Kerangka Teori dan Konsep

22 “Manusia dijadikan sebagai komoditas, memindahkan dengan semena-mena dengan berbagai pelanggaran dan tindak kejahatan dan kesewenang-wenangan yang berlandaskan kekuasaan dengan tujuan eksploitasi tenaga kerja untuk berbagai kepentingan yang merugikan korban dan menguntungkan pihak lain. Jual beli manusia semacam ini banyak melibatkan anak dan perempuan untuk kemudian dipergunakan sebagai pekerja seks komersial, perdagangan organ, penjualan bayi dan eksploitasi fisik yang variatif ”. 14 Manusia bekerja sebagai pelayan dan pekerja rumah tangga itu sudah biasa kita jumpai, namun dalam fenomena ini bisa kita lihat kemudian bagaimana semakin zaman fungsi dan makna pekerja sudah jauh melenceng, dalam arti lain secara jelas bisa kita lihat fenomena perdagangan manusia untuk dan sebagai pekerja seks ataupun eksploitasi prostitusi yang saat ini tidak hanya wanita, namun juga anak-anak telah diperjual belikan sebagai sasaran dagang di rana internasional sebagai komoditas. Definisi kejahatan transnasional terorganisir ini tidak diartikan secara asal- asalan, namun telah benar-benar dikaji oleh badan PBB yang mana PBB kemudian membentuk konvensi yang berkenaan dengan pemberian sanksi bagi pelaku kejahatan tersebut. Pasalnya adalah dalam konvensi PBB ini menyatakan bahwasanya ruang lingkup konvensi ini yakni membahas terkait upaya, pencegahan, penyidikan serta penuntutan terhadap tindak pidana yang pada kenyataannya telah di atur dalam pasal- pasal konvensi UNTOC ini. Selain itu pula di dalam pokok konvensi ini mengatur dan menjabarkan bahwasanya kejahatan transnasional inilah yang kemudian menjadi penting untuk dikaji karena kompleksnya kasus-kasus semacam ini yang tidak hanya 14 Budi Winarno. Opcit .hal 303 23 melibatkan satu negara saja namun lebih. Konvensi juga mengemukakan bahwa ada beberapa indikasi dalam menentukan suatu kejahatan itu termasuk kedalam kerangka kejahatan transnasional atau sebaliknya, yang mana seperti pemaparan dalam berkas UU No. 5 Tahun 2009 yakni meliputi : a. Di lebih dari satu wilayah negara; b. Di suatu negara, tetapi persiapan, perencanaan, pengarahan atau pengendalian atas kejahatan tersebut dilakukan di wilayah negara lain; c. Di suatu wilayah negara, tetapi melibatkan suatu kelompok pelaku tindak pidana yang terorganisasi yang melakukan tindak pidana di lebih dari satu wilayah negara; atau d. Di suatu wilayah negara, tetapi akibat yang ditimbulkan atas tindak pidana tersebut dirasakan di negara lain 15 . Maka dengan demikian relevan-lah fenomena yang dikaji peneliti terkait dengan konseptualisasi yang peneliti compare dengan kajian ini dalam mengklasifikasikan apa-apa saja yang masuk dalam kategori kejahatan transnasional secara rinci dan jelas. Human trafficking pada awalnya memang merupakan kajian sempit dimana tindak kejahatan ini kerap kali terjadi antar wilayah dalam suatu negara, namun dengan seiring berkembangnya zaman di era millennium ini tidak hanya teknologi informasi yang mengalami pertumbuhan pesat, nmaun sindikat kejahatan yang demikian pula senantiasa memngalami pola yang semakin berkembang dan tumbuh mengikuti perkembangan teknologi dan jaringan yang semakin kompleks yang pada akhirnya menjadikan ruang lingkup perdagangan manusia ini juga mulai berkembang ke kanca intra negara atau yang sekarang dikenal dengan kejahatan transanasional. 15 Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 2009. Op cit. 24 Konsep Kepentingan Nasional Dalam mendalami kasus-kasus dan fenomena dari politik internasional, permaslahan utama yang paling tepat untuk dikaji yakni unsur-unsur dari kepentingan nasional dan kekuatan nasional dari negara bangsa yang terkait. Kepentingan nasional suatau negara-bangsa timbul akibat terbatasnya sumber daya nasional, atau kekuatan nasional. 16 Maka relevansi kepentingan nasional akan membentuk sebuah korelasi antara usaha dan upaya sebuah negara dalam memenuhi kepentingan nasional itu sendiri sesuai kebutuhan masing-masing negara. Menurut Hans J. Morgenthau dunia ini terdiri dari banyak sekali persaingan dan pertentangan dari tiap-tiap negara bangsa di dunia ini demi kekuasaan yang di nilai sebagai sebuah nilai minimum dalam keberlangsungan hidup. Maka dengan demikian negara senantiasa akan melakukan segala upaya untuk mencapai kepentingannya masing-masing dengan cara melindungi semua aspek baik itu aspek fisik, politik dan budaya mereka terhadap gangguan negara-negara lain. 17 Hal ini juga sangat relevan dengan apa yang dikemukakan oleh Holsti yang di kutip dari skripsi Noor Rahmah Yulia mahasiswa UIN Jakarta dimana Holsti lebih menekankan bahwasanya kepentingan nasional-lah yang nantinya menjadi dasar akan peranan negara dalam berinteraksi dengan banyaknya aktor lebih-lebih aktor Internasional. Namun, selain itu juga kepentingan nasional juga menjadi support 16 Tulus Warsito, 1998, Teori-Teori Politik Luar Negeri Relevansi dan Keterbatasannya, Yogyakarta : BIGRAF Publishing. Hal.29 17 Ke Kiyo o, “A Study On The Concept Of The National Interest Of Hans J. Morgenthau: As The Sta dard Of A eri a Foreig Poli y”, Nagasaki U iversity’s A ade ic Otput SITE.hal.2 25 utama dalam pengimplementasian kebijakan dalam hal ini kebijakan luar negeri sebuah negara itu sendiri. 18 Dalam skripsi Nanik Zubaidah dipaparkan tentang pendapat yang dikemukakan Juwono Sudarsono bahasanya kepentingan nasional darat dapat di klasifikasikan dalam tiga acuan yaitu kepentingan fisik atau material, kepentingan politik, agama atau ideologi atau ide lain dan kepentingan devaratif. 19 Namun dalam kajian penelitian ini peneliti akan lebih memfokuskan alat kajian berdasarkan konsep kepentingan nasional dalam acuan kepentingan fisik atau material yakni : a Keutuhan wilayah nasional, dimana setiap titik dalam sebauh wilayah ini merupakan sebuah asset penting yang sejatinya tidak ada yang boleh mengusik, mengganggu dan lebih-lebih merusak dan mencemarkannya. b Keselamatan dan keamanan warga negara disini merupakan sebuah nilai akhir dalam pencapaian kepentingan nasional Indonesia. c Kesejahteraan bangsa merupakan sebuah tolak ukur sebuah kepentingan nasional bangsa Indonesia ini dalam mengkrangkai setiap kepentingannya. Dengan kata lain tidak ada satu negara-pun yang mampu menindak lanjuti problematika yang ada dengan hanya mengandalkan kapasitas dari negaranya masing-masing, namun karena adanya desakan akibat munculnya fenomena- fenomena yang semakin berkembang di ranah Internasional ini menyebabkan 18 Noor Rah ah Yulia, , “Diplomasi Kebudayaan Republic of Korea Melalui Film dan Dra a : Pe apaia Kepe ti ga Citra da Eko o i Repu li of Korea di I do esia”,Hubungan Internasional Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Di akses dari laman http:repository.uinjkt.ac.iddspacebitstream123456789243041Noor20Rahmah20Yulia_108 083000080.pdf pada 11 Desember 2014, pukul 08.00 WIB. 19 Na ik Zu aidah, , “Kebijakan Pemerintah Indonesia Menandatangani Defence Cooperatio al Agree e t DCA De ga Si gapura” , Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang. 26 berkembanglah pula dinamika ancaman itu pula, selain itu di waktu yang bersamaan sektor-sektor seperti komunikasi dan teknologi yang mengalami perkembangan yang pada akhirnya menjadi konektor kerjasama antar negara dalam mencapai kepentingan nasionalnya. 20 Seperti halnya juga negara akan senantiasa menjadi sebuah garis depan dalam membentengi masyarakat-masyarakatnya dari ancaman yang ada dengan mengambil tindakan-tindakan yang dirasa cukup relevan dalam menanggapi ancaman-ancaman yang ada, hal ini juga dipertegas oleh Hans J Morgenthau yakni : “In a world consisting of many competing and opposing nations for power, their survivals are their necessary and minimum requisites. Thus all nations do what they cannot help but do: protect their physical, political and cultural identity against encroachments by other nations. 21 Dengan demikian Hal ini kemudian sangat relevan dengan fenomen human trafficking yang akan dijabarkan dalam penelitian ini terkait bagaimana kemudian kepentingan nasional Indonesia dalam mensejahterakan masyarakatnya atau civil society yang ada di Indonesia dengan cara dan upaya-upaya yang diambil oleh negara bangsa Indonesia dengan upaya kerjasama antar bangsa dalam lingkup kerjasama bilateral ataupun dengan banyak negara yang hal ini masuk dalam lingkup kerjasama Multilateral ataupun dengan kerjasama antara negara Indonesia dengan organisasi regional ataupun PBB dalam memenuhi kepentingan nasional Indonesia dalam merespon fenomena human trafficking di Asia Tenggara demi mewujudkan 20 Edy Prasetyono, Perkembangan Internasional dan Kepentingan Nasional Indonesia, dikutip dari : http:web.iaincirebon.ac.idebookmoonIndonesiaperkembangan_internasional_dan_kennas_ind o_ep.pdf , pada 10 Desember 2014, pukul 18.24 WIB. 21 Ken Kiyono.loc.cit.hal-2 27 kepentingan Indonesia untuk memerangi dan melawan tindak pidana perdagangan orang human trafficking dalam proses mensejahterakan masyarakat Indonesia baik di dalam negeri maupun yang saat ini berada di luar negeri dari ancaman negara- negara lain yang tidak terkecuali negara-negara tetangga di Asia Tenggara. Terlepas dari itu pula kajian human trafficking ini juga merupakan salah satu bentuk fenomena yang masuk dalam salah satu concern study keamanan non-tradisional yang mana aspek keamanan telah banyak sekali berubah dan beragam. First Track Diplomacy Dalam mencapai sebuah tujuan, sebuah negara sudah tentu akan mengaplikasikan sebuh kebijakan dan power demi mewujudkan kepentingan nasional dari masing-masing negara, namun dalam mencapai sebuah kepentingan nasional disini dibutuhkan sebuah alat dimana yang nantinya akan berfungsi sebagai penunjang atau koneksi dalam ketercapaian kepentingan nasional tersebut. Dalam hubungan Internasional kita mengenal istilah “diplomasi” yang mana diplomasi ini sendiri merupakan tools untuk mengkomunikasikan ataupun memberikan penjelasan terkait sebuah kebijakan luar negeri sebuah negara yang nantinya bisa menghasilkan sebuah perjanjian formal ataupun sebaliknya hal ini lah yang dijelaskan oleh Endmund Burke yang pada akhirnya dikenal dengan “negotiation” 22 . Dewasa ini kita tidak hanya mengenal diplomasi secara luas, namun seiring berkembangnya zaman dan promblematika yang semakin kompleks, diplomasi yang awalnya hanya berkisar antara diplomacy track one dan diplomacy track two, namun 22 G. R. Bridge, 2002, Diplomacy Theory and Practice, New York : PALGRAVE 28 sekarang telah berkembang menjadi Sembilan track yang lebih dikenal dengan sebutan Multi-Track Diplomacy. Dalam hal ini peneliti akan mengkaji sebuah fenomena menggunakan track one diplomacy yang mana lingkupnya diplomasi track one ini menjelaskan tentang proses menuju perpolitikan yang damai yang melibatkan peranan antar negara, dimana nantinya negara-lah yang akan berusaha menemukan struktur dan pola tata kelola dari masa ke masa tentang sistem hubungan Internasional dalam rangka menjaga kepentingan suatu bangsa. 23 Karena dipercaya bahwa diplomasi merupakan aktivitas yang bertujuan menjadi peacebuilding dan peacemaking process. Dalam kekuatan politik, negara yang memiliki kelebihan akan menggunakan cara untuk mencapai kepentingan nasionalnya dengan cara memaksa, mengancam, mengontrol sumber daya dan memberikan hukuman sesuai dengan apa yang telah disepakati. 24 Untuk penelitian kali ini terkait isu human trafficking yang terjadi di tingkat nasional dalam hal ini yakni Indonesia dan regional yakni ASEAN yang semakin lama semakin marak terjadi yang kemudian hal ini membutuhkan respon besar- besaran oleh negara terkait yang khususnya Indonesia disini yang secara berkesinambungan memberikan respon terhadap isu fenomena human trafficking yang terjadi dewasa ini. Dengan Bali Process yang merupakan sebuah forum yang kemudian menjadi penting bagi setiap negara anggotanya yang khususnya negara- negara Asia Tenggara yang nantinya akan mampu mendorong untuk saling menciptakan dan menjaga kemanan kawasan yang sejatinya telah di rumuskan dalam 23 Dr. Louis Diamond Ambassador John McDonald, 1996, Multi-Track Diplomacy :A System Approch to Peace, USA : Kumarin Press. 24 Ibid.hal-26 29 naskah protocol palermo yang sebenarnya merupakan implementasi dari forum ini merupakan tools Indonesia dalam mencapai kepentingan nasionalnya dengan adanya kebijakan-kebijakan luar negeri yang diaplikasikan dengan sangat baik oleh Indonesia.

1.6 Metodologi Penelitian

1.6.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan penulis adalah metode deskriptif-analitik, dimana penulis bermaksud untuk menjelaskan fenomena yang sedang marak terjadi yang didasarkan dengan data berkenaan dengan pembahasan dalam skripsi ini yang kemudian akan dijelaskan secara kompleks. Namun tidak hanya berhenti dalam penggambaran dan penjabaran fenomenanya saja, akan tetapi terlebih penulis akan menganalisa setiap data dan fenomena terkait dengan kajian penelitian dalam skripsi ini.

1.6.2 Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan adalah deduktif, dimana maksudnya adalah peneliti mencari teori terlebih dahulu kemudian meneliti ataupun menganalisa fenomenanya, maka dengan teori ataupun konsep penulis akan mampu memetakan penelitian dan mencari data dengan acuan teori ataupun konsep yang telah mampu dipahaminya dan kemudian di komparasikan dengan fenomena yang dimaksudkan.

1.6.3 Teknik Pengumpulan Data

Penulis menggunakan literature review dalam pengumpulan data dalam penelitian ini. Maksudnya adalah setiap data yang ada di peroleh dari Internet situs- 30 situs terpercaya dan dapat dipetanggung jawabkan dan juga dari buku, jurnal dan surat kabar yang terkait dengan penelitian yang diangkat oleh penulis.

1.6.4 Ruang Lingkup Penelitian a.

Batasan Waktu Dari hasil pengamatan sementara pembahasan mengenai perdagangan manusia, maka penulis membatasi penelitiannya dalam kurun waktu tahun 2000 hingga 2014, karena peneliti ingin mengkaji sejauh mana upaya Indonesia sejak di ditanggapinya kajian tentang United Nations Convention against Transnational Organized Crime di Palermo Itali pada Desember tahun 2000 yang kemudian kita kenal dengan Protocol Palermo. Karena pada kurun waktu tahun 2000-2014 Indonesia banyak mengeluarkan kebijakan-kebijakan terkait proses minimalisasi fenomena human trafficking yang terjadi di Indonesia dan Asia Tenggara. Pada tahun 2002 Indonesia merumuskan dan mengesahkan UU Perlindungan Anak 25 , begitu juga dengan tahun 2007 Indonesia merumuskan dan mengesahkan UU tentang PTPPO Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang 26 , kemudian pada kurun waktu 2002 hingga 2014 Indonesia gencar mengadakan pertemuan setingkat menteri dari beberapa negara yang kemudian konsisten mengupayakan proses minimalisir tindak kejahatan transnasional dan khususnya fenomena human trafficking itu sendiri yang dikenal dengan Bali Process. 25 UU No 23 Tahun 2002 : http:www.ipadi.or.idipadiwp- contentuploadsUUNo23tahun2003PERLINDUNGANANAK.pdf Diakses tanggal 22 Oktober 2002, pukul 08.08 WIB 26 UU No. 23 Tahun 2007 :http:www.depkop.go.idattachmentsarticle146504.20UU-21th2007- pemberantasan20tindak20pidana20perdagangan20orang.pdf , Diakses pada 22 Oktober 2014, pukul 08.16 WIB