Analisis Teoritik Umur Pahat

21 memperkecil sudut potong utama κ r akan menurunkan tebal geram sebelum terpotong h dan menaikkan lebar geram b. Akan tetapi, pemakaian sudut potong utama yang kecil tidak selalu menguntungkan sebab akan menaikkan gaya radial Fx. Gaya radial yang besar mungkin menyebabkan lenturan yang terlalu besar ataupun getaran chatter sehingga menurunkan ketelitian geometrik produk dan hasil pemotongan terlalu kasar. Tergantung pada kekakuan stiffness benda kerja dan pahat serta metode pencekaman benda kerja serta geometri benda kerja. Sudut geram mempengaruhi proses pembentukan geram pada proses pemotongan orthogonal. Untuk suatu kecepatan potong tertentu, sudut geram yang besar akan menurunkan rasio pemampatan tebal geram λ h yang mengakibatkan kenaikan sudut geser Ф. Jenis material benda kerja juga akan mempengaruhi pemilihan sudut geram. Pada prinsipnya, untuk material yang lunak dan ulet soft ductile memerlukan sudut geram yang besar untuk mempermudah proses pembentukan geram, sebaliknya bagi material yang keras dan rapuh hard brittle memerlukan sudut geram yang kecil atau negatif untuk memperkuat pahat.

2.4 Analisis Teoritik Umur Pahat

Kerjaenergi mekanik dalam proses pemotongan yang bebas getaran seluruhnya diubah menjadi panaskalor. Energi mekanik per satuan waktu atau daya mekanik yang diubah menjadi energi panas persatuan waktu tersebut dapat dituliskan sebagai berikut : W Q Q Q Q sh t ; α γ + + = ..……………2.27 Universitas Sumatera Utara 22 dimana, Q t = Panas total yang dihasilkan perdetik W atau s J v F Q v sh ; 60 . = ……...…………2.28 Q sh = panas yang dihasilkan perdetik pada bidang geser, W atau s J v F Q s s ; 60 . = γ ………..….………2.29 Q γ = Panas yang dihasilkan perdetik pada bidang geram, W atau s J v F Q c ; 60 . γ α = .….……………...2.30 Q α = Panas yang dihasilkan perdetik pada bidang utama Berdasarkan hasil penelitian pada berbagai kondisi pemotongan, prosentase panas yang dihasilkan pada bidang geser, bidang geram dan bidang utama masing-masing berkisar diantara harga 80, 18 dan 2. Panas tersebut sebagian akan terbawa geram, sebagian mengalir menuju ke pahat dan benda kerja dengan prosentase sebagai berikut : W Q Q Q Q w s c t ; + + = ………………………2.31 dimana, Q c = panas yang terbawa oleh geram dengan prosentase sekitar 75, Q s = panas yang merambat melalui pahat dengan prosentase sekitar 20 Q w = panas yang merambat melalui benda kerja dengan prosentase sekitar 5 Semakin tinggi kecepatan potong semakin besar prosentase panas yang terbawa oleh geram. Panas total yang ditimbulkan permenit dapat dihitung dari rumus berikut : Universitas Sumatera Utara 23 min, ; . . J v A k Q s t = ……………………….2.32 dimana, k s . A = F v = gaya potong ; N k s = gaya potong spesifik ; Nmm 2 A = penampang geram ; mm 2 v = laju pemotongan ; mmin Panas yang terbawa oleh geram adalah : min ; . . J c W Q w c c θ ∆ = ……………………..2.33 dimana, c θ ∆ = kenaikan temperatur geram; o K. W = berat geram yang terbentuk permenit; gmin = w w v A Z ρ ρ . . . = Z = kecepatan pembentukan geram; dm 3 min ρ w = berat spesifik material benda kerja; gdm 3 c w = panas spesifik benda kerja ; Jg.K Apabila η q menyatakan rasio panas yang dibuang oleh geram terhadap panas total yang dihasilkan proses pemotongan, maka : v A k c v A Q Q s w w c t c q . . . . . . ρ θ η ∆ = = …………………………..2.34 s vw c s w w c q k c k c . . . θ ρ θ η ∆ = ∆ = ………………………….2.35 dimana, c vw = panas spesifik volumetric benda kerja; Jcm 3 K. Dengan demikian temperatur geram relatif terhadap temperatur bneda kerja paling tinggi hanya akan mencapai : Universitas Sumatera Utara 24 vw s c c k = ∆ θ ; o C …………………………..….2.36 yaitu bila harga η q mencapai satu umumnya berharga 70 s.d. 75. Persamaan di atas menyatakan bahwa benda kerja mempunyai gaya potong spesifik yang rendah serta panas spesifik volumetrik yang tinggi akan mneghasilkan temperatur geram yang relatif rendah. Meskipun prosentase panas yang terbawa geram sangat tinggi tidaklah berarti bahwa temperatur geram mnejadi lebih tinggi daripada temperatur pahat. Panas mengalir bersama-sama geram yang selalu terbentuk dengan kecepatan tertentu, sedangkan panas yang merambat melalui pahat terjadi sebagai proses konduksi panas yang dipengaruhi oleh konduktivitas panas material pahat serta penampang pahat yang relatif kecil. Dengan demikian temperatur rata-rata pahat akan lebih tinggi kurang lebih dua kalinya daripada temperatur rata-rata geram. Gambar di bawah akan menunjukkan temperatur pahat pada bidang geram yang ‘bergesekan’ dengan geram, temperatur rata-rata geram, serta temperatur benda kerja, sebagai fungsi dari laju pemotongan dalam proses mengefreis. Gambar 2.8 Garis-garis isoterm pada geram dan pahat sewaktu proses pemotongan berlangsung. Universitas Sumatera Utara 25 Hampir seluruh energi pemotongan diubah menjadi panas melalui proses gesekan, antara geram dengan pahat dan antara pahat dengan benda kerja, serta proses perusakan molukuler atau ikatan atom pada bidang geser shear plane. Panas ini sebagian besar terbawa oleh geram, sebagian merambat melalui pahat dan sisanya mengalir melalui benda kerja menuju ke sekeliling. Panas yang timbul tersebut cukup besar dan karena luas bidang kontak relatif kecil maka temperatur pahat, terutama bidang geram dan bidang utamanya, akan sangat tinggi. Karena tekanan yang besar akibat gaya pemotongan dan temperatur yang tinggi maka permukaan aktif dari pahat akan mengalami keausan. Keausan tersebut makin lama makin membesar yang selain memperlemah pahat juga akan memperbesar gaya pemotongan sehingga dapat menimbulkan kerusakan fatal. Analisis dimensional banyak digunakan secara intensif dalam memecahkan masalah perpindahan panas dan aliran fluida dengan hasil yang memuaskan. Oleh sebab itu, analisis tersebut dapat pula dimanfaatkan untuk menyelesaikan masalah temperatur pemotongan ini. Pada garis besarnya dalam analisis dimensional diusahakan untuk mencari besaran tak berdimnesi dimensionless quantity yang didapat dengan cara menggabungkan beberapa besaran fisik yang diperkirakan mempunyai pengaruh yang paling dekat paling logis dengan masalah yang dihadapi. Kemudian dilakukan percabaan untuk melihat korelasi antara dua atau beberapa besaran tak berdimensi. Apabila mereka ternyata tidak mempunyai korelasi hubungan fungsional yang jelas berarti ada kesalahan fundamental dalam pemilihan besaran fisik. Jika demikian halnya perlu dilakukan modifikasi besaran fisik untuk memperoleh besaran tak berdimensi lain yang mungkin lebih terkolerasi dengan jelas. Universitas Sumatera Utara 26 Analisis dimensional dapat digunakan untuk mencari korelasi yang dimaksud dengan cara menentukan besaran-besaran fisik yang dianggap penting. Adapun besaran fisik yang dimaksud adalah seperti yang diberikan pada tabel berikut. Tabel 2.1 Besaran fisik Besaran Fisik Simbol Dimensi Dasar Waktu Pemotongan Temperatur Pahat Penampang Geram Kecepatan Potong Gaya Potong Spesifik Besaran Panas Terpadu t c θ s A V k s H = λ w . c vw T θ L 2 LT -1 ML -1 T -2 M 2 T -5 θ -2 Sumber : Rochim, 1993 λ w = konduktivitas panas benda kerja ; Js. K.cm c vw = panas spesifik volumetric benda kerja ; Jcm 3 . K = ρ w . c w ρ w = berat spesifik benda kerja ; gcm 3 c w = panas spesifik benda kerja ; Jg. K. Menurut Teorema Phi dari Buckingham, karena ada enam besaran fisik yang penting n 1 = 6 dengan empat dimensi dasar n 2 = 4 maka paling sedikit dapat dibentuk dua besaran tak berdimensi n x = n 1 . n 2 = 2 guna mengolerasikan enam besaran fisik di atas. Pemilihan jenis dan jumlah besaran fisik sebagai anggota dari setiap besaran tak berdimensi ditentukan oleh dimensi dasar besaran Universitas Sumatera Utara 27 fisik yang bersangkutan. Dalam hal ini, karena ada 4 dimensi dasar, maka dapat dipilih 4 besaran fisik yang mempunyai dimensi dasar yang cukup lengkap sebagai anggota dari kedua besaran tak berdimensi tersebut. Kemudian salah satu dari kedua besaran fisik sisanya dipilih untuk menjadi anggota dari salah satu besaran tak berdimesi. Dua besaran tak berdimensi dapat dibentuk sebagai berikut: s d c s b a c H k v t θ π = 1 , dan A H k v t h g s f e c = 2 π . Dengan memasukan dimensi dasarnya bagi masing-masing besaran fisik, maka pangkat tersebut dapat ditentukan harganya, sehingga : s c s k v t H 2 1 2 1 1 θ π = , ……………..…………….2.37 2 2 2 c t v A = π ………………..……………..2.38 Dari hasil percobaan dapat ditunjukan bahwa korelasi antara kedua besaran tak berdimensi di atas adalah : m C 2 1 π π = ...............................……………..2.39 Penyelesaian persamaan 2.17 akan menghasilkan : 2 1 2 1 2 2 1 H t v k CA m c m s m s − − = θ …..……………..2.40 Dari salah satu hasil percobaan Frederich test harga m adalah sebesar 0.22, sehingga kondisi pemotongan yang tetap A, k s , dan H tetap, persamaan 2.40 dapat ditulis sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara 28 06 . 56 . 1 c s t v C = θ ......................……………..2.41 Kecepatan potong mempengaruhi tingginya temperatur, oleh sebab itu temperatur setaraf dengan besarnya dimensi keausan yang dianggap sebagai batastanda saat berakhirnya umur pahat, dan waktu pemotongan yang bersangkutan setaraf dengan umur pahat. Dengan demikian persamaan 2.40 dapat ditulis sebagai berikut : 2 1 2 1 2 2 1 2 H T v k A C W m m s m o − − = ………….........2.42 Dimana : W o = batas dimensi keausan VB atau K T = umur pahat ; menit. Untuk harga yang tetap bagi batas dimensi keausan dan penampang geram, serta kombinasi pahat dan benda kerja yang tertentu, maka persamaan 2.42 dapat dituliskan sebagai berikut : T m m C T v = − − 4 2 4 1 ………………………………2.43 atau T n C vT = ……………………………..2.44 Persamaan 2.44 dikenal dengan nama Persamaan Umur Pahat Taylor 1 F.W. Taylor sendiri, pada tahun 1907, mengemukakan persamaan umur pahat tersebut berdasarkan percobaan laboratorium rumus empirik yang ia lakukan selama bertahun-tahun. Dengan analisis dimensional yang sederhana hal ini dapat dibuktikan dengan mudah. . Harga eksponen n dalam rumus Taylor ditentukan oleh harga eksponen m dari kolerasi dua besaran tak berdimensi π 1 dan π 2 . berbagai kemungkinan harga eksponen tersebut ditunjukan pada tabel lampiran 1 dengan harga yang sesuai bagi suatu jenis pahat berdasarkan hasil yang diperoleh dalam praktek untuk pemotongan baja yang dilunakan. Universitas Sumatera Utara 29 Tabel 2.2 Harga m dan n untuk berbagai jenis pahat m 0. 0.125 0.125 0.188 0.2 0.214 0.222 0.228 0.46 0.25 n 0.5 0.4 0.333 0.2 0.167 0.125 0.1 0.08 0.01 0. Jenis Pahat ....Keramik…. ………HSS……… ….Karbida………. ………Carbon Tool Steel……. …Arah perkembangan penemuan material pahat jenis baru Sumber : Rochim, 1993 Semakin kecil harga eksponen n, maka umur pahat yang bersangkutan sangat dipengaruhi oleh kecepatan potong. Sebagai contoh, kenaikan kecepatan potong sebesar 10 akan membawa akibat perubahan umur pahat sebesar : HSS : 53 . 1 . 1 67 . 6 15 . 1 1 2 1 2 = = = − − v v T T ; penurunan 47 Karbida : 73 . 1 . 1 33 . 3 3 . 1 1 2 1 2 = = = − − v v T T ; penurunan 27 Perbedaan yang begitu besar antara kedua jenis pahat tersebut membawa akibat akan perlunya perubahan akan konstruksi mesin perkakas sejak diketemukannya material pahat dari karbida.

2.5 Rumus Empirik Umur Pahat