Selain itu, pihak-pihak yang berhak mengajukan permohonan praperadilan yaitu penyidik, penuntut umum, pihak ketiga yang berkepentingan. Maksud pihak
ketiga yang berkepentingan disini yaitu bisa saksi korban atau saksi yang menjadi korban tindak pidana, pelapor atau pengadu mengenai terjadinya peristiwa tindak
pidana.
131
Dengan demikian, pemohon yang memiliki kapasitas hukum yang sah untuk mengajukan permohonan praperadilan haruslah sesuai dengan yang diatur oleh
undang-undang.
C. Putusan Praperadilan dikabulkanditerima
Putusan adalah hasil kesimpulan dari sesuatu yang telah dipertimbangkan dan dinilai dengan semasak-masaknya yang dapat berbentuk tertulis ataupun lisan.
Putusan berperan untuk menciptakan kepastian hukum. Dengan kepastian hukum maka ketertiban dapat dipelihara dan ketentraman dapat diciptakan.
Pada dasarnya terhadap putusan praperadilan berdasarkan Pasal 96 ayat 1 KUHAP jo Peraturan No. 27 Tahun 1983 Pasal 7 ayat 2, Pasal 10 dan pasal 14 ayat
2, menyatakan bahwa putusan praperadilan berbentuk penetapan. Hal ini dikemukakan oleh M. Yahya Harahap, yang menyatakan bahwa:
132
“bertitik tolak ketentuan Pasal 82 ayat 3 huruf a KUHAP, menurut ketentuan dimaksud bentuk putusan penetapan pada lazimnya adalah merupakan
rangkaian berita acara dengan isi putusan itu sendiri. Kelaziman yang demikian juga dijumpai dalam putusan perdata, penetapan yang bersifat
volunter atau deklarator dalam proses perdata adalah bentuk putusan yang berupa rangkaian antara berita acara dengan isi putusan. Berita acara sidang
131
HMA. KUFFAL, Op. Cit., halaman 256.
132
M. Yahya Harahap, Op.Cit.,, halaman 18.
Universitas Sumatera Utara
dengan isi putusan tidak dibuat secara terpisah. Dan memang bentuk putusan praperadilan, hampir mirip dengan putusan volunter dalam acara perdata.
Boleh dikatakan putusan praperadilan juga bersifat deklarator, yakni putusan yang berisi pernyataan tentang sah tidaknya penangkapan, penahanan,
penggeledahan atau penyitaan. Tentu tanpa mengurangi sifat yang kondemnator dalam putusan ganti kerugian, perintah mengeluarkan tersangka
atau terdakwa dari tahanan apabila penahanannya dinyatakan tidak sah, atau perintah yang menyuruh penyidik untuk melanjutkan penyidikan apabila
penghentian penuntutannya dinyatakan tidak sah. Atas alasan yang dikemukakan, sudah cukup menjadi dasar bagi kita bahwa bentuk dan
pembuatan putusan praperadilan adalah merupakan penetapan yang memuat rangkaian kesatuan antara berita acara, sebagaimana bentuk dan pembuatan
putusan dalam proses singkat yang diatur dalam Pasal 203 ayat 3 huruf d KUHAP”
Dalam amar Putusan praperadilan yang dikabulkan, pada dasarnya berbunyi sebagai berikut:
a. Menetapkanmenyatakan, bahwa suatu penangkapan dan atau penahanan tidak
sah, maka penyidik atau jaksa penuntut umum sesuai pada tingkat pemeriksaan masing-masing wajib segera membebaskan tersangka.
b. Menetapkanmenyatakan, bahwa suatu penghentian penyidikan atau
penghentian penuntutan tidak sah, maka penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan.
c. Menetapkanmenyatakan, bahwa suatu penangkapan dan atau penahanan tidak
sah, maka dalam putusan dicantumkan jumlah besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi sebagai mana yang telah ditetapkan hakim, memulihkan hak
pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya. d.
Menetapkanmenyatakan bahwa penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan adalah sah dan tersangkanya tidak ditahan, maka dalam putusan
Universitas Sumatera Utara
e. Menetapkan atau menyatakan penyitaan terhadap benda tidak sah atau benda
yang disita tidak termasuk alat pembuktian, maka dalam putusan memerintahkan benda yang disita tersebut harus segera dikembalikan kepada
tersangka atau kepada pihak dari siapa benda itu disita. Dalam putusan praperadilan, hakim tidak menjelaskan bagaimana sanksi yang
diberikan kepada seorang pejabat apabila putusan praperadilan dikabulkan. Menurut Sacipto,
133
setiap seorang penyidik yang melakukan kesalahan dalam penyidikan seperti salah tangkap dapat dikenakan sanksi. Hal ini sesuai dengan kode etik
kepolisian. Jika putusan praperadilan dikabulkan maka pejabat yang melakukan
kekeliruan tersebut dapat dituntut ganti kerugian. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 9 Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman No. 48 Tahun 2009 yang
menyatakan: 1.
Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut atau diadili tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau
hukum yang diterapkan, berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi.
133
Wawancara dengan Sacipto, Polisi pada Kepolisian Kota Besar Medan dan Sekitarnya, pada hari Rabu, 10 Agustus 2010.
Universitas Sumatera Utara
2. Pejabat yang dengan sengaja melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
3. Ketentuan mengenai tata cara penuntutan ganti kerugian, rehabilitasi, dan
pembebanan ganti kerugian diatur dalam undang-undang. Dari uraian pasal tersebut, jelas bahwa seorang pejabat melakukan tugasnya
tidak boleh sewenang-wenang. Pejabat yang melakukan perbuatan seperti salah tangkap, dapat dikenakan sanksi. Ganti kerugian didalam praperadilan dapat terjadi
apabila seorang pejabat melakukan perbuatan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 9 ayat 1 dan ayat 3 dikabulkan oleh pengadilan dan disamping itu juga
pejabat yang melakukan kesalahan tersebut dapat dituntut pidana sesuai dengan Pasal 9 ayat 2.
Berdasarkan realitas yang demikian, KUHAP yang mengatur lembaga praperadilan yang berfungsi melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan upaya
paksa masih terbatas, sehingga mengandung berbagai kelemahan, seperti tidak terakomodirnya dalam KUHAP lembaga praperadilan, sehingga tidak jarang untuk
efisiensi kerja guna memperoleh hasil yang cepat membawa dampak pada metode pemeriksaan dari pejabat penyidik, yaitu dengan cara kekerasan dan penyiksaan.
134
134
Indriyanto Seno Adji, Op.Cit., halaman 40-41.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN