Anak-Anak dan Media TINJAUAN TEORETIS

Berita muncul dalam benak manusia untuk disebarkan kepada manusia lain untuk mewujudkan komunikasi sosial. Berita yang muncul dalam benak manusia itu bukan suatu peristiwa, tapi lebih merupakan sesuatu yang diserap setelah peristiwa itu terjadi. Berita tidak identik dengan fakta peristiwa, melainkan sebuah upaya untuk merekonstruksi fakta dalam kerangka inti peristiwa Joseph Klapper dalam William L. Rivers, melihat adanya kemampuan “rekayasa kesadaran”dan ini dinyatakan sebagai kekuatan terpenting media, yang bisa dimanfaatkan untuk tujuan apapun. Rekayasa kesadaran, sudah ada sejak lama, namun media-lah yang memungkinkan hal ini dilaksanakan secara cepat dan besar-besaran

C. Anak-Anak dan Media

Perkembangan media massa mulai dari cetak sampai elektronik, memiliki kekuatan tersendiri antara satu sama lainnya. Di antara media tersebut, media massa elektroniklah yang paling berpengaruh, media massa tersebut bernama televisi. Televisi merupakan media massa elektronik yang memiliki kekuatan audio visual sekaligus. Sampai saat ini televisi masih menjadi sarana pelengkap ruang tamu yang menjadi pusat perhatian, terutama di saat jam istirahat. Televisi yang lahir lebih muda daripada media massa sebelumnya, memang memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh media massa lainnya. Dalam khazanah ilmu komunikasi, karena keunggulannya ini kemudian Marshall McLuhan meramalkan bahwa media elektronik baca: televisi akan mematikan media lain, non elektronik. Yang dimaksud McLuhan di sini setidaknya televisi telah hadir dengan meraup keuntungan dari iklan terbesar dibandingkan dengan media massa lainnya. Karena skup siarannya yang lebih luas dan kekuatan audio- visual yang dimiliki televisi tidak dimiliki media cetak. 14 Dilihat dari fungsi, televisi merupakan media massa elektronik yang memiliki beberapa fungsi sangat signifikan dalam mensinergikan sumberdaya masyarakat yang ada. Dalam konteks Indonesia – yang merupakan negara kepulauan - terutama untuk mempererat persatuan dan kesatuan negara kita integritas bangsa. 15 Fungsi tersebut adalah: transformasi informasi to inform, mendidik to educate, menghibur to entertaint, dan mempengaruhi to influence . Selama ini banyak sekali pandangan stereotip yang menganggap bahwa televisi sebagai media yang destruktif dalam kultur masyarakat. Program acara yang ditampilkan seringkali menjadi teror orang tua terhadap anak yang mengkonsumsi acara tersebut. Karena selama ini program televisi banyak sekali menayangkan acara yang kurang bermanfaat, murahan, dan adegan-adegan sembrono, seperti: kekerasan, seks, sadisme, dan semacamnya. Sejumlah pakar pendidikan menganggap TV merupakan wahana komunikasi yang counter productive bagi produktivitas nasional dan pengembangan sumber daya manusia SDM. 16 14 Andrik Purwasito,“Komunikasi Multikultural,”Surakarta: Muhammadiyah University Press,2003, Cet ke-1, hal. 264. 15 Prof. Onong Uchajana Effendy, MA, “Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi,” hal. 93- 94. 16 Asep S. Muhtadi, ed., “Dakwah Kontemporer: Pola Alternatif Dakwah Melalui Televisi, Pola Alternatif Dakwah Melalui Televisi,” Bandung: Pusdai Press, 2000, Cet. Ke-1, hal.99. Kini penyesatan banyak dilakukan lewat media massa dengan cara mencampuradukkan antara hiburan dengan kebudayaan, pendidikan, pengarahan, pikiran, dan semacamnya. Penyesatan ini dapat menimbulkan kegoncangan kepribadian seseorang, terutama anak yang sedang menuju proses pendewasaan. Saat ini, sudah waktunya para pengemban dakwah segera menyadari bahaya media terhadap akidah dan akhlak kaum muslimin. Mereka harus segera menghentikan dan menumpasnya. Berdasarkan peringkat, golongan yang paling mudah menjadi sasaran kekerasan pemberitaan media adalah anak-anak. Pandangan yang keliru jika kita menilai anak-anak bukan sebagai “objek” yang mudah menjadi sasaran media. Menurut penelitian secara umum, anak-anak adalah suatu publik yang “sempurna”, di samping “publik peniru”. 17 Menurut penelitian yang telah dilakukan terhadap anak-anak yang biasa menonton televisi diketahui bahwa anak-anak itu tidak konsentrasi pada seluruh cerita yang ada di layar, tetapi mereka lebih memusatkan perhatiannya terhadap pernak-pernik yang digunakan sang actor dan semua benda yang mereka lihat. Tidak dapat dipungkiri sangat besar arti media dalam hal penyebarluasan terjadinya kasus perlakuan salah terhadap anak dan kasus kejahatan pada anak lainnya. Namun, kemasan pemberitaan media kadang masih lebih mencari sisi sensasi dan pada beberapa kasus kerap kurang berpihak pada kepentingan terbaik bagi anak, baik anak sebagai korban atau pelaku. 17 Muna Haddad Yakan, “Hati-hati Terhadap Media Yang Merusak Anak,” Jakarta: Gema Insani Press,1990, Cet. Ke-1, h. 27. Dengan kata lain, sampai sekarang arti media telah eksis untuk melaporkan berita tentang anak yang telah menjadi korban, sementara peran media yang ditujukan bagi anak yang belum menjadi korban melalui usaha yang promotif dan preventif belum terlihat jelas. Padahal, besarnya kelompok anak yang disebut terakhir ini meliputi hampir 90 persen dari seluruh populasi anak. Dengan demikian, media harus memainkan peran kunci dalam upaya pencegahan perlakuan salah terhadap anak. Sebagai kekuatan besar yang berkemampuan membentuk opini masyarakat, media seyogianya bisa membuat program dan pelaporan yang lebih bertanggung jawab dengan artian tidak menonjolkan sisi sensasionalnya, tetapi bersifat mendidik untuk upaya promotif dan preventif. Langkah penting lainnya dari media adalah media harus dapat menggambarkan dan menjelaskan kepada publik bahwa pengasuhan dan perawatan anak yang baik merupakan pekerjaan yang sangat bernilai dan sangat penting di dalam masyarakat kita. 18 Relasi antara anak dan media serta kedudukan mereka dalam masyarakat memang sering membuat kita cemas, bahkan merasa gemas. Itulah salah satu gambaran yang disampaikan sebagai bentuk diskusi kritis dalam seminar yang bertajuk “Anak, Media, dan Masyarakat”. Budi Irawanto, seorang pengamat media dan film yang menjadi salah satu pembicara dalam seminar tersebut bahkan 18 Dr Indra Sugiarno SpA Ketua Satgas Perlindungan dan Kesejahteraan Anak Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia PP IDAI Sumber: http:www.kompas.co.idkompas-cetak070815humaniora3763357.htm menggarisbawahi bahwa media massa, apa pun bentuknya, kemudian seakan-akan tampil menjadi monster bagi anak-anak 19 . Hal ini terjadi karena absennya pendampingan kritis dan aktif dari orang tua. Kecenderungan anak-anak sekarang yang nampak berbicara, bertindak, dan bersikap layaknya orang dewasa tentu harus diwaspadai. Kedewasan berlebihan yang melebihi perkembangan psikologis normal layaknya anak sebayanya memang patut disadari. Pengaruh media, terutama televisi, pada masa sekarang mau tidak mau harus diakui dapat berpengaruh besar pada gaya hidup dan pemikiran orang. “Kini, orang menganggap media sebagai etalase hidup.” Lanjut Budi Irawanto. Orang tua, dalam hal ini, perlu segera menyadarinya dan menjadi filter aktif pengaruh teknologi pada anak-anak. “Kapiltalisme bisnis media memang tidak bisa dicegah, tapi harus ada dialog antara anak dan orang tua.” Tambah Budi Wahyuni, aktivis perempuan yang juga menjadi pembicara pada hari itu. Tentunya media tidak serta merta menjadi momok yang mencemaskan, karena dibalik itu semua media dapat mengambil peran penting dalam pertumbuhan wacana sosial. Namun demikian, pertanyaan besar muncul berkenaan dengan kemampuan orang tua atau figur dewasa lainnya agar tanggap dan responsif. “Kemiskinan tampaknya menjadi problem 20 19 Budi Irawanto, Seminar “Anak, Media, dan Masyarakat”. Koedjono, Gedung Pusat Mrican, USD Sabtu, 7 Maret 2009 20 Budi Wahyuni, “Anak, Media, dan Masyarakat”. Koedjono, Gedung Pusat Mrican, USD Sabtu, 7 Maret 2009 Maka dari itu, komitmen dan keseriusan menjadi kunci pokoknya. Hal ini secara hukum berkaitan erat dengan penyelenggaraan perlindungan anak, seperti terantum dalam UU Perlindungan Anak pasal 20. “Anak-anak kita harus menjadi pusat pertimbangan kebijakan kita, terutama orang tua. Hal ini penting terutama dalam ranah domestik.” Tegas Magdalena Sitorus menekankan bahwa kita harus menjamin perlindungan anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabatnya 21 . Dalam hubungannya dengan dunia pendidikan Elga Andriana, seorang penyelenggara pendidikan, mengungkapkan keprihatinannya karena tidak ada pendidikan yang bersifat berkelanjutan. Kedudukan anak dalam masyarakat terutama relasinya dengan dunia pendidikan harus didorong untuk lebih kooperatif, bukan sekedar kompetisi saja. Pada intinya, peran aktif kita penting agar tidak ada istilah tawar menawar demi kepentingan terbaik bagi anak-anak sehingga kita tidak perlu cemas, apalagi gemas.

D. Analisis Wacana Moel Teun Van Dijk