2.2 Penduduk
Penduduk daerah Propinsi Bengkulu terdiri dari 9 suku bangsa, yaitu : suku bangsa Melayu, suku bangsa Rejang, suku bangsa Serawi, suku bangsa Lembak,
suku bangsa Muko-Muko, Pekal, Kaur, Pasemah, dan suku bangsa Enggano. Dimana masing-masing suku bangsa tersebut dilatarbelakangi oleh bahasa dan
adat istiadat yang berlainan.
2.3 Mata Pencaharian Kehidupan ekonomi di daerah Bengkulu sangat dipengaruhi oleh hasil
Pertanian, karena pada umumnya mata pencaharian penduduk adalah bertani. Lebih dari 85 penduduk tinggal di luar kota Bengkulu dan penduduk inilah yang pada
umumnya mengandalkan kehidupannya dengan hasil pengolahan tanah. Bagi penduduk yang berdomosili di Kota Bengkulu kegiatan perekonomian
lebih tampak menonjol. Hal ini disebabkan penduduknya relatif lebih padat dan mata pencahariannya pun beraneka ragam, seperti : pegawai negri, pedagang, bertani dan
menjadi nelayan. Keadaan perekonomian di daerah pedesaan tidaklah dapat disamakan dengan di perkotaan.
Selain mengandalkan penjualan hasil pertanian, rakyat pedesaan biasanya mempunyai mata pencaharian sambilan. Diantaranya adalah pertukangan dan
kerajinan, dimana didalamnya mengandung nilai-nilai seni dan karena itu pekerjaan ini hanya dilakukan oleh orang yang menghayatinya saja.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Sistem Kepercayaan
Berdasarkan angka statistik tahun 1986, bahwa di propinsi Bengkulu pada umumnya penduduk memeluk agama Islam. Hal tersebut dapat terlihat dari
presentasenya yaitu : Agama Islam 96,50, Agama Protestan 1,86, Agama Katolik 1,11, Agama Hindu 0,30, dan Agama Budha 0,23.
Kehidupan di kota Bengkulu terutama penduduk asli Kota Bengkulu, sementara menjalankan ibadah agama dengan taat, masih terlihat suatu jenis
kepercayaan yang merupakan warisan beberapa generasi yang telah lalu. Misalnya, penduduk masih merayakan upacara Tabot yang bertujuan untuk mengagungkan atau
setidaknya memperingati gugurnya yang bernama Hasan dan Hosen pada waktu perang di padang Karabela.
Selain upacara Tabot, juga terdapat beraneka upacara tradisional yang erat kaitannya dengan keagamaan dan kepercayaan masyarakat setempat.
Universitas Sumatera Utara
BAB III SENJATA TRADISIONAL SEWAR
3.1 Sejarah Sewar di Bengkulu
Sebagaimana senjata tradisional lainnya, Sewar juga merupakan senjata tradisional yang tidak kalah populernya di kalangan masyarakat. Sejak dahulu atau
beberapa generasi yang telah lalu, dapat ditelusuri melalui latar belakang sejarah perkembangannya.
Ada satu desa yang cukup terkenal dan desa tersebut bernama “Desa Tungkal”. Desa ini terletak di Kecamatan Pino, Kabupaten Bengkulu Selatan. Desa
Tungkal ini terkenal dengan sewarnya yang lazim disebut “Kimpalan tungal”, yang artinya buatan tungkal. Pengertian buatan disi lebih mengarah kepada suatu hak cipta
dan dengan adanya pengertian tersebut, apabila ada sewar yang disebut kimpalan tungkal, maka keampuhannya tidak diragukan.
Selain Desa Tungkal tersebut, banyak lagi pande besi yang dapat membuat sewar ini dan ternyata walaupun tempat pengrajin tersebut berjauhan, serupa atau
bentuknya berdekatan. Keadaan ini juga menyatakan bahwa sejak dahulu, sewar tersebut telah bersebar di Bengkulu atau dengan kata lain tidak terbatas pada suatau
suku bangsa tertentu. Dalam hal ingin mengetahui dari mana sejarah sewar ini pertama kali, boleh
dikatakan masi mengalami kesulitannya, karena pada umumnya para informasi menceritakannya hanya dapat warisan mulut ke mulut. Sedangkan warisan yang
berkembang dari mulut ke mulut tersebut tidak menjamin keutuhan cerita dari generasi yang pertama hingga diterima oleh generasi sekarang.
Universitas Sumatera Utara
3.2 Cara Pembuatan Sewar