Mekanisme kerja dari MOP yaitu dengan mengoklusi tuba fallopi mengikat dan memotong atau memasang cincin sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan
ovum Abidin, 2011. f. Sterilisasi WanitaMOW
Merupakan suatu metode kontrasepsi untuk wanita yang bertujuan untuk mengakhiri kehamilan, biasanya dianjurkan untuk ibu yang sudah memiliki
cukup anak dan berusia lebih dari 35 tahun dan harus dipilih secara sukarela oleh klien. Mekanisme kerja pada MOW yaitu dengan mengoklusi tuba fallopi
mengikat dan memotong atau memasang cincin sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum Abidin, 2011.
2. 4 Konsep Kelangsungan Penggunaan Kontrasepsi
Menurut BKKBN, peserta KB drop out adalah peserta KB yang pada saat pendataan berhenti tidak menggunakan alatcara kontrasepsi bukan karena hamil,
dan bersangkutan masih berstatus pasangan usia subur serta menghentikan pemakaian kontrasepsi lebih dari tiga bulan. Menurut SDKI batasan kelangsungan
penggunaan kontrasepsi yaitu wanita yang tidak lagi menggunakan kontrasespi dengan alasan apapun, setelah periode pemakaian tertentu. Sebuah studi di Brasil
menyebutkan penghentian kontrasepsi sebagai penggunaan metode kontrasepsi setidaknya sekali dalam masa lalu, apakah metode kontrasepsi digunakan dengan
cara yang benar atau sudah disediakan memadai sesuai cakupan DAntona, 2009. Penyebab dari peserta KB yang drop out sangat kompleks yaitu kegagalan
alatobat KB hamil ketika memakai kontrasepsi, menginginkan hamil, efek samping atau kesehatan, ganti cara, dan motivasi rendah yang meliputi suami
tidak setuju, merepotkan, biaya mahal, jarang kumpul, ceraijanda, menopause Hariastuti, 2000.
Kelangsungan penggunaan kontrasepsi drop out menunjukkan dinamika penggunaan kontrasepsi yang terkait dengan penerimaaan dan kelanjutan suatu
metode kontrasepsi. Beberapa faktor yang terkait dengan kelangsungan penggunaan kontrasepsi yaitu kualitas pelayanan KB pilihan terhadap metode
kontrasepsi, informasi yang diberikan kepada klien, kemampuan teknis, hubungan
interpersonal, mekanisme yang mendorong kontinuitas, ketepatan layanan, faktor latar belakang Usia, jumlah anak, pendidikan, status pekerjaan Endah, 2013.
a. Kualitas Pelayanan KB Kualitas pelayanan sebagai faktor pasokan yang mengubah keinginan
penggunaan kontrasepsi untuk mengadopsi metode tertentu merupakan kunci utama dari upaya program yang dapat disesuaikan untuk mengurangi penghentian
dan kegagalan kontrasepsi yang berkontribusi pada penurunan kesuburan. Kualitas sebuah Program KB yang baik dapat dicapai dengan mengejar kualitas
layanan yang tinggi dengan berorientasi pada klien dan membantu klien dalam pencapaian tujuan reproduksi Bruce, 1990. Ada beberapa aspek penting dari
suatu tempat pelayanan yang berperan dalam kepuasan klien. Menetapkan standar mutu pelayanan berdasarkan aspek tersebut akan membantu klinisi dan pengelola
klinik menilai dan meningkatkan mutu pelayanan yang pada akhirnya akan meningkatkan kelangsungan dari panggunaan metode kontrasepsi McIntosh,
1993. Menurut Bruce 1990 dan Jain 1989, ada enam elemen yang
menggambarkan kualitas pelayananan KB yang harus diadopsi untuk meningkatkan kualitas program KB. Keenam unsur tersebut adalah:
1 Pemilihan metode kontrasepsi 2 Informasi yang diberikan kepada klien
3 Kemampuan petugas pelayanan KB 4 Hubungan interpersonal klien-petugas
5 Mekanisme tindak lanjut 6 Pelayanan terpadukesesuaian pelayanan.
b. Faktor Latar Belakang Faktor latar belakang merupakan faktor yang dipengaruhi oleh variasi
dalam aspek demografi dan sosial ekonomi termasuk usia, paritas, pendidikan, tempat tinggal, ukuran keluarga yang diinginkan dan status pekerjaan Kost,
1993. Dalam penelitian ini faktor latar belakang yang diteliti antara lain usia, jumlah anak, pendidikan dan status pekerjaan.
1 Usia Usia adalah ukuran untuk proses biologis alami manusia dan memainkan
peran penting berkaitan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi, termasuk keputusan untuk terus menggunakan metode kontrasepsi. Penghentian kontrasepsi
dapat berbeda di setiap kelompok usia karena usia dapat mempengaruhi niat untuk memiliki anak lagi. Menurut Kalmus et al 1996 menyatakan bahwa wanita di
kelompok usia muda ≤30 tahun memiliki risiko lebih tinggi untuk berhenti menggunakan metode kontrasepsi daripada wanita yang lebih tua 30 tahun.
Selain itu, Curtis Blanc 1997 mengungkapkan bahwa wanita yang lebih muda memiliki risiko lebih tinggi penghentian kontrasepsi karena kegagalan kontrasepsi
dan menginginkan lebih banyak anak daripada wanita yang lebih tua. Seperti studi sebelumnya yang menemukan hubungan antara usia dan
penggunaan kontrasepsi, usia menjadi pertimbangan dalam penelitian ini karena perempuan dalam setiap kelompok usia mungkin berbeda dalam alasan
penghentian kontrasepsi dan mungkin perlu intervensi yang berbeda. 2 Jumlah anak yang hidup
Jumlah anak adalah faktor yang paling penting dalam menentukan apakah suatu wanita berkeinginan untuk menghentikan penundaan memiliki anak dan
apakah mereka menggunakan alat kontrasepsi. Jumlah anak yang hidup juga mencerminkan ide-ide pasangan tentang ukuran keluarga yang dapat berbeda
tergantung pada masyarakat, budaya dan konteks lain. Wanita yang telah mencapai ukuran keluarga yang ideal lebih memilih untuk melanjutkan
penggunaan kontrasepsi mereka. Sebuah penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa perempuan yang memiliki keluarga kecil atau memiliki anak hidup kurang
cenderung untuk menghentikan penggunaan metode kontrasepsi jauh lebih awal daripada mereka yang sudah memiliki keluarga besar Fathonah, 2000. Penelitian
yang dilakukan Barden- O’Fallen, Speizer, Calix Rodriguez 2011 menyatakan
bahwa wanita dengan jumlah 0-1 anak memiliki resiko sebesar 1,35 kali dibandingkan dengan wanita dengan ≥2 orang anak untuk kelangsungan
pemakaian kontrasepsi p0,05.
Dapat disimpulkan bahwa jumlah anak yang hidup yang dimiliki seorang wanita saat ini dapat mempengaruhi atau motivasi untuk terus menggunakan
kontrasepsi. Hal ini menentukan jumlah anak yang masih hidup menjadi faktor penting untuk dipertimbangkan dalam penelitian ini.
3 Pendidikan Pendidikan memainkan peran penting dalam penerimaan dan penggunaan
kontrasepsi, dan juga berpengaruh pada penghentian kontrasepsi. Ada asumsi bahwa pasangan yang memiliki pendidikan yang lebih baik maka akan lebih
banyak terpapar pesan KB melalui sumber formal dan sumber informal seperti sekolah dan media massa, sehingga akan mengarah pada peningkatan sikap positif
terhadap adopsi kontrasepsi. Selain itu, peningkatan tingkat pendidikan juga berpengaruh terhadap persepsi nilai-nilai anak. Beberapa wanita dengan
pendidikan yang lebih tinggi cenderung untuk mengurangi jumlah anak mereka untuk memberikan pendidikan yang lebih baik untuk anak-anak mereka.
Perempuan yang memiliki pendidikan tinggi diharapkan menjadi kurang cenderung melakukan penghentian kontrasepsi.
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia menemukan bahwa penghentian kontrasepsi secara bermakna dikaitkan dengan tingkat pendidikan
perempuan. Temuan ini menarik karena wanita yang tidak memiliki pendidikan atau pendidikan dasar kurang lengkap mungkin untuk menghentikan penggunaan
kontrasepsi karena kegagalan kontrasepsi Fathonah, 2000. Secara keseluruhan, temuan sebelumnya memberikan bukti bahwa pendidikan berhubungan dengan
probabilitas penghentian kontrasepsi. Penelitian ini ingin mengklarifikasi apakah pendidikan di Indonesia khususnya pada tahun 2007 memiliki efek pada
penghentian kontrasepsi atau tidak. 4 Status pekerjaan
Status pekerjaan wanita dianggap sebagai faktor penting dalam mempengaruhi perilaku terhadap adopsi dan penghentian kontrasepsi, karena itu
dapat meningkatkan otonomi perempuan dan kekuasaan membuat keputusan serta mobilitas mereka. Wanita yang bekerja di luar rumah mereka memiliki lebih
banyak kesempatan untuk mengakses layanan Keluarga Berencana. Pada saat
yang sama, mereka juga memiliki otonomi lebih besar yang dapat meningkatkan pengambilan keputusan mereka dan tidak bergantung pada suami atau orang lain.
Aktivitas tinggi di luar rumah juga berkontribusi terhadap penurunan keinginan perempuan untuk memiliki lebih banyak anak yang akan mengarah
pada peningkatan adopsi kontrasepsi serta kelanjutan untuk menunda atau bahkan menghentikan kehamilan. Asumsi ini didukung oleh Hardee et al 1999 bahwa
wanita yang memiliki pekerjaan sendiri atau bekerja di luar rumah cenderung menginginkan sebuah keluarga kecil, sehingga hal tersebut dapat meningkatkan
penerimaan penggunaan kontrasepsi. Studi sebelumnya mengarah pada asumsi bahwa status pekerjaan perempuan di Indonesia juga berkaitan dengan
penghentian kontrasepsi, oleh karena itu diharapkan bahwa wanita yang bekerja akan cenderung untuk melanjutkan penggunaan kontrasepsi dengan untuk
menunda kehamilan.
2. 5 Kerangka Teori