Latar Belakang Masalah Upaya Indonesia dalam Mendorong Negara-Negara Asia Tenggara Agar Mengoptimalkan Protokol UNTOC Terkait Human Trafficking dalam Prostitusidan PerdaganganAnak
2
Selain dipekerjakan dalam prostitusi, korban perdagangan manusia yang terjadi di Thailand juga dipekerjakan sebagai buruh dengan upah rendah. Pada
umumnya yang menjadi korban adalah penduduk dari negara Thailand itu sendiri. Pada tahun 2010, 23 penduduk Kamboja yang menjadi korban perdagangan
manusia di deportasi oleh Pemerintah Thailand di perbatasan Poipet. Berdasarkan hasil dari salah satu studi dari UNIAP United Nations Inter-Agency Project on
Human Trafficking mencatat bahwa setiap tahunnya Pemerintah Thailand melakukan deportasi terhadap lebih dari 23.000 penduduk Kamboja yang menjadi korban
perdagangan manusia. Disaat yang sama 57 pekerja migran Myanmar mengalami kekerasan di sektor perikanan.
3
Indonesia sendiri menunjukkan bahwa data dari lembaga International Labour Organization ILO terdapat 218 juta anak terjerat dalam eksploitasi tenaga
anak pada tahun 2004. Data tersebut diklasifikasikan dalam persentase yakni usia 5- 11 tahun, anak laki-laki 49 dan anak perempuan 51 dan kelompok usia 12-14
tahun, anak laki-laki 55 dan anak perempuan 45.
4
Walaupun semua negara anggota ASEAN telah meratifikasi konvensi ataupun protokol PBB terkait pencegahan dan perlawanan kejahatan transnasional ini, namun
pada kenyataannya proses realisasi dari hukum dan aturan itu tidak begitu mampu di
3
Anti Labor Trafficking,2012.Thailand Tier 2 Watch List [Online] dalam http:anti-labor- trafficking.orgcomponentcontentarticle17-News143-THAILAND-28Tier-2-Watch-List29.html
[Diakses pada 11 Juni 2014].
4
International Labour Organization,Fakta tentang pekerja anak perempuan,pada http:www.ilo.orgwcmsp5groupspublic---asia---ro-bangkok---ilo-
jakartadocumentspublicationwcms_160832.pdf diakses tanggal 9 Oktober 2014 Pukul 15.20. WIB
3
adaptasi dan di maksimalkan daya gunanya sebagai sebuah bentuk aturan atau norma di masing-masing negara. Penulis merasa setiap negara tidak hanya Indonesia sama-
sama memiliki tujuan dan kepentingan dalam mensejahterakan masyarakatnya untuk tidak secara serta merta mereka melegalkan kejahatan yang terjadi di negara mereka
masing-masing, apalagi berkenaan dengan kejahatan transnasional yang secara gamblang kita ketahui dampaknya sangat merugikan dan sangat signifikan terhadap
aspek yang ada dalam suatu negara itu. Melihat dari banyak sudut pandang yang berbeda membuat permasalahan ini
kemudian menjadi sangat penting bagi penulis untuk mengkaji perwujudan atas tujuan negara bangsa Indonesia dalam mencapai penyelesaian atau keselarasan dari
permasalahan yang kian lama kian meresahkan masyarakat internasional itu sendiri. Pasalnya adalah walaupun tiap bangsa dan negara di setiap belahan dunia berusaha
memperkuat sistem keamanan dan pertahanan negaranya untuk meminimalisir terjadinya tindak kejahatan transnasional terorganisir ini namun semakin kuat sebuah
tameng negara itu maka tidak menutut kemungkinan semakin kuat dan berkembang pula kejahatan terorganisir ini, karena banyaknya problematika di era globalisasi ini
membuat negara terkadang menjadi tidak mampu mengimbangi antara permasalahan dan solusi dalam setiap permasalahan itu bagi kesejahteraan individu didalamnya,
dalam arti lain negara akan bersikap tidak fokus kepada satu problem yang lama demi menindak lanjuti problem baru yang lebih krusial mengingat komplektisitas
problematika era globalisasi saat ini sangat meningkat, itu mengapa penulis juga ingin mencoba melihat bahwasanya negara tidak akan mampu mengontrol individu,
sistem dan bahkan keamaan negara bangsanya sendiri tanpa peran serta negara lain
4
atau bahkan organisasi terkait seperti PBB yang bergerak dalam setiap bidang promblematika yang krusial di setiap negara annggotanya demi mewujudkan
kepentingan nasionalnya
dalam mencapai
keamanan dan
kesejahteraan masyarakatnya di semua bidang atau aspek yang ada.
Contoh kasus nyata terkait human trafficking itu sendiri yakni menurut laporan ILO menyebutkan bahwa seorang anak perempuan yang masih berumur
belasan tahun haus mengalami nasib buruk akibat tidak adanya perlindungan bagi anak tersebut. Sebut saja namanya Wati yang dijelaskan oleh ILO sebagai nama
samaran, sejak berusia 10 tahun Wati telah putus sekolah dan menjadi pedagang asongan, namun selang beberapa waktu, Wati bertemu dengan oknum yang mengaku
sebagai pencari agen guide di Bali, namun pada kenyataannya selain memandu wisata para turis dan pelancong mancanegara tersebut Wati juga menjadi budak, pasalnya
adalah Wati harus menuruti nafsu para pelaku dan oknum-oknum nakal terkait kejahatan transnasional tersebut.
5
Kasus Wati disini mampu menunjukkan realita yang ada di sekitar kita terkait kasus human trafficking yang melibatkan wanita dan
anak-anak untuk diperlakukan tidak layak sebagai pelaku seks komersial. Data UNICEF menunjukkan data dan fakta bahwasanya masih ada perempuan
dibawah umur terbukti melakukan perbuatan illegal yang ditaksir mencapai 30 akhirnya menjadi pekerja seks komersial yang seharusnya mereka yang berumur 18
tahun tidak melakukan hal yang demikian, jangankan umur 18 tahun bahkan kasus yang ada di lapangan juga menunjukkan adanya anak berumur berkisar 10 tahunan-
pun terjerat kasus yang demikian. Hal ini kemudian dilaporkan bahwasanya sekitar
5
Ibid.
5
40.000-70.000 anak benar-benar dijerumuskan kedalam kehidupan kelam yang kita kenal sebagai eksploitasi seks. Dibuktikan pula kurang lebih 100.000 anak
dikorbankan sebagai komoditas setiap tahunnya. Semakin besar dan berkembangnya fenomena kejahatan yang demikian menjadikan hal ini semakin marak terjadi hingga
lintas negara seperti fakta yang ada dikatakan bahwasanya tujuan dari korban ini paling utama yakni di perdagangkan ke Malaysia, Singapura, Brunei, Taiwan, Jepang
dan Arab Saudi.
6
Telah banyak protokol-protokol PBB yang telah di adopsi oleh negara-negara dibelahan dunia ini, khususnya beberapa negara Asia Tenggara yang merupakan
kelompok negara dunia ketiga yang mana setiap negara anggotanya memiliki banyak kelemahan dalam proses kekebalan dari kejahatan baik dari dalam dan bahkan dari
luar kejahatan transnasional. Indonesia merupakan negara anggota ASEAN dan anggota PBB yang secara berkesinambungan berupaya untuk meminimalisir atau
bahkan mencegah segala kejahatan transnasional tersebut terjadi di dalam negeri Indonesia itu sendiri atau secara langsnng mampu menertibkan setiap anggota lain di
Asia Tenggara untuk mulai bangkit dan memerangi kejahatan trannsnasional dan nasional itu sendiri. Maka dengan inilah penulis merasa tertantang untuk mencoba
merealisasikan asumsinya mengenai hukum dan UU yang telah berhasil di ratifikasi beberapa negara anggota ASEAN dan Indonesia pada khususnya yang terlebih
dahulu meratifikasi Protocol United Nation Convention Againts Transnational
6
Data unicef : di akses pada tanggal 20 oktober 2014, pukul 9.15 di : http:www.unicef.orgindonesiaidFactsheet_CSEC_trafficking_Indonesia_Bahasa_Indonesia.pdf
6
Organized Crime
7
yang telah direalisasikan dalam bentuk UU No.5 Tahun 2009 yang sangat terikat sekali dengan tujuan utama kepentingan Indonesia dalam
mencapai kemananan nasional dalam mensejahterakan masyarakatnya yang hal ini kemudian menjadi penting untuk diteliti menjadi sebuah skripsi yang berjudul
“Upaya Indonesia dalam Mendorong Negara-Negara Asia Tenggara Agar Mengoptimalkan Protocol UNTOC Terkait Human Trafficking dalam Prostitusi
dan Perdagangan Anak ”