi data ditentukan dengan Kolmogorov – Smirnov. Untuk melihat hubungan antara mikroalbuminuria dengan hipertrofi ventrikel kiri digunakan uji Chi Square. Untuk melihat hubungan karakteristik penderita yang meliputi umur, jenis kelamin, indeks massa tubuh, tekanan darah, kadar gula darah, ureum, kreatinin


(45)

dan hemoglobin dengan mikroalbuminuria digunakan uji t tidak berpasangan. Untuk menilai hubungan mikroalbuminuria dan juga hipertrofi ventrikel kiri dengan berbagai variabel lain yang diteliti digunakan analisa korelasi Spearman, dikatakan bermakna bila p <0,05. Analisa data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak program SPSS versi 11,5.66

3.7.9 Defenisi Operasional

1. Hipertensi : tekanan darah sistolik > 140 mmHg atau

diastolik > 90 mmHg pada 2 hari yang

berbeda atau sedang mendapatkan obat anti

hipertensi.

2. Mikroalbuminuria : rasio albumin kreatinin urin sewaktu 30 – 299 µg/ mg kreatinin 67

3. Hipertrofi ventrikel kiri : indeks masa ventrikel kiri pada laki-laki ≥ 115 g/m2 dan pada wanita > 95 g/m2 sesuai rekomendasi AmericanSociety of


(46)

3.7.10 Kerangka Operasional

Subjek : Pesien hipertensi

Dicatat :

̇ Umur

̇ Jenis kelamin

̇ TB, BB

̇ Tekanan darah

̇ Riwayat merokok

̇ Riwayat keluarga hipertensi

̇ Riwayat keluarga DM

̇ Pemeriksaan fisik

̇ Laboratorium rutin

Kriteria Eksklusi Kriteria Inklusi

RAKU

Ekokardiografi


(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL PENELITIAN 4.1.1. Karakteristik subjek

Penelitian dilakukan mulai bulan April sampai Mei 2009 di poliklinik kardiologi dan poliklinik nefrologi dan hipertensi dan poliklinik pria dan wanita RSUP H. Adam Malik Medan. Ada 40 subjek yang memenuhi kriteria diikutkan dalam penelitian, dari 40 subjek kemudian dikelompokkan menjadi dua kelompok terdiri dari 22 pasien hipertensi tanpa mikroalbuminuria dan 18 pasien hipertensi dengan mikroalbuminuria. Karakteristik data masing-masing kelompok dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Data karakteristik sampel studi masing – masing kelompok hipertensi

95% CI VARIABEL

HIPERTENSI TANPA MIKROALBUMINURIA

HIPERTENSI DENGAN

MIKROALBUMINURIA LOWER UPPER

p

Jenis Kelamin

Pria 16 (72,7%) 9 (50%)

Wanita 6 (27,3%) 9 (50%)

0,140

Umur (Tahun) 55,41 ± 9,18 58.56 ± 7,94 -8,708 2,415 0,259

IMT (Kg/m2) 26,18 ± 4.03 24.73± 4.16 -1.181 4,08 0,272

TD Sistolik (mmHg) 155.91 ± 7.34 163.33 ± 13.29 -14.33 -7,15 0,03 * TD Diastolik (mmHg) 87.73 ± 6.12 94.44 ± 5,11 -10,379 -3,055 0,01 *

KGD Puasa (mg/dl) 91,68 ± 6,86 94,11 ± 7,14 -6,926 2,068 0,281

KGD 2 jam PP (mg/dl) 122,5 ± 19,43 119,00 ± 17,29 -8,09 15,409 0,555

Ureum (mg/dl) 22,95 ± 9,13 27,39 ± 9,13 -10,308 1,44 0,135

Kreatinin (mg/dl) 0,76 ± 0,22 0,91 ± 0,27 -0,306 0,006 0,06

Hb (gr/dl) 14,07± 0,91 13,98 ± 1,12 -0,559 0,74 0,78

Lama HT (tahun) 2,68 ± 1,36 9,94 ± 4,33 0,001*

Keterangan : IMT = Indeks massa tubuh; TD = Tekanan darah; Hb = Hemoglobin; KGDP = Kadar gula darah puasa; KGD 2 Jam PP = Kadar gula darah Post prandial Lama HT = lama menderita HT(signifikan p<0,05)


(48)

Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa tidak dijumpai perbedaan proporsi berdasarkan jenis kelamin pria dan wanita antara kelompok hipertensi tanpa mikroalbuminuria dan kelompok hipertensi dengan mikroalbuminuria dengan menggunakan uji Chi square, p=0,140

Rentang umur subjek yang ikut dalam penelitian adalah 39 -73 tahun dengan usia rerata pada kelompok hipertensi tanpa mikroalbuminuria 55,41 ± 9,18tahun dan pada kelompok hipertensi dengan mikroalbuminuria 58.56 ± 7,94 tahun, dengan uji t tidak berpasangan tidak dijumpai perbedaan umur yang bermakna pada masing-masing kelompok dengan p=0,259

Rerata indeks massa tubuh antara kelompok hipertensi tanpa

mikroalbuminuria 26,18 ± 4.03 kg/m2 dengan kelompok hipertensi dengan

mikroalbuminuria 24.73± 4.16 kg/m2 , tidak berbeda bermakna secara statistik dengan uji t tidak berpasangan dengan p=0,272.

Tekanan darah sistolik pada kelompok hipertensi tanpa mikroalbuminuria dengan rerata 155.91 ± 7.34mmHg lebih rendah dibanding kelompok hipertensi dengan mikroalbuminuria dengan rerata 163.33 ± 13.29 dan secara statistik dengan uji t tidak berpasangan perbedaan ini bermakna secara signifikan dengan nilai p=0,03. Tekanan darah diastolik pada kelompok hipertensi tanpa

mikroalbuminuria dengan rerata 87.73 ± 6.12 mmHg lebih rendah dibanding

kelompok hipertensi dengan mikroalbuminuria dengan rerata 94.44 ± 5,11 mmHg, dan secara statistik dengan uji t tidak berpasangan perbedaan ini bermakna dengan nilai p=0,01

Kadar gula darah puasa pada kelompok hipertensi tanpa

mikroalbuminuria dengan rerata 91,68 ± 6,86 mg/dl lebih rendah dibanding

kelompok hipertensi dengan mikroalbuminuria dengan rerata 94,11 ± 7,14 mg/dl, namun secara statistik dengan uji t tidak berpasangan perbedaan ini tidak

bermakna dengan nilai p=0,281. Kadar gula darah 2 jam post prandial pada

kelompok hipertensi tanpa mikroalbuminuria dengan rerata 122,5 ± 19,43 mg/dl lebih tinggi dibanding kelompok hipertensi dengan mikroalbuminuria dengan

rerata 119,00 ± 17,29 mg/dl, tetapi secara statistik dengan uji t tidak


(49)

Kadar ureum pada kelompok hipertensi tanpa mikroalbuminuria dengan rerata 22,95 ± 9,13 mg/dl lebih rendah dibanding kelompok hipertensi dengan

mikroalbuminuria dengan rerata 27,39 ± 9,13 mg/dl, tetapi secara statistik

dengan uji t tidak berpasangan tidak berbeda bermakna dengan nilai p=0,135.

Kadar kreatinin pada kelompok hipertensi tanpa mikroalbuminuria dengan rerata

0,76 ± 0,22 mg/dl hampir sama dibanding kelompok hipertensi dengan

mikroalbuminuria dengan rerata 0,91 ± 0,27 mg/dl, dan secara statistik dengan uji t tidak berpasangan tidak berbeda bermakna dengan nilai p=0,06

Kadar hemoglobin pada kelompok hipertensi tanpa mikroalbuminuria

dengan rerata 14,07± 0,91 g/dl hampir sama dibanding dengan kelompok

hipertensi dengan mikroalbuminuria dengan rerata 13,98 ± 1,12g/dl, dan secara statistik dengan uji t tidak berpasangan tidak berbeda bermakna dengan nilai p=0,78

4.1.2. Perbandingan nilai Left Ventriculer Mass Index (LVMI)

Tabel 2. Perbandingan nilai Left Ventriculer Mass Index antara kelompok hipertensi tanpa mikroalbuminuriadan hipertensi dengan

mikroalbuminuria

95% CI

LVMI

Hipertensi

N MEAN ± SD g/m2 LOWER UPPER p

Tanpa

mikroalbuminuria 22 93,67 ± 28,47

Dengan

mikroalbuminuria 18 127,64 ± 24.82

- 51,28 - 16,67 0,001

Keterangan : signifikan p<0,05 LVMI = Left Ventriculer Mass Index

Pada kelompok hipertensi tanpa mikroalbuminuria rerata nilai Left

Ventriculer Mass Index 93,67 ± 28,47 g/m2 lebih rendah dibandingkan kelompok hipertensi dengan mikroalbuminuria dengan rerata 127,64 ± 24.82 g/m2 dan dengan uji t tidak berpasangan perbedaan ini bermakna dengan nilai p=0,001.


(50)

4.1.3. Hubungan antara mikroalbuminuria dengan hipertrofi ventrikel kiri

Tabel 3. Hubungan antara mikroalbuminuria dengan Hipertrofi Ventrikel Kiri pada penderita hipertensi

HVK (+) HVK (-) Jumlah

Hipertensi n % n % %

p

Dengan

Mikroalbuminuria

17 94,4 1 5,6 18 100

Tanpa

Mikroalbuminuria

4 18,2 18 81,8 22 100

0.001

Keterangan : signifikan p<0,05 HVK = hipertrofi ventrikel kiri

Pada kelompok hipertensi yang disertai mikroalbuminuria terdapat 94,4 % yang mengalami hipertrofi ventrikel kiri, sedangkan pada penderita hipertensi tanpa mikroalbumiuria hanya sebanyak 18,2 % yang disertai hipertrofi ventrikel kiri. Sebaliknya pada penderita hipertensi tanpa mikroalbuminuria sebanyak 81,8 % yang tidak mengalami hipertrofi ventrikel kiri sedangkan pada kelompok hipertensi dengan mikroalbuminuria hanya 5 % yang tidak mengalami hipertrofi ventrikel kiri. Hasil ini bermakna pada analisa dengan uji Chi square (r =0,76 p = 0.001)


(51)

4.1.4. Gambaran berbagai variabel terhadap albuminuria dan adanya hipertrofi ventrikel kiri

Tabel 4. Gambaran beberapa variabel terhadap albuminuria HIPERTENSI

TANPA MIKROALBUMNURIA

( N = 22)

HIPERTENSI DENGAN MIKROALBUMNURIA

( N= 18) VARIABEL

N % N % p

Riwayat Keluarga Hipertensi

Ya 10 45,5 6 33,3

Tidak 12 54,5 12 66,7

0,436 Foto Toraks

Normal 19 86,4 5 27,8

Kardiomegali 3 18,8 13 72,2

0,001 Lama Menderita

Hipertensi

1 - 2 tahun 13 59,1 0 0

3 - 4 tahun 6 27,3 0 0

≥ 5 tahun 3 13,6 18 100

0.001

EKG

Nornal 18 81,8 6 33,3

LVH 2 9,1 8 44,4

MI 2 9,1 1 5,6

LVH + MI - 0 3 16,7

Jenis Obat Anti

Hipertensi

1.D 1 4,5 5 27,8

2.BB 1 4,5 5 27,8

3.ACEI 1 4,5 0 0

4.ARB 1 4,5 0 0

5. ACEI + ARB 1 4,5 0 0

6 .ACEI + CCB 8 36,4 0 0

7. ACEI + BB 2 9,1 0 0

8.ACEI + D 4 18,2 0 0

9.ARB + D 1 4,5 1 5,6

10.ARB + CCB 1 4,5 0 0

11.BB + D 0 0 7 38,9

12.ARB+BB 1 4,5 0 0

Keterangan : EKG = elektrokardiografi, LVH = left ventricle hypertrophy, MI = myocard ischemic,

ACEI = penghambat enzim konversi angiotensin, ARB = penyekat reseptor angiotensin II (ARB),


(52)

Pada pasien penelitian juga dilakukan analisa statistik untuk membandingkan timbulnya mikroalbuminuria dari berbagai variabel lainnya seperti riwayat keluarga hipertensi, foto toraks, lama menderita hipertensi. elektrokardiografi, dan jenis obat anti hipertensi

Riwayat keluarga menderita hipertensi lebih sering dijumpai pada

penderita hipertensi tanpa mikroalbuminuria namun hasil ini tidak bermakna dengan uji Chi square (45,5 % vs 33,3 % p = 0,436 )

Pada foto toraks gambaran kardiomegali lebih sering dijumpai pada

hipertensi dengan mokroalbuminuria dibanding hipertensi tanpa mikroalbuminuria dan hasil ini bermakna dengan uji Chi square ( 72,2 % vs 18,8 %, p = 0,001 )

Penderita hipertensi dengan mikroalbuminuria ternyata lebih lama menderita hipertensi bila dibanding penderita hipertensi tanpa yang bermakna secara statistik dengan uji t tiidak berpasangan ( tabel 1; 9,94 ± 4,33 tahun vs 2,68 ± 1,36 tahun, p = 0,001). Lama menderita hipertensi 1- 2 tahun lebih sering dijumpai pada penderita hipertensi tanpa mikroalbuminuria dibanding hipertensi dengan mikroalbuminuria ( 59,1 % vs 0 % , p = 0,001) sedangkan lama menderita hipertensi ≥5 tahun lebih sering dijumpai pada penderita hipertensi dengan mokroalbuminuria dibanding tanpa mikroalbuminuria ( 100 % vs 1`3,6 %, p = 0,001) hasil ini bermakna dengan uji Chi square.

Gambaran EKG normal lebih tinggi dijumpai pada penderita hipertensi tanpa mikroalbuminuria dibanding hipertensi dengan mikroalbuminuria (81,8 % vs 33,3 %). Gambaran EKG LVH lebih sering dijumpai pada penderita hipertensi dengan mikroalbuminuria( 44,4 % vs 9,1 % ).

Penggunaaan obat anti hipertensi golongan ACE inhibitor + Ca Channel Blocker lebih sering dijumpai pada penderita hipertensi tanpa mikroalbuminuria dibanding hipertensi dengan mokroalbuminuria (36,4 % vs 0 %) . Sedangkan penggunanan obat anti hipertensi Diuretik + Beta Blocker lebih sering dijumpai pada penderita hipertensi dengan mikroalbuminuria dibanding penderita hipertensi tanpa mikroalbuminuria ( 38,9 % vs 0 % )


(1)

Riwayat merokok : + / - Riwayat penyakit jantung pada masa kanak- kanak : + / -

Konsumsi kopi : + / -

Latihan fisik 1 hari sebelum pemeriksaan : + / - III. PEMERIKSAAN JASMANI

1. Keadaan Umum : 2. Keadaan Penyakit :

3. Keadaan gizi : TB:...cm, BB :... kg, IMT...,

4. Tanda Vital :

TD : / mmHg, Nadi : x/mnt, RR : x/mnt, T : oC 5. Kepala :

6. Leher : 7. Thorak depan : 8. Thorak belakang : 9. Jantung :

10. Abdomen :

Hepar/Lien/Ginjal : 11. Ekstremitas :

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium.

Darah Rutin : Hb : , Leukosit :

Profil Urin : Warna...,BJ..., pH..., Nitrit..., Glukosa... Protein..., Keton..., Bilirubin..., Urobilin... Darah..., Mikroskopik : Eritrosit..., Leukosit..., Sel Epitel... Kristal..., Casts...

Kultur Urin : KGD Puasa / 2 Jam Post Prandial :

Faal Ginjal : Ureum : Creatinin : Uric Acid : 2. Foto toraks :

3. EKG :

V. Rasio Albumin Kreatinin Urin : ... g/mg kreatinin


(2)

LAMPIRAN 6

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

Nama : Dr.Eric Nelson

Tempat/tanggal lahir : Medan, 20 April 1972

Agama : Kristen Protestan

Alamat Kantor : Fakultas Kedokteran USU, Jl Dr .Mansur No 5 Medan

Departemen Penyakit Dalam RS H Adam Malik, Jl Bunga Lau No 17, Medan

No. Telepon / Fax : (Telp) : (061) 8211045; 8210555; 8363009 Alamat rumah : Jl.Starban Gg. Mesjid 30 Polonia Medan No. Telepon : (061) 4563272

Handphone : (061)76387287

II. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD Sriwijaya Medan Ijazah 1985 2. SMP Negeri 1 Medan Ijazah 1988 3. SMA Negeri 1 Medan Ijazah 1991 4. Fakultas Kedokteran USU Ijazah 1997 5. PPDS Ilmu Penyakit Dalam Januari 2004 - sekarang

III. PENGALAMAN KERJA

1. Kepala Puskesmas Batang Pane II, Kecamatan

Padang Bolak Tapanuli Selatan 1998 - 2001 2. Kepala Puskesmas Hutaimbaru , Kecamatan

Hutaimbaru Tapanuli Selatan 2001- 2004 3. Staf Puskesmas Hutaimbaru , Kecamatan


(3)

IV. KEANGGOTAAN PROFESI 1. Ikatan Dokter Indonesia (IDI)

2. Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)

V. KARYA ILMIAH DI DEPARTEMEN PENYAKIT DALAM

1. Eric Nelson , Zulhelmi Bustami. Chronic Renal Failure Caused by Lupus Nephritis Accompanied by Lupus Carditis. Laporan kasus. The 9th National Congress of InaSN & Annual Meeting of Nephrology 2005. Bali, 24 th – 27 th November 2005.

2. Eric Nelson , Darmadi , Mardianto, Dharma Lindarto, OK Alfien Syukran. Correlation of ProInsulin with Insulin Resistance in the Offspring of Type 2 Diabetic. The 13th National Congress of the Indonesian Society of Internal Medicine (KOPAPDI XIII). Palembang, July 6th – 9th 2006.

VI. PARTISIPASI DALAM KEGIATAN ILMIAH.

1. Peserta Simposium The 2nd New Trend in Cardiovascular Management. “The Integration of Cardiovascular Management”. Medan, 5-6 Desember 2003.

2. Peserta DHF Course. Medan, 3 Maret 2004.

3. Panitia dan Peserta Pertemuan Ilmiah Tahunan V 2004. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK USU. Medan, 4-6 Maret 2004.

4. Peserta Simposium Putting Patients First : A New Paradigm in Treatment of Erectile Dysfunction. Medan, 14 Maret 2004.

5. Peserta Simposium Pathophysiology and Clinical Management of Pain. Medan, 18 Maret 2004.

6. Peserta Simposium Psikosomatik dan Gangguan Jantung. Medan, 17 April 2004.

7. Peserta KONAS VI, KONKER VI PERSADIA. Medan, 20-23 April 2003. 8. Peserta Seminar TB 2004 dalam rangka memperingati hari TB sedunia


(4)

9. Peserta Launching Symposium New Dimension in Management of Hypertension and Metabolic Syndrome. Medan, 15 Mei 2004.

10. Peserta Simposium Rational Approach in Management of Hypertension. Medan, 19 Juni 2004.

11. Peserta Simposium Mild Cognitive Impairment Practical Guideline and Treatment Strategies. Medan, 26 Juni 2004.

12. Peserta Simposium NSAID Gastropathy. Medan, 03 Juli 2004.

13. Peserta Simposium LANTUS. Upaya mencapai kontrol glikemik optimal pada pasien DM tipe 2. Medan, 10 Juli 2004.

14. Peserta Simposium Infection Update 2004. “Strategi Pengenalan Infeksi Menuju Indonesia Sehat 2010”. Medan, 24 Juli 2004.

15. Peserta Simposium Management of Diabetic Dyslipidemia. Medan, 28 Agustus 2004.

16. Panita dan Peserta Gastroentero-Hepatologi Update 2004. Medan, 17-18 September 2004.

17. Peserta Simposium Pertemuan Ilmiah Tahunan ke VI Ilmu Penyakit Dalam. “Awareness of Emerging and Reemerging Infectious Diseases”. Medan, 3-5 Maret 2005.

18. Peserta Simposium Agent For Liver Disease For Improvement Of Liver Function. Medan, 16 Juni 2005.

19. Peserta Symposium Infection Update II 2005 Mengenal dan Menata Penyakit Infeksi Secara Rasional. Medan, 13 Agustus 2005.

20. Peserta dan pembicara pada The 9th National Congress Of InaSN & Annual Meeting Of Nephrology 2005. Denpasar, 24 November 2005.

21. Peserta Simposium Antitrombotik. Medan 18 Maret 2006

22. Peserta First Symposium with the Theme: On Critical Care & emergency Medicine. Medan, 20-22 May 2005

23. Peserta Simposium The 3rd New Trend Cardiovascular Management. Medan, 6 Juni 2005.

24. Panitia dan Peserta Forum ilmiah Pertama Endokrin dan Diabetes Regional Sumatera 2005. Medan, 30-31 Juli 2005.

25. Panitia dan Peserta Workshop USG. Gastroentero-Hepatologi Update III. Medan, 5 Agustus 2005.

26. Panitia dan Peserta Gastroentero-Hepatologi Update III 2005. Medan,

27. Peserta Simposium Current Obstacles and the Road ahead For Pain Management. Medan, 25 Maret 2006.

28. Peserta Symposium The New Broad Approach in Treating Depression and Neuropathic Pain. Medan, 15 April 2006.

29. Peserta 11th National Congress of Indonesian Heart Association and 15th Annual Scientific Meeting of Indonesian Heart Assosiation with theme Better Understanding in the Management of Cardiovascular Diseases. Medan, April 19-22, 2006.

30. Peserta dan Pembicara 13th National Congress of the Indonesian Society of Internal Medicine (KOPAPDI XIII). Palembang, July 6th – 9th, 2006.

31. Peserta Simposium Thyroid Up Date dalam Rangka Ulang Tahun FK USU ke -54. Medan, 26 Agustus 2006.


(5)

32. Panitia dan Peserta Simposium Gastroentero-Hepatologi Update IV. Medan 8-9 September 2006.

33. Peserta Symposium Integrated Clinical Management of Patients at High Risk of Vascular Events. Medan, 25 November 2006.

34. Peserta Simposium The Scientific Evidence to Date: Reduction of Events in Cardiovascular Diseases. Medan 9 Desember 2006.

35. Peserta DHF Course II. Medan, 24 Pebruari 2007.

36. Peserta Workshop Shock and DVT. Medan, 7 Maret 2007.

37. Peserta Pertemuan ilmiah Tahunan VIII 2007 Departemen ilmu Penyakit Dalam FK USU. Medan, 8-10 maret 2007.

38. Panitia dan Peserta Workshop ECG in Daily Practice. Medan, 14 April 2007. 39. Peserta Road Show PAPDI 2007 dengan symposium which Anti

Hypertension’s giving SMART Solution for Asian? . Medan, 14 April 2007. 40. Peserta Simposium era Baru Pengunaan Probiotic. Medan, 28 April 2007. 41. Peserta Simposium Trombosis-hemostasis Regional Pertama dengan tema:

Meningkatkan Peran Trombosis-Hemostasis Dalam Multi Disiplin Ilmu Kedokteran. Perhimpunan Trombosis Hemostasis Indonesia. Medan, 1-2 Mei 2007

42. Peserta Simposium Diabetes, The Vitamin & Mineral Antioxidans Connection. Medan, 26 Mei 2007.

43. Peserta Simposium Current Issues in the Management of Gastritis and Gastropathy. Medan 9 Juni 2007.

44. Peserta The 4th New Trend in Cardiovascular Management. Medan, June, 15-16th 2007.

45. Peserta PAPDI Road Show 2008 Eli Lilly Training For Excellence. Medan, 26 Januari 2008

46. Peserta Workshop Update in Insulin Treatment. Medan, 12 April 2008

47. Peserta Workshop Hemostasis & Thrombosis Dan Penatalaksanaan Demam Dengue. Medan, 14 April 2008.

48. Peserta Workshop How to Choose an Appropriate OAD. Medan, 15 April 2008.

49. Peserta dan Panitia Pertemuan Ilmiah Tahunan IX 2008 Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara New Era In Therapeutic Options. Medan, 17-19 April 2008.

50. Peserta Pelatihan Ultrasonografi Tahap Pertama, Perhimpunan Ultrasonik Kedokteran Indonesia. Jakarta, 7-11 Juli 2008.

51. Peserta Symposium of Venous Thromboembolism. Medan, 26 Juli 2008. 52. Peserta Festschrift Prof. Dr. Harun Rasyid Lubis, SpPD-KGH. Medan 10

November 2008

53. Peserta Thoracic and Cardiovascular Surgery Symposium. Medan 28-29 November 2008

54 Peserta Roadshow Nutrisi Klinik PB PAPDI. Medan 21-22 Februari 2009 55. Peserta Simposium Landmark Trial in The Management of Hypertension & Diabetes. Medan 7 Maret 2009

56. Peserta Symposium Enercore. Medan 17 Maret 2009


(6)

Maret 2009

58. Peserta Workshop Update from Clinical to Application in Internal Medicine. Medan 20-22 April 2009


Dokumen yang terkait

Korelasi Dispersi QT Dengan Hipertrofi Ventrikel Kiri Pada Penderita Hipertensi

1 28 25

HUBUNGAN KADAR ASAM URAT DENGAN HIPERTROFI VENTRIKEL KIRI PADA PASIEN HIPERTENSI Hubungan Kadar Asam Urat Dengan Hipertrofi Ventrikel Kiri Pada Pasien Hipertensi Di Rsud Dr. Moewardi.

0 2 14

HUBUNGAN KADAR ASAM URAT DENGAN HIPERTROFI VENTRIKEL KIRI PADA PASIEN HIPERTENSI Hubungan Kadar Asam Urat Dengan Hipertrofi Ventrikel Kiri Pada Pasien Hipertensi Di Rsud Dr. Moewardi.

0 6 15

PERBANDINGAN ANGKA KEJADIAN HIPERTROFI VENTRIKEL KIRI BERDASARKAN ELEKTROKARDIOGRAFI ANTARA PRIA DAN WANITA PADA PENDERITA HIPERTENSI DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA PERBANDINGAN ANGKA KEJADIAN HIPERTROFI VENTRIKEL KIRI BERDASARKAN ELEKTROKARDIOGRAFI ANTA

0 0 14

HUBUNGAN ANTARA HIPERTENSI DAN HIPERTROFI VENTRIKEL KIRI PADA PASIEN LANSIA DENGAN ATRIAL FIBRILASI - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 13

HUBUNGAN ANTARA HIPERTENSI DAN HIPERTROFI VENTRIKEL KIRI PADA PASIEN LANSIA DENGAN ATRIAL FIBRILASI - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 5

HUBUNGAN ANTARA HIPERTENSI DAN HIPERTROFI VENTRIKEL KIRI PADA PASIEN LANSIA DENGAN ATRIAL FIBRILASI - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

1 4 32

HUBUNGAN ANTARA HIPERTENSI DAN HIPERTROFI VENTRIKEL KIRI PADA PASIEN LANSIA DENGAN ATRIAL FIBRILASI - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 3

HUBUNGAN ANTARA HIPERTENSI DAN HIPERTROFI VENTRIKEL KIRI PADA PASIEN LANSIA DENGAN ATRIAL FIBRILASI - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 7

HUBUNGAN ANTARA HIPERTENSI DAN HIPERTROFI VENTRIKEL KIRI PADA PASIEN LANSIA DENGAN ATRIAL FIBRILASI - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 1