Kerangka Teori Kerangka Teori dan Konsepsi

dapat mengungkapkan teori-teori baru serta pengembangan teori-teori yang sudah ada.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang ada disekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Khususnya Fakultas Ilmu Hukum, ternyata belum ditemukan judul mengenai Eksistensi Praperadilan Dalam Proses Hukum Perkara Pidana Di Pengadilan Negeri Medan. Oleh karena itu, penulis berkeyakinan bahwa judul tesis ini dan permasalahan yang diajukan belum pernah diteliti dan dibahas, sehingga dapat dikatakan asli.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan problem yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis. 18 Kerangka teoritis dalam penelitian mempunyai beberapa kegunaan, dimana mencakup hal-hal, sebagai berikut 19 : 1. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya. 18 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung : Mandar Maju, 1994, halaman 27. 19 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986, halaman 121. Universitas Sumatera Utara 2. Teori sangat berguna didalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi. 3. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut obyek yang diteliti. 4. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor- faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang. 5. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada pengetahuan peneliti. Teori yang akan dijadikan landasan dalam tesis ini adalah teori sistem hukum Legal System dan teori sistem peradilan pidana Criminal Justice System. Dalam teori sistem hukum yang dikemukakan oleh Lawrence M. Friedman, yaitu hukum dilihat sebagai suatu yang berdiri sendiri. Ada tiga komponen utama yang dimiliki sistem hukum yaitu komponen struktural hukum legal structure, komponen substansi hukum legal substance, dan komponen budaya hukum legal culture. Ketiga komponen tersebut saling menentukan satu sama lainnya, demikian juga saling berpengaruh satu sama lainnya. 20 Ketiga komponen dimaksud, diuraikan sebagai berikut 21 : 1. Komponen struktural adalah bagian-bagian dari sistem hukum yang bergerak dalam suatu mekanisme. Termasuk dalam komponen ini antara lain lembaga 20 Lawrence M. Friedman, American Law, New York-London : W.W. Norton Company, 1984, halaman 7. 21 Zainuddin Ali, Filsafat Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, halaman 116. Universitas Sumatera Utara pembuat undang-undang, pengadilan, dan lembaga yang diberi wewenang untuk menerapkan hukum serta lembaga yang diberi wewenang untuk melakukan penindakan terhadap pihak yang melanggar ketentuan hukum. 2. Komponen substansi adalah hasil nyata yang diterbitkan oleh sistem hukum. Hasil ini dapat terwujud hukum in concreto atau kaidah hukum khusus dan kaidah hukum in abstracto atau kaidah hukum umum. 3. Komponen budaya hukum diartikan keseluruhan sistem nilai, serta sikap yang mempengaruhi hukum. Pembagian sistem hukum ke dalam tiga komponen ini untuk menganalisis bekerjanya suatu sistem hukum atau sistem hukum yang sedang beroperasi dalam studi tentang hukum dan masyarakat. Menurut Sudikno Mertokusumo, hukum merupakan sistem, berarti hukum itu merupakan tatanan, merupakan suatu kesatuan yang utuh yang terdiri dari bagian- bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut. Kesatuan tersebut diterapkan terhadap kompleks unsur-unsur yuridis seperti peraturan hukum, asas hukum dan pengertian hukum. 22 Selama ini orang memandang hukum itu identik dengan peraturan perundang-undangan, padahal peraturan perundang-undangan itu merupakan salah 22 Sudikno Mertokusumo, Op. Cit., halaman 115. Universitas Sumatera Utara satu unsur dari keseluruhan sistem hukum. Sistem hukum itu terdiri dari 7 tujuh unsur 23 yaitu: 1. Asas-Asas Hukum 2. Peraturan-Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang a. Undang-Undang b. Peraturan-Peraturan Pelaksanaan Undang-Undangan c. Yurisprudensi Tetap Case Law d. Hukum Kebiasaan e. Konvensi-Konvensi Internasional f. Asas-Asas Hukum Internasional 3. SDM yang Profesional, bertanggungjawab dan sadar hukum 4. Pranata-Pranata Hukum 5. Lembaga-Lembaga Hukum 6. Sarana dan Prasarana Hukum, seperti : a. Furnitur dan lain-lain perkantoran, termasuk komputer dan sistem manajemen perkantoran b. Senjata dan lain-lain peralatan terutama untuk polisi c. Kendaraan d. Gaji e. Kesejahteraan pegawai karyawan 7. Budaya hukum yang tercermin oleh prilaku pejabat eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, tetapi juga prilaku masyarakat yang di Indonesia cenderung menghakimi sendiri sebelum benar-benar dibuktikan seorang tersangka atau Tergugat benar-benar bersalah. Dari uraian unsur-unsur sistem hukum tersebut diatas apabila salah satu unsur saja tidak memenuhi syarat, maka seluruh sistem hukum tidak akan berjalan sebagaimana mestinya atau apabila salah satu unsur saja berubah maka seluruh sistem juga ikut berubah, atau dengan kata lain perubahan undang-undang saja tidak akan membawa perbaikan apabila tidak disertai perubahan yang searah dibidang peradilan, 23 C.F.G. Sunaryati Hartono, Upaya Menyusun Hukum Ekonomi Indonesia Pasca Tahun 2003, Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII, BPHN, Departemen Kehakiman dan HAM RI, Jakarta, halaman 227. Universitas Sumatera Utara rekrutmen dan pendidikan hukum, reorganisasi birokrasi penyelarasan proses dan mekanisme kerja, sarana dan prasarana serta budaya dan prilaku hukum masyarakat. Sistem hukum Indonesia sebagai suatu sistem aturan yang berlaku di negara Indonesia adalah sistem aturan yang sedemikian rumit dan luas, yang terdiri atas unsur-unsur hukum, dimana diantara unsur hukum yang satu dengan yang lain saling bertautan, saling mempengaruhi serta saling mengisi, Oleh karenanya tidak bisa dipisahkan dari yang lain. 24 Sistem peradilan pidana Criminal Justice System tidak dapat dipisahkan dari sistem hukum yang terdiri dari substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum. Ketiga hal tersebut menjadi komponen hukum yang berfungsi menggerakkan mesin dalam suatu pabrik dimana satu saja komponen pendukung tidak berfungsi, maka mesin mengalami kepincangan. 25 Struktur hukum yang terkait dengan sistem peradilan pidana diwujudkan melalui para aparat penegak hukum yang meliputi polisi, jaksa, hakim, lembaga pemasyarakatan dan advokat. Aparat penegak hukum merupakan bagian dari struktur hukum. Betapapun sempurnanya substansi hukum tanpa penegakan hukum, maka sistem hukum tidak berjalan. Sistem hukum harus ditegakkan oleh aparatur penegak hukum yang bersih, berani serta tegas. Aparatur penegak hukum yang tidak bersih atau korup dapat mengakibatkan krisis kepercayaan para warga terhadap hukum. 24 Ilhami Bisri, Sistem Hukum Indonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004, halaman 39. 25 R. Abdussalam dan DPM Sitompul, Op. Cit., halaman 7. Universitas Sumatera Utara Menurut Soejono Soekanto mengatakan bahwa hukum dan penegakan hukum merupakan sebagian faktor penegakan hukum yang tidak bisa diabaikan, jika diabaikan akan menyebabkan tidak tercapainya penegakan hukum yang diharapkan. 26 Istilah criminal justice system atau sistem peradilan pidana menunjukkan mekanisme kerja dalam penanggulangan kejahatan dengan mempergunakan dasar pendekatan sistem. Menurut Remington dan Ohlin menyatakan bahwa: ”criminal justice system dapat diartikan sebagai pemakaian pendekatan sistem Menurut Mardjono, sistem peradilan pidana adalah sistem pengendalian kejahatan yang terdiri dari lembaga-lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan pemasyarakatan terpidana. Tujuannya sebagai berikut: a. Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan. b. Menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana. c. Mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi kejahatannya. 27 terhadap mekanisme administrasi peradilan pidana. Sebagai suatu sistem, peradilan pidana merupakan hasil interaksi antara peraturan perundang- undangan, praktik administrasi dan sikap atau tingkah laku sosial. Pengertian sistem itu sendiri mengandung implikasi suatu proses interaksi yang dipersiapkan secara rasional dan dengan cara efisien untuk memberikan hasil tertentu dengan segala keterbatasannya.” 28 26 Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: Rajawali, 1983, halaman 5. 27 Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana, Bandung: Binacipta, 1996, halaman 14. 28 Anthon F. Susanto, Op. Cit., halaman 74. Universitas Sumatera Utara Adapun ciri pendekatan sistem dalam peradilan pidana menurut Romli Atmasasmita, 29 yaitu: a. Titik berat pada koordinasi dan sinkronisasi komponen peradilan pidana kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan. b. Pengawasan dan pengendalian penggunaan kekuasaan oleh komponen peradilan pidana. c. Efektifitas sistem penanggulangan kejahatan lebih utama dari efisiensi penyelesaian perkara. d. Penggunaan hukum sebagai instrumen untuk menetapkan the administration of justice. Hukum Acara Pidana adalah hukum pidana yang mengatur tata cara menegakkan hukum pidana material. Artinya, apabila terjadi pelanggaran hukum pidana material, maka penegakannya menggunakan hukum pidana formal. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hukum acara pidana merupakan hukum yang mengatur tentang bagaimana para penegak hukum serta masyarakat yang terpaksa berurusan pidana beracara di muka pengadilan. 30 Salah satu asas terpenting dalam hukum acara pidana ialah asas presumption of innocent praduga tidak bersalah. Asas praduga tidak bersalah yaitu bahwa dalam proses peradilan pidana tersangkaterdakwa wajib mendapat hak-haknya yaitu setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di depan 29 Romli Atmasasmita, Op. Cit., halaman 10. 30 Ibid, halaman 46. Universitas Sumatera Utara pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Sebagai seseorang yang belum dinyatakan bersalah maka ia mendapat hak-hak seperti: hak untuk segera mendapat pemeriksaan dalam tahap penyidikan, hak segera mendapat pemeriksaan oleh pengadilan dan mendapat putusan seadil-adilnya, hak untuk diberitahu tentang apa yang disangkakandidakwakan kepadanya dengan bahasa yang dimengerti olehnya, hak untuk menyiapkan pembelaannya, hak untuk mendapat juru bahasa, hak untuk mendapatkan bantuan hukum dan hak untuk mendapatkan kunjungan keluarganya. 31 Seseorang apabila dikenakan penangkapan dan atau penahanan, dan ia berpendapat bahwa penangkapanpenahanannya dilakukan secara tidak sah yaitu tidak memenuhi syarat yang ditentukan dalam undang-undang, maka tersangkaterdakwa atau keluarganya atau pihak lain yang dikuasakan yaitu penasehat hukumnya, dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri melalui praperadilan untuk meminta putusan hakim mengenai sahtidaknya penangkapanpenahanan atas dirinya. Selain itu, pihak pelapor dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri melalui praperadilan, bila perkara tindak pidana yang dilaporkan dihentikan penyidikan atau penuntutan untuk mendapatkan putusan hakim mengenai sahtidaknya penhentian penyidikan atau penuntutan. Praperadilan tidak hanya menyangkut sah tidaknya suatu penangkapan atau penahanan, atau tentang sah tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan, 31 R. Abdussalam dan DPM Sitompul, Op. Cit., halaman 30. Universitas Sumatera Utara atau tentang permintaan ganti rugi atau rehabilitasi, akan tetapi upaya praperadilan dapat dilakukan terhadap adanya kesalahan penyitaan yang tidak termasuk alat pembuktian, atau seseorang yang dikenakan tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang, karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan, atau akibat adanya tindakan lain yang menimbulkan kerugian sebagai akibat pemasukan rumah, penggeledahan dan penyitaan yang tidak sah menurut hukum. 32 Sejauh ini kita kenal praperadilan sering dilakukan oleh tersangka atau keluarga tersangka melalui kuasa hukumnya dengan cara melakukan gugatanpermohonan praperadilan terhadap pihak kepolisian atau terhadap pihak kejaksaan ke pengadilan negeri setempat, yang substansi gugatannya mempersoalkan tentang sah tidaknya penangkapan atau sah tidaknya penahanan atau sah tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan. Namun sesungguhnya praperadilan secara hukum dapat juga dilakukan pihak kepolisian terhadap kejaksaan, begitu juga sebaliknya, dimana tertuang dalam Pasal 77 sd Pasal 83 KUHAP yang mengatur tentang praperadilan tidak hanya memberikan hak kepada tersangka atau keluarganya untuk mempraperadilankan kepolisian dan kejaksaan, namun pasal tersebut juga memberikan hak kepada kepolisian untuk mempraperadilankan kejaksaan dan memberi hak kepada kejaksaan untuk mempraperadilankan kepolisian. 33 32 M. Sofyan Lubis, “Praperadilan Dalam KUHAP”, http:www.Kantorhukum- lhs.comdetails_artikel_hukum.php?id=5, diakses tanggal 20 April 2010. 33 Ibid. Universitas Sumatera Utara Realita yang demikian dapat dilihat antara lain, Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan mempraperadilankan Polda Kalimantan Selatan terkait penangkapan, penahanan serta penggeledahan atas 0,56 gram sabu-sabu yang semula diamankan Polda Kalimantan Selatan sebagai barang bukti di pengadilan. Dimana barang bukti tersebut dibawa pulang ke rumah oleh jaksa mukhyar dengan alasan tidak ada tempat penitipan barang bukti. Padahal menurut ketentuan, benda sitaan harus disimpan dalam rumah penyimpanan benda sitaan negara dan tanggung jawab atas benda sitaan tersebut ada pada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan, sehingga benda yang menjadi barang bukti tersebut dilarang dipergunakan oleh siapapun juga dan dengan alasan apapun tidak diperkenankan disimpan dirumah karena apabila barang bukti tersebut sampai disimpan dirumah maka yang harus bertanggung jawab adalah instansi Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan. 34 Praperadilan juga dapat dilakukan pihak kepolisian kepada kejaksaan jika suatu perkara telah dinyatakan cukup bukti oleh pihak kejaksaan danatau suatu perkara tersebut telah dilimpahkan dari kepolisian kepada kejaksaan, namun ditengah jalan tiba-tiba kejaksaan mengeluarkan SP3 Surat Penetapan Penghentian Penuntutan, maka demi tegaknya hukum dan keadilan pihak kepolisian dapat mempraperadilankan pihak kejaksaan ke pengadilan negeri. Namun, realita yang demikian jarang sekali terjadi, dimana masing-masing pihak berusaha saling menjaga 34 Denny Kailimang, “Fenomena Kejaksaan Tinggi Praperadilankan Polda”, http:www.kemitraan.or.idnewsroommedia-newsfenomena-kejaksaan-tinggi-praperadilankan- poldalang-prefid, diakses tanggal 15 Mei 2010. Universitas Sumatera Utara hubungan baik atas dasar pertimbangan rasa segan sesama aparat danatau adanya rasa saling membutuhkan dalam sistem kerja danatau adanya rasa saling pengertian. 35 Apabila kondisi ini dibiarkan terus tanpa adanya upaya untuk memperbaiki antar sesama penegak hukum agar tercipta budaya saling kontrol, maka hal ini dapat menganggu upaya penegakan supremasi hukum di negara kita ini. Dalam era supremasi hukum ini kepolisian harus berani mempraperadilankan pihak kejaksaan jika suatu perkara yang telah dinyatakan cukup bukti ternyata perkara tersebut tidak jadi dilimpahkan ke pengadilan, begitu juga sebaliknya, kejaksaan harus berani mempraperadilankan pihak kepolisian jika secara tiba-tiba pihak kepolisian mengeluarkan SP3 Surat Penetapan Pengehentian Penuntutan terhadap suatu perkara yang telah dinyatakan memenuhi syarat untuk dilakukan penuntutan. Persoalan praperadilan telah menjadi bagian dari tugas dan wewenang pengadilan negeri yang tidak boleh ditangani oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan lain. Hanya saja yang perlu diperhatikan, bahwa proses acara praperadilan bukanlah sebagian dari tugas memeriksa dan memutuskan mengadili perkara tindak pidananya itu sendiri, sehingga putusan praperadilan bukanlah merupakan tugas dan fungsi untuk menangani suatu tindak pidana pokok yang berupa memeriksa dan memutus perkara tindak pidana yang berdiri sendiri sebagai putusan akhir. Dengan 35 Sofyan Lubis, “Upaya praperadilan”, http:sofyanlubis.blogspot.com2009_12_01_archive.html, diakses tanggal 15 Mei 2010. Universitas Sumatera Utara demikian, putusan praperadilan walaupun mencakup sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan juga bukan merupakan atau yang dapat digolongkan sebagai putusan akhir walaupun dapat dimintakan banding. 36 Putusan akhir mengenai hal tersebut ada pada pengadilan tinggi. Oleh karenanya, apapun yang diputus oleh praperadilan adalah yang khas, spesifik, dan mempunyai karakter sendiri, sebab hakim hanya mempunyai tugas dan wewenang sebagai sarana pengawasan secara horizontal demi penegakan hukum, keadilan dan kebenaran. Sifat ataupun fungsi praperadilan yang khas, spesifik dan karakteristik tersebut akan menjembatani pada usaha pencegahan tindakan upaya paksa sebelum seseorang diputus oleh pengadilan, pencegahan atau tindakan yang melanggar hak asasi tersangka atau terdakwa, agar segala sesuatunya berjalan atau berlangsung sesuai dengan aturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku dan sesuai dengan aturan main.

2. Kerangka Konsepsi

Dokumen yang terkait

EKSISTENSI EKSEPSI DALAM PERKARA PIDANA DI PENGADILAN NEGERI KELAS 1 A TANJUNG KARANG

0 17 12

ANALISIS PUTUSAN HAKIM DALAM GUGATAN PRAPERADILAN PERKARA PIDANA DI PENGADILAN NEGERI KUDUS ( TELAAH YURIDIS MENGENAI PUTUSAN HAKIM PRAPERADILAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM DAN KEBIJAKAN PUBLIK )

0 5 95

PENDAHULUAN PERTIMBANGAN PENANGGUHAN PENAHANAN OLEH PENEGAK HUKUM DALAM PROSES PERKARA PIDANA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SLEMAN.

0 4 9

PENUTUP PERTIMBANGAN PENANGGUHAN PENAHANAN OLEH PENEGAK HUKUM DALAM PROSES PERKARA PIDANA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SLEMAN.

0 4 5

PRAPERADILAN SEBAGAI FUNGSI PENGAWASAN HORIZONTAL DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA Praperadilan Sebagai Fungsi Pengawasan Horizontal Dalam Penyelesaian Perkara Pidana (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta Dan Pengadilan Negeri Sragen).

0 1 13

PENDAHULUAN Praperadilan Sebagai Fungsi Pengawasan Horizontal Dalam Penyelesaian Perkara Pidana (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta Dan Pengadilan Negeri Sragen).

0 3 12

PRAPERADILAN SEBAGAI FUNGSI PENGAWASAN HORIZONTAL Praperadilan Sebagai Fungsi Pengawasan Horizontal Dalam Penyelesaian Perkara Pidana (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta Dan Pengadilan Negeri Sragen).

0 1 22

PROSES DAN PELAKSANAAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM DALAM PERKARA PIDANA DI PENGADILAN NEGERI PADANG.

0 1 8

PERLINDUNGAN HUKUM SAKSI DAN KORBAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA DI PENGADILAN

0 0 14

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM PROSES PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI PENGADILAN NEGERI MAKASSAR

0 0 80