Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Media telah terbukti mempunyai peran yang sangat besar sebagai penyebar informasi, sebagai agen sosialisasi. Terlebih dalam kebebasan, pasca jatuhnya Soeharto. Dari segi pemberitaan dan jumlahnya media massa lebih mempunyai gerak yang lebih luas. Dari segi jumlah, tercatat 934 penerbitan dan di tahun 2000 pemerintah telah mengeluarkan surat Izin Usaha Penerbitan Pers sekitar 1800- 2000 1 .Jumlah media elektronik pun bertambah, kita bisa dengan mudah memilih tontonan, ada RRI, RCTI, SCTV, TPI, Antv, ditambah TV local yang diperkirakan mencapai 20-an. Jumlah jurnalis pun bertambah. Dengan jumlah yang ada sekarang ini, media sangatlah bisa untuk menjadi agen sosialisasi dalam segala bidang. Media, sebagai suatu alat untuk menyampaikan berita, penilaian, atau gambaran umum tentang banyak hal, ia mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai institusi yang dapat membentuk opini publik antara lain karena media juga dapat berkembang menjadi kelompok penekan atas ide atau gagasan dan bahkan suatu kepentingan atau citra yang ia representasikan untuk diletakan dalam konteks kehidupan yang lebih empiris 2 . Dengan kemampuan media untuk membentuk opini publik apakah realitas yang ada sekarang ini merupakan realitas yang dibentuk oleh media atau memang realitas yang sebenarnya ada? Dan berdasarkan peran yang dimilikinya kita juga 1 Pers Indonesia,”Kompas, 9 Februari 2000, hal.4. 2 Alex Sobur, Analisis Teks Media, Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2001, Cet. Ke- 1, hal. 31 bisa melihat bahwa media tidaklah berdiri sendiri ada kepentingan dan institusi di belakang media Ia bukanlah benda mati melainkan media massa dalam hal ini media cetak dengan teks yang ada dipengaruhi oleh banyak hal. Diantara faktor–faktor yang mempengaruhi media yaitu redaksi Wartawan dan kepentingan pemilik modal Bisa dikatakan isi dari media tergantung pada siapa yang ada di belakangnya Karena media juga tidak sekedar menyajikan teks, bukan sebagai Kontrol sosial, penyebar informasi, tetapi Juga harus bersaing dengan media lainnya, ada profit oriented yang diperjuangkan oleh media. Demikian juga dengan kehadiran televisi benar–benar layak diperhitungkan kini dia menjadi Terhormat bagi semua keluarga, tidak peduli miskin atau kaya. Si kotak ajaib ini selalu di taruh pada tempat utama atau terbaik untuk sebuah keluarga. Hampir tidak ada yang menaruh barang ini di kamar mandi, gudang, atau tempat yang tidak penting lainya kecuali sudah rusak atau sudah tidak terpakai lagi. Semua anggota keluarga akan duduk mengelilinginya tanpa sadar, memperhatikan apa yang dikatakan dan apa yang muncul dari si kotak ajaib ini. Artinya, pesawat TV mampu menjadi pusat perhatian. Tanpa kenal lelah dia akan terus memperkenalkan program–programnya kepada semua orang tanpa pilih kasih, ia tidak pernah berontak bisa dihidupkan kapan saja, dimatikan kapan saja, seolah dia adalah barang penurut seratus persen. Memang seratus persen mati hidupnya barang ini berada di bawah kendali kita, semudah menekan tombol remote di tangan kita. Namun perangainya yang penurut itu, tanpa kita sadari, dapat berubah menjadi makhluk yang buas yang sangat sulit dijinakkan. Bahayanya lagi, korbanya tidak menyadari kalau dirinya sudah berada di bawah pengaruhnya sehingga akhirnya dia yang mengontrol pemilik dan penontonnya. Televisi kian menancapkan pengaruhnya secara langsung atau tidak langsung tidak dapat dihindari lagi kini kita hidup di era media televisi yang tidak bisa dipisahkan dari bagian hidup kita. Pengaruh langsung yang kelihatan, misalnya ada banyak orang terlambat masuk kantor, terlambat bangun pagi, hilangnya jam–jam produktif 3 Pengaruh tidak langsung yang pelan tapi pasti adalah perubahan persepsi, nilai–nilai hidup bahkan karakter pun lambat laun bisa berubah, Marilah kita jeli mengamati nilai–nilai individu kita yang mulai bergeser dari apa yang dulu kita miliki. Padahal sudah tak terhitung pula jam–jam yang harus kita habiskan untuk menemani, mendengarkan ajakan,buaian si kotak ajaib tersebut Keinginan–keinginan luhur yang sejak kecil kita miliki pun secara lembut, tanpa kita sadari, telah tergantikan dengan apa yang setiap hari kita lihat pada pesawat televisi Pesawat tersebut menawarkan kemewahan, kebahagiaan yang identik dengan banyaknya uang, pergaulan yang bebas, hilangnya sopan santun anak terhadap orangtua, budaya pemberontak sampai anggapan bahwa pekerjaan bukan lagi anugrah tetapi beban berat, Akibatnya cita–cita ingin kaya dengan cepat, mengambil jalan pintas untuk menyelesaikan masalah, termasuk tidak mau 3 Manasye Mahayoni dan Hendrik Lim, MBA, Anak Vs Media: Kuasailah Media Sebelum Anak Anda Dikuasainya Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2008, h. ix berpikir panjang, sudah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan lagi dengan kita. Bagi anak–anak, tentu saja akibatnya semakin parah jika proses pertumbuhan pemikiran anak itu hanya diisi hal–hal yang berbau televisi, Padahal, ada jutaan anak di negeri ini yang sadar atau tidak sadar telah dititipkan orang tuanya kepada televisi, yang dianggap sebagai pengganti suster. Dengan sadar misalnya, saat ibu sibuk di dapur atau saat mencuci pakaian, anaknya supaya tidak rewel didudukkan di depan pesawat televisi yang sedang dihidupkan. “Kubunuh kau…” “Potong lehernya…” “Bang Joni, i’..u’..i’..u’..” Itulah beberapa kalimat yang sering diucapkan oleh Lia murid TK berusia 4 tahun. Di waktu yang lain, tiba-tiba ia terjatuh berpura-pura pingsan, atau berjalan dengan berjingkat sambil berkata “Selamat pagi Pak Taka…” seperti tokoh Sasha pada acara televisi “OB” yang ditayangkan di salah satu stasiun televisi swasta. Demikianlah beberapa perkataan dan perilaku yang ditirukan oleh anak- anak dari media, yaitu televisi. Mungkin hal tersebut masih dapat dikatakan beruntung karena apa yang ditirukan tidak sampai melukai orang lain secara fisik dan mental, bahkan cenderung terlihat lucu bagi orang dewasa didekatnya. Tetapi bagaimana jika anak menyaksikan tayangan yang penuh dengan adegan kekerasaan, kemudian menirukannya, misalnya: anak menirukan adegan pada acara televisi smack down atau Power Ranger, ia memukul temannya, loncat dari ketinggian dan menindih temannya, hingga teman kesakitan atau dirinya terluka. Mengapa anak-anak mudah sekali menirukan adegan-adegan yang ditayangkan oleh Televisi? Seperti kita ketahui bahwa anak-anak senang sekali menonton TV. Mereka tidak segan-segan untuk duduk di depan kotak ajaib tersebut selama berjam-jam. Dalam sebuah penelitian, anak-anak usia pra sekolah menunjukkan minat yang lebih besar pada TV ketimbang usia sekolah. Hal ini dikarenakan anak balita cenderung terbatas teman bermainnya dan lebih banyak tinggal dirumah. Namun hal ini cukup berbahaya bagi perkembangan karakter anak jika tidak terkontrol karena mereka jika melihat sesuatu langsung dimasukkan dan percaya tanpa dipilih-pilih. Mereka akan lebih mudah merekam hal-hal yang menyenangkan dan berlangsung terus menerus. Hal ini terjadi karena mereka tidak punya pengalaman, dan dalam benak mereka belum ada program penyaring. Anak-anak mampu membedakan kenyataan dan fantasi pada usia sembilan tahun. Sehingga anak-anak dibawah usia 9 tahun membutuhkan dampingan orang tua untuk mengetahui manakah hal-hal yang nyata dan yang hanya sekedar fantasi. Banyak hal yang belum diketahui oleh seorang anak. Oleh karena itu, jika tidak ada yang memberi tahu ia akan mencari sendiri dengan mencoba-coba dan meniru dari orang dewasa. Apakah hasil percobaan maupun peniruannya benar atau salah, anak mungkin tidak tahu. Di sinilah tugas ayah dan bunda untuk selalu memberi pengertian kepada anak secara konsisten. Sedangkan menurut Albert Bandura, seorang tokoh Psikologi, sikap, tabiat dan tingkah laku individu itu dipelajari dan ditiru dari interaksinya dengan orang lain. 4 Bandura mengatakan individu meneruskan ataupun mengubah sikap dan tabiatnya karena adanya faktor-faktor pengukuh yang mempengaruhi perilakunya. Menurut Teori Bandura, ada dua jenis faktor penguat. Yang pertama adalah faktor-faktor di luar diri individu, yaitu kejadian yang dialaminya secara langsung akibat perilakunya. Salah satu contoh faktor pengukuh adalah pujian dan celaan yang diterima setelah melakukan sesuatu perbuatan. Faktor penguat kedua adalah faktor-faktor yang berasal dari individu itu sendiri, konsep diri dan harga diri yang akan mempengaruhi sikap, tabiat dan perilaku nya 5 . Dari orang-orang di sekeliling, individu akan belajar role-playing atau bermain peran. Setiap hari, seseorang bermain peran, karena dia selalu membayangkan dirinya berpikir, berbuat dan berasa seperti orang lain. Individu itu membayangkan apa yang akan dilakukan dan apa yang akan dikatakan oleh orang lain tentang dirinya. Dia juga membayangkan apabila dia sendiri yang berada dalam keadaan mereka, apa yang akan dilakukannya ataupun apa yang akan dikatakan. Hal ini menjadikan orang lain menjadi sumber sikap, tabiat dan tingkah laku individu. Dengan kata lain individu akan meniru kesan dari sikap, tabiat dan tingkah laku yang ditangkap dari model, melakukan role-model atau model peranan. Individu itu mempelajari dan mengamalkan suatu sikap, tabiat dan tingkah laku 4 Mahayoni dan Hendrik Lim, MBA, Anak Vs Media: Kuasailah Media Sebelum Anak Anda Dikuasainya , h. 4. 5 Ibid, h.5. dengan memerhatikan sikap, tabiat dan tingkah laku orang lain di sekelilingnya. Orang yang ditiru disebut model. Pada umumnya role-model anak-anak adalah orang tua, karena orang tua merupakan figur terdekat anak dan dianggap memiliki frekuensi berinteraksi dengan anak yang cukup sering. Namun ketika anak lebih sering berinteraksi dengan media televisi, maka ia akan lebih banyak mempelajari banyak hal dari televisi. Untuk mempelajarinya ia melakukan modelling meniru terhadap berbagai hal yang ia saksikan di media tersebut. Karena keterbatasan kemampuan kognitif, dan pengetahuan yang dimiliki, maka anak-anak langsung saja menirukan hal-hal yang ia saksikan. Perbuatan meniru-niru orang lain mempunyai kebaikan. Apabila tabiat yang kita tiru adalah tabiat-tabiat positif seperti bersedekah, belajar ilmu-ilmu baru dan rajin bekerja. Sikap ini mempunyai keburukan apabila individu itu meniru-niru perbuatan yang tidak ada kebaikan, tentunya akan memberikan kerugian bagi diri sendiri. Uraian di atas adalah gambaran umum media dan kita khususnya anak- anak. Seperti kita ketahui, paska orde baru proses pengurusan SIUPP dipermudah, sehingga banyak orang tertarik untuk menerbitkan media, pilihan media dalam hal ini media cetak menjadi lebih beragam. Keberagaman inipun ada pada media Islam Media Islam muncul dengan format yang berbeda. Kemunculan media massa Islam ini tentu merupakan hal yang menggembirakan, umat Islam lebih mempunyai banyak pilihan bacaan keIslaman, dan proses dakwah pun akan dimudahkan. Khususnya majalah bagi keluarga Islam, untuk lebih santun, tidak membawa budaya konsumtif dan mampu menjadi media yang peka tehadap persoalan-persoalan keluarga khususnya anak-anak. Lantas bagaimana majalah Islam Ummi menggambarkan media dan kita Atas dasar inilah penulis melakukan penelitian pada majalah Ummi sekaligus sebagai judul skripsi: Analisis Wacana Rubrik Media dan Kita Edisi Juli- Oktoberl 2009

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah