aparat penegak hukum jarang sekali menang atau bahkan sampai ke pengadilan. Hal ini dapat menyebabkan tidak adanya kepastian hukum terhadap masyarakat sebagai
pencari keadilan. Realita ini dapat dilihat dalam beberapa kasus praperadilan dimana hampir
semuanya dimenangkan oleh pihak kepolisian ataupun kejaksaan, salah satunya seperti halnya dalam putusan No. 14Pra.Pid2009PN.Mdn antara Drs. Torkis P.
Siahaan melawan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, terkait perihal menahan atau menghentikan berkas perkara secara diam-diam, dimana kasus tersebut
dimenangkan oleh pihak kepolisian. Bukan hanya itu putusan No. 29Pra.Pid2007PN.Mdn antara M. Richard Manik, SH melawan Direktur Narkoba
Polda Sumatera Utara, terkait perihal penagkapan secara paksa dimana tidak adanya bukti pemula yang cukup serta tidak adanya surat perintah penahanaan serta
penggeledahan dari Pengadilan Negeri. Berdasarkan uraian tersebut diatas, penulis tertarik untuk menyusun penelitian
dalam bentuk tesis dengan judul “Eksistensi Praperadilan Dalam Proses Hukum Perkara Pidana di Pengadilan Negeri Medan”.
B. Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : 1.
Bagaimana pengaturan hukum yang mengatur tentang praperadilan dalam proses hukum perkara pidana.
Universitas Sumatera Utara
2. Bagaimana Faktor-faktor penyebab kegagalan pemohon praperadilan dalam
proses hukum perkara pidana di Pengadilan Negeri Medan 3.
Bagaimana analisis putusan praperadilan dalam praktek hukum perkara pidana.
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini yaitu: 1.
Untuk mengkaji pengaturan hukum yang mengatur tentang praperadilan dalam proses hukum perkara pidana.
2. Untuk mengkaji faktor-faktor penyebab kegagalan pemohon praperadilan dalam
proses perkara pidana di Pengadilan Negeri Medan. 3.
Untuk mengkaji putusan praperadilan dalam praktek hukum perkara pidana.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran di bidang hukum yang akan mengembangkan disiplin ilmu hukum, khususnya
hukum pidana. 2.
Secara Praktis Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan jalan keluar yang
akurat terhadap permasalahan yang diteliti dan disamping itu hasil penelitian ini
Universitas Sumatera Utara
dapat mengungkapkan teori-teori baru serta pengembangan teori-teori yang sudah ada.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang ada disekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Khususnya Fakultas Ilmu Hukum, ternyata belum
ditemukan judul mengenai Eksistensi Praperadilan Dalam Proses Hukum Perkara Pidana Di Pengadilan Negeri Medan. Oleh karena itu, penulis
berkeyakinan bahwa judul tesis ini dan permasalahan yang diajukan belum pernah diteliti dan dibahas, sehingga dapat dikatakan asli.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan problem yang menjadi bahan
perbandingan, pegangan teoritis.
18
Kerangka teoritis dalam penelitian mempunyai beberapa kegunaan, dimana mencakup hal-hal, sebagai berikut
19
: 1.
Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.
18
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung : Mandar Maju, 1994, halaman 27.
19
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986, halaman 121.
Universitas Sumatera Utara
2. Teori sangat berguna didalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta,
membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi. 3.
Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut obyek yang diteliti.
4. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena
telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor- faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.
5. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada
pengetahuan peneliti. Teori yang akan dijadikan landasan dalam tesis ini adalah teori sistem hukum
Legal System dan teori sistem peradilan pidana Criminal Justice System. Dalam teori sistem hukum yang dikemukakan oleh Lawrence M. Friedman, yaitu hukum
dilihat sebagai suatu yang berdiri sendiri. Ada tiga komponen utama yang dimiliki sistem hukum yaitu komponen struktural hukum legal structure, komponen
substansi hukum legal substance, dan komponen budaya hukum legal culture. Ketiga komponen tersebut saling menentukan satu sama lainnya, demikian juga
saling berpengaruh satu sama lainnya.
20
Ketiga komponen dimaksud, diuraikan sebagai berikut
21
: 1.
Komponen struktural adalah bagian-bagian dari sistem hukum yang bergerak dalam suatu mekanisme. Termasuk dalam komponen ini antara lain lembaga
20
Lawrence M. Friedman, American Law, New York-London : W.W. Norton Company, 1984, halaman 7.
21
Zainuddin Ali, Filsafat Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, halaman 116.
Universitas Sumatera Utara
pembuat undang-undang, pengadilan, dan lembaga yang diberi wewenang untuk menerapkan hukum serta lembaga yang diberi wewenang untuk melakukan
penindakan terhadap pihak yang melanggar ketentuan hukum. 2.
Komponen substansi adalah hasil nyata yang diterbitkan oleh sistem hukum. Hasil ini dapat terwujud hukum in concreto atau kaidah hukum khusus dan kaidah
hukum in abstracto atau kaidah hukum umum. 3.
Komponen budaya hukum diartikan keseluruhan sistem nilai, serta sikap yang mempengaruhi hukum. Pembagian sistem hukum ke dalam tiga komponen ini
untuk menganalisis bekerjanya suatu sistem hukum atau sistem hukum yang sedang beroperasi dalam studi tentang hukum dan masyarakat.
Menurut Sudikno Mertokusumo, hukum merupakan sistem, berarti hukum itu merupakan tatanan, merupakan suatu kesatuan yang utuh yang terdiri dari bagian-
bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut. Kesatuan tersebut diterapkan terhadap
kompleks unsur-unsur yuridis seperti peraturan hukum, asas hukum dan pengertian hukum.
22
Selama ini orang memandang hukum itu identik dengan peraturan perundang-undangan, padahal peraturan perundang-undangan itu merupakan salah
22
Sudikno Mertokusumo, Op. Cit., halaman 115.
Universitas Sumatera Utara
satu unsur dari keseluruhan sistem hukum. Sistem hukum itu terdiri dari 7 tujuh unsur
23
yaitu: 1.
Asas-Asas Hukum 2.
Peraturan-Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang a.
Undang-Undang b.
Peraturan-Peraturan Pelaksanaan Undang-Undangan c.
Yurisprudensi Tetap Case Law d.
Hukum Kebiasaan e.
Konvensi-Konvensi Internasional f.
Asas-Asas Hukum Internasional 3.
SDM yang Profesional, bertanggungjawab dan sadar hukum 4.
Pranata-Pranata Hukum 5.
Lembaga-Lembaga Hukum 6.
Sarana dan Prasarana Hukum, seperti : a. Furnitur dan lain-lain perkantoran, termasuk komputer dan sistem
manajemen perkantoran b. Senjata dan lain-lain peralatan terutama untuk polisi
c. Kendaraan
d. Gaji
e. Kesejahteraan pegawai karyawan
7. Budaya hukum yang tercermin oleh prilaku pejabat eksekutif, legislatif,
maupun yudikatif, tetapi juga prilaku masyarakat yang di Indonesia cenderung menghakimi sendiri sebelum benar-benar dibuktikan seorang
tersangka atau Tergugat benar-benar bersalah.
Dari uraian unsur-unsur sistem hukum tersebut diatas apabila salah satu unsur saja tidak memenuhi syarat, maka seluruh sistem hukum tidak akan berjalan
sebagaimana mestinya atau apabila salah satu unsur saja berubah maka seluruh sistem juga ikut berubah, atau dengan kata lain perubahan undang-undang saja tidak akan
membawa perbaikan apabila tidak disertai perubahan yang searah dibidang peradilan,
23
C.F.G. Sunaryati Hartono, Upaya Menyusun Hukum Ekonomi Indonesia Pasca Tahun 2003, Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII, BPHN, Departemen Kehakiman dan HAM RI, Jakarta,
halaman 227.
Universitas Sumatera Utara
rekrutmen dan pendidikan hukum, reorganisasi birokrasi penyelarasan proses dan mekanisme kerja, sarana dan prasarana serta budaya dan prilaku hukum masyarakat.
Sistem hukum Indonesia sebagai suatu sistem aturan yang berlaku di negara Indonesia adalah sistem aturan yang sedemikian rumit dan luas, yang terdiri atas
unsur-unsur hukum, dimana diantara unsur hukum yang satu dengan yang lain saling bertautan, saling mempengaruhi serta saling mengisi, Oleh karenanya tidak bisa
dipisahkan dari yang lain.
24
Sistem peradilan pidana Criminal Justice System tidak dapat dipisahkan dari sistem hukum yang terdiri dari substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum.
Ketiga hal tersebut menjadi komponen hukum yang berfungsi menggerakkan mesin dalam suatu pabrik dimana satu saja komponen pendukung tidak berfungsi, maka
mesin mengalami kepincangan.
25
Struktur hukum yang terkait dengan sistem peradilan pidana diwujudkan melalui para aparat penegak hukum yang meliputi
polisi, jaksa, hakim, lembaga pemasyarakatan dan advokat. Aparat penegak hukum merupakan bagian dari struktur hukum. Betapapun
sempurnanya substansi hukum tanpa penegakan hukum, maka sistem hukum tidak berjalan. Sistem hukum harus ditegakkan oleh aparatur penegak hukum yang bersih,
berani serta tegas. Aparatur penegak hukum yang tidak bersih atau korup dapat mengakibatkan krisis kepercayaan para warga terhadap hukum.
24
Ilhami Bisri, Sistem Hukum Indonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004, halaman 39.
25
R. Abdussalam dan DPM Sitompul, Op. Cit., halaman 7.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Soejono Soekanto mengatakan bahwa hukum dan penegakan hukum merupakan sebagian faktor penegakan hukum yang tidak bisa diabaikan, jika
diabaikan akan menyebabkan tidak tercapainya penegakan hukum yang diharapkan.
26
Istilah criminal justice system atau sistem peradilan pidana menunjukkan mekanisme kerja dalam penanggulangan kejahatan dengan mempergunakan dasar
pendekatan sistem. Menurut Remington dan Ohlin menyatakan bahwa: ”criminal justice system dapat diartikan sebagai pemakaian pendekatan sistem
Menurut Mardjono, sistem peradilan pidana adalah sistem pengendalian kejahatan yang terdiri dari lembaga-lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan
pemasyarakatan terpidana. Tujuannya sebagai berikut: a.
Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan. b.
Menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana.
c. Mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak
mengulangi lagi kejahatannya.
27
terhadap mekanisme administrasi peradilan pidana. Sebagai suatu sistem, peradilan pidana merupakan hasil interaksi antara peraturan perundang-
undangan, praktik administrasi dan sikap atau tingkah laku sosial. Pengertian sistem itu sendiri mengandung implikasi suatu proses interaksi yang
dipersiapkan secara rasional dan dengan cara efisien untuk memberikan hasil tertentu dengan segala keterbatasannya.”
28
26
Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: Rajawali, 1983, halaman 5.
27
Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana, Bandung: Binacipta, 1996, halaman 14.
28
Anthon F. Susanto, Op. Cit., halaman 74.
Universitas Sumatera Utara
Adapun ciri pendekatan sistem dalam peradilan pidana menurut Romli Atmasasmita,
29
yaitu: a.
Titik berat pada koordinasi dan sinkronisasi komponen peradilan pidana kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan.
b. Pengawasan dan pengendalian penggunaan kekuasaan oleh komponen
peradilan pidana. c.
Efektifitas sistem penanggulangan kejahatan lebih utama dari efisiensi penyelesaian perkara.
d. Penggunaan hukum sebagai instrumen untuk menetapkan the administration
of justice. Hukum Acara Pidana adalah hukum pidana yang mengatur tata cara
menegakkan hukum pidana material. Artinya, apabila terjadi pelanggaran hukum pidana material, maka penegakannya menggunakan hukum pidana formal. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa hukum acara pidana merupakan hukum yang mengatur tentang bagaimana para penegak hukum serta masyarakat yang terpaksa
berurusan pidana beracara di muka pengadilan.
30
Salah satu asas terpenting dalam hukum acara pidana ialah asas presumption of innocent praduga tidak bersalah. Asas praduga tidak bersalah yaitu bahwa dalam
proses peradilan pidana tersangkaterdakwa wajib mendapat hak-haknya yaitu setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di depan
29
Romli Atmasasmita, Op. Cit., halaman 10.
30
Ibid, halaman 46.
Universitas Sumatera Utara
pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Sebagai
seseorang yang belum dinyatakan bersalah maka ia mendapat hak-hak seperti: hak untuk segera mendapat pemeriksaan dalam tahap penyidikan, hak segera mendapat
pemeriksaan oleh pengadilan dan mendapat putusan seadil-adilnya, hak untuk diberitahu tentang apa yang disangkakandidakwakan kepadanya dengan bahasa yang
dimengerti olehnya, hak untuk menyiapkan pembelaannya, hak untuk mendapat juru bahasa, hak untuk mendapatkan bantuan hukum dan hak untuk mendapatkan
kunjungan keluarganya.
31
Seseorang apabila dikenakan penangkapan dan atau penahanan, dan ia berpendapat bahwa penangkapanpenahanannya dilakukan secara tidak sah yaitu
tidak memenuhi syarat yang ditentukan dalam undang-undang, maka tersangkaterdakwa atau keluarganya atau pihak lain yang dikuasakan yaitu penasehat
hukumnya, dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri melalui praperadilan untuk meminta putusan hakim mengenai sahtidaknya
penangkapanpenahanan atas dirinya. Selain itu, pihak pelapor dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri melalui praperadilan, bila perkara tindak pidana
yang dilaporkan dihentikan penyidikan atau penuntutan untuk mendapatkan putusan hakim mengenai sahtidaknya penhentian penyidikan atau penuntutan.
Praperadilan tidak hanya menyangkut sah tidaknya suatu penangkapan atau penahanan, atau tentang sah tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan,
31
R. Abdussalam dan DPM Sitompul, Op. Cit., halaman 30.
Universitas Sumatera Utara
atau tentang permintaan ganti rugi atau rehabilitasi, akan tetapi upaya praperadilan dapat dilakukan terhadap adanya kesalahan penyitaan yang tidak termasuk alat
pembuktian, atau seseorang yang dikenakan tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang, karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang
diterapkan, atau akibat adanya tindakan lain yang menimbulkan kerugian sebagai akibat pemasukan rumah, penggeledahan dan penyitaan yang tidak sah menurut
hukum.
32
Sejauh ini kita kenal praperadilan sering dilakukan oleh tersangka atau keluarga tersangka melalui kuasa hukumnya dengan cara melakukan
gugatanpermohonan praperadilan terhadap pihak kepolisian atau terhadap pihak kejaksaan ke pengadilan negeri setempat, yang substansi gugatannya mempersoalkan
tentang sah tidaknya penangkapan atau sah tidaknya penahanan atau sah tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan. Namun sesungguhnya praperadilan secara
hukum dapat juga dilakukan pihak kepolisian terhadap kejaksaan, begitu juga sebaliknya, dimana tertuang dalam Pasal 77 sd Pasal 83 KUHAP yang mengatur
tentang praperadilan tidak hanya memberikan hak kepada tersangka atau keluarganya untuk mempraperadilankan kepolisian dan kejaksaan, namun pasal tersebut juga
memberikan hak kepada kepolisian untuk mempraperadilankan kejaksaan dan memberi hak kepada kejaksaan untuk mempraperadilankan kepolisian.
33
32
M. Sofyan Lubis, “Praperadilan Dalam KUHAP”, http:www.Kantorhukum- lhs.comdetails_artikel_hukum.php?id=5, diakses tanggal 20 April 2010.
33
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Realita yang demikian dapat dilihat antara lain, Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan mempraperadilankan Polda Kalimantan Selatan terkait penangkapan,
penahanan serta penggeledahan atas 0,56 gram sabu-sabu yang semula diamankan Polda Kalimantan Selatan sebagai barang bukti di pengadilan. Dimana barang bukti
tersebut dibawa pulang ke rumah oleh jaksa mukhyar dengan alasan tidak ada tempat penitipan barang bukti. Padahal menurut ketentuan, benda sitaan harus disimpan
dalam rumah penyimpanan benda sitaan negara dan tanggung jawab atas benda sitaan tersebut ada pada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam
proses peradilan, sehingga benda yang menjadi barang bukti tersebut dilarang dipergunakan oleh siapapun juga dan dengan alasan apapun tidak diperkenankan
disimpan dirumah karena apabila barang bukti tersebut sampai disimpan dirumah maka yang harus bertanggung jawab adalah instansi Kejaksaan Tinggi Kalimantan
Selatan.
34
Praperadilan juga dapat dilakukan pihak kepolisian kepada kejaksaan jika suatu perkara telah dinyatakan cukup bukti oleh pihak kejaksaan danatau suatu
perkara tersebut telah dilimpahkan dari kepolisian kepada kejaksaan, namun ditengah jalan tiba-tiba kejaksaan mengeluarkan SP3 Surat Penetapan Penghentian
Penuntutan, maka demi tegaknya hukum dan keadilan pihak kepolisian dapat mempraperadilankan pihak kejaksaan ke pengadilan negeri. Namun, realita yang
demikian jarang sekali terjadi, dimana masing-masing pihak berusaha saling menjaga
34
Denny Kailimang, “Fenomena Kejaksaan Tinggi Praperadilankan Polda”, http:www.kemitraan.or.idnewsroommedia-newsfenomena-kejaksaan-tinggi-praperadilankan-
poldalang-prefid, diakses tanggal 15 Mei 2010.
Universitas Sumatera Utara
hubungan baik atas dasar pertimbangan rasa segan sesama aparat danatau adanya rasa saling membutuhkan dalam sistem kerja danatau adanya rasa saling
pengertian.
35
Apabila kondisi ini dibiarkan terus tanpa adanya upaya untuk memperbaiki antar sesama penegak hukum agar tercipta budaya saling kontrol, maka hal ini dapat
menganggu upaya penegakan supremasi hukum di negara kita ini. Dalam era supremasi hukum ini kepolisian harus berani mempraperadilankan
pihak kejaksaan jika suatu perkara yang telah dinyatakan cukup bukti ternyata perkara tersebut tidak jadi dilimpahkan ke pengadilan, begitu juga sebaliknya,
kejaksaan harus berani mempraperadilankan pihak kepolisian jika secara tiba-tiba pihak kepolisian mengeluarkan SP3 Surat Penetapan Pengehentian Penuntutan
terhadap suatu perkara yang telah dinyatakan memenuhi syarat untuk dilakukan penuntutan.
Persoalan praperadilan telah menjadi bagian dari tugas dan wewenang pengadilan negeri yang tidak boleh ditangani oleh pengadilan dalam lingkungan
peradilan lain. Hanya saja yang perlu diperhatikan, bahwa proses acara praperadilan bukanlah sebagian dari tugas memeriksa dan memutuskan mengadili perkara tindak
pidananya itu sendiri, sehingga putusan praperadilan bukanlah merupakan tugas dan fungsi untuk menangani suatu tindak pidana pokok yang berupa memeriksa dan
memutus perkara tindak pidana yang berdiri sendiri sebagai putusan akhir. Dengan
35
Sofyan Lubis, “Upaya praperadilan”,
http:sofyanlubis.blogspot.com2009_12_01_archive.html, diakses tanggal 15 Mei 2010.
Universitas Sumatera Utara
demikian, putusan praperadilan walaupun mencakup sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan juga bukan merupakan atau yang dapat
digolongkan sebagai putusan akhir walaupun dapat dimintakan banding.
36
Putusan akhir mengenai hal tersebut ada pada pengadilan tinggi. Oleh karenanya, apapun yang diputus oleh praperadilan adalah yang khas, spesifik, dan
mempunyai karakter sendiri, sebab hakim hanya mempunyai tugas dan wewenang sebagai sarana pengawasan secara horizontal demi penegakan hukum, keadilan dan
kebenaran. Sifat ataupun fungsi praperadilan yang khas, spesifik dan karakteristik tersebut akan menjembatani pada usaha pencegahan tindakan upaya paksa sebelum
seseorang diputus oleh pengadilan, pencegahan atau tindakan yang melanggar hak asasi tersangka atau terdakwa, agar segala sesuatunya berjalan atau berlangsung
sesuai dengan aturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku dan sesuai dengan aturan main.
2. Kerangka Konsepsi
Kerangka konsepsi merupakan gambaran bagaimana hubungan antara konsep- konsep yang akan diteliti. Konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan
tetapi merupakan abstraksi dari gejala tersebut. Kerangka konsep ini digunakan untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan
dalam penelitian ini. Adapun kerangka konsep sehubungan penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
36
Irma Hermawati, Op.Cit.
Universitas Sumatera Utara
a. Eksistensi adalah Keberadaan. b. Praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan
memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang: 1.
Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
2. Sah atau tidaknya penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan
demi tegaknya hukum dan keadilan; 3.
Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
c. Perkara Pidana adalah delik yang merupakan objek pemeriksaan peradilan
pidana.
d. Pengadilan Negeri adalah badan yang berwenang mengadili perkara pada tingkat
pertama.
e. Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara
waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam KUHAP.
f. Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh
penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam KUHAP.
Universitas Sumatera Utara
G. Metode Penelitian
1. Spesifikasi Penelitian
Penelitian mengenai Eksistensi Praperadilan Dalam Proses Hukum Perkara Pidana Di Pengadilan Negeri Medan merupakan penelitian hukum normatif, yaitu
lebih menitikberatkan kepada asas-asas hukum dan sinkronisasi terdapat peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang permasalahan yang diteliti, apakah telah
sejalan dengan undang-undang atau tidak.
2. Metode Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : a.
Pendekatan Kasus Case Approach,
37
dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan yang tetap. b.
Pendekatan Konseptual Copceptual Approach,
38
dilakukan dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, yang akan
menemukan ide-ide yang dapat melahirkan pengertian-pengertian hukum,
konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi. Pemahaman akan pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin tersebut
merupakan sandaran bagi peneliti dalam membangun suatu argumentasi hukum dalam memecahkan isu yang dihadapi.
37
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2006, halaman 94.
38
Ibid, halaman 95.
Universitas Sumatera Utara
3. Sumber Data
Penelitian ini mempunyai sumber data yang terdiri atas: a. Bahan hukum primer, yakni bahan hukum yang terdiri atas peraturan perundang-
undangan.
39
b. Bahan hukum sekunder, yakni bahan hukum yang terdiri atas buku-buku teks, jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum, dan hasil
simposium mutahir yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.
40
c. Bahan hukum tersier, adalah bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Misalnya
kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.
41
4. Prosedur Pengambilan Data dan Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang relevan dengan permasalahan yang diteliti, dilaksanakan dua tahap penelitian :
a. Studi Kepustakaan.
Studi kepustakaan ini untuk mencari konsep-konsep, teori-teori, pendapat- pendapat atau penemuan-penemuan yang berhubungan erat dengan pokok
permasalahan. Kepustakaan tersebut dapat berupa peraturan perundang-undangan, karya ilmiah para sarjana dan lain-lain.
39
Jhony Ibrahim, Teori Dan Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayumedia Publising, 2006, halaman 295.
40
Ibid
41
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995, halaman 33.
Universitas Sumatera Utara
b. Studi Lapangan.
Studi lapangan adalah cara memperoleh data yang bersifat primer. Hal ini akan diusahakan untuk memperoleh data-data dengan mengadakan tanya jawab
wawancara dengan penegak hukum. Pada wawancara ini yang akan dijadikan sumber informan akan dipilih dari institusi kepolisian, kejaksaan, hakim pada
wilayah hukum Pengadilan Negeri Medan, Lembaga Profesi Advokat, serta pakar hukum sebagai kelompok masyarakat yang berdasarkan profesi yang terdapat di
Kota Medan.
5. Analisis Data
Setelah pengumpulan data dilakukan, maka data tersebut dianalisa secara kualitatif
42
yakni dengan mengadakan pengamatan data-data yang diperoleh dan menghubungkan tiap-tiap data yang diperoleh tersebut dengan ketentuan-ketentuan
maupun asas-asas hukum yang terkait dengan permasalahan yang diteliti.
42
Bambang Sunggono, Metodelogi Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997, halaman 10.
Universitas Sumatera Utara
BAB II PENGATURAN HUKUM YANG MENGATUR TENTANG
PRAPERADILAN DALAM PROSES HUKUM PERKARA PIDANA
A. Sejarah Pengaturan Praperadilan
Lembaga praperadilan lahir dari inspirasi yang bersumber dari adanya hak Habeas Corpus dalam sistem peradilan Anglo Saxon, yang memberikan jaminan
fundamental terhadap hak asasi manusia khususnya hak kemerdekaan.
43
Habeas Corpus Act memberikan hak pada seseorang untuk melalui suatu surat perintah
pengadilan menuntut menantang pejabat yang melakukan penahanan atas dirinya polisi ataupun jaksa membuktikan bahwa penahanan tersebut adalah tidak
melanggar hukum ilegal atau tegasnya benar-benar sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini untuk menjamin bahwa perampasan ataupun
pembatasan kemerdekaan terhadap seorang tersangka atau terdakwa itu benar-benar telah memenuhi ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku maupun jaminan hak-hak
asasi manusia. Surat perintah Habeas Corpus ini dikeluarkan oleh pengadilan pada pihak
yang sedang menahan polisi atau jaksa melalui prosedur yang sederhana langsung dan terbuka sehingga dapat dipergunakan oleh siapapun. Bunyi surat perintah Habeas
43
Adnan Buyung Nasution, Praperadilan VS Hakim Komisaris : Beberapa Pemikiran Mengenai Keberadaan Keduanya, http:www.legalitas.orgcontentpra-peradilan- vs - hakim –
komisaris – beberapa – pemikiran – mengenai – keberadaan - keduanya, diakses tanggal 25 Mei 2010.
Universitas Sumatera Utara
Corpus the writ of habeas corpus adalah sebagai berikut: “Si tahanan berada dalam penguasaan Saudara. Saudara wajib membawa orang itu di depan pengadilan serta
wajib menunjukan alasan yang menyebabkan penahanannya”. Surat perintah pengadilan yang berisikan hak Habeas Corpus tersebut tidak
hanya ditujukan untuk kepada penahanan yang terkait dalam proses peradilan pidana saja, namun juga terhadap segala bentuk penahanan yang dianggap telah melanggar
hak kemerdekaan pribadi seseorang yang telah dijamin oleh konstitusi.
44
Dalam perkembangannya surat perintah Habeas Corpus menjadi salah satu alat pengawasan
serta perbaikan terhadap proses pidana baik di tingakat federal maupun di negara bagian di Amerika Serikat.
Prinsip dasar Habeas Corpus inilah yang memberikan inspirasi untuk menciptakan suatu forum yang memberikan hak dan kesempatan kepada seseorang
yang sedang menderita karena dirampas atau dibatasi kemerdekaannya untuk mengadukan nasibnya sekaligus menguji kebenaran dan ketetapan dari tindakan
kekuasaan berupa penggunaan upaya paksa dwang middelen, baik penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan maupun pembukaan surat-surat yang
diberlakukan oleh pihak kepolisian ataupun kejaksaan ataupula kekuasaan lainnya. Prinsip dasar Habeas Corpus memunculkan gagasan lembaga praperadilan yang
44
Indira Putiet, Perbandingan Praperadilan, Habeas Corpus dan rechter Commisarie, http:one.indoskripsi.comnode10432, diakses tanggal 10 Agustus 2010.
Universitas Sumatera Utara
memberikan perlindungan kepada terdakwatersangka terhadap upaya paksa yang dilakukan aparat penegak hukum.
45
Sistem peradilan menganut asas praduga tidak bersalah, namun tetap pada kenyataan dalam mencari pembuktian terhadap orang yang baru disangka atau diduga
melakukan tindak pidana, pihak penyidik atau penuntut umum seringkali langsung saja menggunakan upaya paksa tanpa dipenuhinya syarat-syarat formil terutama
syarat-syarat materiil dalam hal penangkapan maupun penahanan. Lembaga Praperadilan muncul didalam KUHAP pada Pasal 1 butir 10 jo Pasal
77 KUHAP. Ketentuan yang menjadi dasar praperadilan tersebut diatur dalam Pasal 9 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan kehakiman, yaitu:
1 Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut atau diadili tanpa alasan
berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkannya, berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi.
2 Pejabat yang dengan sengaja melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
3 Ketentuan mengenai tata cara penuntutan ganti kerugian, rehabilitasi dan
pembebanan ganti kerugian diatur dalam Undang-Undang. Penjabaran Pasal 9 UU No. 48 Tahun 2009 ini diatur dalam Pasal 77 sd Pasal
83 KUHAP, dan dihubungkan dengan Pasal 95 ayat 2 KUHAP. Dalam KUHAP,
45
Akbar, MF, Perkuat Lembaga Praperadilan daripada Konsep Hakim Komisaris, http:kampus.okezone.comread201005189533371495perkuat-lembaga-praperadilan-daripada-
konsep-hakim-komisaris., diakses tanggal 10 Agustus 2010.
Universitas Sumatera Utara
praperadilan diatur dalam Pasal 1 butir 10 KUHAP yang pada pokoknya mengatur sebagai berikut: Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa
dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang : 1.
Sah tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas
permintaan, demi tegaknya hukum dan keadilan; 3.
Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
Lembaga Praperadilan muncul didalam KUHAP pada Pasal 1 butir 10 jo Pasal 77 KUHAP, dan bagi seorang tersangkaterdakwa mengetahui dengan jelas hak-hak
mereka dan batas-batas wewenang aparat penegak hukum dalam melaksanakan upaya paksa yang dapat mengurangi hak asasinya.
Ada beberapa perbedaan mendasar antara habeas corpus dengan lembaga praperadilan, yaitu:
46
1. Pada praperadilan, hakim yang mengadili perkara praperadilan memeriksa
sebelum sidang biasa di pengadilan, sedangkan habeas corpus, hakim yang memeriksa adalah hakim di pengadilan dalam sidang biasa.
2. Dalam praperadilan, kewenangannya terbatas pada menguji keabsahan suatu
penangkapan dan penahanan yang dilakukan sehubungan dengan upaya paksa
46
Loebby Loqman, Pra-Peradilan Di Indonesia, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1987, halaman 56.
Universitas Sumatera Utara
dalam hukum acara pidana, sedangkan habeas corpus, lebih luas dalam arti permohonan dikeluarkannya surat perintah habeas corpus ditujukan kepada
instansi manapun yang melakukan penangkapan dan penahanan.
B. Praperadilan Menurut HIR