Pendahuluan Kota adalah bagian dari ketinggian peradaban

15 PRINSIP DAN KONSEP PERANCANGAN KOTA PADA KAWASAN RAWAN BENCANA TSUNAMI KASUS: KOTA-KOTA PANTAI BARAT DAYA ACEH Achmad Delianur Nasution Program Studi Magister Teknik Arsitektur Sekolah Pascasarjana USU Abstrak. Salah satu permasalahan terpenting pasca bencana Tsunami Aceh adalah bagaimana melakukan pembangunan kembali kota-kota yang tanggap terhadap bencana tsunami namun tetap dapat memberikan kenyamanan dan kemakmuran kepada kehidupan penduduknya. Makalah ini akan membahas kota-kota pesisir barat daya Aceh pasca Tsunami berdasarkan perspektif konsep kota yang tanggap bencana tsunami dan teori- teori perancangan kota, dikaitkan dengan data-data tentang tingkat kerusakan di lapangan. bahwa perancangan kembali kawasan dan kota-kota pesisir Aceh ini dapat menjadi ruang di mana manusia dapat memenuhi kebutuhan fisik dan spritualnya sekaligus melindungi warga dari bencana alam yang mungkin akan berulang, minimal mengurangi resiko kerusakan. Katakunci : Bencana Tsunami, Perancangan Kota, Aceh Barat Daya

1. Pendahuluan Kota adalah bagian dari ketinggian peradaban

umat manusia. Peradaban dunia juga lahir dan besar di kota-kota besar kuno zaman dahulu. Kenneth Clark 1959 mengatakan bahwa peradaban civilization tercapai ketika manusia dapat memperoleh penghidupan yang layak dan terbebas dari apa yang disebutnya sebagai ‘day to day struggle the existence and the night to night struggle from the fear’. Semua itu dapat dicapai dengan adanya keseimbangan kualitas antara pikiran dan perasaan, suatu kesempurnaan di mana dapat tercapai keadilan, keindahan fisik dan sebagainya. Berbagai konsep dalam mengakomodasi dan mengembangkan peradaban manusia dalam suatu wadah bernama ‘kota’ telah berkembang sejak perencanaan kota-kota klasik, kota-kota Medieval, Renaisance, hingga pemikiran dan konsep kota-kota modern abad ke 21. Tetapi seperti apapun konsep yang diterapkan, kota dapat porak poranda seketika jika Tuhan berkehendak. Kota Pompeii yang makmur dan sejahtera terkubur seketika saat gunung Vesuvius meletus pada pagi hari tanggal 24 Agustus 1979. Sejak tahun 1946 enam Tsunami telah membunuh hampir 500 orang dan merusak ratusan juta dollar properti di Alaska, Hawaii dan sepanjang Pantai Barat Amerika Serikat. Gempa di pesisir Chile tahun 1960 menghancurkan sebagian dari Chile dan menaikkan bongkahan tanah seukuran California dari bawah laut setinggi 30 kaki 9,144 m. Gempa tersebut diiringi oleh rentetan tsunami yang mengakibatkan keusakan di berbagai pulau di Pasifik, termasuk Hilo, Hawaii dan Jepang. Terakhir, beberapa kota pesisir di Indonesia, Malaysia, Thailand, India, Shrilanka, Maladewa luluh lantak akibat gempa dan gelombang Tsunami Minggu pagi 26 Desember 2005. Di Indonesia, beberapa kota pesisir di pantai barat daya Aceh termasuk yang paling parah kerusakannya, mencapai 80 dari seluruh kota. Universitas Sumatera Utara 16 Marco Kusumawijaya, seorang pengamat perkotaan Indonesia, dalam salah satu tulisannnya di majalah nasional Tempo beberapa waktu lalu mengungkapkan : “... membangun kembali Aceh bukan hanya membangun kembali rumah- rumah, melainkan kota-kota. Dan sebuah kota tidak sama dengan penjumlahan kuantitatif rumah-rumah. Kota itu merekam, dan adalah wujud material masyarakatnya. Meskipun apa yang di permukaannya telah hancur, denahnya yang tersisa adalah sebuah jejak yang mengandung kenangan, struktur, hubungan dengan alam dan sejarah, dengan geografi dan biografi. Dan semua itu mendekam dalam kenangan masyarakat. Kini waktunya menambah di atas jejak itu, ke dalam sistem itu, yang menyikapi bencana alam sebagai sesuatu yang niscaya, seperti flu atau hujan, hanya dengan frekuensi yang lebih jarang.” Marco Kusumawijaya , 2005 Dengan pengalaman bencana maha dahsyat ini, kita mestinya dapat mengembangkan ide-ide konstruktif untuk membangun kota dan mempertahankannya sebagai wadah peradaban kita. Makalah ini akan membahas kota-kota pesisir barat daya Aceh pasca Tsunami berdasarkan teori-teori perancangan kota, dikaitkan dengan data-data tentang tingkat kerusakan di lapangan. Dengan satu tujuan, bahwa pembangunan kembali kawasan dan kota- kota pesisir Aceh ini dapat menjadi ruang di mana manusia dapat memenuhi kebutuhan fisik dan spritualnya sekaligus melindungi warga dari bencana alam yang mungkin akan berulang, minimal mengurangi resiko kerusakan.

2. Bencana Tsunami