17
Aceh dan Sumatera Utara. 7 Prinsip yang dimuat dalam buku tersebut adalah :
1. Kenali risiko Tsunami di daerah anda 2. Hindari pembangunan baru di daerah
terpaan Tsunami untuk mengurangi korban di masa mendatang
3. Atur pembangunan baru di daerah terpaan Tsunami untuk memperkecil
kerugian di masa mendatang 4. Rancang dan bangun-bangunan baru
untuk mengurangi kerusakan 5. Lindungi pembangunan yang telah ada
dari kerugian Tsunami dengan membangun kembali, perencanaan dan
pemanfaatan kembali 6. Ambil tindakan pencegahan khusus
dalam mengatur dan merancang infrastruktur dan fasilitas utama untuk
mengurangi kerusakan 7. Rencanakan evakuasi
Dalam bahasan tentang perencanaan tata guna lahan ditetapkan 5 strategi sbb. :
1. Daerah yang paling rawan bencana tsunami diperuntukkan sebagai ruang terbuka
2. Mengambil alih daerah bahaya tsunami untuk fungsi ruang terbuka
3. Pembatasan pembangunan melalui peraturan tata guna lahan
4. Mendukung perencanaan tata guna lahan melalui perencanaan peningkatan modal dan
anggaran 5. Menyesuaikan program-program lain dan
persyaratannya
3. Prinsip-Prinsip Perancangan Kota 3.1 Tujuan Perancangan Kota
Spreiregen 1965 menyebutkan bahwa pada prinsipnya tujuan perancangan kota adalah :
- Membuat kota lebih manusiawi
- Menghubungkan bentuk fisik kota
dengan keadaan alam, misal : orientasi -
Menselaraskan urban dengan alam -
Menciptakan ruang-ruang kota yang berkualitas
- Menjadikan kota sebagai suatu
pelabuhan keanekaragaman
3.2 Dimensi Alam Dalam Perancangan
Kota Michael Hough 1989 mengutip McHarg,
Lewis dan ahli-ahli lingkungan kota lainnya mengemukakan adannya keterhubungan antara
proses kehidupan dengan proses fisik bumi, iklim, air, tumbuhan, dan binatang; suatu
tranformasi terus menerus dari materi yang hidup maupun tak hidup; elemen-elemen ini
menjadi bagian dari keberlanjutan bumi dan menjadi dasar dari bentuk lingkungan binaan.
Doktrin perancangan pada awal arsitektur modern seperti “Form Follow Function” tidak
lagi dapat menjadi satu-satunya dasar bagi bentuk lingkungan binaan. Prinsip “Design with
Nature” kini telah menjadi bagian dari praktik- praktik perancangan sehingga dapat lebih
menyesuaikan dengan proses perkembangan alam.
Hal ini sesuai dengan tujuan perancangan kota yang di kemukakan oleh Spreiregen 1965,
yaitu menselaraskan urban dengan alam, dimana kota menjadi tempat manusia meningkatkan
kualitas kehidupan dan membangun peradabannya.Oleh Karena itu menurut Hough
1989 dasar-dasar dari bentukan perancangan kota secara fisik adalah proses alam.
Shirvani 1985 menyebutkan bahwa dimensi alam dalam perancangan kota terdiri dari :
- Iklim kota dan kualitas udara.
Menyangkut iklim kota baik secara makro ataupun mikro serta faktor-faktor
penyebab dan penghindaran terhadap polusi udara, seperti kepadatan
lalulintas, limbah industri, sampah kota dan lain-lain.
Iklim makro dalam kasus Indonesia khususnya Aceh adalah beriklim tropis
sedangkan iklim mikro sangat bergantung kepada bentukan bangunan
yang dapat mengarahkan angin di suatu lingkungan binaan, material penutup
tanah yang dapat mempengaruhi suhu, serta tanaman yang dapat
mempengaruhi arah angin dan suhu lingkungan dan polusi udara.
- Energi dan cahaya matahari.
Menyangkut penggunaan energi
Universitas Sumatera Utara
18 matahari dan akses kepada cahaya
matahari. Dalam kasus iklim tropis hal ini bukan menjadi maslah besar karena
matahari bersinar sepanjang tahun. Oleh karena itu dapat berpotensi sebagai
sumber energi yang terbarui terutama untuk daerah pantai bersama-sama
energi angin.
- Geologi dan tanah kota. Merancang
kota tidak hanya mempertimbangkan apa yang terlihat dipermukaan tanah
tetapi juga harus mempertimbangkan apa yang ada dibawah permukaan tanah
serta sifat-sifat tanah seperti kekuatan tanah, potensi longsor, daerah resapan
air, daerah genangan banjir, daerah rawan gempa dan lain-lain. Untuk
pengendalian pada tempat-tempat berbahaya, perancangan kota perlu
perangkat pengendalian berupa kebijakan pemerintah, sehingga
masyarakat tidak tinggal didaerah rawan bencana. Hal ini dapat dilakukan dengan
cara sosialisasi, insentif pajak, dan peraturan daerah.
Dalam konteks kawasan Pantai Barat Aceh, perlu ada peraturan daerah yang
mengatur tentang tata guna lahan dan bangunan pada kawasan yang rawan
gempa dan tsunami. Serta adanya sistem peringatan dini tentang bencana.
- Hidrologi dan kualitas air kota.
Penyediaan air bersih dan sistem air kotor kota yang efektif serta
pengontrolan polusi air merupakan persoalan umum didaerah perkotaan.
Pembangunan kota pada umumnya akan memerikan efek pada pola penyerapan
air tanah, genangan serta aliran air. Spirn 1980:102 dalam Shirvani
1985:87 menyebutkan bahwa “natural drainage system” yang telah dibangun di
Woodland, Texas, telah melindungi warga dari banjir dan memberikan air
dengan kulitas tinggi dengan biaya yang lebih murah. Salah satu cara yang
digunakan dalam sisitem ini adalah dengan sesedikit mungkin merusak
vegetasi dan kontur tanah eksisiting sehingga dapat mempertahankan
permeabilitas tanah. Pada iklim tropis lembab dan basah seperti Indonesia,
vegetasi mempunyai peranan penting dalam proses penyerepan dan
pengendalian air permukaan berupa air hujan dan banjir, sehingga
mempertahankan vegetasi dan pepohonan eksisiting serta seminimal
mungkin merubah kontur merupakan salah satu prinsip perancangan kota
yang penting diterapkan di daerah rawan tsunami.
- Vegetasi Kota. Mengingat manfaatnya
yang banyak terhadap manusia dan lingkungan, peranan vegetasi dan
pepohonan dalam perancangan kota adalah merupakan suatu hal yang
mendasar dan universal. Penerapannya harus terintegrasi dengan dan
perencanaan hutan kota dan regional baik pada tingkat kebijakan dan
pelaksanaan fisik.
- Kehidupan alamliar di Kota. Dalam
perancangan kota kehidupan alamliar adalah suatu hal yang harus diambil
peduli, karena mereka berperan dalam keseimbangan ekosistem. Perusakan
keseimbangan ekosistem secara langsung maupuntidak langsung akan
berakibat kepada manusia walaupun baru disadari dalam jangka panjang.
Dalam prespektif pembahasan perancangan kota dari dimensi alam, tsunami bukan semata-mata
dilihat sebagai bencana, tetapi sebagai suatu proses fisik alam, dimana manusia harus dapat
mengambil kaedah dan faedah sehingga dapat membentuk suatu lingkungan binaan yang
tanggap terhadap proses alam. Dalam pembahasan ini secara khusus ditujukan untuk
menentukan prinsip atau kriteria perancangan kota yang tanggap terhadap tsunami.
3.3 Dimensi Manusia Dalam Perancangan Kota