Ippan Teki Na Bengkulu Sewar Buki No Rekisi

(1)

IPPAN TEKI NA BENGKULU SEWAR BUKI NO REKISI KERTAS KARYA

Dikerjakan

O L E H

MUHAMMAD ROSIDIN HARAHAP NIM 062203023

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA PROGRAM PENDIDIKAN NON-GELAR SASTRA BUDAYA

BIDANG STUDI BAHASA JEPANG MEDAN 2010


(2)

IPPAN TEKI NA BENGKULU SEWAR BUKI NO REKISI KERTAS KARYA

Dikerjak O

L E H

MUHAMMAD ROSIDIN HARAHAP NIM 062203023

Pembimbing Pembaca

Drs. Eman Kusdiana, M. Hum Rani Arfianty

NIP 196009191988031001 NIP 19761112005012002 Kertas karya ini diajukan kepada panitia pendidikan Non Gelar Fakultas Sastra USU Medan, Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma

III Bidang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA PROGRAM PENDIDIKAN NON-GELAR SASTRA BUDAYA

BIDANG STUDI BAHASA JEPANG MEDAN


(3)

2010

Disetujui Oleh :

Program Diploma Bahasa Jepang Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara Medan

Program Studi Bahasa Jepang

Ketua,

Adriana Hasibuan, S.S., M.Hum


(4)

Diterimah Oleh :

Panitia Ujian Pendidikan Non-Gelar Satara Budaya

Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan, untuk Melengkapi salah satu syarat Ujian Diploma III Bidang Studi Bahasa Jepang

Pada :

Tanggal :

Program Diploma Sastra Budaya Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Prof. Syaifuddin,M.A., Ph.D. NIP. 196509091994031004

Panitia :

No. Nama Tanda Tangan

1. Adriana Hasibuan,S.S., M. Hum ( )

2. Drs. Eman Kusdiyana, M. Hum ( )


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehasiran Allah SWT karena berkat berkat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini, serta shalawat dan salam kita panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai syarat untuk memenuhi ujian akhir Diploma III Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Kertas karya ini berjudul " SENJATA TRADISIONAL SEWAR BENGKULU.

Penulis menyadari bahwa apa yang telah tertulis dalam kertas karya ini masih jauh dari sempurna baik dari segi materi maupun penulisan. Demi kesempurnaan, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk kearah perbaikan.

Dalam kertas karya ini penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak yang cukup bernilai harganya. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada :

1. Drs. Syaifuddin, M.A., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Adriana Hasibuan,S.S., M.Hum. selaku Ketua Jurusan Program Studi Bahasa

Jepang Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M. Hum selaku dosen pembimbing yang sudah

dengan iklas meluangkan waktu untuk memberi bimbingan yang positip serta memberi masukan yang membangun kepada penulis.

4. Ibu Rani Arfianti, S.S selaku dosen pembaca.

5. Seluruh Staf pengajar pada Program Studi Bahasa Jepang Universitas Sumatera

Utara.

6. Teristimewa orangtua penulis, Ayahanda tercinta MASBUL HARAHAP dan

Ibunda tersayang ELLY HANNUM. S.pd, yang sudah terlalu besar pengorbanan, perjuangan, serta kasih sayang yang tak terhingga kepada penulis dan juga sebagai sumber inspirasi penulis.

7. Buat adek adek penulis, Serf, Paisal, Akbar, dan Fajar siddik maragordong harahap yang udah banyak membantu penulis dalam segala hal, dan kalian jugalah yang memberi inspirasi kepada penulis.

Medan, Desember 2009 Penulis

MUHAMMAD ROSIDIN HARAHAP NIM. 062203023


(6)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

Kebudayaan bangsa adalah salah satu perhatian Pemerintah dalam rangka membangun manusia seutuhnya, karena kebudayaan merupakan aspek yang langsung melibatkan manusia Indonesia dalam menentukan sikap hidup sehari-hari yang dapat mencerminkan identitas bangsa serta memastikan pegangan hidup bangsa, untuk tidak mudah dipengaruhi kebudayaan asing yang nilai nya tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.

Unsur-unsur budaya yang mengandung nilai-nilai luhur dirasakan langsung oleh masyarakat pendukungnya. Dengan nilai-nilai luhur tersebut, masyarakat mendapat suatu pegangan yang kuat untuk menyeleksi unsur-unsur kebudayaan yang datang dari luar.

Aneka ragam senjata Tradisional yang diwariskan oleh generasi terdahulu, kelihatannya sampai sekarang masih disenangi dan dimanfaatkan oleh masyarakat yang merupakan salah satu sisi kehidupan masyarakat. Bentuk senjata tradisional yang ada di kalangan masyarakat sekarang ini nampaknya lebih bervariasi, karena didapati adanya berbagai jenis senjata yang datang dari luar daerah.

Namun demikian, kedatangan jenis senjata tersebut tidaklah berarti dapat menggeser kedudukan senjata tradisional yang telah ada, akan tetapi keadaan ini dapat memperkaya khasanah budaya daerah Bengkulu itu sendiri.

Sewar adalah salah satu senjata tradisional Bengkulu yang mesi memiliki nilai budanya yang sangat tinggi dikalangan masyarakat Bengkulu serta memiliki peranan penting dalam segalah aspek kehidupan masyarakat.


(7)

Sewar berbeda dengan keris, sewar hanya mempunyai mata ( sisi tajam ) hanya sebelah, sedangkan keris memiliki mata kiri kanan. Sewar berbentuk meruncing arah keujung dan panjangnya beraneka ragam, sekitar 15 Cm. Sedangkan lebar wilanyahnya sekitar 1,5 sampai 2 Cm. bentuknya agak membungkuk kea rah mata dan hulunyapun membungkuk sesuai dengan bungkuk wilanyahnya.

Kegunaan sewar ini juga hampir sama dengan kegunaan keris, yaitu menyerang lawan dan dapat dipergunakan untuk bertahan sari serangan lawan. Penggunaan yang efesien adalah dengan cara menusukkannya, karena itu juga sewar ini dapat dikatagorikan sebagai senjata tusuk. Selain itu, untuk dapat dipergunakan secara baik, harus dipergunakan secara baik, harus dipergunakan oleh orang yang dapat menguasai bela diri.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis bermaksud memberi judul karya tulis ini dengan: “ SENJATA TRADISIONAL SEWAR BENGKULU”.

1.2 Batasan Masalah

Dalam penulisan kertas karya ini penulis membatasi pembahasan hanya mengenai senjata tradisional sewar yang di provinsi Bengkulu khususnya mengenai sejarah sewar, cara pembuatan sewar, fungsi sewar dan makna simbolik sewar. Sebelum pembahasannya penulis menjelaskan tentang letatak geografis Bengkulu, penduduk dan system kepercanyaannya.

1.3 Tujuan Penulisan


(8)

1. Untuk menambah gambaran kepada pembaca tantang senjata tradisional sewar .

2. Untuk menambah wawasan penulis dalam memahami secara jelas

kebudanyaan provinsi Bengkulu yaitu senjata tradisional sewar.

1.4 Metode Penelitian

Dalam menyelesaikan kertas karya ini, penulis menggunakan Metode Kepustakaan. Yaitu metode pengumpulan data atau informasi dengan mengambil isi dari buku bacaan sebagai referensi yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam kertas karya ini.


(9)

BAB II

GAMBARAN UMUM DAERAH BENGKULU

2.1 Letak dan Keadaan Geografis

Dalam usia yang menanjak dewasa ini, daerah Bengkulu berdandan untuk mempercantik diri, sehingga dapat menarik perhatian para investor dari luar yang mampu berperan aktif dalam membangun daerah Bengkulu. Ternyata daerah Bengkulu telah banyak mengalami kemajuan-kemajuan, baik itu berupa pembangunan fisik maupun pembangunan non fisik.

Wilayah daerah Bengkulu ini berbentuk memanjang sejajar dengan pantai Samudera Indonesia dan terletak diantara Lintang Selatan 20 – 50 dan Bujur Timur 1010-1040, dengan luas wilayah 20.000 Km2. Propinsi Bengkulu ini terbagi atas 3 wilayah kabupaten dan I wilayah kotamadya, serta setiap wilayah tingkat II tersebut terbagi lagi menjadi beberapa kecamatan.

Mulanya di sekitar Kota Bengkulu sekarang terdapat beberapa buah kerajaaan, yaitu Kerajaan Silebar, Sungai Lemau, Sungai Serut dan Kerajaan. Daerah propinsi Bengkulu terletak di pesisir Barat Pulau Sumatera dan membujur dari Utara Selatan.

Pada jalur pegunungan masih terdapat gunung berapi dan hal tersebut ditandai oleh banyaknya sumber mata air panas. Di daerah Bengkulu hampir semua sungai bermuara di pesisir barat wilayah Bengkulu.Keadaan prasarana transportasi di daerah Bengkulu telah berada pada kondisi yang relatif baik.


(10)

2.2 Penduduk

Penduduk daerah Propinsi Bengkulu terdiri dari 9 suku bangsa, yaitu : suku bangsa Melayu, suku bangsa Rejang, suku bangsa Serawi, suku bangsa Lembak, suku bangsa Muko-Muko, Pekal, Kaur, Pasemah, dan suku bangsa Enggano.

Dimana masing-masing suku bangsa tersebut dilatarbelakangi oleh bahasa dan adat istiadat yang berlainan.

2.3 Mata Pencaharian

Kehidupan ekonomi di daerah Bengkulu sangat dipengaruhi oleh hasil Pertanian, karena pada umumnya mata pencaharian penduduk adalah bertani. Lebih dari 85% penduduk tinggal di luar kota Bengkulu dan penduduk inilah yang pada umumnya mengandalkan kehidupannya dengan hasil pengolahan tanah.

Bagi penduduk yang berdomosili di Kota Bengkulu kegiatan perekonomian lebih tampak menonjol. Hal ini disebabkan penduduknya relatif lebih padat dan mata pencahariannya pun beraneka ragam, seperti : pegawai negri, pedagang, bertani dan menjadi nelayan. Keadaan perekonomian di daerah pedesaan tidaklah dapat

disamakan dengan di perkotaan.

Selain mengandalkan penjualan hasil pertanian, rakyat pedesaan biasanya mempunyai mata pencaharian sambilan. Diantaranya adalah pertukangan dan kerajinan, dimana didalamnya mengandung nilai-nilai seni dan karena itu pekerjaan ini hanya dilakukan oleh orang yang menghayatinya saja.


(11)

2.3 Sistem Kepercayaan

Berdasarkan angka statistik tahun 1986, bahwa di propinsi Bengkulu pada umumnya penduduk memeluk agama Islam. Hal tersebut dapat terlihat dari

presentasenya yaitu : Agama Islam 96,50%, Agama Protestan 1,86%, Agama Katolik 1,11%, Agama Hindu 0,30%, dan Agama Budha 0,23%.

Kehidupan di kota Bengkulu terutama penduduk asli Kota Bengkulu, sementara menjalankan ibadah agama dengan taat, masih terlihat suatu jenis

kepercayaan yang merupakan warisan beberapa generasi yang telah lalu. Misalnya, penduduk masih merayakan upacara Tabot yang bertujuan untuk mengagungkan atau setidaknya memperingati gugurnya yang bernama Hasan dan Hosen pada waktu perang di padang Karabela.

Selain upacara Tabot, juga terdapat beraneka upacara tradisional yang erat kaitannya dengan keagamaan dan kepercayaan masyarakat setempat.


(12)

BAB III

SENJATA TRADISIONAL SEWAR

3.1 Sejarah Sewar di Bengkulu

Sebagaimana senjata tradisional lainnya, Sewar juga merupakan senjata tradisional yang tidak kalah populernya di kalangan masyarakat. Sejak dahulu atau beberapa generasi yang telah lalu, dapat ditelusuri melalui latar belakang sejarah perkembangannya.

Ada satu desa yang cukup terkenal dan desa tersebut bernama “Desa Tungkal”. Desa ini terletak di Kecamatan Pino, Kabupaten Bengkulu Selatan. Desa Tungkal ini terkenal dengan sewarnya yang lazim disebut “Kimpalan tungal”, yang artinya buatan tungkal. Pengertian buatan disi lebih mengarah kepada suatu hak cipta dan dengan adanya pengertian tersebut, apabila ada sewar yang disebut kimpalan tungkal, maka keampuhannya tidak diragukan.

Selain Desa Tungkal tersebut, banyak lagi pande besi yang dapat membuat sewar ini dan ternyata walaupun tempat pengrajin tersebut berjauhan, serupa atau bentuknya berdekatan. Keadaan ini juga menyatakan bahwa sejak dahulu, sewar tersebut telah bersebar di Bengkulu atau dengan kata lain tidak terbatas pada suatau suku bangsa tertentu.

Dalam hal ingin mengetahui dari mana sejarah sewar ini pertama kali, boleh dikatakan masi mengalami kesulitannya, karena pada umumnya para informasi menceritakannya hanya dapat warisan mulut ke mulut. Sedangkan warisan yang berkembang dari mulut ke mulut tersebut tidak menjamin keutuhan cerita dari generasi yang pertama hingga diterima oleh generasi sekarang.


(13)

3.2 Cara Pembuatan Sewar

Pada umumnya pembuatan senjata berasal dari keinginan manusia untuk mempertahankan diri dari keganasan alam dan tekhnologi tersebut tumbuh bersamaan dengan dan senjata tersebut berkembang setelah menusia mengenal logam, karena logam tersebut lebih mudah dibentuk sesuai dengan bentuk yang diinginkan.

Proses pembuatan sewar pada prinsipnya sama dengan proses pembuatan keris. Terlebih dahulu pandai besi atau bisa juga orang yang ingin memesan pembuatan sewar menyiapkan bahan baku biasanya bahan baku yang disenangi adalah berupa besi tuang. Proses pembuatan sewar juga dilakukan di Pusin dan juga dilakukan oleh orang yang professional dalam mengelola besi. Proses awal, besi bahan baku tersebut dimasukkan ke dapur Pusin untuk dipanaskan hingga membaradan pada saat besi tersebut sedang membara, diangkat ke atas lendasan untuk dipotong dan dibelah sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Setelah proses pemotongan dan pembelahan tersebut, besi kembali dipanaskan untuk kemudian kembali diletakkan diatas lendasan dan selagi besi masih membara, dipukul-pukul dengan martil beberapa kali sehingga besi tersebut menjadi agak dingin.

Ketika besi agak dingin, tentunya besi akan kembali menjadi keras dan selanjutnya kembali dipanaskan sampai membara kembali. Proses tersebut dilakukan sampai bahan baku dapat dibentuk seperti sewar yang dikehendaki. Dan perlu diketahui bahwa adakalanya bila sewar tersebut dipesan oleh orang, terlebih dahulu si pemesan membuat contoh yang terbuat dari kayu dengan bentuk dan ukuran yang dikehendaki. Jika bentuk sewar telah dapat diciptakan, maka proses selanjutnya diteruskan pada proses pengikiran, dengan menggunakan kikir.


(14)

Proses pengikiran ini bertujuan untuk meratakan dan menghilangkan bekas pukulan martil yang terdapat dipermukaan wilahan sewar tersebut. Dan dengan proses ini pula akan dapat menyempurnakan bentuk sewar tersebut. Selanjutnya, diteruskan dengan proses penyepuhan, yaitu cara memanaskan kembali wilayah sewar, dan pada saat wialhan sewar tersebut sedang membara, langsung diangkat dan dicelupkan kedalam air sepuhan beberapa kali, sehingga wilahan sewar mwnjadi dingin.

Proses penyepuhan ini dapat menciptakan besi tersebut menjadi sangat keras serta mempunyai daya ketajaman yang mengagumkan. Proses penyepuhan ini juga sangat menentukan kualitas sewar, karena kalau meleset dari apa yang seharusnya akan dapat menyebabkan senjata tersebut lemah dan mungkin pula akan menyebabkan senjata tersebut mudah patah. Setelah proses pengikiran, dan proses penyepuhan selesai, wilahan sewar tersebut telah mencpai kesempurnaan. Akan tetapi belumlah dapat dikatakan selesai karena sewar harus dilengkapi dengan hulu dan warangkanya.

Dalam pembuatan hulu dan warangkanya, biasanya dilakukan pula oleh orangyang khusus yang disebut dengan “Tukang Ranggi”.Dimana dalam pembuatannya memerlukan jenis kayu yang berkualitas baik, dari segi ketahanannya maupun ditinjau dari warnanya. Pembuatan hulu dan warangkanya juga dilakukan dengan telaten dan penuh hati-hati. Untuk membuat satu sewar saja terkadang membutuhkan waktu berminggu minggu.


(15)

Pemeliharaan sewar ini juga disebut “mengasami” dan prosesnya pun sama, yaitu dengan memerlukan beberapa perlengkapan dan peralatan serta cara merawatnya.

3.3 Fungsi Sewar

Disamping sebagai senjata untuk menyerang, sewar juga mempunyai fungi lain yaitu sebagai berikut :

1. Sewar sebagai perlengkapan alat menari.

Dalam waktu tersebut sewar sangat diperlukan untuk kelangsungan acara menari karena tidak dapat digantikan dengan jenis senjata lainnya.

2. Sewar Pusaka

Merupakan sewar yang diwariskan oleh beberapa generasi yang lalu. Yang paling dihormati adalah sewar peninggalan Mulo Jadi (leluhur yang dianggap mula/awal adanya mereka). Biasanya sewar pusaka tersebut disimpan oleh

Jurai Tuo atau keturuna dari Mulo. Jadi dari garis keturunan laki-laki serta

kepadanya dipercayakan untuk menyimpan sewar tersebut.

3. Sewar sebagai alat pengobatan tradisional

Dalam hal ini, sewar mempunyai kekuatan gaib yang dapat membantu memujarabkan obat yang dipakai.


(16)

Apabila sewar telah terselip dipinggang, akan membawa kesan bahwa orang tersebut telah berpakaian lengkap. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa sewar itu kelengkapan pakaian adat.

3.4 Arti Simbolik Sewar

Sewar sebagai senjata tradisional memiliki arti simbolik tersendiri, yaitu :

a. Sewar yang berhulu gading, merupakan simbol keagungan dan kemewahan.

Orang yang memakai sewar yang berhulu gading tersebut adalah orang yang terpandang, baik dia seorang bangsawan maupun seorang yang berada.

b. Adakalanya sewar tersebut diikat dengan kain. Jika ikatannya berwarna merah, melambangkan sewar tersebut sangat berbahaya atau berbisa. Sedangkan sewar yang berikat kain hitam menandakan bahwa sewar tersebut mempunyai daya kesaktian atau kekuatan gaib.


(17)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

1. Bahwasanya masing-masing daerah di Indonesia masih memiliki senjata

taradisional sendiri, dan tetap menjadi kebanggaan daerah tersebut khususnya daerah Bengkulu.

2. Sewar merupakan senjata tradisional yang tidak kalah populernya dengan

senjata modern lainnya dikalangan masyarakat.

3. Selain sebagai senjata tradisional, sewar juga memiliki fungsi lainnya yaitu sebagai alat pengobatan, maupun sebagai alat perlengkapan untuk menari.

4. Penggunaan sewar yang sangat efisien sebagai senjata tusuk, dapat

dipergunakan orang yang menguasai ilmu bela diri.

4.2 Saran

1. Sebaiknya kebudayaan tradisional harus tetap dilestarikan dengan menjaga

keasliannya.

2. Sebaiknya masing–masing daerah di Indonesia harus dapat menjaga keutuhan

budaya yang telah ada dan mempertahankannya hingga ke generasi-generasi mendatang.


(18)

DAFTAR PUSTAKA

Rani, Zein, dkk, 1990, Senjata Tradisional Daerah Bengkulu, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Proyek Inventaris dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Bengkulu.

Susanto, S. Astrid, 1997 Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, Bina Cipta, Jakarta

Hoesen Kiagoes, 1958 Kumpulan Undang Undang Adat Lembaga Serta Undang Undang Simbur Cahanya, Bengkulu.


(1)

3.2 Cara Pembuatan Sewar

Pada umumnya pembuatan senjata berasal dari keinginan manusia untuk mempertahankan diri dari keganasan alam dan tekhnologi tersebut tumbuh bersamaan dengan dan senjata tersebut berkembang setelah menusia mengenal logam, karena logam tersebut lebih mudah dibentuk sesuai dengan bentuk yang diinginkan.

Proses pembuatan sewar pada prinsipnya sama dengan proses pembuatan keris. Terlebih dahulu pandai besi atau bisa juga orang yang ingin memesan pembuatan sewar menyiapkan bahan baku biasanya bahan baku yang disenangi adalah berupa besi tuang. Proses pembuatan sewar juga dilakukan di Pusin dan juga dilakukan oleh orang yang professional dalam mengelola besi. Proses awal, besi bahan baku tersebut dimasukkan ke dapur Pusin untuk dipanaskan hingga membaradan pada saat besi tersebut sedang membara, diangkat ke atas lendasan untuk dipotong dan dibelah sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Setelah proses pemotongan dan pembelahan tersebut, besi kembali dipanaskan untuk kemudian kembali diletakkan diatas lendasan dan selagi besi masih membara, dipukul-pukul dengan martil beberapa kali sehingga besi tersebut menjadi agak dingin.

Ketika besi agak dingin, tentunya besi akan kembali menjadi keras dan selanjutnya kembali dipanaskan sampai membara kembali. Proses tersebut dilakukan sampai bahan baku dapat dibentuk seperti sewar yang dikehendaki. Dan perlu diketahui bahwa adakalanya bila sewar tersebut dipesan oleh orang, terlebih dahulu si pemesan membuat contoh yang terbuat dari kayu dengan bentuk dan ukuran yang


(2)

Proses pengikiran ini bertujuan untuk meratakan dan menghilangkan bekas pukulan martil yang terdapat dipermukaan wilahan sewar tersebut. Dan dengan proses ini pula akan dapat menyempurnakan bentuk sewar tersebut. Selanjutnya, diteruskan dengan proses penyepuhan, yaitu cara memanaskan kembali wilayah sewar, dan pada saat wialhan sewar tersebut sedang membara, langsung diangkat dan dicelupkan kedalam air sepuhan beberapa kali, sehingga wilahan sewar mwnjadi dingin.

Proses penyepuhan ini dapat menciptakan besi tersebut menjadi sangat keras serta mempunyai daya ketajaman yang mengagumkan. Proses penyepuhan ini juga sangat menentukan kualitas sewar, karena kalau meleset dari apa yang seharusnya akan dapat menyebabkan senjata tersebut lemah dan mungkin pula akan menyebabkan senjata tersebut mudah patah. Setelah proses pengikiran, dan proses penyepuhan selesai, wilahan sewar tersebut telah mencpai kesempurnaan. Akan tetapi belumlah dapat dikatakan selesai karena sewar harus dilengkapi dengan hulu dan warangkanya.

Dalam pembuatan hulu dan warangkanya, biasanya dilakukan pula oleh orangyang khusus yang disebut dengan “Tukang Ranggi”.Dimana dalam pembuatannya memerlukan jenis kayu yang berkualitas baik, dari segi ketahanannya maupun ditinjau dari warnanya. Pembuatan hulu dan warangkanya juga dilakukan dengan telaten dan penuh hati-hati. Untuk membuat satu sewar saja terkadang membutuhkan waktu berminggu minggu.


(3)

Pemeliharaan sewar ini juga disebut “mengasami” dan prosesnya pun sama, yaitu dengan memerlukan beberapa perlengkapan dan peralatan serta cara merawatnya.

3.3 Fungsi Sewar

Disamping sebagai senjata untuk menyerang, sewar juga mempunyai fungi lain yaitu sebagai berikut :

1. Sewar sebagai perlengkapan alat menari.

Dalam waktu tersebut sewar sangat diperlukan untuk kelangsungan acara menari karena tidak dapat digantikan dengan jenis senjata lainnya.

2. Sewar Pusaka

Merupakan sewar yang diwariskan oleh beberapa generasi yang lalu. Yang paling dihormati adalah sewar peninggalan Mulo Jadi (leluhur yang dianggap mula/awal adanya mereka). Biasanya sewar pusaka tersebut disimpan oleh Jurai Tuo atau keturuna dari Mulo. Jadi dari garis keturunan laki-laki serta kepadanya dipercayakan untuk menyimpan sewar tersebut.

3. Sewar sebagai alat pengobatan tradisional

Dalam hal ini, sewar mempunyai kekuatan gaib yang dapat membantu memujarabkan obat yang dipakai.


(4)

Apabila sewar telah terselip dipinggang, akan membawa kesan bahwa orang tersebut telah berpakaian lengkap. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa sewar itu kelengkapan pakaian adat.

3.4 Arti Simbolik Sewar

Sewar sebagai senjata tradisional memiliki arti simbolik tersendiri, yaitu :

a. Sewar yang berhulu gading, merupakan simbol keagungan dan kemewahan. Orang yang memakai sewar yang berhulu gading tersebut adalah orang yang terpandang, baik dia seorang bangsawan maupun seorang yang berada.

b. Adakalanya sewar tersebut diikat dengan kain. Jika ikatannya berwarna merah, melambangkan sewar tersebut sangat berbahaya atau berbisa. Sedangkan sewar yang berikat kain hitam menandakan bahwa sewar tersebut mempunyai daya kesaktian atau kekuatan gaib.


(5)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

1. Bahwasanya masing-masing daerah di Indonesia masih memiliki senjata taradisional sendiri, dan tetap menjadi kebanggaan daerah tersebut khususnya daerah Bengkulu.

2. Sewar merupakan senjata tradisional yang tidak kalah populernya dengan senjata modern lainnya dikalangan masyarakat.

3. Selain sebagai senjata tradisional, sewar juga memiliki fungsi lainnya yaitu sebagai alat pengobatan, maupun sebagai alat perlengkapan untuk menari.

4. Penggunaan sewar yang sangat efisien sebagai senjata tusuk, dapat dipergunakan orang yang menguasai ilmu bela diri.

4.2 Saran

1. Sebaiknya kebudayaan tradisional harus tetap dilestarikan dengan menjaga keasliannya.

2. Sebaiknya masing–masing daerah di Indonesia harus dapat menjaga keutuhan budaya yang telah ada dan mempertahankannya hingga ke generasi-generasi mendatang.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Rani, Zein, dkk, 1990, Senjata Tradisional Daerah Bengkulu, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Proyek Inventaris dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Bengkulu.

Susanto, S. Astrid, 1997 Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, Bina Cipta, Jakarta

Hoesen Kiagoes, 1958 Kumpulan Undang Undang Adat Lembaga Serta Undang Undang Simbur Cahanya, Bengkulu.