Analisis Semiotika terhadap rubrik mode pada majalah Ummi

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)

Disusun Oleh:

Oleh :

Noor Hidayati

NIM : 107051001140

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah Saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli Saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 17 Juni 2011


(5)

Noor Hidayati

ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP RUBRIK MODE PADA MAJALAH

UMMI

Media cetak di Indonesia memiliki pengaruh yang besar terhadap pola pikir dan perilaku masyarakat karena dalam media cetak terdiri atas rubrik-rubrik yang bisa dijadikan inspirasi, seperti majalah Ummi yang menyajikan foto-foto busana dalam rubrik mode dan banyak dijadikan inspirasi bagi para wanita Islam. Dalam Islam diajarkan begitu banyak hal dari yang terkecil hingga permasalahan yang terbesar. Berbusana yang baik tentu saja masuk kedalam sistem ajaran Islam, karena Islam sebagai agama dakwah, dan merupakan suatu sistem yang lengkap sesuai dengan fitrah insani. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui makna dibalik foto mode di majalah Ummi dan untuk menambah wawasan wanita Islam

dalam berbusana muslimah yang anggun dan syar’i.

Metodologi penelitian yang digunakan adalah analisis semiotika model Charles Sanders Peirce yang menurut objeknya membagi tanda atas ikon indeks, dan simbol. Dengan demikian, dapat dijabarkan dengan jelas makna dibalik keempat foto busana muslimah dalam majalah Ummi dan apa-apa yang menjadi petanda dan penanda dalam foto-foto tersebut. Kemudian metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif yaitu penelitian yang digunakan untuk melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik pada bidang tertentu. Dalam penelitian ini menggambarkan hubungan antara penanda dan petanda dalam rubrik mode yang terdapat pada majalah Ummi.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa keempat foto yang diteliti memberikan pengertian bahwa agama tidak pernah melarang manusia untuk mengikuti mode karena mode dan seni adalah salah satu pengejawantahan dari budaya, sedangkan budaya adalah bagian primer dari kehidupan manusia. Mode tidak lebih dari sarana untuk mencapai kesempurnaan tampilan seseorang, bukan tujuan utama dan sesungguhnya busana muslimah atau gamis adalah busana yang sesuai dengan ajaran Islam, dan pengguna busana tersebut mencerminkan seorang muslimah yang taat atas ajaran agamanya dalam tata cara berbusana.


(6)

i

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrohiim

Segala Puji Syukur hanyalah pada Allah SWT, Tuhan semesta alam. Dengan rahmat, taufiq dan inayah-NYA kepada kita, karena ridho yang telah diberikan-NYA sehingga penulis diberi kesempatan untuk dapat menyelesaikan studi disetiap jenjang pendidikan sampai tingkat perguruan tinggi. Dan atas izin-NYA pula sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan karya ilmiah guna mencapai gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I).

Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad

SAW, pembawa syari‟ah-NYA yang universal bagi semua umat manusia dalam setiap waktu dan tempat hingga akhir zaman.

Penulis sangat menyadari bahwa banyak kelemahan dan kekurangan yang penulis miliki. Tanpa bantuan, support dan doa dari berbagai pihak bukanlah sebuah keniscayaan bahwa skripsi ini tidak akan terselesaikan. Dengan segala kerendahan hati melalui goresan tinta yang penuh kasih sayang ini, penulis berkeinginan untuk mengucap terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Teruntuk yang mulia kedua orang tuaku, Ibunda Panirah dan Ayahanda Parnuji yang senantiasa mencurahkan cinta, kasih dan sayangnya dikala sehat maupun sakit, dikala susah maupun senang, dikala mudah maupun sulit. Membantu dengan segenap kemampuan dan doa-doa dalam setiap sholatnya, doa yang selalu mengiringi tiap langkah kaki ini sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Juga seluruh keluarga besar


(7)

ii

2. Bapak Dr. H. Arief Subhan, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Drs. Jumroni, M. Si., selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

4. Ibu Umi Musyarofah, MA., selaku sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. Serta seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang pernah menjadi jalan sampainya ilmu kepada saya. 5. Dra. Armawati Arbi, M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah banyak

meluangkan waktunya dan memberikan bimbingan kepada penulis dengan penuh kesabaran, menjadikan penulis senantiasa berusaha untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT senantiasa menjadikan sebagai insan yang mendapatkan limpahan rahmat serta karunia-NYA. Amin.

6. Bapak Gun Gun Heryanto M.Si., selaku dosen penguji yang telah banyak membantu memberikan arahan dan motivasi kepada penulis. Semoga Allah membalas setiap kebaikan yang telah diberikan. Amin.

7. Ibu Meutia Geumala, selaku Pimred majalah Ummi beserta staff yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.

8. Kakak-kakakku tercinta: Sahli, Mohammad Yusuf yang tak pernah lelah memberi semangat pantang menyerah dan doa yang tak jua putus, yang


(8)

iii

sudah sering kurepoti dengan kelakuan manjaku dan makasih sudah mempercayaiku (I believe, U love me so much). Spesial buat Masfuan (terimakasih atas semua solusi yang diberikan, kepercayaanmu atas keputusanku, penguatanmu dengan firman-Nya, petuah2mu adalah obat yang tak ada tandingannya).

9. Kakak dan Adik ketemu gede yang tersayang: Muhammad Baha‟ Arrizal yang tak pernah bosan memberikan support dan membantu dengan doa...you are very good brothers. Syauqie ila Hidayatullah, Pamungkas Elok Syifa Fauziah, Umi Basyiroh, dan si bungsu Syta Pradhyta, dengan keceriaan serta dorongan mereka segala kejenuhan dan kepenatan dalam

mengerjakan skripsi ini terobati. “senyum kalian sumber semangatku”.

10.My lovely Ima, yang sudah 7 tahun terakhir menjadi orang terdekat sekaligus penyemangat bagi penulis. Thanks sudah mau mendengar curhatan-curhatanku, menelfonku untuk mendengarkanku menangis... (You are one of my best friends in my heart).

11.Untuk Ela, Eka, Yuli, Fauziah, Eni, Herman, TaA, Nafiz, Lia, Sahabat2 terbaikku yang selalu memberikan semangat, bantuan serta tempat

berkeluh kesah. “terimakasih telah menggoreskan kenangan dan

kebersamaan begitu indah tak terlupakan”.

12.Untuk Teman-teman KPI D 2007, yang menjadi keluarga kedua penulis. Nisa, Nadya, Lucky, Alfi, Obi, Ayu, Aboy, Didih, Anggi, Lena, Rahmi, Tamy, Nia, Ana, Sohib, Abdillah, Ipank, Ghozi, Icha, Disya, Biah,


(9)

iv

13.Untuk semua teman seperjuangan di KKN BINTANG. Hafaz, Arie, Rangga, Aldy, Krisna, Dicky, Halim, Achan, Dirgan, Tohir, Rohi, Disfa, Lani, Sisil, terimakasih untuk kebersamaan selama satu bulan yang penuh arti tentang kehidupan, kedewasaan dan kesabaran dalam menghadapi kalian semua.

14.Untuk keluarga besar IKAMARU JAKARTA. Yeni, Jazuli, Lek Lisin,

Rif‟an, Rudi, Nafi‟, Ulil, Leman, Ka Anwar, Rouf, Sofwan.

Semoga Allah membalas semua kebaikan dan budi baik mereka dengan balasan yang setimpal. Harapan penulis semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pembaca, khususnya mahasiswa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam penelitian skripsi ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Jakarta, Juni 2011


(10)

v

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...v

DAFTAR GAMBAR...vii

DAFTAR LAMPIRAN...viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah...1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah...6

C. Tujuan penelitian...6

D. Manfaat penelitian...7

E. Tinjauan Pustaka...8

F. Kerangka teori...9

G. Metodologi penelitian...9

H. Sistematika penulisan...13

BAB II KERANGKA TEORI A. Pesan Dakwah Mengenai Busana...15

B. Semiotika...20

1. Konseptualisasi Semiotika...21

2. Semiotika Charles Sanders Peirce...24

C. Kelebihan Majalah Sebagai Media Cetak...27


(11)

vi

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG MAJALAH Ummi

A. Sejarah Singkat Majalah Ummi...39

B. Struktur Redaksi Majalah Ummi...42

C. Visi dan Misi Majalah Ummi...44

D. Rubrikasi Majalah Ummi...44

E. Sekilas Tentang Rubrik Mode Majalah Ummi...45

BAB IV TEMUAN DAN ANALISA DATA A. Semiotika Pada Foto...48

B. Petanda dan Penanda dalam keempat foto busana muslimah yang terdapat pada rubrik mode majalah Ummi...61

C. Makna Menurut Pembaca...63

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan...74

B. Saran...76

DAFTAR PUSTAKA...78


(12)

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Skema Kerangka Teori...9

2. Skema Klasifikasi Tanda dari Peirce...24

3. Tabel 3 Perbedaan Surat Kabar, Tabloid, Majalah dan Buletin...31

4. Tabel 4 Rubrikasi Majalah Ummi...45

5. Skema Karakteristik dan Tujuan Rubrik Mode...47

6. Gambar Foto I...48

7. Tabel 5 Hasil Analisis Foto I “ Bright Up Your Look” Happy Working Day dengan Teori Peirce...50

8. Gambar Foto II...52

9. Tabel 6 Hasil Analisis Foto I “ Bright Up Your Look” Happy Working Day dengan Teori Peirce...54

10.Gambar Foto III...55

11. Tabel 7 Hasil Analisis Foto I “ Bright Up Your Look” Happy Working Day dengan Teori Peirce...56

12.Gambar Foto IV...58

13. Tabel 8 Hasil Analisis Foto I “ Bright Up Your Look” Happy Working Day dengan Teori Peirce...60

14.Skema Petanda dan Penanda dalam Keempat Foto Busana Muslimah yang Terdapat Pada Rubrik Mode Majalah Ummi...61

15.Tabel 9 Peserta Focus Group Discussion...63


(13)

viii

1. Lampiran I (Wawancara pribadi dengan Pimpinan Redaksi Majalah Ummi).

2. Lampiran II (Wawancara Pribadi dengan Fotografer Majalah Ummi). 3. Lampiran III (Susunan Redaksi Majalah Ummi).

4. Lampiran IV (Angket Wawancara).

5. Lampiran Surat Permohonan Pengajuan Judul Skripsi. 6. Lampiran Surat Bimbingan Skripsi.

7. Lampiran Surat Penelitian / Wawancara.


(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan teknologi komunikasi informasi yang belakangan ini mengalami kemajuan yang sangat pesat, termasuk perkembangan teknologi media cetak dan elektronik seperti perkembangan media komunikasi sekarang berarti tidak lepas dari televisi, surat kabar, majalah, radio maupun internet membuat segalanya semakin mudah di akses.

Perkembangan media cetak di Indonesia, memiliki pengaruh yang besar terhadap pola pikir dan perilaku masyarakat, karena dalam media cetak terdiri atas rubrik-rubrik yang biasa dijadikan sebagai inspirasi, tak terkecuali bagi media cetak nasional, seperti Majalah Ummi yang banyak memuat foto-foto fashion style dan banyak dijadikan inspirasi bagi perempuan masa kini.

Fashion style dimulai dari tahun 1920. Tahun 1920 merupakan abad baru ketika dunia fashion terlahir kembali dengan pandangan berbeda. Inovasi terbaru muncul dari desainer dunia. Seperti Coco Chanel yang menyuguhkan potongan warna, serta gaya yang mementingkan karakter seorang putri. Dari sinilah dunia fashion style mulai berkibar. Memasuki tahun 1930-an, perkembangan fashion style sedikit agak lambat, hingga akhirnya memasuki perang dunia kedua (1940-1946), dari yang tadinya hanya bersifat fungsional, sebuah pakaian juga mempunyai sisi estetika atau sisi cantik.1

1

Pappilon Halomoan, Me a a Represe tasi Tu uh da Ide titas “e agai “e uah Tata a

“i olik Dala Media Massa (Analisis semiotik majalah remaja cewek Kawanku); Tesis (Jakarta: UI Maret. 2003), h.8.


(15)

Fashion dipandang sebagai sinonim dengan kata “cara” atau “perilaku”.

Polhemus dan Procter menunjukkan bahwa “dalam masyarakat kontemporer Barat, istilah „fashion’ kerap digunakan sebagai sinonim dari istilah „dandanan‟, „gaya‟, dan „busana‟ (Polhemus dan Procter, 1978: 9). Semua fashion dan pakaian adalah untuk mendekorasi dan mempercantik tubuh. Seperti dinyatakan Wilson, fashion secara

umum diasosiasikan dengan “wanita”, memang benar wanita atau feminin,

dipresentasikan dalam masyarakat kontemporer sebagai makhluk yang dekat dengan seni kosmetika, diasosiasikan dengan tampilan luar dan sangat memperdulikan, bila tak terus menerus terobsesi dengan penampilan.2

Kita peduli terhadap busana wanita yang sekarang sudah banyak dirusak oleh kita sendiri dengan memodifikasi trend masa kini bukannya dengan ketentuan syariat Islam yang telah ditetapkan dalam Al-Qur‟an.3

Secara alami manusia memerlukan pakaian/busana. Pakaian tersebut baik berfungsi sebagai melindungi tubuh atau badan dari panas dan dingin, ataupun sebagai estetika, memperindah dan mempercantik orang yang memakainya, bahkan dapat meningkatkan status sosial, sesuai dengan jenis pakaian yang dikenakan. Di dunia muslim, busana bisa mencerminkan identitas, selera, pendapatan, pola perdagangan regional, dan religiusitas pemakainya. Busana dan pemakaiannya bervariasi menurut jenis kelamin, usia, status perkawinan, asal geografis, pekerjaan bahkan aliran politik.

Busana muslim dapat memiliki makna tertentu. Ia dapat mengungkapkan pertentangan terhadap rezim tertentu atau mencerminkan keanggotaan dalam gerakan

2

Barnard, Malcolm, Fashion Sebagai Komunikasi (Cara Mengkomunikasikan Identitas Sosial, Seksual, Kelas, dan Gender). (Yogyakarta&Bandung: Jalasutra, 1996), h. 12-13.

3 Abdurrahman al-Baghdadi, Da’wah Isla da Masa Depa U at, (Bangil: Al-Izzah, 1997),


(16)

3

Islam. Pada agama manapun, di era modern ini, selalu ditemukan ajaran untuk berpakaian sopan di depan umum, setidaknya menurut pandangan secara universal bahwa manusia itu harus menutupi bagian-bagian tubuh yang tidak seharusnya diperlihatkan di depan umum. Islam memberikan rambu-rambu yang jelas dalam masalah pakaian wanita agar tetap ada keseimbangan antara estetika dan syariah.

Di dunia modern, banyak wanita mengalami alienasi (keterasingan diri). Mereka mencari identitas dengan menampilkan pakaian-pakaian yang sedang “in” atau sedang menjadi mode pada zamannya. Bahkan seorang wanita yang tiba-tiba naik pada posisi tinggi mengalami krisis identitas. Dan untuk memperteguh identitas dirinya ia akan mencari busana yang melambangkan status barunya.4

Adapun seruan Allah dan Rasul-Nya tertuang dalam nash-nash berikut ini (ketika wanita ada dalam kehidupan umum). (QS. Al-Ahzab : 59, perintah untuk mengenakan jilbab).

































































Artinya : “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ketubuh mereka. yang demikian itu supaya mereka mudah dikenal, karena itu tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab/33:59).

Semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsinnya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya dan penerimaannya oleh mereka yang menggunakannya. Semiotik

4


(17)

mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.5

Semiotik mengkaji busana pada tataran fungsi sosial. Setiap busana yang dikenakan dipandang sebagai tanda. Dalam semiotik struktural (Barthes), busana

adalah “penanda” (signifiant) yang mempunyai “petanda” (signifie), yakni makna tertentu.6

Pembahasan sistem tanda tak akan lepas dari bahasan semiotika. Semiotika (semiotics) berasal dari bahasa Yunani “semeion” yang berarti tanda. Tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi sehingga bersifat komunikatif, mampu menggantikan suatu yang lain (stand for something else) yang dapat dipikirkan atau dibayangkan (Broadbent, 1980). Manusia melalui kemampuan akalnya berupaya berinteraksi dengan menggunakan tanda sebagai alat untuk berbagai tujuan, salah satu tujuan tersebut adalah untuk berkomunikasi dengan orang lain sebagai bentuk adaptasi dengan lingkungan.7

Semiotika merupakan bidang studi tentang tanda dan cara tanda-tanda itu bekerja (dikatakan juga semiologi). Dalam memahami studi tentang makna setidaknya terdapat tiga unsur utama yakni; (1) tanda, (2) acuan tanda, dan (3) penggunaan tanda. Tanda merupakan sesuatu yang bersifat fisik, bisa dipersepsi indra kita, tanda mengacu pada sesuatu yang berada diluar tanda itu sendiri, dan bergantung pada pengenalan oleh penggunanya sehingga disebut tanda. Tanda-tanda tersebut kemudian dimaknai sebagai wujud dalam memahami kehidupan.

5

Rachmat Kriyantono, Teknis Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Prenada Media Group, 2007), h. 261.

6

Benny H. Hoed, Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya, (Depok : Komunitas Bambu, 2011), h. 144.

7


(18)

5

Melihat dari fenomena ini, maka ada ketertarikan tersendiri bagi penulis untuk meneliti rubrik mode pada majalah Ummi sebagai subjek penelitian. Hal ini dikarenakan sekarang ini busana muslimah bukan hanya sekedar untuk menutupi aurat saja, tetapi kini busana muslimah sudah menjadi trend para wanita masa kini khususnya wanita muslim. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah rubrik fesyen dalam majalah Ummi sebagai media dakwah dalam cara berpakaian muslimah yang baik. Sementara dari aspek semiotik, penulis tertarik karena semiotik mengkaji busana pada fungsi sosial. Secara sosial budaya tata busana berkaitan dengan soal kepantasan, kesopanan dan kepatutan dalam situasi tertentu. Setiap komunitas mempunyai aturannya sendiri. Dalam masyarakat Indonesia yang plural dan multikultural ini, pengaturan berbusana tidak dapat diseragamkan.

Peneliti melihat bahwa dakwah merupakan kegiatan menyampaikan gagasan atau pesan yang mempunyai cakupan yang sangat luas dan tidak monoton. Dakwah dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, termasuk diantaranya adalah mencari keseimbangan (dalam hal ini mengenai busana) gaya atau mode busana untuk para wanita muslimah.

Peneliti berkeinginan meyakinkan kepada masyarakat luas bahwa busana muslimah juga mampu bersaing di pentas mode, dan bagi para pemakainya bisa tetap tampil cantik, modis, aktif dan dinamis dengan berbusana muslimah tidak kalah dengan busana remaja pada umumnya.

Melihat hal ini peneliti tertarik untuk mengkaji permasalahan busana yang terkait sebagai media dakwah. Dalam hal ini penulis mengambil judul “Analisis


(19)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dengan adanya uraian yang peneliti paparkan pada latar belakang, untuk memfokuskan pembahasan maka penulis membatasi masalah pada Analisis Semiotika Fashion Style Majalah Ummi yaitu pada edisi spesial tiga bulanan November 2010 - Januari 2011. Untuk mempermudah dan menghindari salah pengertian serta mempertegas ruang lingkup pembahasan, maka penulis memandang perlu menyampaikan batasan-batasan terhadap beberapa istilah yang terdapat dalam judul diatas. Adapun masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah :

1. Analisis keempat foto busana muslimah dengan pendekatan analisis semiotika model Charles Sanders Peirce ?

2. Petanda dan penanda dalam keempat foto busana muslimah ? 3. Makna foto di rubrik mode menurut pembaca majalah Ummi ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian

Atas dasar latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian skripsi ini adalah :

1. Mengetahui analisis keempat foto busana muslimah dengan pendekatan semiotika model Charles Sanders Peirce.

2. Mengetahui petanda dan penanda dalam keempat foto busana muslimah.

3. Mengungkapkan makna menurut pembaca rubrik mode Majalah Ummi.


(20)

7

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Manfaat Akademis

Penelitian ini secara akademis dapat memberikan kontribusi positif pada bidang ilmu komunikasi, terutama dalam konteks analisis semiotika, serta dapat memberikan informasi kepada Mahasiswi Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang akan menggunakan pakaian atau mode/fashion yang terdapat pada majalah Ummi.

b. Manfaat Praktis

1. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para praktisi komunikasi, terlebih mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam agar lebih mengetahui mengenai fashion, dan sebagai perbandingan dan masukan bagi kita semua sebagai mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tentang busana muslimah yang lazim digunakan oleh kebanyakan orang.

2. Dan penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi para pecinta mode atau fashion style , khususnya para pembaca majalah Ummi.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam menentukan judul skripsi ini penulis sudah mengadakan tinjauan pustaka ke perpustakaan yang terdapat di Fakultas Dakwah maupun perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah. Selain dari buku-buku yang jadi rujukan utama, data-data yang diperoleh pada penelitian ini berfokus pada


(21)

fashion perempuan di media massa cetak. Menurut pengamatan penulis dari hasil observasi yang penulis lakukan sampai saat ini hanya menemukan, yaitu :

Siti Rahmawati menulis tentang Analisis Semiotika Terhadap Realitas Simbolik Dalam Karya Foto Jurnalistik ED Zoelverdi,8 Selain itu penulis juga menjadikan skripsi Sella Nurmaya Sari yang berjudul “Analisis Semiotika Terhadap Iklan; Hidup Adalah Perbuatan Soetrisno Bachir”.9 Pada skripsi ini terdapat perbedaan objek penelitiannya. Pada skripsi ini objek penelitiannya

adalah iklan Partai Amanat Nasional di media televisi “Hidup Adalah Perbuatan” yang mencoba menggali simbol dan indeks dan icon yang terdapat

dalam iklan dengan menggunakan perspektif semiotika Charles Sanders Pierce. Penelitian ini menganalisis sebuah iklan televisi.

Penulis juga menambahkan satu judul skripsi lagi karya Trigustia Pusporini tentang Analisis Semiotika Rubrik Fashion Style Majalah Kawanku,10 persamaan skripsi ini sama-sama menjelaskan mengenai makna dalam foto busana, serta mendiskripsikan dan menganalisa makna dibalik foto-foto busana, dengan menggunakan pendekatan semiotika. Bedanya penelitian yang dilakukan penulis dengan skripsi karya Trigustia ini adalah penelitian yang digunakan oleh peneliti lebih menggunakan teori Charles Sanders Peirce yang membagi objeknya kepada ikon indeks, dan simbol, dan objek dari penelitian ini adalah foto busana muslimah yang terdapat pada majalah Ummi.

8 Siti Rahmawati,

Analisis Semiotika Terhadap Realitas Simbolik Dalam Karya Foto Jurnalistik ED Zoelverdi, Kosentrasi Jurnalistik, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2008.

9

Sella Nurmaya Sari, Analisis Semiotika Terhadap Iklan; Hidup Adalah Perbuatan Soetrisno Bachir, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.

10

Trigustia Pusporini, Analisis Semiotika Rubrik Fashion Style Majalah Kawanku, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.


(22)

9

F. Kerangka teori

Penelitian ini berfokus pada penelitian media massa cetak dalam hal ini majalah Ummi dengan menggunakan analisis semiotikanya Charles Sanders Peirce, dimana membagi objek kepada ikon, indeks, simbol, serta untuk mengetahui apa alasan tim redaksi mengemas pesan dakwah melalui rubrik mode. Selain itu juga untuk mengetahui makna menurut pembaca.

G. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini digali melalui pendekatan kualitatif deskriptif yaitu bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu.11 Selain itu penelitian deskriptif digunakan untuk melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik pada bidang tertentu. Dalam penelitian ini menggambarkan hubungan antara penanda dan petanda dalam keempat foto busana muslimah yang terdapat dalam rubrik mode majalah Ummi.

11

Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset, h.69

Pesan di Media Cetak

1. Ikon 2. Indeks 3. Simbol

(Charles Sanders Peirce)

Alasan Tim Redaksi Mengemas Pesan Dakwah Melalui Rubrik Mode

Apa makna menurut pembaca


(23)

2. Subjek dan Objek Penelitian

a. Subjek penelitian ini adalah Tim Redaksi Majalah Ummi.

b. Penelitian ini dilakukan diperusahaan media massa cetak Majalah Ummi yang beralamat di: Jl. Mede No.42 A Utan Kayu , Jakarta Timur 13210. Telp (021) 8193242. Sedangkan objek penelitiannya adalah rubrik mode.

3. Tahap Penelitian

Proses penelitian ini meliputi tiga tahapan, yaitu :

a. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data untuk penelitian ini menggunakan instrumen berbentuk wawancara mendalam sebagai instrumen primer, dan dokumentasi, selain itu penulis juga mencari sumber informasi sebagai pelengkap data melalui penelaahan buku-buku, referensi serta bacaan lainnya yang mendukung akan penelitian ini. Selain itu teknik pengumpulan data dilakukan juga dengan cara mengumpulkan teks, pengamatan secara menyeluruh dari semua isi teks dan gambar.

1) FGD (Focus Group Discussion)

Untuk mengetahui makna dari foto yang akan diteliti menurut pembaca, maka peneliti menggunakan teknik Focus Group Discusiion (FGD). FGD adalah sebuah teknik pengumpulan data yang umumunya dilakukan pada penelitian kualitatif. Teknik ini dimaksud untuk memperoleh data dari suatu kelompok berdasarkan hasil diskusi yang terpusat pada suatu permasalahan tertentu.

Sebagaimana juga teknik lainnya, FGD hanya dipakai untuk tujuan menghimpun data sebanyak-banyaknya dari informan. Hanya saja kalau metode


(24)

11

lain, peneliti memperoleh data dari informan yang bersifat pribadi, tanpa melalui pergumulan sikap dan pendapat orang lain, sedangkan melalui FGD informasi yang ditangkap peneliti adalah informasi kelompok, sikap kelompok, pendapat kelompok dan keputusan kelompok. Dengan demikian, kebenaran informasi bukan lagi kebenaran perorangan (subjektif), namun menjadi kebenaran intersubjektif. Karena selama diskusi berlangsung masing-masing orang tidak saja memperhatikan pendapatnya sendiri, namun ia juga mempertimbangkan apa yang dikatakan oleh peserta FGD lainnya.12

2) Observasi

Observasi adalah suatu cara mengumpulkan data dengan mengambil langsung terhadap objek atau penggantinya (misal : film, rekonstruksi, video dan sejenisnya).13 Pengamatan ini dilakukan dengan melihat langsung serta mencermati setiap tanda-tanda pada objek penelitian yakni model-model mode yang terdapat pada majalah Ummi.

3) Wawancara

Wawancara adalah teknis dalam upaya menghimpun data yang akurat untuk keperluan melaksanakan proses pemecahan masalah tertentu yang sesuai dengan data.14 Wawancara dilakukan untuk memperoleh keterangan untuk

12

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta : PT Remaja Grafindo Persada), h. 237.

13

Nazar Bakry, Tuntunan Praktis Metodologi Penelitian, (Jakarta, CV Pedoman Ilmu Jaya, 1994), h. 36.

14 Suhairsimi Arikunto,

Prosedur Penelitian dan Suatu Pendekatan Praktik. (Jakarta, Bhineka Cipta, 1996), Cet. Ke-10, h. 72.


(25)

tujuan penelitian dengan cara tanya jawab dengan menggunakan tape recorder. Wawancara dilakukan dengan narasumber yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu salah satu fotografer majalah Ummi.

4) Dokumentasi

Dokumentasi adalah penelitian yang mengumpulkan, membaca dan mempelajari, berbagai bentuk data tertulis (buku, majalah atau jurnal) yang terdapat di perpustakaan. Internet atau instansi lain yang dapat dijadikan analisis dalam penelitian ini. Penulis mengumpulkan data yang berhubungan dengan penelitian berupa foto-foto fashion style yang terdapat pada majalah Ummi.

5) Teknik Pengolahan Data

pengolahan data dalam penelitian ini melalui beberapa tahap: data dikelompokkan, disederhanakan lalu dikemas kedalam tabel.

6) Teknik Analisa Data

Teknik analisis data adalah dengan menggunakan semiotika model Charles Sanders Peirce yang membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks), dan symbol (simbol). Ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan, indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan, dan simbol adalah


(26)

13

tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya.15

H. Sistematika Penulisan

Penulisan Skripsi ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pembahasan dan penelitian dibagi kedalam V BAB. Dalam setiap babnya akan dibagi kedalam sub bab, Adapun Sistematika Penulisannya adalah sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan, Latar Belakang Masalah, Batasan dan Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Tinjauan Pustaka, Kerangka Konsep, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II : Kerangka Teori, Pesan Dakwah Mengenai Busana, semiotika, Kelebihan Majalah Sebagai Media Cetak, Rubrik, dan Fashion Style.

BAB III: Gambaran Umum Tentang Majalah Ummi, Sejarah Singkat Majalah Ummi, Struktur Redaksi Majalah Ummi, Visi dan Misi Majalah Ummi, Rubrikasi Majalah Ummi, Sekilas Tentang Rubrik Mode Majalah Ummi.

15


(27)

BAB IV: Analisis Rubrik Mode Majalah Ummi, diantaranya adalah foto 1 dan analisisnya, foto 2 dan analisisnya, foto 3 dan analisisnya, foto 4 dan analisisnya. Kemudian penanda dan petanda dalam keempat foto busana muslimah yang terdapat dalam majalah Ummi. Dan makna menurut pembaca.


(28)

15 BAB II

KERANGKA TEORI

A. Pesan Dakwah Mengenai Busana

Fenomena distro clothing company yang semakin marak di berbagai kota di Indonesia hampir nyaris semuanya muncul dari semangat gaya hidup barat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya clothing yang hanya menawarkan trend, variasi dan ungkapan gaya hidup barat. padahal pakaian dapat digunakan pula sebagai penyampai pesan-pesan dakwah.1

Abbas Schulz, seorang imam muda di Berlin mengatakan tidak ada masalah dengan style Islam yang menyebarkan pesan Islami (dakwah) melalui fesyen selama busana tersebut menutup aurat.2

Menutup aurat yang diwajibkan atas wanita adalah persoalan agama yang ditetapkan dalam al-Qur‟an dan hadits. Seperti dalam al-Qur‟an surat al -Ahzab [33] : ayat 59:

“Hai nabi! Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin, supaya mereka menutup tubuhnya dengan kain selubungnya ketika mereka keluar rumah. Dengan demikian mereka lebih mudah dikenal kesusilaannya, supaya tidak diganggu orang dijalanan, dan Allah Maha Pengampun dan Penyayang. Tiga golongan penjahat yang harus disingkirkan dari Madinah, hidup atau mati.”

Ayat diatas adalah perintah Allah tentang pemakaian busana muslimah bagi wanita, terlebih lagi bagi mereka adalah pahala yang tiada putus-putusnya.

1www.facebook.com/group.php. Diakses pada hari Ahad, 8 Mei 2011, jam 14.50. 2


(29)

Semua madzhab sepakat atas dasar pemakaian busana muslimah tersebut, tetapi ada perselisihan dalam penetapan bentuk dan batasan busana muslimah sesuai dengan syariat Islam. Oleh karena itu, beberapa kriteria yang dapat dijadikan standar mode atau batasan-batasan untuk busana muslimah berikut ini tampaknya perlu diperhatikan:

a. Bagian tubuh yang boleh kelihatan hanya wajah dan telapak tangan.

b. Tekstil yang dijadikan bahan busana tidak tipis atau tembus pandang, karena kain yang demikian memperlihatkan bayangan kulit secara remang-remang. Hadits Nabi SAW:

“Dari Usman bin Zaid ia berkata : “ Aku pernah diberi oleh Rasulullah SAW sehelai qibti yang tebal yang dihadiahkan oleh Dihgah Al-Kalbi. Padanya, lalu kuberikan kepada istriku”. Kemudian Nabi SAW bertanya, “mengapa qibti itu tidak kau pakai?” Aku menjawab “Wahai Rasulullah, kain qibti itu kuberikan kepada istriku.” Lalu Nabi bersabda: “suruhlah istrimu agar memberi lapisan dibawahnya, sebab aku khawatir kalau-kalau pakaiannya memperlihatkan bentuk tubuh.” (HR. Ahmad)

c. Modelnya tidak ketat, karena model yang ketat akan menampakkan bentuk tubuh terutama payudara, pinggang dan panggul. Pergunakanlah potongan yang longgar agar lebih sehat, dan memberi keluasan bagi otot untuk bergerak. Salah satu hadits Nabi ada yang menjelaskan tentang hal ini. Yaitu berkata Hafsoh binti Sirin:

“saya pernah bertanya kepada Nabi: “ Ya Rasulullah, apakah kita berdosa apabila salah satu diantara kita (para perempuan) tidak ikut pergi ketanah lapang dihari raya lantaran tidak mempunyai baju panjang dan longgar?” Rasulullah menjawab: “Hendaklah temannya meminjamkan kepadanya bajunya yang longgar itu.” (HR. Bukhari)


(30)

17

d. Tidak menyerupai pakaian laki-laki maupun dalam bertingkah laku. Hadits Nabi SAW besabda:

“Dikutuk laki-laki yang memakai pakaian perempuan, dan perempuan yang memakai pakaian laki-laki.” (HR. An-Nasai)

e. Bahannya juga sebaiknya tidak terlalu mewah dan berlebihan atau menyolok mata dengan warna yang aneh-aneh hingga menarik perhatian orang. Apalagi jika sampai menimbulkan rasa angkuh dan sombong.3

Hadits Nabi SAW bersabda:

“dari Ibnu Umar ra, ia berkata: “telah bersabda Rasulullah SAW: “ Barang siapa yang berjalan menyeret kainnya sebagai tanda kebanggaan (kesombongan) niscaya Allah tidak akan menengoknya kelak dihari kiamat.” (HR. Muslim)

f. Tidak boleh menyerupai busana wanita-wanita kafir, berdasarkan pada haramnya kaum muslimin termasuk wanita menyerupai (tasyabuh) orang-orang wanita kafir baik dalam berpakaian yang khas pakaian mereka, ibadah, makanan, perhiasan, adat istiadat, maupun dalam berkata atau memuji sesorang yang berlebihan.4

g. Tidak diberi wewangian atau parfum, syarat ini berdasarkan larangan terhadap kaum wanita untuk tidak memakai wewangian apabila mereka keluar rumah. h. Bukanlah pakaian untuk mencari popularitas, libas syuhrah (pakaian

popularitas) adalah pakaian yang dipakai dengan tujuan meraih kepopuleran ditengah-tengah orang banyak, baik pakaian itu harganya mahal dan pemakainya berbangga hati dengan pakaian tersebut, atau pakaian bernilai rendah yang

3 Nina Surtiretna,

Anggun Berjilbab, (Bandung: PT. Al Bayans, 1997), h.68-69.

4


(31)

dipakai agar dianggap sebagai orang yang zuhud. Kedua contoh tersebut motivasinya adalah ingin dilihat orang lain (riya).5

Dalam al-Qur‟an Q.S. al-A‟raf [7] : 26 membahas tentang pakaian, “ Hai anak cucu Adam! Kami telah memperlengkapimu dengan pakaian untuk menutup aurat, dan pakaian yang bagus untuk perhiasanmu. Namun pakaian rohaniah yang bernama takwa lebih indah lagi. Semuanya itu adalah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah. Semoga kalian selalu ingat.”

Dan selanjutnya ide dasar pakaian didasarkan pada Q.S. al-A‟raf [7] : 20 -22 yang berbunyi :

“Lalu setan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya, supaya keduanya membukakan kemaluannya yang tertutup. Lalu Syaitan membisikkan: “Tuhan kalian melarang kalian dari mendekati pohon ini, tidak lain supaya kalian tidak jadi malaikat, atau menjadi orang-orang yang kekal di syurga ini.”

Dan dia bersumpah kepada keduanya: “Sungguh, saya ini hanya menasehati kalian”.

Lalu setan membujuk rayu keduanya dengan tipu muslihat untuk memakan buah kayu itu. Tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu, nampaklah olehnya kemaluan masing-masing dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun syurga. Lalu Tuhan menghardik keduanya: “Bukankah Aku telah melarang kalian mendekati kayu itu dan Aku katakan kepada kalian bahwa setan itu adalah musuh bebuyutan kalian?”.

Ayat diatas mengisyaratkan bahwa Adam AS dan pasangannya tidak sekedar menutupi aurat mereka dengan selembar daun, tetapi daun diatas daun sebagaimana dipahami dari kata (yakhshifani). Mereka lakukan agar aurat mereka benar-benar tertutup dan pakaian yang mereka kenakan tidak menjadi pakaian mini atau tembus pandang. Ini juga menunjukkan bahwa menutup aurat merupakan fitrah manusia yang diaktualkan oleh Adam AS dan istrinya pada saat kesadaran mereka muncul.6

5

H. Salim Bahreisyi, Terjemahan Riyad Ash Shalihin, (Bandung: Al- Ma’arif, 1 ), h.1.

6 M. Quraish Shihab,

Jilbab Pakaian Wanita Muslimah, Pandangan Ulama Masa Lalu dan Cendekiawan Kontemporer, (Jakarta: Lentera Hati, 2004), Cet. Ke-11, h.38.


(32)

19

Dari kisah Adam dan Hawa tersebut peneliti merumuskan bahwa ide dasar pakaian adalah menutup aurat. Namun karena godaan setan, aurat manusia menjadi terbuka. Dengan demikian, aurat yang ditutup dengan pakaian, akan dikembalikan pada ide dasarnya, yaitu untuk ditutup. Ayat itu juga menegaskan bahwa pada hakikatnya menutup yang tidak pantas diperlihatkan adalah fitrah manusia yang diaktualkan pada saat ia memiliki kesadaran. Dengan demikian ide membuka aurat adalah ide setan, dan salah satu kehadiran setan adalah keterbukaan aurat. Menutup aurat termasuk salah satu pesan dakwah yang terdapat dalam busana.

Dalam al-Qur‟an pakaian disebut dengan sarabil. Kata ini berarti pakaian, apa pun jenis bahannya. Dalam al-Qur‟an kata ini hanya disebut tiga kali. Dalam Q.S. al-Nahl [16] : 81, dijelaskan sarabil adalah pakaian yang berfungsi untuk menangkal sengatan panas, dingin dan bahaya dalam peperangan. Dalam Q.S. Ibrahim [14] : 50 dijelaskan tentang siksa yang akan dialami oleh orang-orang berdosa kelak (Pakaian mereka dari pelangkin). Dapat dipahami, bahwa pakaian ada yang menjadi alat penyiksa. Siksa tersebut karena yang bersangkutan tidak menyesuaikan diri dengan nilai-nilai yang diamanatkan oleh Allah SWT.7

Dari sekian banyak ayat al-Qur‟an yang berbicara tentang pakaian, dapat ditemukan beberapa fungsi pakaian atau pesan dakwah yang terdapat dalam busana diantaranya sebagai perhiasan, memelihara pemakaiannya dari sengatan panas matahari dan dinginnya udara dan dari segala sesuatu yang mengganggu jasmani, dan petunjuk identitas pembeda seseorang dengan yang lain.

7 Waryono Abdul Ghafur,

Tafsir Sosial, Mendialogkan Teks dengan Konsep


(33)

Busana atau pakaian tidak hanya berkaitan dengan masalah etika dan estetika saja, melainkan juga dengan kondisi sosial, ekonomi, budaya, iklim dan agama. Oleh karenanya sangat wajar apabila al-Qur‟an banyak membicarakan masalah pakaian. Bahkan Allah menyuruh memakai pakaian terbaik jika beribadah.

Pesan yang terkandung dalam busana muslimah yaitu wajib hukumnya menutup aurat. Para desainer boleh saja berkreasi sesuai dengan tuntutan zaman tetapi gaya modis yang diciptakan harus tetap menutup aurat.

Dalam al-Qur‟an menandaskan bahwa Allah SWT memberi manusia pakaian yang berfungsi menutup aurat dan pakaian yang indah sebagai perhiasan. Rasulullah SAW pun tidak melarang orang yang suka mengikuti perkembangan mode, asal saja memenuhi kriteria busana muslimah.

Busana yang ditampilkan dalam rubrik mode majalah Ummi selalu menampilkan busana dengan tema dan design penuh inspirasi dan ajakan untuk senantiasa bergerak mengaplikasikan nilai-nilai Islam dalam kesehariannya.

B. Semiotika

Semiotika berasal dari kata yunani semion, yang berarti tanda.8 Semiotika berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika dan poetika.

Semiotika menurut Charles S. Pierce adalah tidak lain daripada sebuah nama lain bagi logika, yakni doktrin formal tentang tanda-tanda.9 Yang menjadi dasar dari semiotika adalah konsep tentang tanda: tak hanya bahasa dan sistem

8 Sumbo Tinarbuko,

Semiotika Komunikasi Visual, (Yogyakarta : Jalasutra, 2008), h. 11.

9


(34)

21

komunikasi yang tersusun oleh tanda-tanda, melainkan dunia itu sendiripun sejauh terkait dengan pikiran manusia.10 Penalaran manusia senantiasa dilakukan lewat tanda. Artinya manusia hanya dapat bernalar lewat tanda.

Sementara bagi Ferdinad de Saussure, semiologi adalah sebuah ilmu umum tentang tanda, “suatu ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di

dalam masyarakat”. Tujuannya adalah untuk menunjukkan bagaimana

terbentuknya tanda-tanda beserta kaidah-kaidah yang mengaturnya.

Semiologi menurut Saussure, didasarkan pada anggapan bahwa selama perbuatan dan tingkah laku manusia membawa makna atau selama berfungsi sebagai tanda, harus ada dibelakang sistem tanda pembedaan dan kovensi yang memungkinkan makna itu.

Dengan demikian, bagi Peirce semiotika adalah suatu cabang dari filsafat, sedangkan bagi saussure semiologi adalah bagian dari disiplin psikologi sosial.11

1. Konseptualisasi Semiotika

Tanda adalah basis dari seluruh komunikasi. Manusia dengan perantaraan tanda-tanda dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya. Kajian semiotika dibedakan atas dua jenis, yaitu semiotika komunikasi dan semiotika signifikasi.12

Semiotika komunikasi menekankan pada teori tentang produksi tanda yang salah satu diantaranya mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi, yaitu pengirim, penerima kode, pesan, saluran komunikasi, dan

10

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004), h.12.

11 Kris Budiman,

Semiotika Visual, h.3.

12


(35)

acuan (hal yang dibicarakan). Sedangkan semiotika signifikasi memberikan tekanan pada teori tanda dan pemahamannya dalam suatu konteks tertentu.13 Dalam hal ini yang diutamakan adalah segi pemahaman suatu tanda sehingga proses kognisinya pada penerimaan tanda lebih diperhatikan daripada proses komunikasinya, karena tujuan berkomunikasi pada hal ini tidak dipersoalkan.

Menurut Rahayu Surtiati Hidayat dalam Christomy dan Untung Yuwono bahwa semiotika tidak dapat disebut dalam bidang ilmu karena fungsinya adalah sebagai alat analisis, cara mengurai suatu gejala. Maka dari itu sebagian orang menganggap semiotika sebagai ancangan sementara yang lain menggunakannya sebagai metode, meskipun demikian, Art Van Zoest menganggapnya sebagai cabang ilmu. Namun, terlepas dari perdebatan itu, jelas semiotika bersifat lintas disiplin, mirip filsafat dan logika. Semiotika dapat dimanfaatkan oleh berbagai bidang ilmu : arsitektur, kedokteran, sinematografi, linguistik, kesusastraan, bahkan hukum dan antropologi untuk memahami tanda. Semiotika adalah teori dan analisis berbagai tanda dan pemaknaan. Pada dasarnya para semiotikus melihat kehidupan sosial dan budaya sebagai pemaknaan, bukan hakikat esensial objek.14 Contohnya adalah, janur kuning yang melengkung di depan gang atau di depan gedung-gedung pertemuan, bagi seseorang yang hendak menghadiri pesta pernikahan, maka janur kuning tersebut dijadikan suatu tanda adanya pesta pernikahan. Akan tetapi, bagi seseorang yang sedang tidak ingin menghadiri pesta pernikahan, maka janur kuning tersebut tidak menjadi tanda apapun. Janur

13

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 15.

14

Christomy. T dan Untung Yuwono (ed), Semiotika Budaya, (Depok, Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, 2004), h. 77-78.


(36)

23

kuning tersebut menjadi tanda bagi seseorang karena ia sudah terbiasa atau sudah menjadi tradisi bagi masyarakat sekitarnya.

Semiotika mengkaji tanda, penggunaan tanda, dan segala sesuatu yang bertalian dengan tanda. Kemudian semua jelas dapat menjadi tanda sehingga tidak ada yang tidak dapat dijadikan topik penelitian semiotika. Dengan kata lain, perangkat pengertian semiotika dapat diterapkan pada semua bidang kehidupan asalkan persyaratannya terpenuhi, yaitu ada arti yang diberikan, ada pemaknaan, ada interpretasi. Lebih baik lagi, seorang semiotikus dapat bekerja dimanapun dan kapan pun semiosis berlangsung, baik di dalam maupun di luar komunikasi.15

Ada dua tokoh semiotika yang perlu kita ketahui. Penulis akan menggambarkan secara singkat kaitan diantara para semiotikus tersebut. Yakni sejak Ferdinand de Saussure (1857-1913) di Swis dan Charles Sanders Peirce (1834-1914) di Amerika Serikat. Sebenarnya, Saussure tidak pernah berpretensi menjadi semiotikus karena pusat minatnya adalah bahasa. Namun dialah yang pertama kali mencetuskan gagasan untuk melihat bahasa sebagai sistem tanda. Dikotomi Saussure yang diterapkan pada tanda: penanda dan petanda akhirnya mempengaruhi banyak semiotikus Eropa. Sedikitnya ada tiga aliran yang diturunkan dari tanda Saussure. Pertama, semiotik komunikasi yang menekuni tanda sebagai bagian dari proses komunikasi. Kedua, semiotik konotasi, yaitu yang mempelajari makna konotatif dari tanda. Ketiga, yang sebenarnya merupakan aliran di dalam semiotik komunikasi adalah semiotik ekspansif dengan tokohnya yang paling terkenal Julia Kristeva. Dalam semiotik jenis ini,

15


(37)

pengertian tanda kehilangan tempat sentralnya karena digantikan oleh pengertian produksi arti. Tujuan semiotik ekspansif adalah mengejar ilmu total dan bermimpi menggantikan filsafat.16

2. Semiotika Charles Sanders Peirce

Charles Sanders Peirce, menandaskan bahwa kita hanya dapat berfikir dengan medium tanda. Manusia hanya dapat berkomunikasi lewat sarana tanda.17Peirce dikenal dengan teori segitiga makna-nya (triangle meaning). Berdasarkan teori tersebut, semiotika berangkat dari tiga elemen utama yang terdiri dari: Tanda (sign), Acuan Tanda (Object), Pengguna Tanda (Interpretant).

Bagi Peirce tanda “is something which stands to somebody for something in some respect or capacity”. Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi, oleh Peirce disebut ground.

Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen) selalu terdapat dalam hubungan triadic, yakni ground, object, dan interpretan. Atas dasar hubungan ini Peirce mengadakan klasifikasi tanda.

Ground Object Interpretant

1. Qualisign (suatu kualitas yang

merupakan

1. Ikon yaitu tanda yang memiliki kualitas objek

yang di

1. Rheme yaitu tanda suatu kemungkinan kualitatif,

16 Christomy. T dan Untung Yuwono (ed),

Semiotika Budaya, 82-83.

17


(38)

25

suatu tanda). 2. Sinsign (“sin”=

“hanya sekali”

: peristiwa yang

merupakan sebuah tanda). 3. Legisign (=

hukum yang berupa tanda. Setiap tanda konvensional adalah legisign).

denotasikan. 2. Indeks

(petunjuk) yaitu

tanda yang

mendenotasikan suatu objek melalui

keterpengaruha nnya kepada objek itu. 3. Symbol yaitu

sebuah tanda yang

konvensional.

yaitu bahwa ia mewakili suatu objek yang

mungkin ada. 2. Dicisign

yaitu tanda eksistensial suatu objek. 3. Argument

yaitu tanda suatu hukum.

Tanda yang dikaitkan dengan ground dibaginya menjadi qualisign, sinsign, dan legisign. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda, misalnya kata-kata kasar, keras, lembut, lemah dan merdu. Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda, misalnya kata kabur atau keruh

yang ada pada urutan kata “air sungai keruh” yang menandakan bahwa ada


(39)

misalnya rambu-rambu lalu lintas yang menandakan hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan manusia.18

Tanda berdasarkan objeknya, Peirce membagi menjadi tiga bagian yaitu : pertama, Ikon adalah tanda yang mengandung kemiripan “rupa” (resemblance) sebagaimana dikenali oleh para pemakainya. Akan tetapi, sesungguhnya ikon tidak semata-mata mencakup citra realitas seperti pada lukisan atau foto saja, melainkan juga ekspresi-ekspresi semacam grafik-grafik, skema-skema, peta geografis, persamaan-persamaan matematis, bahkan metafora.19

Kedua, indeks adalah tanda yang memiliki kaitan fisik, eksistensial atau kausal diantara representamen dan objeknya sehingga seolah-olah akan kehilangan karakter yang menjadikannya tanda jika objeknya dipindahkan atau dihilangkan. Indeks bisa berupa hal-hal semacam zat atau benda material (asap adalah indeks dari adanya api), gejala alam (jalan becek adalah indeks dari hujan yang turun beberapa saat yang lalu), gejala fisik (kehamilan adalah indeks dari sudah terjadinya pembuahan).20

Ketiga, symbol adalah tanda yang representamennya merujuk kepada objek tertentu tanpa motivasi (unmotivated), symbol terbentuk melalui konvensi-konvensi atau kaidah-kaidah, tanpa adanya kaitan langsung diantara representamen dan objeknya.21

18

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h.41.

19

Kris Budiman, Ikonisitas: Semiotika Sastra dan Seni Visual, (Yogyakarta: Buku Baik, 2005), h.56.

20 Kris Budiman,

Ikonisitas: Semiotika Sastra dan Seni Visual, h. 56.

21


(40)

27

Menurut hakikat interpretannya, tanda-tanda dibedakan oleh Peirce menjadi rema (rheme), tanda disen (dicent sign / dicisign), dan argumen (argument).

Pertama, rema adalah suatu tanda kemungkinan kualitatif, yakni tanda apapun yang tidak betul dan tidak pula salah.22 Reme merupakan tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan.23 Misalnya orang yang merah matanya dapat saja menandakan bahwa orang itu baru menangis, atau menderita penyakit mata dimasuki insekta, atau baru bangun atau ingin tidur. Kedua, dicisign adalah tanda sesuai kenyataan. Misalnya jika pada suatu jalan sering terjadi kecelakaan, maka ditepi jalan dipasang rambu lalu lintas yang menyatakan bahwa disitu sering terjadi kecelakaan. Ketiga, argument adalah tanda yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu. Lalu lintas yang menyatakan bahwa disitu sering terjadi kecelakaan.

C. Kelebihan Majalah Sebagai Media Cetak

Majalah adalah terbitan yang berisi artikel, cerita fiktif, yang beredar berkala dan bergambar, diberi sampul dan dijahit seperti buku.

Sementara menurut Hasan Sadhily, majalah adalah :

Terbitan berkala, semula hanya khusus menyajikan tulisan-tulisan dibidang kebudayaan dan ilmu pengetahuan, istilah ini digunakan untuk menyebutkan segala jenis penerbitan berkala yang lebih luas. Isinya meliputi, segala bentuk karya sastra, liputan jurnalistik, pandangan tentang berbagai topik aktual yang patut diketahui konsumen pembaca. Menurut kala terbitnya dapat dibedakan atas majalah mingguan, bulanan, tengah bulanan dan lain-lain.

22 Kris Budiman,

Ikonisitas: Semiotika Sastra dan Seni Visual, h. 60.

23


(41)

Menurut pengkhususan isinya dapat dibedakan atas berita, wanita, remaja, olahraga, sastra, cabang ilmu pengetahuan tertentu dan sebagainya.24

Awalnya majalah adalah terbitan berkala yang menyajikan tulisan budaya dan ilmu pengetahuan, namun dengan berkembangnya zaman, majalah pun semakin berkembang. Majalah memiliki arti yang lebih luas dari sebelumnya, isinya mencakup berbagaii bentuk sastra, liputan jurnalistik dan berbagai topik aktual yang patut diketahui pembaca.

Menurut Ensiklopedia pers Indonesia majalah adalah :

Penerbitan berkala yang menggunakan kertas bersampul, memuat bermacam-macam tulisan yang dihiasi ilustrasi maupun foto-foto. Dari segi isi dibagi dalam dua jenis yakni Majalah umum, yaitu majalah yang memuat karangan-karangan pengetahuan umum, karangan-karangan yang menghibur, gambar-gambar, olahraga, film, seni, dll. Majalah khusus yakni, majalah yang hanya memuat karangan-karangan mengenai bidang-bidang khusus, seperti majalah wanita, majalah keluarga, majalah humor, majalah kecantikan, politik, kebudayaan, cerpen, dll.25

Majalah merupakan penerbitan berkala yaitu penerbitan yang dilakukan terus menerus yang menggunakan kertas sampul dan memuat bermacam-macam tulisan mengenai politik, ekonomi, sosial, agama, keluarga, remaja, dan sebagainya.

Dari segi isi majalah terbagi menjadi dua yakni : majalah umum dan majalah khusus. Majalah umum berisi tentang masalah-masalah yang bersifat umum, berisi artikel politik, agama, seni, budaya, ekonomi dan lain-lain. Majalah umum tidak hanya berisikan satu jenis permasalahan tetapi berisikan

24

Hasan Sadhily, Ensiklopedia Indonesia Jilid IV, (Jakarta : Ichtiar Baru dan Hove, 1983), h. 2094

25 Kurniawan Effendi, Ensiklopedia Pers Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka


(42)

29

permasalahan dari berbagai bidang. Sedangkan majalah khusus adalah majalah yang berisikan tentang permasalahan khusus menyangkut kepentingan yang terfokus seperti majalah : khusus wanita, majalah ekonomi, majalah politik, majalah seni dan budaya, majalah komputer dan majalah musik.

Dari definisi-definisi diatas penulis menyimpulkan bahwa majalah memiliki terbitan berkala yakni, setiap minggu, bulan atau tengah bulan. Sedangkan menurut isinya, terbagi menjadi dua yakni majalah khusus dan majalah umum.

Jika dilihat dari segi isi yang dituju majalah Ummi merupakan majalah yang wanita dengan penerbitan berkala untuk edisi reguler sebulan sekali, dan edisi spesial terbit tiga bulan sekali, dikhususkan untuk wanita yang berasal dari kalangan menengah ke atas yaitu, para ibu rumah tangga dan profesional muda yang berpendidikan tinggi.

Bila digolongkan menurut isinya majalah Ummi merupakan majalah wanita yang berisikan karangan-karangan mengenai dunia wanita, dari masalah-masalah mode, resep makanan, hingga permasalah-masalahan keluarga.

Mengenai majalah wanita, dalam jurnalistik masa kini dijelaskan bahwa, majalah wanita adalah bentuk majalah yang berisikan rubrik-rubrik khusus mengenai dunia wanita, dari masalah-masalah mode, resep makanan, kekeluargaan dan juga dihiasi dengan foto-foto.

Surat kabar atau majalah memiliki keunggulan yang lain dibanding dengan media massa lainnya, keunggulannya antara lain mudah dijangkau oleh masyarakat karena harganya relatif murah. Meski tidak seaktual surat kabar yang terbit tiap hari, majalah yang terbit tiap mingguan, dwi mingguan atau


(43)

bulanan memiliki efek edukasi yang cukup tinggi. Para pengelola majalah juga mempunyai strategi dan gaya penyajian tersendiri agar majalah tetap menarik untuk dibaca kapan pun dan dimana pun.

Majalah juga berperan sebagai penyampai dan penafsir pesan. Terlepas dari segala kekurangannya, majalah memiliki kelebihan diantaranya adalah :

a. Analisis beritanya lebih panjang lebar (jurnalisme interpretative). b. Dibanding koran, majalah lebih kuat mengikat emosi

pembacanya.

c. Memiliki perspektif (pandangan) nasional sehingga terbatas dari sentimen kedaerahan.

d. Ia merupakan sumber rujukan sehari-hari yang murah. Majalah membahas segala macam masalah dari yang kecil sampai masalah yang penting.

e. Interpretasi berita oleh majalah bisa menjadi sumber pendidikan umum. Artikel tentang sejarah, biografi, dsb, bisa menjadi sumber pengetahuan yang bermanfaat.

Selain dengan sifat atau karakteristiknya majalah dapat dijadikan publikasi yang beraneka ragam. Ciri khas dari majalah adalah dapat dibaca berulang-ulang kali, sehingga dapat dipahami atau dihafal sampai mendetail.26

Menurut Wilbur Schram yang dikutip oleh Asep Syamsul M. Romli mengatakan bahwa khalayak pembaca akan terpikat minatnya, manakala apa

26 Mafri Amir,

Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam, (Jakarta : Logos, 1999), h. 26-30.


(44)

31

yang mereka baca berkaitan dengan kebutuhannya dan menyajikan sarana tentang cara untuk memperoleh kebutuhan itu.27

Contoh lain majalah untuk menarik perhatian khalayak adalah cover atau jilidnya yang menarik. Cita rasa khalayak perlu disentuh, sebab daya tarik dan cita rasa berkaitan satu sama lain, karena bisa memunculkan tekad pembaca untuk bertindak dan berperilaku.

Tabel 3: Perbedaan Surat kabar, Tabloid, Majalah dan Buletin

Perbedaa n

Surat Kabar

Tabloid Majalah Buletin

Waktu Terbit Setiap hari relative umum

Setiap minggu bergantung kebijakan perusahaan relative terbatas /tertentu Bentuk dan Ukuran Lembaran kertas buram dengan luas 42 x 58 cm per halaman

Lembaran kertas dengan kualitas yang relative lebih bagus daripada surat kabar dengan luas 29 x 42 cm per halaman

Berbentuk hampir seperti buku deng an ukuran bervariasi (ex.tempo,sabili,intis ari , ummi, dll)

Bisa berbentuk seperti majalah tapi lebih tipis

atau hanya

semacam lembaran setengah folio

Sifat Sajian

Formal, kaku

Variatif & kreatif bergantung segmentasi

27 Asep Syamsul M. Romli,

Jurnalistik Praktis: Untuk Pemula, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), Cet. Ke-3, h. 2-4.


(45)

Variasi Warna

Minim warna

Lebih banyak warna

Relatif banyak warna bahkan kadang full colour

Minim warna tapi bergantung karakteristik buletin

Harga Relatif

murah

Harga sedang, cenderung mahal

Relatif mahal Relatif murah

Prioritas Berita

Stright news (aktualitas dan sisi pentingny a

diutamaka n)

Feature and soft

news (sisi

kemenarikan / hiburan

diprioritaskan)

Feature,infestigation report and soft news (bergantung

segmentasi )

Soft news

Prioritas Substansi

Umum Khusus , bergantung segmentasi

D. Pengertian Rubrik

Dalam kamus bahasa Indonesia, “Rubrik adalah kepala karangan

(ruangan) dalam surat kabar, majalah dan sebagainya.”28

Sedangkan menurut Onong Uchyana Effendy, “ Rubrik adalah ruangan

pada halaman surat kabar, majalah, atau media cetak lainnya. Mengenai aspek

28 Anto Moeliono (et,al),

Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1998), h. 756.


(46)

33

kehidupan atau makna kegiatan dalam kehidupan masyarakat. Misalnya rubrik wanita, olah raga, rubrik pendapat pembaca dan sebagainya.

Sementara menurut Komaruddin, rubrik adalah kepala karangan, bab atau pasal. Di dalam surat kabar atau majalah rubrik sering diartikan sebagai

“Ruangan”, misalnya rubrik tinjauan luar negeri, rubrik ekonomi, rubrik

olahraga, dan rubrik kewanitaan.29

Menurut Harimurti Kridalaksana, rubrik adalah Pers: kelompok karangan, tulisan atau berita yang digolongkan atas dasar aspek atau tema tertentu.30

Dalam rubrik mode atau fashion style diperlihatkan gaya, aksesoris dan pakaian model terbaru yang bisa dipakai oleh semua perempuan khususnya para profesional muda.

Penulis dapat memahami bahwa yang disebut rubrik adalah suatu kepala karangan, bab/pasal yang terdapat pada surat kabar atau majalah yang sering

diartikan sebagai “ruangan”, misalnya rubrik wanita, rubrik olah raga, rubrik pendapat, rubrik pembaca, rubrik tinjauan luar negeri, rubrik ekonomi dan lain sebagainya.

Bagian yang terpenting dari sebuah majalah adalah rubrik-rubrik yang dapat dijadikan sebagai inspirasi bagi si pembaca. Rubrik merupakan ruangan yang terdapat dalam surat kabar yang memuat isi dan berita, ruangan khusus yang dapat dimuat dengan periode yang tetap dengan hari-hari tertentu atau

29

Komaruddin, Kamus Istilah Skripsi dan Tesis, (Bandung: Angkasa, 1985), h. 74.

30 Harimurti Kridalaksana,

Leksikon Komunikasi, (Jakarta : Pradnya Paramita, 1984), h. 89.


(47)

beberapa minggu sekali, yang membuat masalah masing-masing sesuai yang ditulis rubrik tersebut.31

Ada beberapa cara untuk menentukan rubrik dengan menggunakan metode 3N yaitu :

1. Niteni yaitu mengamati media-media yang sudah ada dengan mencari kelebihan yang bisa diambil dan kelemahan yang harus dibuang.

2. Niroke yaitu menirukan hal-hal tertentu yang sesuai dengan segmen pembaca.

3. Nambahi yaitu menambahi aspek tertentu sehingga media anda mempunyai postioning yang unik.32

Berdasarkan fungsi media, rubrik dapat digolongkan menjadi 4 jenis yaitu :

1. Rubrik yang informatif yang bertujuan memberikan informasi apa adanya.

2. Rubrik yang edukatif yang bertujuan mendidik dan mengajarkan sesuatu.

3. Rubrik yang persuasif yang bertujuan membujuk pembaca untuk setuju pada pendapat tertentu, bahkan mengajak pembaca melakukan sesuatu.

4. Rubrik yang menghibur yang bertujuan untuk menyentuh perasaan pembaca.33

31

www.google.co.id. Diakses pada hari Rabu, 23 Maret 2011, jam 10.57.

32 http//www.glorianet.org/kolom/kolomedia.html 33


(48)

35

Dari semua pendapat di atas penulis dapat menyimpulkan mengenai definisi rubrik adalah istilah Belanda yang dapat diartikan sebagai ruangan, bab/pasal atau kepala karangan yang terdapat pada surat kabar, majalah, atau media cetak lainnya mengenai suatu aspek atau kegiatan dalam kehidupan masyarakat, misalnya rubrik wanita, rubrik olahraga, rubrik pendapat, rubrik pembaca, rubrik tinjauan luar negeri, rubrik ekonomi, rubrik fashion style/mode, dan lain sebagainya, selain itu rubrik juga merupakan kelompok karangan, tulisan atau berita yang digolongkan atas dasar aspek atau tema tertentu.

E. Pengertian Mode atau Fashion Style.

Dalam kamus bahasa Inggris mode/fashion atau orang lazim menyebutnya fesyen, yang berarti gaya dan bentuk.34 Fashion berasal dari bahasa Inggris yang artinya cara, kebiasaan, atau mode. Perkembangan fashion tidak lepas dari pengaruh informasi, karena informasi merupakan sarana seseorang untuk mengetahui lebih jelas tentang fashion.35

Fashion dipandang sebagai sinonim dengan kata “cara” atau “perilaku”.

Polhemus dan Procter menunjukkan bahwa dalam masyarakat kontemporer

Barat, istilah „fashion’ kerap digunakan sebagai sinonim dari istilah „dandanan‟, „gaya‟, dan „busana‟ (Polhemus dan Procter, 1978: 9).36

Bisa dinyatakan fashion bisa menjadi argumen yang paling jelas dan tampaknya menjadi niscaya dan tak bisa dihindari lagi, pada organisasi sosial

34

Wojowasito dan Wasito, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1961)

35

http://adhe-fashion.blogspot.com/. Diakses pada 24 Maret 2011. Pukul 10.10 WIB.

36 Barnard Malcolm,

Fashion Sebagai Komunikasi; Cara Mengkomunikasikan Identitas Sosial, Seksual, Kelas dan Gender, (Yogyakarta&Bandung: Jalasutra, 1996), h. 12-33.


(49)

dan ekonomi yang ada di dunia. Ini akan benar-benar menjadi prestasi untuk mengklaim bahwa satu hal yang tak terhindarkan, sesuatu yang muncul mengikuti realitas sosio ekonomi. Dalam pandangan Simmel, Flugel, serta Polhemus dan Procter, fashion adalah suatu produk masyarakat dengan lebih dari satu kelas di dalamnya dan tempat terjadinya gerak ke atas diantara kelas-kelas baik yang mungkin maupun yang didambakan.37 Wilson menunjukkan, “fashion adalah wajah seni yang mengalami degradasi atau tak bisa diterima”

(Wilson, 1990: 209).

Fashion, pakaian dan busana memunculkan sistem penandaan (signifikasi) yang menjadi tempat pembentukan dan pengkomunikasian tatanan sosial. Fashion pakaian dan busana dapat bekerja dengan berbagai cara yang berbeda, namun memiliki kesamaan bahwa beberapa diantaranya merupakan tempat tatanan sosial. Fashion, pakaian, dan busana dapat dianggap sebagai salah satu makna yang digunakan oleh kelompok sosial dalam mengkomunikasikan identitas mereka.38

Menurut Karina Triasari, selaku Manager Karita Gaya busana muslim muda Yogyakarta. Fesyen/fashion adalah gaya yang mengikuti trend busana pada suatu waktu, dan biasanya yang menjadi perhatian adalah desain, kepraktisan cara pemakaian dan bahan yang akan digunakan. Ada banyak unsur yang mempengaruhi fesyen atau mode, kombinasi dari unsur tersebut bisa menjadi acuan fesyen dan bentuk pakaian pada kurun waktu tertentu atau lazim biasanya kita sebut dengan mengikuti trend. Jadi pada intinya ada tiga unsur yang menjadi perhatian atau mempengaruhi fesyen atau mode yaitu :

1. Desain

2. Kepraktisan cara pemakaian

37

Barnard Malcolm, Fashion Sebagai Komunikasi; Cara Mengkomunikasikan Identitas Sosial, Seksual, Kelas dan Gender, h. 26.

38 Barnard Malcolm,

Fashion Sebagai Komunikasi; Cara Mengkomunikasikan Identitas Sosial, Seksual, Kelas dan Gender, h. 104.


(50)

37

3. Bahan yang digunakan

Biasanya desain yang dibuat sesuai dengan apa yang sedang trend pada masanya, terkadang desain dibuat senyaman mungkin bagi pemakainya. Dan untuk kepraktisan biasanya pendesain berusaha membuat busana yang mudah digunakan bagi pemakainya. Khusus warna yang digunakan tergantung warna apa yang sedang trend, contoh untuk sekarang ini warna-warna terang seperti oranye, merah muda, ungu, biru dan hijau tosca. Dan warna-warna itu dikombinasikan dengan tambahan pernak-pernik sederhana berupa sulam pita, beludru, atau bermotif bunga, tumbuhan, hewan, atau pun bulan dan bintang.39

Berbicara tentang gaya dan trend busana baik busana wanita maupun pria mengalami perkembangan. Tetapi busana wanita lebih berkembang dan mengikuti mode dibandingkan dengan busana pria. Bukan hanya busana wanita pada umumnya yang mengalami perkembangan dan mengikuti trend, meskipun busana muslimah selalu mengikuti trend dan mode tetapi bentuk, dan warnanya dibuat masih sesuai dengan batasan busana Islami.

Di sini peneliti akan menguraikan beberapa kriteria yang menjadi standar mode atau batasan-batasan busana muslimah menurut syariat Islam yaitu :

a. Tekstil yang dijadikan bahan busana tidak tipis atau transparan. b. Modelnya tidak ketat.

c. Bagian tubuh yang boleh terlihat hanya wajah dan telapak tangan.

d. Tidak menyerupai pakaian laki-laki, bila baju dan pakaian bawah bermodel celana panjang, sebaiknya blus tersebut menurun hingga menutup pinggul dan setengah paha.

Jilbab pun kini sudah mengalami banyak perkembangan trend dan mode. Contohnya sekarang ini banyak gaya jilbab yang dililitkan dileher dengan

39http://www.google.kompas.com/2006/04/17/keanggunan busana muslimah.


(51)

memadukan dua bahan sekaligus dengan warna-warna degradasi dan kontras. Biasanya gaya ini banyak dipakai oleh beberapa artis, seperti Ineke Koesherawati yang dinilai lebih mampu menunjukkan unsur femininitas si pemakai. Gaya lilit leher sendiri mempunyai banyak varian dan mempunyai teknik lilit atau ikat yang berbeda, misalnya lilit depan, samping, atau pun belakang. Disesuaikan dengan bentuk wajah.40

Busana yang ada dalam rubrik mode majalah Ummi adalah busana muslimah yang selalu mengikuti trend atau mode yang berkembang saat ini tanpa melanggar aturan busana yang sesuai dengan syariat Islam. Baik detail serta motif dan bentuknya. Busana muslimah dibuat sesuai dengan kaidah atau aturan syariat Islam.

Jadi bisa dikatakan bahwa busana muslimah yang ada di rubrik mode majalah Ummi adalah termasuk dalam kategori busana muslimah masa kini yaitu busana yang mengikuti trend dan mode.

40

http://www.google.kompas.com/2006/04/17/keanggunan busana muslimah. diakses pada Kamis 24 maret 2011, pukul 10.35 WIB.


(52)

39 BAB III

GAMBARAN UMUM TENTANG MAJALAH UMMI A. Sejarah Singkat Majalah Ummi

Banyak sekali majalah wanita yang membidik kaum ibu muslimah di tanah air, tapi yang bertahan cukup lama dan bisa menunjukkan eksistensinya

sebagai „market leader‟ di bidangnya hingga hari ini adalah majalah Ummi. Dengan menampilkan topik-topik yang hangat dan aktual, majalah Ummi senantiasa setia mengunjungi pembacanya setiap bulannya. Banyak tips praktis yang bisa kita dapatkan terutama bagi para wanita dengan segala macam permasalahannya.

Kelahiran majalah Ummi pada mulanya digagas oleh Dadi Kusradi (Pemimpin Umum), dan Dwi Septiawati (Pemimpin Redaksi). Dadi dan Septi adalah pasangan suami-istri yang konsen pada dakwah. Mereka melihat ada kekosongan di segmen remaja Islam. Akhirnya mereka bernisiatif untuk menerbitkan majalah di segmen remaja Islam. Dwi septiawati merupakan alumnus Universitas Negeri Jakarta Jurusan Bahasa Arab dan Dadi dari fakultas Ekonomi Universitas Krisna Dwipayana Jakarta.

Pada dasarnya tidak lepas dari belum adanya bacaan alternatif majalah Islam pada tahun 1989. Waktu itu hanya ada majalah Amanah. Kebetulan waktu itu, pengajian dikampus mulai marak. Dan dengan landasan pemikiran satu alternative bacaan pada muslimah terbitlah Majalah Ummi pada bulan April 1989 dengan no. SIUPP 558/SK/Menpen/SIUPP/1998 tanggal 25 September 1998. Selain itu tentu saja untuk mengambil peluang pasar dimana waktu itu sudah banyak diadakan kajian-kajian keislaman di kampus. Kehadiran majalah


(53)

Ummi sebagai majalah Islam dengan formulanya yang ringan, tidak profokatif hadir sebagai salah satu alternative bacaan yang cukup diminati.1

April 1989 untuk pertama kalinya majalah Ummi hadir sebagai pelopor terbitnya media yang dipersembahkan untuk para muslimah dan keluarga muda. Cakupan sebaran di seluruh Indonesia hingga ke luar negeri. Sejak awal didirikan hingga kini, Ummi memiliki misi mencetak individu-individu yang shaleh dan shalehah, sebagai komponen utama keluarga, masyarakat dan bangsa yang tentram dan bahagia.

Majalah, seperti media massa lainnya, mampu menyebarkan informasi dengan luas. Namun, sedikit berbeda dengan media lain, biasanya sebagian besar majalah terfokus pada masalah atau segmen tertentu. Segmen majalah Ummi adalah perempuan dewasa, mahasiswi dan ibu rumah tangga.

Salah satu majalah perempuan Islam yang banyak dibaca saat ini adalah majalah Ummi . Nama Ummi dipilih dengan alasan karena nama Islam dan bisa langsung diidentifikasi sebagai nama muslimah. Nama Ummi dipilih karena Ummi artinya Ibu, panggilan yang melekat bagi perempuan yang menjadi sasaran pembaca Ummi. Identitas wanita Islami adalah slogan majalah Ummi , karena majalah Ummi menawarkan nilai-nilai Islam. Untuk iklan, Ummi mempunyai kebijakan tersendiri. Majalah ummi hanya menampilkan iklan yang

syar‟i harus menutup aurat, dan produk yang diiklankan tidak haram dan

syubhat.

Media yang dibidani oleh beberapa mahasiswa UI pada tahun 1989 sekarang terbit dengan tiras 85.000 eksemplar. Dari angket yang dilakukan

1Alamsyah M. Dja’far, Me gi tip Dapur Majalah Isla , majalah Syir’ah


(54)

41

Ummi pada bulan maret tahun 2000, 95,6 % pembacanya adalah perempuan dengan tingkat pendidikan PT (52,7 %), SMU (39,9 %) dan sebagian besar berstatus belum menikah (73,3 %). Majalah Ummi hadir semakin “trendi”, semakin diminati masyarakat luas terbukti dari tiras terakhir Ummi pada 2002 telah mencapai angka 80.000-100.000 eksemplar. Dan berdasarkan hasil survey AC Nielsen Research Indonesia, majalah Ummi dibaca oleh 250.000 orang disembilan kota survei dan memasukkan Ummi dalam Top Ten Majalah Bulanan Indonesia.2

Majalah Ummi diterbitkan oleh PT KIMUS BINA TADZKIA yang juga membidani majalah SAKSI dan Annida bernaung dalam satu kantor. Namun, sekarang majalah Ummi dan Annida memiliki kantor tersendiri yang beralamat di Jl. Mede No. 42 Utan Kayu Jakarta Timur 13210.

Apa kekuatan UMMI ? menurut Dwi Septiawati – Pemimpin Redaksi Ummi sejak awal Ummi concern pada pemberdayaan perempuan. Menurutnya, perempuan merupakan separo lebih dari jumlah populasi penduduk Indonesia dan pengaruh mereka sangat kuat dalam membentuk sebuah masyarakat yang baik. Untuk itu Ummi mengemban tugas sebagai media akselerator dan dinamisator bagi terbentuknya karakter perempuan shalihah (mar‟atus shalihah),

isteri yang taat dan mulia (zaujah muthi‟ah wa karimah) dan ibu pendidik

(ummu madrosah). Identitas perempuan Islami adalah motto yang menjadi brand image Ummi. 3

2

Meutia Geumala, Pemimpin Redaksi Majalah Ummi, Wawancara Pribadi, Jakarta, 20 April 2011.

3


(55)

Keunggulan majalah ini dibanding dengan majalah-majalah bernafaskan islam lainnya adalah selain sudah bertahan selama 22 tahun dan sudah mengalami beberapa pergantian struktur kepemimpinan, majalah Ummi concern kepada tiga bidang pengembangan muslimah yaitu : Mar’ah Shalihah (perempuan shalihat), Zaujah Muti’ah wa Karimah (istri yang taat lagi mulia), dan Ummu Madrosatun (ibu sebagai pendidik anak-anaknya). Ummi juga lebih kental dalam mengupas bahasan-bahasan keislaman, seperti pada rubrik Kajian

Qur‟an, Kajian Hadist, Fiqih Wanita, Jejak, Ufuk Luar dan Ufuk Dalam. Setiap rubrik majalah Ummi juga menstimulasi pembacanya untuk intens melakukan amar makruf nahyi munkar.

Dengan prospek masa depan yang cerah, berbagai inovasi, termasuk penggarapan rubrikasi, tata letak, pola promosi dan pemasaran terus ditingkatkan untuk membuat Ummi makin mendapat tempat dimasyarakat, khususnya kaum wanita.

B. Struktur Redaksi Majalah Ummi

Dalam 22 Tahun perjalanannya UMMI telah mengalami beberapa kali perubahan susunan redaksi. Secara umum, perubahan susunan dan pergantian

personil berjalan secara normal. Sampai tahun 1997, nuansa „laki-laki‟ masih mendominasi susunan majalah UMMI, kini keredaksian UMMI dikelola oleh sebagian besar wanita. Susunan redaksi yang terakhir adalah sebagai berikut :

Pemimpin Umum : Dwi Septiawati


(56)

43

Sekretaris Redaksi : Adrieana Kartika Wulandari

Redaktur Pelaksana : Rahmi Rizal

Redaktur : Aini Firdaus

Reporter : Ratna Kartika, Nurjanah, Shinta Dewi

Indriyani, Didi Muardi, Citra

Septianingtyas

Pracetak : Ahmad Fauzi, Ahmad Topik, Sasono

Handito, M. Cheril Irsyan

Konsultan Artistik : Adhee Muhammad Gumilar

Iklan dan promosi : Sherry Dahlia, Mawaddah, Diana

Anwar,

Administrasi dan Keuangan : Reni Anggraeni, Purnama, Eka Puja Linuih

Sirkulasi dan Distribusi : Nur Hamzah Bakri, Rudi Haryadi, Supriyadi, Dedi Setiawan, Pamudji Marga

Penagihan : Yuliana hermawati, Ovi Alamsyah

SDM & Umum : Joko Witoro, Satiri Hasan, Fitri Soraya

TI : Rizqul Akbar

Alamat Redaksi

Jl. Mede No. 42 A Utan Kayu Jakarta timur 13210 Telp: (021) 8193242 (Hunting), Fax : (021) 8580569 Email : kru_ummi@yahoo.com


(57)

C. Visi dan Misi Majalah Ummi

Adapun visi dari majalah Ummi adalah menjadi media wanita islami bermutu dan berpengaruh dalam pembentukan karakter wanita, masyarakat dan bangsa dengan oplah dan sebaran yang signifikan.

Sedangkan misi dari majalah Ummi adalah :

1. Media akselerator dan dinamisator bagi terbentuknya wanita shalihah (mar’atus shalihat).

2. Media akselerator dan dinamisator bagi terbentuknya istri yang taat (zaujah mut’iah).

3. Media akselerator dan dinamisator bagi terbentuknya ibu yang pendidik (ummu madrosah).

D. Rubrikasi Majalah Ummi

Rubrikasi Ummi Reguler beragam. 46% rubrik untuk perempuan secara umum, 26% khusus Ibu dan Rumah Tangga, 4 % untuk para ayah; 25 % untuk anak. 4 beberapa rubrik yang ada seperti Kesehatan, Klik, Ufuk Luar, Ufuk Dalam, berbagai rubrik konsultasi, Media Kita, Obrolan, hanya ada di Ummi regular, sementara rubrik yang ada di Ummi spesial adalah sebagai berikut :

4 Meutia Geumala, Pemimpin Redaksi Majalah Ummi,

Wawancara Pribadi, Jakarta, 20 April 2011.


(58)

45

Tabel 4: Rubrikasi Majalah Ummi

Telaah (Rubrik Bahasan Utama) Oase (Rubrik Pengetahuan Keislaman) Keluarga (Rubrik Untuk Keluarga) Supporting (Rubrik Pendukung)  Fenomena  Psikologi  Syariah  Kesehatan

 Galeri

 Quiz  Opini  Inspirasi Perempua n  Fiqih Perempuan  Mutiara Islam

 Tafsir Qur‟an  Tafsir Hadits

 Problema

 Uswah

 Buka Hati

 Inspirasi

 Tips

 Profesional

 Samara

 Permata Hati

 Kalkulasi

 Resep

 Kisah Sejati

 Fit & Fresh

 Jelajah

 News

 Biblio

 Mode

 Cerpen

 Dekor

 Food & Place

 Etalase

 Keterampila n

 What‟s On

E. Sekilas Tentang Rubrik Mode Majalah Ummi 1. Pelaku Produksi

Sebagai majalah muslimah tentu Ummi tidak akan bisa lepas dari kebutuhan pembacanya akan pakaian. Pembaca pun banyak yang mengirimkan pertanyaan seputar cara berpakaian yang Islami. Karenanya Ummi menempatkan


(1)

Nama Informan : Indri Pangestuti Rahayu

Umur : 19 Tahun

Jurusan : Pendidikan Bahasa Inggris / FITK Waktu Wawancara : 26 April 2011, Pukul 16.00 WIB Tempat Wawancara : DPR di depan Perpustakaan Utama Interviewer : Noor Hidayati

1. Menurut anda bagaimana cara berjilbab model yang ada di majalah Ummi?

Fashionable dengan gaya – gaya modis membuat makin cantik. 2. Apakah busana gamis yang digunakan lebih cocok untk

bekerja atau ke pesta?

Bisa kedua – duanya, bisa dipakai untuk kerja juga ke pesta.

3. Bagaimana pendapat anda tentang warna-warni gamis yang digunakan model? Dan makna apa yang ada dibalik warna tersebut?

Warna gamis cukup menarik dan cerah. Warna biru melambangkan

ketenangan dan kepercayaan. Warna biru keabu-abuan

melambangkan kecerdasan dan intelegen. Sedangkan warna merah selain menyamarkan kegemukan juga melambangkan kekuatan dan keberanian.

4. Penilaian anda tentang sepatu yang digunakan model? Cocok, sederhana tapi elegan.

5. Apakah tas yang digunakan cocok untuk dipakai kerja atau lebih cocok untuk ke pesta?


(2)

(3)

Nama Informan : Fitriani Nur Hasanah

Umur : 18 Tahun

Jurusan : Akuntansi / FEB

Waktu Wawancara : 26 April 2011, Pukul 16.00 WIB Tempat Wawancara : DPR di depan Perpustakaan Utama Interviewer : Noor Hidayati

1. Menurut anda bagaimana cara berjilbab model yang ada di majalah Ummi?

Menurut saya cara berjilbab yang ada di majalah Ummi terlihat simpel dan menarik.

2. Apakah busana gamis yang digunakan lebih cocok untk bekerja atau ke pesta?

Menurut saya untuk bekerja.

3. Bagaimana pendapat anda tentang warna-warni gamis yang digunakan model? Dan makna apa yang ada dibalik warna tersebut?

Warna – warnanya cerah melambangkan keberanian, kedamaian dan intelek.

4. Penilaian anda tentang sepatu yang digunakan model? Sepatunnya manis dan terlihat shinny.

5. Apakah tas yang digunakan cocok untuk dipakai kerja atau lebih cocok untuk ke pesta?

Yang ada pada gambar pertama lebih pantasnya digunakan untuk ke pesta. Sedangkan yang ada pada gambar terakhir lebih pasnya digunakan untuk bekerja.


(4)

(5)

Nama Informan : Tieneke Syaraswati

Umur : 18 Tahun

Jurusan : Akuntansi / FEB

Waktu Wawancara : 26 April 2011, Pukul 16.00 WIB Tempat Wawancara : DPR di depan Perpustakaan Utama Interviewer : Noor Hidayati

1. Menurut anda bagaimana cara berjilbab model yang ada di majalah Ummi?

Pakai jilbabnya bagus dan rapi. Terlihat cantik dan menarik.

2. Apakah busana gamis yang digunakan lebih cocok untk bekerja atau ke pesta?

Busana yang digunakan cocok untuk bekerja.

3. Bagaimana pendapat anda tentang warna-warni gamis yang digunakan model? Dan makna apa yang ada dibalik warna tersebut?

Warnanya ga norak dan cocok untuk acara formal.

4. Penilaian anda tentang sepatu yang digunakan model? Sepatu yang digunakan model jenisnya sama, tapi tetap oke.

5. Apakah tas yang digunakan cocok untuk dipakai kerja atau lebih cocok untuk ke pesta?

Pada gambar pertama tas yang digunakan model lebih cocok untuk ke pesta dan pada gambar kedua tas yang digunakan lebih cocok untuk bekerja.


(6)