PENDAHULUAN Hubungan Tingkat Ekonomi Terhadap Partisipasi Politik Masyarakat Etnis Tionghoa Pada Pemilihan Kepala Daerah Langsung 2005 Kota Medan Di Lingkungan Vi Kelurahan Pusat Pasar Medan Kecamatan Medan Kota

Jurnal Wawasan, Juni 2006, Volume 12, Nomor 1 HUBUNGAN TINGKAT EKONOMI TERHADAP PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT ETNIS TIONGHOA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH LANGSUNG 2005 KOTA MEDAN DI LINGKUNGAN VI KELURAHAN PUSAT PASAR MEDAN KECAMATAN MEDAN KOTA Muryanto Amin Bobby Irwansyah Abstract : Indonesia as a democratic country still in course of transition look for the ideal democratization configuration. At June 2005, Indonesia executed a new political process for the first time in the history politics of Indonesia that is election of regional leader directly or recognized with the term “Pilkadasung”. This form is for straightening the democracy in Indonesia and as a solution problem of straightening democracy in Indonesia. This moment makes the dynamics progress to straightening of ideal democracy in Indonesia. Political participation of society is an important aspect for ideal democracy in a state. Democracy indicator determined by citizen participating in politics and governance. Prosperity a state, indication a positive correlation with its form of ideal democracy, where someone economic store level has an effect to their awareness to participate in political process, and poorness as one of the factor of resistor individual awareness forming society to be able to involve in political process. Tionghoa is one of the exist ethnic in Indonesia which majority is living in private sector and they have wide access for ownership of economics resource, and exactly have implication to its economics store level. But their involvement in politics very low and not significant. This article explores about the relation of level economic with political participation of Tionghoa ethnic society at Pilkadasung 2005 in Medan, based on Lingkungan VI Kelurahan Pusat pasar Medan, Kecamatan Medan kota. Keywords: relation of the economic store level with political participation

1. PENDAHULUAN

Demokrasi dianggap sebagai pemerintahan ideal yang terbaik untuk diterapkan di negara-negara di dunia yang diharapkan mampu menjawab permasalahan rakyat dan menegakkan kedaulatan rakyat. Seperti yang ditegaskan Dahl 1982: 7: “Demokrasi mengacu pada suatu ideal atau tipe khusus rezim yang nyata dalam artian ideal, demokrasi merupakan suatu kondisi tertib politik kenegaraan yang paling sempurna”. Indonesia sebagai sebuah negara yang berdaulat menganut paham demokrasi dalam sistem pemerintahannya, ini tercantum di dalam Pasal 1 Ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa: “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar”. Namun proses demokratisasi di Indonesia mengalami beberapa orde transisi di dalam mewujudkan pembangunan demokrasi yang ideal tersebut. Pada kenyataannya, wujud demokrasi hanya berada pada tataran yang imajiner, hal yang terasa sulit untuk diwujudkan. Ini terbukti dengan kondisi yang diadopsi dari berbagai negara yang ada di belahan dunia, yang selalu saja mengalami dilema permasalahan penegakan demokrasi khususnya di negara-negara berkembang. Dahl mengungkapkan 1982: 12: “Kriteria demokrasi ideal selalu menuntut berbagai hal sehingga tidak ada rezim aktual yang mampu memenuhinya secara utuh…ketika mencari demokrasi ideal maka tidak ada rezim yang demokratis”. Kebutuhan penegakan demokrasi di Indonesia pascareformasi mengalami perkembangan yang sangat pesat sampai pada tataran pemerintahan lokal daerah. Pada Juni 2005, Indonesia melakukan sebuah proses politik yang baru pertama kali dilakukan di dalam sejarah perpolitikan Indonesia yaitu pemilihan kepala daerah secara langsung atau disingkat Pilkadasung. 22 Amin dan Bobby Irwansyah, Hubungan Tingkat Ekonomi terhadap... Ini adalah bentuk proses perwujudan dan penegakan demokrasi di Indonesia. Di mana konteks ini menjadikan progres ke arah pencapaian demokratisasi ideal menjadi berdina-mika di Indonesia sebagai salah satu solusi dari permasalahan penegakan demokrasi di Indonesia. Pilkadasung diyakini sebagai jawaban dalam pemenuhan kebutuhan penegakan demokrasi langsung di dalam pemerintahan lokal sekaligus sebagai solusi dalam rangka mengembalikan supremasi rakyat dalam politik, dan legitimasi kekuasaan bagi calon terpilih kepala daerah akan semakin kuat yang didasarkan atas kedaulatan rakyat. Di mana permasalahan yang berdinamika dalam pemilihan kepala daerah ini akan mempengaruhi tingkat demokratisasi di daerah khususnya Kota Medan, ibukota Sumatera Utara; semakin tinggi partisipasi rakyat setempat dalam proses pemilihan kepala daerah, semakin tinggi pula tingkat demokratisasi di daerah tersebut. Kemakmuran sebuah negara mengindika-sikan korelasi yang positif dengan terwujudnya demokrasi yang ideal. Hal ini didukung oleh pendapat Lipset Lerner dalam Huntington dan Nelson, 1994: 27: “Adanya hubungan yang positif antara pembangunan ekonomi dan demokrasi juga hubungan antara modernisasi sosio-ekonomi dengan partisipasi politik”. Senada dengan itu, Azra 2002: 1 juga menyatakan: “Setidaknya salah satu prasyarat yang dapat membuat pertumbuhan demokrasi menjadi memberi harapan yaitu peningkatan kesejahteraan ekonomi rakyat secara keseluruhan, semakin sejahtera ekonomi sebuah bangsa maka semakin besar peluangnya untuk mengembangkan dan mempertahankan demokrasi.” Dengan kata lain, dalam konteks makro, asumsi yang dapat dibangun bahwa sebuah negara yang makmur, tentunya perwujudan demokrasi di negara tersebut akan cenderung lebih baik. Lipset dan Deutsch dalam Gaffar, 2005: 22 menyatakan: “Terdapat suatu keyakinan bahwa demokrasi baru akan berjalan dengan baik kalau ditopang oleh kondisi sosio-ekonomi yang kuat. Terutama dilihat dari besar-kecilnya pendapatan per kapita masyarakat...”. Dengan kata lain demokrasi akan terwujud dengan baik dalam sebuah negara yang makmur. Kemakmuran akan membawa kesadaran dari rakyat untuk terlibat langsung dalam politik dan pemerintahan. Hal ini menjadi hal yang riskan untuk terwujud. Partisipasi politik masyarakat merupakan indikator ukur tingkat atau wujud demokrasi yang ideal dalam sebuah negara, di mana pendapat Sastroatmodjo 1995: 67: “Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi....”. Dengan kata lain, faktor utama perwujudan demokrasi di dalam sebuah negara adalah partisipasi warganya dalam proses politik di negara tersebut. Partisipasi politik masyarakat adalah aspek penting dari demokratisasi. Di mana unsur demokrasi ditentukan oleh bagaimana kesadaran dari warga negara untuk berpartisipasi di dalam politik dan pemerintahan. Penelitian yang dilakukan Clark, dalam bukunya Menguak Kekuasaan dan Politik Di Dunia Ketiga , menyimpulkan bahwa negara-negara dunia ketiga yang sudah mengembangkan demokrasi melalui pemilu seperti India, Tanzania, Nigeria, Meksiko, dan Brasil, tingkat partisipasi politik masyarakatnya dalam pemilu rata-rata hanya mencapai 64,5 persen di mana masih belum mencapai seperti yang diharapkan 1985: 58 yang tentunya membutuhkan penggalian kembali atau penelitian yang berkesinambungan. Pengaruh tingkat ekonomi individu di dalam masyarakat sebagai unsur pembentukan partisipasi politik individu tersebut dalam konteks mikro mempunyai korelasi antara keduanya. Surbakti 2003: 144 menyatakan: “Seseorang yang memiliki status sosial dan status ekonomi yang tinggi diperkirakan tidak hanya memiliki pengetahuan politik, tetapi juga mempunyai minat dan perhatian pada politik, serta sikap dan kepercayaan terhadap pemerintah”. Kemudian pendapat Surbakti 2003: 232: “Masyarakat yang miskin dalam sumber- sumber ekonomi akan mengalami kesukaran untuk memenuhi tuntutan dan harapan masyarakatnya yang akan menyebabkan timbulnya frustrasi dan keresahan...yang pada gilirannya melumpuhkan demokrasi.” Ungkapan tersebut menggambarkan bahwa kemiskinan adalah salah satu faktor penghambat kesadaran individu yang membentuk masyarakat untuk dapat terlibat di dalam politik dan pemerintahan yang dapat menimbulkan akses lumpuhnya demokratisasi di dalam sebuah negara. 23 Jurnal Wawasan, Juni 2006, Volume 12, Nomor 1 Etnis Tionghoa adalah salah satu etnis yang ada di Indonesia. Generasi pertamanya berasal dari pelabuhan Xiamen Provinsi Fujian, berlayar menuju Singapura dan Indonesia untuk mencari kehidupan yang lebih baik, yang pada kenyataannya mereka mengalami perjuangan yang keras dan penderitaan. Selang beberapa tahun kemudian, mereka berhasil melakukan pembangunan dan perubahan di antaranya menjadi pengusaha dan bankir ternama. Sedemikian suksesnya warga etnis Tionghoa tersebut dalam bidang ekonomi, sehingga muncul pendapatstigma yang beredar dalam masyarakat bahwa tiga persen warga Tionghoa menguasai 70 perekonomian Indonesia Wibowo, 2000: xv. Diskriminasi terhadap mereka dari berabagai pihak juga terkadang kerap terjadi, mata pencaharian mereka kebanyakan bergerak di sektor perdagangan dan bisnis, secara tidak langsung tingkat ekonomi mereka lebih tinggi dari etnis-etnis lain, kebanyakan dikarenakan akses terhadap pemilikan sumber-sumber daya yang mereka kuasai dan mereka kelola. Keterlibatan mereka di dalam politik bisa dikatakan sangat minim atau rendah, walaupun pada masa reformasi ini ada sedikit peningkatan seperti selama pemilu legislatif. Sejumlah media mencatat setidaknya terdapat 150 caleg Tionghoa, meskipun pada akhirnya hanya sebagian kecil yang berhasil mendapatkan kursi. Di berbagai daerah muncul berbagai kreasi partisipasi politik yang dulu terasa minim sekali. Mulai dari peningkatan keanggotaan partai politik, inisiatif debatdiskusi politik oleh Asosiasi Tionghoa, kampanye partai politik, sampai sosialisasi proses pemilu, namun belum signifikan dan seperti yang diharapkan Kompas, 2004: 2. Salah satu kelurahan di Kota Medan yang mempunyai penduduk mayoritas etnis Tionghoa adalah Kelurahan Pusat Pasar Medan Kecamatan Medan Kota. Kelurahan Pusat Pasar Medan terdiri dari sembilan lingkungan dengan jumlah penduduk keseluruhan 6007 orang. Mayoritas mata pencaharian penduduk di Kelurahan Pusat Pasar tersebut adalah berdagang, ini dapat dilihat dari jumlah penduduk yang berprofesi sebagai pedagang dan pengusaha sebanyak 5183 orang. Dari semua uraian di atas disimpulkan bahwa partisipasi politik mempunyai keterkaitan dengan tingkat ekonomi seseorang di mana semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang maka partisipasi politik dari orang tersebut akan cenderung lebih tinggi. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan pembuktian dengan jalan penelitian, dengan obyek yang diteliti adalah etnis Tionghoa dan momen partisipasi politiknya adalah Pilkadasung. Peneliti akan melakukan penelitian korelasional antara tingkat ekonomi terhadap partisipasi politik. Hal ini menarik mengingat obyek penelitian cenderung mempunyai tingkat ekonomi yang tinggi namun partisipasi politiknya masih diragukan. 2. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah tersebut permasalahan utama dari penelitian ini adalah: apakah ada hubungan tingkat ekonomi terhadap partisipasi politik masyarakat etnis Tionghoa pada Pemilihan Kepala Daerah Langsung 2005 Kota Medan di Lingkungan VI Kelurahan Pusat Pasar Kecamatan Medan Kota? Sehubungan dengan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menguji adanya hubungan tingkat ekonomi terhadap partisipasi politik masyarakat etnis Tionghoa pada Pilkadasung 2005 Kota Medan di Lingkungan VI Kelurahan Pusat Pasar Kecamatan Medan Kota. 2. Melihat besaran hubungan tingkat ekonomi terhadap partisipasi politik masyarakat etnis Tionghoa pada Pilkadasung 2005 Kota Medan di Lingkungan VI Kelurahan Pusat Pasar Medan Kecamatan Medan Kota. 3. Melihat polarisasi hubungan di antara unsur-unsur tingkatan ekonomi individu terhadap partisipasi politik individu tersebut secara kolektif. 3. URAIAN TEORI Ekonomi adalah cabang dari ilmu sosial yang berobyek pada individu dan masyarakat. Menurut terminologinya, Silk dalam Rosyidi 1996: 27 menyatakan: “Ilmu ekonomi adalah suatu studi tentang kekayaan wealth dan merupakan suatu bagian yang penting daripada studi tentang manusia. Hal ini disebabkan karena sifat manusia yang telah dibentuk oleh kerjanya sehari-hari, serta 24 Amin dan Bobby Irwansyah, Hubungan Tingkat Ekonomi terhadap... sumber-sumber material yang mereka dapatkan”. Unsur kekayaan menjadi ukuran di dalam studi tentang ekonomi di mana unsur kekayaan dan sumber sumbernya merupakan kunci akses di dalam pemenuhan tingkatan kebutuhan manusia. Dengan kekayaan maka pemenuhan kebutuhan akan tercapai, di mana semakin kaya seseorang maka akan semakin tinggi kemampuannya untuk memenuhi tingkatan kebutuhannya. Kemudian definisi dari status ekonomi atau tingkat ekonomi, Surbakti 2003: 144 berpendapat bahwa: “Yang dimaksud status ekonomi ialah kedudukan seseorang di dalam pelapisan masyarakat berdasarkan pemilikan kekayaan”. Faktor kekayaan tersebut merupakan dasar penentuan pelapisan seseorang di dalam masyarakat berdasarkan status ekonominya. Sastroatmodjo 1995: 15 juga mengungkapkan: “Status ekonomi adalah kedudukan seorang warga negara dalam pelapisan sosial yang disebabkan oleh pemilikan kekayaan”. Pemilikan kekayaan di dalam masyarakat sebagai dasar di dalam menentukan tinggi rendahnya status ekonomi individu di dalam masyarakat. Partisipasi politik diartikan oleh Huntington dan Nelson 1990: 6: “Sebagai suatu kegiatan warga negara preman private citizen yang bertujuan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah”. Surbakti 2003: 140 menyatakan: “Partisipasi politik ialah keikutsertaan warga negara biasa dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut atau mempengaruhi hidupnya”. Kemudian Mc Closcy dalam Budiardjo, 1998: 2 berpendapat: “Partisipasi adalah kegiatan secara pribadi dan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung dalam proses pembentukan kebijakan umum”. Pada kenyataannya, kalau kita merujuk pada perkembangan demokratisasi negara-negara di dunia, negara-negara dunia ketiga lebih banyak mengalami permasalahan penegakan demokrasi dibanding dengan negara-negara maju. Dari berbagai penelitian yang dilaksanakan di negara dunia ketiga, banyak terdapat permasalahan rendahnya wujud demokratisasi sehingga dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa negara dunia ketiga adalah kelompok negara yang pertumbuhan ekonomi atau tingkat ekonomi negaranya cenderung terbelakang dibanding negara maju. Maka dari fakta ini sebenaranya ada keterkaitan antara tingkat ekonomi atau pertumbuhan ekonomi sebuah negara dengan wujud penegakan demokrasi di negara tersebut. Dengan kata lain, perwujudan demokrasi di sebuah negara ditentukan oleh bagaimana kondisi ekonomi negara tersebut. Dapat dikatakan bahwa kemakmuran sebuah negara mengindikasikan sebuah korelasi yang positif dengan terwujudnya demokrasi yang ideal dan ini didukung oleh pendapat beberapa ahli seperti yang diungkapkan Lipset Lerner dalam Huntington dan Nelson, 1993: 27: “Adanya hubungan yang positif antara pembangunan ekonomi dan demokrasi juga hubungan antara modernisasi sosio-ekonomi dengan partisispasi politik”. Selain itu ditegaskan juga oleh Azyumardi 1993: 1: “Setidaknya salah satu prasyarat yang dapat membuat pertumbuhan demokrasi menjadi memberi harapan yaitu peningkatan kesejahteraan ekonomi rakyat secara keseluruhan, semakin sejahtera ekonomi sebuah bangsa maka semakin besar peluangnya untuk mengembangkan dan mempertahankan demokrasi.” Begitu banyak pendapat para ahli yang menyatakan bahwa ekonomi sebagai sebuah aspek di dalam wujud demokratisasi di sebuah negara, bahkan ada yang fanatis mengatakan bahwa pembangunan ekonomi adalah salah satu keharusan di dalam menegakkan sebuah negara demokrasi. Seperti ungkapan Lipset dan Deutsch dalam Gaffar, 2005: 22 berikut: “Terdapat suatu keyakinan bahwa demokrasi baru akan berjalan dengan baik kalau ditopang oleh kondisi sosio-ekonomi yang kuat. Terutama dilihat dari besar-kecilnya pendapatan per kapita masyarakat...”. Ungkapan ini berderivasi dari penelitian yang dilakukan Lipset dan Deustch di Amerika Serikat dengan kajian perilaku warga negara dalam Pemilihan Umum di mana dari penelitian yang dilakukan tersebut ditemukan suatu pola bahwa pendapatan, pendidikan, dan status sosial merupakan faktor penting dalam proses partisipasi atau dengan kata lain yang pendapatannya tinggi, yang pendidikannya tinggi dan yang berstatus sosial tinggi, cenderung untuk lebih banyak berpartisipasi daripada orang yang berpendapatan serta pendidikannya rendah Budiardjo, 1998: 9. Hasil penelitian yang dilakukan Prewitt dan Verba pada tahun 1993 25 Jurnal Wawasan, Juni 2006, Volume 12, Nomor 1 menunjukkan, ada beberapa hal yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam politik. Hal yang paling pokok adalah: 1 tingkat pendidikan, 2 income penghasilan, 3 ras dan etnisitas, 4 jenis kelamin, dan 5 usia J. Geovani, 2004: 2. Dari penelitian yang dilakukan tersebut salah satu hal yang pokok di dalam mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam politik adalah pendapatan income, yaitu salah satu elemen dasar dari ekonomi. Kemudian penelitian lainnya yang pernah dilakukan yang berkaitan dengan status ekonomi dan partisipasi politik di antaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Sidney Verba dan Norman H. Nie yang meneliti mengenai keadaan di Amerika Serikat. Penelitian tersebut bertema Political Participation in America di mana hasil dari penelitian ini melihat bahwa orang-orang kota lebih banyak memberikan suara daripada orang-orang desa dan orang yang berpendapatan tinggi cenderung untuk lebih banyak berpartisipasi dari orang yang berpendapatan rendah. Hasil penelitian ini kemudian diperkuat, ditindaklanjuti, dan dianalisis kembali oleh Deustch dalam penelitiannya yang berjudul Politics and Government . Ia mengambil kesimpulan bahwa di Amerika Serikat sepertiga dari kelompok warga negara yang paling tinggi status serta pendapatannya, mengadakan partisipasi enam kali lebih banyak daripada sepertiga dari kelompok warga negara yang paling rendah dan memperoleh dua kali lebih banyak tanggapan positif dari pemerintah Budiardjo, 1998: 9. Namun ada juga pendapat ahli yang tidak sepenuhnya mendukung konsep atau kesimpulan di atas. Penelitian yang dilakukan oleh Huntington dan Nelson dalam bukunya yang berjudul Partisipasi Politik di Negara Berkembang , menyoroti hubungan antara pembangunan ekonomi di sebuah negara berkembang dengan tingkat partisipasi politik masyarakatnya. Salah satu penjelasan dari hasil penelitiannya adalah tingkat pembangunan sosio-ekonomi yang lebih tinggi di sebuah negara memang mengakibatkan tingkat partisipasi politik yang lebih tinggi, tetapi hal itu tidak selamanya benar. Banyak faktor lain sebagai penentu di dalam menentukan tinggi rendahnya partisipasi politik, bahkan akan sangat mungkin pembangunan sosio-ekonomi yang tinggi mengakibatkan sebuah partisipasi politik yang dimobilisasi, yang sebenarnya adalah semu, yang menjurus kepada partisipasi politik yang rendah dan buruk seperti yang banyak terjadi di negara-negara berkembang Huntington dan Nelson, 1990: 59. Penelitian yang dilakukan dalam rangka untuk menggali dan mengetahui pola kehidupan sosial dan politik etnis Tionghoa juga dilakukan oleh beberapa ahli di antaranya Cristine Sujhana Tjhin 2004: 2, seorang peneliti di Centre for Strategic and International Studies CSIS yang mana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pola partisipasi politik yang dilaksanakan warga etnis Tionghoa tersebut tidak lain sebatas memperlancar dan memenuhi tujuan dan kepentingan mereka saja. Dari data tersebut tersirat bahwa tujuan partisipasi politik warga etnis Tionghoa tersebut tidak terlepas dari meningkatkan status ekonominya, walaupun secara tidak langsung ini menunjukkan sebuah korelasi yang tentunya harus digali kembali dengan penelitian yang akan dilakukan di dalam kancah penelitian. 4. PERUMUSAN HIPOTESIS Sebelum merumuskan hipotesis terlebih dahulu diketahui kerangka konseptual yaitu kerangka berpikir buatan penulis yang ditujukan untuk menggambarkan paradigma hubungan di antara variabel berdasarkan teori tertentu yang ditujukan untuk merumuskan hipotesis Usman dan Akbar, 2004: 33. Penelitian yang dilakukan oleh Sidney Verba dan Norman H. Nie yang meneliti mengenai keadaan di Amerika Serikat, bertema Political Participation in America, melihat bahwa orang-orang kota lebih banyak memberikan suara daripada orang-orang desa dan orang yang berpendapatan tinggi cenderung lebih banyak berpartisipasi dari orang yang berpendapatan rendah. Hasil penelitian ini kemudian diperkuat dan dianalisis lagi oleh Deustch dalam penelitian yang berjudul Politics and Government di Amerika Serikat, bahwa sepertiga dari kelompok warga negara yang paling tinggi status serta pendapatannya mengadakan partisipasi enam kali lebih banyak daripada sepertiga dari kelompok warga negara yang paling rendah, dan memperoleh dua kali lebih banyak tanggapan positif dari pemerintah Budiardjo, 1998: 9. 26 Amin dan Bobby Irwansyah, Hubungan Tingkat Ekonomi terhadap... 27 Dalam hal ini penulis membuat kerangka konseptual yang menyatakan adanya pengaruh hubungan antara tingkat ekonomi terhadap partisipasi politik masyarakat yang digambarkan sebagai berikut: Gambar 1: HubunganPengaruh Tingkat Ekonomi terhadap Partisipasi Politik Masyarakat Partisipasi Politik Masyarakat Y Tingkat Ekonomi X xy r Kemudian dari kerangka konseptual tersebut dirumuskanlah hipotesis penelitian ini sebagai berikut: Ada hubungan yang signifikan antara tingkat ekonomi terhadap partisipasi politik masyarakat. Namun untuk keperluan pengujian hipotesis dibutuhkan dua alternatif hipotesis untuk dirumuskan. Maka untuk memenuhi syarat pengujian tersebut penulis merumuskannya sebagai berikut: Secara statistik dinyatakan sebagai berikut: Ho : μ = 0 Tidak ada hubungan tingkat ekonomi terhadap partisipasi politik masyarakat Ha : μ ≠ 0 Ada hubungan tingkat ekonomi terhadap partisipasi politik masyarakat 5. METODOLOGI 5.1 Bentuk, Populasi, dan Sampel Penelitian

Dokumen yang terkait

Politik Organisasi Pemuda Tingkat Lokal: Kasus Keterlibatan Organisasi Pemuda dalam Pemilihan Kepala Daerah Langsung 2005 di Kota Medan

5 116 193

Perbandingan Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Medan Putaran I Dan II Tahun 2010 Di Kecamatan Medan Denai

1 37 82

Hubungan Tingkat Ekonomi Terhadap Partisipasi Politik Pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013 Di Lingkungan V Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan

0 31 144

Partisipasi Politik Masyarakat Karo Pada Pemilihan Kepala Daerah Kota Medan Tahun 2010 (Studi Kasus: Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan)

2 71 90

Tingkahlaku Politik Etnis Tionghoa Dalam Pemilihan Kepala Daerah 2010 Di Kelurahan Pusat Pasar Medan Kota

0 50 99

Partisipasi Politik Masyarakat Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Medan Tahun 2010-2014 Di Kecamatan Medan Denai.

9 67 76

Pengaruh Partisipasi Masyarakat Terhadap Pembangunan Kebersihan Kota Medan

0 31 80

Perilaku Pemilih Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Perilaku Pemilih Etnis Tionghoa Pada Pemilihan Umum Legislatif kota Medan Tahun 2014, di Kelurahan Sekip, Kecamatan Medan Petisah, Kota Medan)

0 7 94

HUBUNGAN TINGKAT EKONOMI TERHADAP PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT ETNIS TIONGHOA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH LANGSUNG 2005 KOTA MEDAN DI LINGKUNGAN VI KELURAHAN PUSAT PASAR MEDAN KECAMATAN MEDAN KOTA Muryanto Amin Bobby Irwansyah Abstract: Indonesia as a

0 0 18

Politik Organisasi Pemuda Tingkat Lokal: Kasus Keterlibatan Organisasi Pemuda dalam Pemilihan Kepala Daerah Langsung 2005 di Kota Medan

0 2 18