Yoshichi Shimada No Sakuhin No Saga No Gabai Baachan Toiu Shousetsu No Shujinkou Ni Taishite No Shakaigaku Teki Bunseki

(1)

ANALISIS SOSIOLOGIS TERHADAP TOKOH UTAMA DALAM NOVEL “SAGA NO GABAI BAACHAN” KARYA YOSHICHI SHIMADA

YOSHICHI SHIMADA NO SAKUHIN NO SAGA NO GABAI BAACHAN TOIU SHOUSETSU NO SHUJINKOU NI TAISHITE NO SHAKAIGAKU TEKI BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana

dalam bidang ilmu Sastra Jepang

Oleh :

AZA RAYVIZA FAUZIE NIM : 080708021

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

ANALISIS SOSIOLOGIS TERHADAP TOKOH UTAMA DALAM NOVEL “SAGA NO GABAI BAACHAN” KARYA YOSHICHI SHIMADA

YOSHICHI SHIMADA NO SAKUHIN NO SAGA NO GABAI BAACHAN TOIU SHOUSETSU NO SHUJINKOU NI TAISHITE NO SHAKAIGAKU TEKI BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana

dalam bidang ilmu Sastra Jepang

Pembimbing I Pembimbing II

M. Pujiono, S.S., M.Hum Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum. NIP : 19691011 2002 12 1001 NIP : 19600919 1988 03 1001

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

Disetujui oleh : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan

Departemen Sastra Jepang

Ketua,

Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum. NIP : 19600919 1988 03 1001


(4)

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, yang atas berkat, rahmat dan ridho – Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Juga shalawat serta salam semoga selalu tercurah keharibaan junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Penulisan skripsi ini berjudul “Analisis Sosiologis Terhadap Tokoh Utama Dalam Novel Saga No Gabai Baachan Karya Yoshichi Shimada”, merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan baik moril, materi dan ide dari berbagai pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih, penghargaan dan penghormatan kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Eman Kusdiana, M.Hum, selaku Ketua Departemen Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Muhammad Pujiono, S.S., M. Hum, selaku Pembimbing I, yang selalu memberikan waktu dan pemikirannya dalam membimbing, mengarahkan serta memberikan saran – saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.

4. Bapak Drs. Eman Kusdiana, M.Hum, selaku Pembimbing II, yang selalu memberikan waktu dan tenaga sedemikian besarnya untuk membimbing, memeriksa serta memberikan saran – saran kepada penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini hingga selesai.


(5)

 

5. Bapak dan Ibu dosen, serta Staf Pegawai di Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang dengan penuh kesabaran telah memberikan ilmu yang berguna bagi penulis serta dukungan dalam menyelesaian skripsi ini.

6. Terima kasih yang tidak terhingga kepada ayahanda Puji Astono dan ibunda Elizar Siregar yang selalu memberi dukungan baik moril maupun materil dan selalu mendoakan sampai penulis dapat menyelesaikan studinya dan dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah senantiasa melindungi, memberikan kesehatan, rezeki, dan umur panjang yang bermanfaat, serta membalas kebaikan mereka. Juga kepada adikku tersayang Dinda Ayu Elisfa, yang telah mendukung dan senantiasa memberikan semangat kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan studinya. Semoga engkau juga dapat segera menyelesaikan studi di Jurusan Matematika FMIPA Universitas Sumatera Utara.

7. Keluarga besar Sungep MS dan Keluarga besar Dahroem Siregar, yang selalu memberi dukungan dan selalu mendoakan penulis agar dapat menyelesaikan studinya di Jurusan Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dan dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh rekan – rekan seperjuangan stambuk 2008, para senpai dan kohai di Sastra Jepang yang senantiasa memberikan dorongan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Khususnya Ishariadi SS, Rudy Setiawan Makmur SS, Caecilia Nesya Ginting SS, Sylvia Lumban Tobing SS, Asking SS, Debby Lianto dan Rimmenda Yosefin Ginting, juga kepada Daher Frans Pasaribu SS serta Happy Oloan Ambarita SS dan teman – teman lain yang selalu mengingatkan penulis agar segera menyelesaikan skripsi ini.


(6)

9. Serta kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu – persatu, yang telah memberikan bantuan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Hanya Allah SWT yang dapat membalas kebaikan anda semua.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari isi maupun uraiannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, semoga skripsi ini nantinya dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis, pembaca serta peneliti yang ingin melanjutkan studi mengenai Sosiologis Sastra, khususnya mahasiswa/ mahasiswi Jurusan Sastra Jepang Universitas Sumatera lainnya.

Medan, Desember 2013

Penulis,


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... iv

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Permasalahan ... 5

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ... 6

1.4 Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Teori ... 7

1.5 Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... 11

1.6 Metode Penelitian ... 12

  BAB II. TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL “SAGA NO GABAI BAACHAN”, SETTING CERITA, SOSIOLOGIS SASTRA DAN RIWAYAT HIDUP PENGARANG 2.1 Definisi Novel ... 15

2.2 Unsur Intrinsik Novel “Saga No Gabai Baachan” ... 18

2.2.1 Tema ... 18

2.2.2 Alur (Plot) ... 19

2.2.3 Latar (Setting) ... 21


(8)

2.3 Biografi Pengarang ... 26

2.4 Sosiologis Dan Semiotik Dalam Kajian Sastra ... 28

2.4.1 Sosiologis Dalam Kajian Sastra ... 28

2.4.2 Semiotik Dalam Kajian Sastra ... 32

2.5 Nilai – Nilai Budaya Luhur Menurut Pandangan Masyarakat Jepang ... 33  

         BAB III. ANALISIS SOSIOLOGI TERHADAP CERITA NOVEL “SAGA NO GABAI BAACHAN” KARYA YOSHICHI SHIMADA 3.1 Sinopsis Cerita Novel “Saga No Gabai Baachan ... 39

3.2 Analisis Sosiologis Tokoh Utama Dalam Novel “Saga No Gabai Baachan” Karya Yoshichi Shimada ... 43

3.2.1 Analisis Interaksi Sosial Tokoh Utama Dengan Anggota Keluarga ... 43

3.2.2 Analisis Interaksi Sosial Tokoh Utama Dengan Anggota Masyarakat ... 52

           


(9)

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan ... 68 4.2 Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ABSTRAK


(10)

ABSTRAK

Karya sastra adalah suatu hasil yang diciptakan dan disampaikan oleh penulis dengan komunikatif untuk tujuan estetika. Pengungkapan diri yang dituangkan oleh pengarang melalui sebuah karya sastra bisa saja merupakan pengalaman yang benar-benar terjadi pada diri sastrawan tersebut, karena sastrawan menganggap pengalamannya tersebut dapat berguna kelak bagi pembaca karya sastra. Karya sastra sendiri terbagi atas tiga, yaitu drama, prosa dan puisi. Novel merupakan pembagian dari karya sastra prosa. Salah satu karya sastra yang berupa novel adalah novel “Saga no Gabai Bhaachan” karya Yoshichi Shimada yang bercerita tentang kisah perjuangan hidupnya semasa kecil.

Dalam skripsi ini, metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Ciri metode ini biasanya difokuskan pada masalah faktual yang ada pada waktu penelitian. Data yang dikumpulan, disusun, dianalisis dan dideskripsikan. Sumber utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah novel “Saga no Gabai Bhaachan” karya Yoshichi Shimada. Teknik yang penulis gunakan untuk mengumpulkan data adalah tinjauan kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui studi kepustakaan dengan menggunakan buku-buku dan sumber lainnya yang ada hubungannya dengan penelitian. Diantaranya majalah, hasil penelitian ilmiah (skripsi, tesis, dsb),


(11)

maupun non ilmiah, serta melalui media internet yang membahas mengenai permasalahan, teori atau konsep yang berkaitan dengan judul skripsi ini.

Dalam menganalisis sebuah karya sastra digunakan beberapa pendekatan, salah satunya adalah pendekatan sosiologi sastra. Sosiologi sastra merupakan pendekatan yang bertolak dari orientasi pengarang dan pembaca. Maksudnya adalah karya sastra tersebut dilihat hubungannya dengan kenyataan, baik dari kenyataan yang dilihat oleh pengarang atau dari pembacanya. Sastra menyajikan gambaran kehidupan yang sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial. Tetapi, pendapat lain menyatakan bahwa karya sastra memang mengekspresikan kehidupan, tetapi keliru kalau dianggap mengekspresikan selengkap-lengkapnya. Seorang pengarang merupakan anggota masyarakat yang hidup dan berhubungan dengan orang-orang yang berada disekitarnya, maka dalam proses penciptaan karya sastra seorang pengarang tidak terlepas dari pengaruh lingkungannya. Oleh karena itu, karya sastra yang lahir ditengah-tengah masyarakat merupakan hasil pengungkapan jiwa pengarang tentang kehidupan, peristiwa, serta pengalaman hidup yang telah dihayati dan dialami si pengarang itu sendiri dalam kehidupannya. Dengan demikian, sebuah karya sastra tidak pernah berangkat dari kekosongan sosial. Maksudnya adalah karya sastra ditulis berdasarkan kehidupan sosial masyarakat tertentu serta menceritakan tentang kebudayaan yang melatarbelakanginya.

Novel “Saga no Gabai Bhaachan” ini menceritakan tentang perjuangan seorang nenek bernama nenek Osano yang berjuang dalam memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dan seorang cucu bernama Akihiro Tokunaga yang dititipkan kepadanya dalam kehidupan yang sangat miskin tanpa pernah berpikir untuk


(12)

melakukan tindakan kejahatan dan mengharap belas kasihan dari orang lain. Banyak ide yang diajarkan oleh nenek Osano untuk bertahan hidup yang sangat bermanfaat bagi kita sebagai seorang manusia.

Berawal dari kisah bom atom yang jatuh ke Hiroshima saat Perang Dunia II yang telah memporak-porandakan kehidupan banyak keluarga. Akihiro yang saat itu berusia delapan tahun kehilangan ayahnya, sehingga ibunya harus bekerja keras untuk menghidupi keluarganya. Takut perkembangan Akihiro terganggu, sang ibu memutuskan untuk menitipkan Akihiro pada sang nenek yang tinggal di perkampungan kecil bernama Saga.

Bukannya menjalani hidup yang lebih enak, justru keadaan neneknya di Saga lebih miskin daripada kehidupannya ketika tinggal di Hiroshima. Tetapi biarpun miskin, Nenek Osano hidup dengan optimis dan ceria. Banyak pelajaran hidup yang berharga yang dipelajari Akihiro ketika tinggal dengan sang nenek selama delapan tahun. Ide-ide yang diajarkan nenek dalam bertahan melawan kemiskinan sangat bermanfaat dalam menjalankan kehidupan Akihiro selanjutnya.

Kesimpulan dari analisis terhadap tokoh nenek Osano dalam novel “Saga

no Gabai Baachan” melalui pendekatan sosiologis sastra adalah

1. Nenek Osano adalah seseorang yang memiliki rasa kepedulian dan jiwa sosial terhadap sesama yang sangat tinggi. Hal ini dibuktikan dengan kesediannya membantu orang lain tanpa memikirkan untung dan rugi dari tindakan tersebut.

2. Hubungan nenek Osano dengan orang – orang yang berada di lingkungannya tinggal, berjalan dengan baik. Hal ini terbukti dengan rasa hormat yang mendalam baik dari tetangga maupun dari anak –


(13)

anaknya terhadap nenek Osano dan beliau di lingkungan kota Saga termasuk orang yang terkenal dan di tuakan oleh masyarakat setempat. 3. Walaupun kehidupan nenek Osano dan cucunya yaitu Akihiro berjalan

dalam keadaan serba kekurangan, tetapi mereka menjalaninya dengan penuh kesabaran dan hidup dengan terhormat. Hal ini dapat dilihat dari sikap nenek Osano yang tidak mau menerima kebaikan dari orang lain dengan begitu saja.

4. Bahwa novel “Saga on Gabai Baachan” ini adalah sebuah novel biografi karya Yoshichi Shimada yang merupakan kumpulan pengalaman masa kecilnya ketika tinggal bersama nenek Osano di kota Saga dan merupakan novel yang ia tulis agar masyarakat luas mengetahui tentang kehebatan neneknya dalam menjalani kehidupan yang sederhana dalam kemiskinan sambil membesarkan ia dahulu.


(14)

,

要旨

 

 

,

文学

,

作品

,

審美

,

目的

,

通信

,

作家

,

作成

,

伝え

,

結果

,

,

学者

,

,

経験

,

今後

,

文学

,

作品

,

,

,

,

,

考 え

,

文学

,

作品

,

作家

,

伝え

,

自己

,

実現

,

実際

,

自分

,

作家

,

,

経験

,

文学

,

作品

,

,

,

戯曲

,

散文

,

,

,

文学的

,

散文

,

分類

,

,

,

文学

,

作品

,

,

子供

う う


(15)

,

物語

,

,

島田

,

洋 ,七

,

いう

,

 

 

,

本論文

,

著者

,

使用

,

研究

う う

,

方法

,

記述

う う

,

方法

,

記述的

,

研究

,

存在

,

現象

,

,

研究

,

,

自然

,

現象

,

う う

,

方法

,

,

,

調査

,

,

存在

,

,

問題

,

う う

,

,

ータ

,

整理

,

分析

,

,

本研究

,

使用

,

うい

,

要因

,

,

,

,

,

山田

,

作品

,

著者

,

ータ

う う

,

,

使用


(16)

,

図書

,

観察

,

研究

,

関係

,

,

う う

,

情報

,

書籍

,

使用

,

図書

,

研究

,

う う

,

,

ータ

,

,

雑誌

,

科学的

,

研究

,

成果

,

論文

,

非科学的

,

研究

,

成果

本 論 分

い い

,

題名

,

関係

,

問題

,

理論

,

概念

,

,

議論

い ー

,

インターネッ

 

 

,

文学

,

作品

,

分析

あ ー

,

アプローチ

,

使い

,

,

文学

,

社会学的

あ ー

,

アプローチ

,

文学

,

社会学

,

作家

,

,

゛い

あ ー

,

アプローチ


(17)

,

文学

,

作品

,

現実

,

関係

,

,

作家

,

,

現実

,

,

現実

,

文学

,

社会

,

,

人生

,

,

,

,

意見

,

文学

,

作品

,

人生

,

表現

いう

,

完全

,

表現

,

考 え

,

,

作家

,

近所

,

人々

,

関係

,

,

社会

い い

,

一員

,

文学

,

作品

,

作成

,

過程

,

環境

えい う

,

影響

,

分離

,

社会

,

あ わ

,

,

文学

,

作品

,

作家

,

精神

,

表現

,

結果

,

生活

,

,

作家

,

自身


(18)

,

経験

,

,

人生

,

経験

,

文学

,

作品

,

社会的

,

真空

,

出発

,

意味

,

文学

,

特定

,

人々

,

社会

,

生活

,

,

い い

,

,

文化

,

伝え

 

 

,

,

,

,

人々

,

慈悲

,

期待

,

考え

,

非常

,

貧乏

,

生活

,

,

自分

,

自身

,

明宏

,

い う

,

,

,

必要

,

,

いう

,

祖母

う う

,

闘争

,

人間

,


(19)

,

非常

,

,

,

,

祖母

,

教え

あい あ

,

アイ

,

多い

 

 

,

,

家族

,

生活

う い

,

荒廃

,

,

世界

い う

,

大戦中

,

広島

,

,

原爆

,

物語

,

,

8 い

,

8歳

,

明宏

,

父親

,

,

,

母親

,

家族

,

支え

い う い

,

一生懸命

,

 

,

明宏

,

進展

,

,

,

母親

,

いう

,

,

,

,

祖母

,

明宏

,

 

 

,

快適

,

生活

,

,

広島

,

,

生活

,

,

祖母

う い


(20)

,

,

楽天的

,

陽気

,

,

8年間

,

祖母

い う

,

一生

,

,

,

明宏

,

,

,

人生

,

教訓

,

多 い

,

祖母

,

貧困

,

,

防御

,

教 え

あい

,

アイ

,

明宏

,

,

人生

,

,

非常

,

,

 

 

,

文学的

,

社会学

あ ー

,

アプローチ

,

,

,

主人公

,

,

,

分析

,

結論

,

 

 

,

,

,

,

非常

,

,

思い

,

社会的

,

感覚

,

,

うい

,


(21)

,

考え

,

,

人々

,

,

伝う

,

う い

,

証明

 

,

近所

,

人々

,

,

連絡

,

,

近所

,

,

子供

,

深い

,

尊敬

,

彼女

,

,

近所

う い

,

有名

,

,

地域

,

社会

,

,

う い

,

証明

 

 

,

,

明宏孫

,

生活

,

不足

う い

,

状態

,

,

,

尊敬

,

,

忍耐

,

,

他人

,

,

,

,

態度

,

,


(22)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Jepang adalah salah satu negara maju di Asia yang banyak memiliki sastrawan kelas dunia. Begitu banyak karya sastra Jepang yang telah di terjemahkan dalam berbagai bahasa yang ada di dunia. Kata “sastra” sendiri merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta (Sanskerta: shastra) yang berarti “teks yang mengandung instruksi” atau “pedoman”. Dalam Bahasa Indonesia kata “Sastra” biasa digunakan untuk merujuk kepada “kesusastraan” atau sebuah tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan aspek estetik baik yang didasarkan aspek kebahasaan maupun aspek makna, Mukarovsky dalam Antoni (2010:1).

Sastra lahir dari dorongan manusia untuk mengungkapkan diri, tentang masalah manusia, kemanusiaan dan semesta. Karya sastra yang merupakan hasil dari sastra, merupakan pengungkapan diri si pengarang yang bisa saja merupakan pengalaman yang benar – benar pernah di alami oleh sastrawan tersebut. Karya sastra tercipta karena adanya luapan perasaan dari pengalaman hidup yang di sampaikan pengarang ketengah – tengah masyarakatnya, Siregar dalam Pratama (2011:3).

Karya sastra pada dasarnya di bagi menjadi dua macam. Karya sastra yang bersifat fiksi dan nonfiksi. Karya sastra yang bersifat fiksi berupa novel, cerpen, essai dan cerita rakyat. Sedangkan karya sastra yang bersifat nonfiksi berupa puisi,


(23)

drama dan lagu. Dalam kajian penelitian ini penulis akan mengkaji sebuah novel. Menurut Nursisto (2000:168) mengatakan bahwa novel adalah media menuangkan pikiran, perasaan dan gagasan penulis dalam merespon kehidupan di sekitarnya. Ketika di dalam kehidupan muncul permasalahan baru, nurani penulis novel akan terpanggil untuk segera menciptakan suatu cerita. Sedangkan pengertian novel menurut H.B. Jassin dalam Antoni (2010:2) menyatakan bahwa “Novel sebagai karangan prosa yang bersifat cerita yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang – orang”.

Pada setiap karya sastra, terdapat dua unsur yang berpengaruh dalam membangun karya sastra tersebut. Kedua unsur tersebut adalah unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur – unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur intrinsik dalam sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Unsur yang dimaksud misalnya: cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, peristiwa dan lain – lain sebagainya. Sedang yang dimaksud unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangun atau sistem organisme karya sastra tersebut. Wellek dan Warren (1989:75-135) menyatakan bahwa unsur – unsur yang dimaksud adalah keadaan subjektivitas individual pengarang yang memiliki sikap, keyakinan dan pandangan hidup yang kesemuanya akan mempengaruhi karya yang di tulisnya. Dengan kata lain, unsur biografi pengarang akan memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan corak karya sastra yang dihasilkannya.


(24)

Pembahasan tentang sosiologis tokoh utama dalam suatu karya sastra, maka hal tidak lepas dari unsur ekstrinsik dari karya sastra tersebut. Sosiologi dalam karya sastra merupakan unsur yang tidak berada di dalam karya sastra tersebut tetapi mempengaruhi jalan cerita dari karya sastra tersebut. Sosiologis tokoh dalam suatu karya sastra berbentuk novel dapat kita lihat dalam karakter tokoh dalam cerita novel tersebut. Untuk mengungkapkan karya sastra ditinjau dari aspek sosiologinya, Wellek dan Wareen (1989:111) mengemukakan tiga jenis pendekatan, yaitu (1) sosiologi pengarang yang mempermasalahkan status sosial, ideologi sosial dan lain sebagainya yang menyangkut pengarang sebagai penghasil karya sastra, (2) sosiologi karya sastra yang mempermasalahkan karya sastra itu sendiri, dan (3) sosiologi sastra yang mempermasalahkan pembaca dan pengaruh sosiologi sastra terhadap masyarakat. Selanjutnya, Ian Watt dalam Antoni (2010:3) mengemukakan tiga macam pendekatan sosiologi sastra, yaitu: (1) konteks sosial pengarang, (2) sastra sebagai cermin masyarakat, dan (3) masyarakat apa yang dituju oleh pengarang.

Adapun penelitian yang akan di bahas adalah sebuah karya sastra yang bersifat nonfiksi yang mencerminkan kondisi kehidupan realita yang dituangkan dalam sebuah novel berjudul “Saga no Gabai Bachan” dimana novel tersebut merupakan pengalaman pribadi si pengarang yaitu Yoshichi Shimada semasa ia kecil. Novel ini menceritakan tentang perjuangan seorang nenek yang bernama nenek Osano berumur 58 tahun yang berjuang keras demi memenuhi kebutuhan hidupnya dan cucunya yang bernama Akihiro Tokunaga yang tidak lain adalah pengarang sendiri yang di titipkan oleh ibunya kepada sang nenek. Dalam kondisi yang serba kekurangan dan bahkan bisa dikatakan sangat miskin ini, banyak


(25)

ide-ide cemerlang yang dilakukan oleh nenek Osano untuk bertahan hidup. Tanpa pernah mengeluh serta menyerah pada keadaan dan dengan segala ide – ide cemerlang sang nenek, mereka selalu menjalani kehidupannya dengan tawa, senyuman dan penuh kesabaran. Novel ini mengajarkan kita untuk selalu bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa akan apa yang kita miliki, karena kemiskinan bisa membuat seseorang merasa sedih, murung, putus asa dan pada akhirnya melakukan tindakan kejahatan seperti mencuri, merampok dan menipu dengan alasan ekonomi. Namun demikian, hal tersebut tidak pernah terpikirkan oleh nenek Osano. Kemiskinan membuatnya menjadi seorang pekerja keras bahkan di usianya yang sudah tua dan dengan ide – ide cemerlangnya ia membuat kehidupannya menjadi mudah namun tetap terhormat di mata orang – orang di sekitarnya.

Hal ini menarik untuk dibahas lebih lanjut, terlebih tentang bagaimana nenek Osano dengan segala beban hidup sehari – harinya menghadapi permasalahan yang timbul di sekelillingnya baik dari cucunya Akihiro Tokunaga maupun dari lingkungan sekitar tempat tinggalnya dengan kecerdikan dan ide – ide cemerlangnya. Melalui tokoh nenek Osano dalam novel yang merupakan karya cucunya sendiri yang bernama Akihiro Tokunaga atau yang lebih dikenal sebagai Yoshichi Shimada. Dengan kajian secara sosiologis, penulis berusaha memahami aspek perspektif atau imajinasi sosiologis serta sifat dan sikap para tokoh utama dalam menjalani kehidupan yang terdapat dalam cerita novel “Saga no Gabai Bachan”. Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk membahas keadaan sosiologis tokoh utama dalam novel “Saga no Gabai Bachan”, sehingga penulis akan membahasnya melalui penelitian yang berjudul: “Analisis


(26)

Sosiologis Terhadap Tokoh Utama Dalam Novel “Saga no Gabai Baachan” Karya Yoshichi Shimada.

1.2 Rumusan Permasalahan

Sesuai dengan judul penelitian, yaitu “Analisis Sosiologis Terhadap Tokoh Utama Dalam Novel “Saga No Gabai Baachan” Karya “Yoshichi Shimada”, maka penelitian ini akan membahas mengenai sosiologis tokoh utama dalam melalui hari-harinya. Novel “Saga No Gabai Baachan” karya Yoshichi Shimada ini, merupakan sebuah novel yang bercerita tentang kehidupan neneknya sendiri yaitu nenek Osano sebagai tokoh utama.

Sebagai pengarang novel Saga No Gabai Baachan ini Yoshichi Shimada menceritakan tentang keseharian nenek Osano dan cucunya Akihiro Tokunaga yang hidup dalam kondisi yang serba kekurangan dan bahkan bisa dikatakan sangat miskin. Tanpa pernah mengeluh serta menyerah pada keadaan dan dengan segala ide – ide cemerlang sang nenek, mereka selalu menjalani kehidupannya dengan tawa, senyuman dan penuh kesabaran. Novel ini mengajarkan kita untuk selalu bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa akan apa yang kita miliki, karena kemiskinan bisa membuat seseorang merasa sedih, murung, putus asa dan pada akhirnya melakukan tindakan kejahatan seperti mencuri, merampok dan menipu dengan alasan ekonomi. Namun demikian, hal tersebut tidak pernah terpikirkan oleh nenek Osano. Kemiskinan membuatnya menjadi seorang pekerja keras bahkan di usianya yang sudah tua dan dengan ide – ide cemerlangnya ia membuat


(27)

kehidupannya menjadi mudah namun tetap terhormat di mata orang – orang di sekitarnya.

Berdasarkan alasan – alasan tersebut dan berkaitan dengan pendekatan sosiologis yang digunakan dalam penelitian ini, maka dalam bentuk pertanyaan rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana nenek Osano menjalani kehidupan sehari – harinya dengan kondisi yang serba kekurangan ?

2. Nilai luhur apa yang digambarkan tokoh nenek Osano dalam novel “Saga

no Gabai Baachan” ini ?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Dalam penelitian ini, penulis membatasi ruang lingkup pembahasannya pada analisis terhadap kesederhanaan cara hidup nenek Osano dan nilai – nilai baik yang dapat di ambil dari hal tersebut. Dalam hal ini nenek Osano selaku tokoh utama dalam novel “Saga no Gabai Baachan” karya Yoshichi Shimada. Novel “Saga no Gabai Baachan” ini sendiri terdiri dari 264 halaman dan dicetak dalam edisi Bahasa Indonesia yang merupakan hasil terjemahan dari Bahasa Jepang oleh pihak penerbit di Indonesia. Dan untuk penelitian ini, peneliti mengambil 10 cuplikan dari novel “Saga no Gabai Baachan” untuk dianalisis.

Agar pembahasan skripsi ini lebih akurat, maka penulis sebelum bab pembahasan, akan menjelaskan juga tentang definisi novel, setting cerita “Saga no

Gabai Baachan”, riwayat hidup pengarang (Yoshichi Shimada) dan sosiologi


(28)

dirangkum dan kemudian akan didistribusikan ke dalam setiap bab dan sub bab dalam penelitian ini.

1.4 Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka

Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang obyeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 1993:8). Sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam segi kehidupannya, maka sastra tidak saja merupakan suatu media untuk menyampaikan ide, teori, atau pikiran manusia. Dewantara dalam Antoni (2010:8) mengungkapkan bahwa setiap manusia merupaka individu yang berbeda dengan individu lainnya. Manusia mempunyai watak, temperamen, pengalaman, pandangan dan perasaan sendiri yang berbeda dengan yang lainnya. Karya sastra sebagai hasil dari sastra itu sendiri, pada hakikatnya merupakan replika dari kehidupan nyata atau penggambaran dari kehidupan nyata itu sendiri. Hal ini dikarenakan obyek sastra adalah pengalaman hidup manusia menyangkut sosial budaya, kesenian dan sistem berfikir. Menurut Pradopo (1994:59), karya sastra adalah karya seni, suatu karya yang menghendaki kreativitas. Karya sastra digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan pikirannya tentang sesuatu yang ada dalam ralitas yang dihadapi ataupun yang pernah dihadapinya. Realitas itu merupakan faktor penyebab pengarang mencipakan sebuah karya, di samping unsur imajinasi.

Novel sebagai salah satu produk sastra memegang peranan penting dalam memberikan pandangan untuk menyikapi hidup secara imajinatif. Hal ini


(29)

dikarenakan persoalan yang diangkat dalam novel adalah persoalan tentang manusia dan kemanusiaan. Pengertian novel dalam pandangan H.B. Jassin dalam Antoni (2010:9) menyatakan bahwa “Novel sebagai karangan prosa yang bersifat cerita yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang-orang”. Sedangkan menurut Nursisto (2000:168) mengatakan bahwa novel adalah media menuangkan pikiran, perasaan dan gagasan penulis dalam merespon kehidupan di sekitarnya. Ketika di dalam kehidupan muncul permasalahan baru, nurani penulis novel akan terpanggil untuk segera menciptakan suatu cerita.

Dalam menganalisis karya sastra berdasarkan teori, hendaknya dilakukan dengan cara objektif dan tidak memihak. Swingewood dalam Antoni (2010:10) menjelaskan bahwa sosiologi sebagai studi yang ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam masyarakat, studi mengenai lembaga-lembaga dan proses-proses sosial. Sedangkan Ritzer dalam Antoni (2010:10) menyatakan bahwa sosiologi merupakan suatu ilmu pengetahuan yang multiparadigma. Ritzer menemukan tiga paradigma yang mendasar dalam sosiologi, yaitu paradigma fakta-fakta sosial, paradigma defenisi sosial dan paradigma prilaku sosial. Paradigma yang pertama adalah fakta sosial yang berupa lembaga-lembaga dan struktur sosial. Fakta sosial itu sendiri dianggap sebagai sesuatu yang nyata yang berbeda dan berada diluar individu. Paradigma yang kedua yaitu defenisi sosial yang memusatkan perhatian terhadap cara individu-individu mendefinisikan situasi sosial mereka dan efek dari defenisi itu terhadap tindakan yang mengikutinya. Dalam paradigma ini yang dianggap sebagai pokok persoalan sosiologi bukanlah fakta sosial yang “objektif” melainkan secara subjektif menghayati fakta – fakta sosial tersebut. Sedangkan


(30)

yang dianggap pokok persoalan sosiologi oleh paradigma ketiga adalah perilaku manusia sebagai subjek yang nyata.

Berdasarkan penjelasan di atas, dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan pendekatan sosiologis untuk menelaah novel “Saga no Gabai

Baachan”. Di dalam novel “Saga no Gabai Baachan” karya Yoshichi Shimada

dapat dilihat bagaimana nenek Osano sebagai tokoh utama menjalani kehidupannya yang miskin namun tetap bahagia dan ceria bersama cucunya.

1.4.2 Kerangka Teori

Dalam menganalisis suatu karya sastra, diperlukan suatu teori pendekatan yang berfungsi sebagai acuan dalam menganalisis karya sastra tersebut. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan sosiologi sastra yang dikemukakan oleh Wellek dan Warren, serta semiotika sebagai landasan teori dalam menganalisis novel “Saga no Gabai Baachan” ini.

Sosiologi sebagai suatu pendekatan terhadap karya sastra memiliki cakupan wilayah yang luas. Menurut Wellek  dan  Warren  dalam  Asking  (2012: 22), 

cakupan karya sastra dengan pendekatan sosiologis dibagi atas 3 klasifikasi, yaitu:

1. Sosiologi pengarang.

Hal ini berkaitan dengan profesi pengarang, latar belakang sosial status pengarang dan ideologi pengarang yang terlihat dari berbagai kegiatan pengarang di luar karya sastra, karena setiap pengarang adalah warga


(31)

masyarakat, dapat dipelajari sebagai makhluk sosial. Biografi pengarang adalah sumber utama, tetapi studi ini juga dapat meluas ke lingkungan tempat tinggal dan berasal. Dalam hal ini, informasi tentang latar belakang keluarga, atau posisi ekonomi pengarang akan memiliki peran dalam pengungkapan masalah sosiologi pengarang.

2. Sosiologi karya sastra.

Hal ini berkaitan dengan karya sastra itu sendiri yang menjadi pokok penelaahannya atau apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya. Pendekatan yang umum dilakukan sosiologi ini mempelajari sastra sebagai dokumen sosial sebagai potret kenyataan sosial.

3. Sosiologi sastra.

Hal ini berkaitan dengan pembaca dan dampak sosial karya sastra, mempengaruhi masyarakat. Banyak orang meniru gaya hidup tokoh-tokoh dunia rekaan dan diterapkan dalam kehidupannya.

Penelitian menurut Warren dan Wallek akan melihat sejauh mana karya sastra ini menggambarkan kebenaran kehidupan sosial dilihat dalam teks–teks yang ditulis oleh pengarang dalam novelnya dan juga kaitan antara unsur pembentuk karya sastra tersebut yakni pengarangnya dengan lingkungannya terutama lingkungan masa kecilnya.

Kemudian untuk menganalisis bagaimana kondisi sosial yang terjadi dalam cuplikan isi novel tersebut, penulis menggunakan pendekatan semiotika.


(32)

Menurut Pradopo, dkk (2001:270) semiotika adalah ilmu tentang tanda-tanda, ilmu ini menganggap bahwa sosial masyarakat dan kebudayaan itu mempelajari system – sistem, aturan – aturan dan konvensi – konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Penggunaan metode semiotika sebagai pendekatan yang digunakan dalam penelitian karya sastra didasarkan pada pengertian tentang tanda, cara kerjanya dan pengunaannya. Menurut Peirce dalam Antoni (2010:12) tanda adalah sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain dalam batas – batas tertentu. Tanda memungkin kita berfikir, berhubungan dengan orang lain dan memberikan makna pada apa yang ditampilkan oleh alam semesta. Melalui pendekatan semiotik ini, penulis berusaha untuk menginterpretasikan setiap tanda – tanda dan bahasa – bahasa yang ada dalam novel ini agar dapat diketahui gambaran jelas tentang bagaimana kehidupan nenek Osano yang selalu hidup dalam kesederhanaan dan dapat menjadi panutan bagi pembaca novel

“Saga no Gabai Baachan” ini.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian

Alasan – alasan yang telah dikemukakan dalam bagian latar belakang merupaka faktor utama dilakukannya penelitian ini. Secara ringkas dapat di jabarkan tujuan penelitian ini sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana nenek Osano menjalani kehidupan sehari – harinya dalam keadaan yang serba kekurangan.


(33)

2. Untuk mengetahui nilai – nilai luhur yang digambarkan oleh tokoh nenek Osano dalam novel “Saga no Gabai Baachan” ini.

1.5.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi peneliti dan masyarakat umum diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai sosiologis tokoh dalam suatu karya sastra.

2. Bagi peneliti dan masyarakat umum diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang kesederhanaan hidup seorang manusia yang dalam hal ini di wakili oleh tokoh nenek Osano yang rela bekerja keras demi memenuhi kehidupannya dan seorang cucu yang tinggal bersamanya.

3. Bagi peneliti dan penulis lain, agar menjadi sumber masukkan dan referensi untuk menganalisis karya sastra novel lainnya yang menggunakan pendekatan sosiologis sastra dimasa yang akan datang.

1.6 Metode Penelitian

Dalam suatu penelitian, dibutuhkan sebuah metode sebagai alat untuk mencapai tujuan yang dimaksudkan. Menurut Wiradi dalam Pratiwi (2012:11), metode adalah seperangkat langkah (apa yang harus dikerjakan) yang tersusun


(34)

secara sistematis (urutannya logis). Berdasarkan permasalahan yang dianalisis dalam novel “Saga no Gabai Baachan” ini, maka metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode deskriptif. Berbagai macam defenisi tentang penelitian deskriptif, di antaranya adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan antara variabel yang satu dengan variabel yang lain menurut Sugiyono dalam Antoni (2010:14). Pendapat lain mengatakan bahwa, penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan menurut Arikunto dalam Antoni (2010:15). Jadi tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat penjelasan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta – fakta dan sifat – sifat populasi atau daerah tertentu. Dalam arti ini, pada penelitian deskriptif sebenarnya tidak perlu mencari atau menerangkan saling hubungan atau komparasi, sehingga juga tidak memerlukan hipotesis. Namun demikian, dalam perkembangannya selain menjelaskan tentang situasi atau kejadian yang sudah berlangsung sebuah penelitian deskriptif juga dirancang untuk membuat komparasi maupun untuk mengetahui hubungan atas satu variabel kepada variabel lain.

Dalam penulisan ini peneliti menguraikan dan menjelaskan secermat mungkin masalah – masalah sosiologis tokoh utama yang terdapat dalam novel

Saga no Gabai Baachan” karangan Yoshichi Shimada dengan teori – teori yang

telah ada. Teori – teori tersebut adalah teori sosiologis khususnya teori sosiologis Soerjono Soekanto. Sementara itu teknik yang penulis gunakan untuk


(35)

mengumpulkan data adalah dengan metode studi kepustakaan (Library Research), yaitu teknik mengumpulkan data tersebut dilakukan dengan cara mengumpulkan referensi yang ada hubungannya dengan penelitian ini baik berupa buku – buku, majalah, laporan hasil penelitian ilmiah (skripsi, tesis, jurnal ilmiah, dsb), maupun non ilmiah. Selain itu, penulis juga melakukan pencarian data melalui media internet mengenai pemasalahan yang berkenaan dengan penelitian ini. Kemudian setelah itu membaca dan menganalisis masalah – masalah yang ada dengan teori-teori yang berhubungan dengan penulisan ini.


(36)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL “SAGA NO GABAI BAACHAN”, SETTING CERITA, SOSIOLOGIS SASTRA DAN RIWAYAT HIDUP

PENGARANG

2.1 Definisi Novel

Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling popular di dunia. Bentuk karya sastra ini paling banyak beredar, lantaran daya komunikasinya yang luas pada masyarakat. Novel sendiri berasal dari bahasa Italia, yaitu novella yang secara harfiah berarti “sebuah barang baru yang kecil” dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa. Istilah novella sendiri mengandung pengertian yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjang cakupannya tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek, Abrams dalam Pratama (2011:15).

Novel sebagai sebuah karya sastra fiksi memiliki pengertian sebagai suatu karya sastra yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak ada dan terjadi sungguh – sungguh sehingga tidak perlu dicari kebenarannya pada dunia nyata, Nurgiantoro dalam Keliat (2012:13). Sedangkan menurut H.B. Jassin dalam Antoni (2010:17) menyatakan bahwa “Novel sebagai karangan prosa yang bersifat cerita yang menceritakan suatu kejadian luar biasa dari kehidupan orang – orang.

Pendapat lain menyatakan bahwa novel adalah karya imajinatif yang mengisahkan sisi utuh atas problematika kehidupan seseorang atau beberapa


(37)

orang tokoh, Kosasih dalam Pratiwi (2012:14). Kisah novel berawal dari kemunculan suatu persoalan yang dialami tokoh hingga tahap penyelesaiannya. Novel memberi gambaran tentang tokoh, peristiwa dan latarnya secara fisik, seolah dapat dilihat, diraba serta didengar. Selain itu, novel juga menghadirkan pengetahuan tentang hal – hal yang mendalam, yang tidak dapat dilihat, dipegang serta didengar namun dapat dirasakan oleh batin yang kesemuanya diperoleh secara tersirat dari gambaran tokoh, peristiwa dan tempat yang diceritakan dalam novel tersebut.

Walaupun novel bersifat imajiner, namun ada juga novel yang berdasarkan pada fakta. Karya fiksi yang demikian oleh Abrams dalam Pratiwi (2012:15) digolongkan sebagai karya non fiksi yang terbagi atas (1) fiksi historis atau novel historis, jika yang menjadi dasar penulisan adalah fakta sejarah, (2) fiksi biografis atau novel biografis, jika yang menjadi dasar penulisan adalah fakta biografi seseorang dan (3) fiksi sains atau novel sains, jika yang yang menjadi dasar penulisan adalah fakta ilmu pengetahuan.

Novel dapat dibagi menjadi dua golongan menurut pendapat Nurgiantoro dalam Pratama (2011:16), yaitu novel populer dan novel serius. Novel populer adalah novel yang popular dan terkenal pada masanya serta memiliki banyak pengemarnya, terutama pembaca dari kalangan remaja. Novel golongan ini menampilkan permasalahan yang aktual dan sesuai dengan zaman, namun hanya permukaan permasalahan saja. Novel popular tidak membahas permasalahan kehidupan secara lebih mendalam, tidak berusaha meresapi hakikat kehidupan. Karena novel popular pada umumnya bersifat sementara, cepat ketinggalan zaman dan tidak memaksa orang untuk membacanya sekali lagi. Novel popular ini


(38)

biasanya cepat dilupakan orang, apalagi dengan banyaknya muncul novel – novel baru yang lebih popular dan lebih mengikuti perkembangan zaman.

Sedangkan golongan berikutnya adalah novel serius, novel serius adalah novel yang isi ceritanya serba berkemungkinan serta dituntut konsentrasi untuk dapat memahami jalan cerita yang dipaparkan dalam novel tersebut. Pengalaman dan permasalahan kehidupan yang disajikan dalam novel ini disoroti dan diungkap sampai ke inti hakikat kehidupan yang bersifat universal. Novel serius selain memberikan hiburan juga memberi pengalaman yang berharga kepada pembacanya, selain itu juga mengajak sang pembaca untuk meresapi permasalahan yang ditampilkan dalam novel tersebut. Hal ini lah yang merupakan kelebihan novel serius dibandingkan novel popular, sehingga tetap dapat bertahan dan tetap menarik di baca sepanjang masa.

Jadi, menurut pemaparan defenisi novel diatas. Penulis menarik kesimpulan bahwa novel “Saga No Gabagai Baachan” karya Yoshichi Shimada yang menjadi objek kajian skripsi ini adalah novel nonfiksi yang berbentuk novel biografis dan tergolong kedalam novel serius, kerena Yoshici Shimada sebagai pengarang novel “Saga No Gabai Baachan” mengkisahkan tentang kehidupannya bersama neneknya di sebuah desa bernama Saga semasa ia kecil dahulu di sekitar tahun 1958 dan dalam novel ini yang menjadi tokoh utama adalah nenek Osano yang merupakan neneknya sendiri. Banyak hal berharga yang diajarkan nenek Osano sebagai tokoh utama dalam novel “Saga No Gabai Baachan” ini, terutama bagaimana bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa akan apa yang kita miliki di tengah kondisi yang serba kekurangan atau bisa dikatakan miskin dan tentang bagaimana nenek Osano dengan segala beban hidup sehari – harinya menghadapi


(39)

permasalahan yang timbul di sekelillingnya baik dari cucunya Akihiro Tokunaga maupun dari lingkungan sekitar tempat tinggalnya dengan kecerdikan dan segala ide – ide cemerlangnya. Kemiskinan membuat nenek Osano menjadi seorang pekerja keras, bahkan di usianya yang sudah tua dan dengan ide – ide cemerlangnya ia membuat kehidupannya menjadi mudah namun tetap terhormat di mata orang – orang di sekitarnya.

2.2 Unsur Intrinsik Novel “Saga No Gabai Baachan”

Sebuah karya sastra seperti novel, pada dasarnya dibagun atas unsur – unsur berupa tema, alur (plot), setting (latar), penokohan (perwatakan) dan sudut pandang (pusat pengisahan). Struktur formal novel ini dapat di sebut sebagai element atau unsur – unsur yang dapat menentukan situasi umum dalam sebuah novel. Unsur – unsur struktur formal novel ini lah yang menjadi fokus untuk di telaah dalam bagian ini, berikut adalah telaah umum terhadap unsur – unsur struktur formal dalam novel “Saga No Gabai Baachan”.

2.2.1 Tema

Tema berasal dari bahasa latin yang berarti “tempat meletakkan suatu perangkat”, Aminuddin dalam Keliat (2012:14). Dikatakan demikian karena tema adalah ide yang mendasari suatu cerita, sehingga berperan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya yang diciptakannya. Sementara itu pendapat lain mengatakan bahwa tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi penciptaan karya sastra, Fananie dalam Pratama (2011:20).


(40)

Sastra merupakan cerminan kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya sastra sangatlah beragam. Tema dapat berupa segala hal berkaitan dengan permasalahan kehidupan, seperti moral, etika, agama, sosial budaya, tradisi dan teknologi. Namun, tema juga bisa berupa pandangan pengarang, ide atau keinginan pengarang dalam menyikapi persoalan yang muncul.

Berdasarkan pengertian tema yang sudah dijelaskan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tema dari novel “Saga no Gabai Baachan” adalah tentang perjuangan seorang nenek dalam membesarkan seorang cucu yang dititipkan kepadanya dalam kondisi ekonomi mereka yang serba kekurangan namun dengan kerja keras dan ide cemerlang sang nenek, mereka dapat menjalani kehidupan dengan penuh kegembiraan tanpa mengharap belas kasihan dari orang lain.

2.2.2 Alur (Plot)

Alur atau plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan peristiwa yang lain, Stanton dalam Pratama (2011:20). Alur atau plot adalah suatu struktur yang merupakan rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai penghubung antar bagian – bagian dalam keseluruhan pada sebuah karya sastra fiksi.

Menurut susunan urutan waktunya, maka alur dibagi dua jenis, yaitu alur maju dan alur mundur. Alur maju adalah alur yang susunan waktunya bergerak maju seiring munculnya peristiwa serta permasalahan dalam cerita dan diakhiri


(41)

dengan suatu peristiwa puncak serta penyelesaian di akhir cerita. Sedangkan alur mundur adalah alur yang susunannya dimulai dari suatu peristiwa dimana peristiwa tersebut merupakan bagian dari peristiwa puncak atau peristiwa di akhir cerita yang kemudian jalan cerita tersebut kembali ke suatu peristiwa yang menyebabkan terjadinya peristiwa puncak atau akhir cerita tersebut.

Sedangkan menurut Aminuddin dalam Pratama (2011:21), alur cerita prosa fiksi pada umunya disusun berdasarkan urutan berikut:

1. Perkenalan

Pada bagian ini pengarang menggambarkan sitauasi dan memperkenalkan tokoh – tokohnya.

2. Pertikaian

Pada bagian ini pengarang mulai memunculkan pertikaian yang dialami para tokoh.

3. Perumitan

Pada bagian ini pertikaian para tokoh semakin menghebat. 4. Klimaks

Pada bagian ini puncak perumitan mulai muncul. 5. Peleraian

Pada bagian ini persoalan demi persoalan mulai terpecahkan.

Adapun alur atau plot yang terdapat pada novel “Saga no Gabai Baachan” ini adalah alur mundur, dikarenakan novel ini bercerita tentang masa kecil sang pengarang yaitu Yoshichi Shimada ketika ia dititipkan ibunya pada neneknya. Cerita pada novel ini dimulai ketika sang pengarang teringat akan masa kecilnya


(42)

dahulu semasa ia tinggal dengan sang nenek di sebuah desa bernama Saga dan membandingkan masa itu dengan masa sekarang ini. Kemudian dilanjutkan dengan mencerikan tentang awal bagaimana ia bisa sampai dititipkan kepada sang nenek oleh ibunya pada usia 8 tahun, cerita terus berlanjut sampai si pengarang menyelesaikan sekolah menengah pertamanya pada usia 16 tahun dan akhirnya kembali tinggal bersama sang ibu di kota Hiroshima.

2.2.3 Latar (Setting)

Dalam karya sastra fiksi, latar (setting) merupakan salah satu elemen pembentuk cerita yang sangat penting. Karena elemen tersebut akan dapat menentukan situasi umum sebuah karya, Abrams dalam Pratama (2011:22). Kemudian menurut Abrams dalam Pratiwi (2012:21), menyatakan bahwa secara garis besar, latar dapat dikategorikan dalam tiga bagian, yaitu:

1. Latar Tempat

Latar tempat mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat dengan nama, inisial atau lokasi tertentu tanpa nama yang jelas.

Dalam novel “Saga no Gabai Baachan” ini, lokasi tempat berlangsungnya cerita adalah sebuah kota kecil bernama Saga yang terletak di Prefektur Saga di Jepang bagian selatan.


(43)

2. Latar Waktu

Latar waktu mengacu kepada saat terjadinya peristiwa atau waktu ketika peristiwa dalam cerita dalam novel tersebut terjadi. Latar waktu meliputi hari, tanggal, bulan, tahun dan bahkan zaman tertentu yang melatarbelakangi cerita tersebut.

Dalam novel “Saga no Gabai Baachan” ini, latar waktu berlangsungnya cerita adalah tahun 1958 atau tahun ke 33 era Showa sampai dengan tahun 1966 atau tahun ke 41 era Showa.

3. Latar Sosial

Latar sosial mengacu kepada hal – hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat atau tokoh yang pada satu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi maupun non fiksi. Latar sosial di sini dapat berupa kebiasaan hidup, cara berfikir, pandangan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan dan cara bersikap. Latar sosial ini juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah atau tinggi.

Dalam novel “Saga no Gabai Baachan” ini, tokoh utama yaitu nenek Osano memiliki peran sebagai seorang nenek di rumah dan sebagai seorang petugas bersih – bersih di lingkungan sekolah dan universitas Saga di kota Saga. Sedangkan di lingkungan rumahnya, nenek Osano memiliki status yang terhormat. Karena nenek Osano


(44)

termasuk tokoh yang dituakan dan dihormati di lingkungan tempat tinggalnya.

2.2.4 Penokohan (Perwatakan)

Jones dalam Pratama (2011:22), menyatakan bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang di tampilkan dalam sebuah cerita. Penokohan dalam karya sastra merujuk pada pelaku atau tokoh ceritanya. Menurut Abrams dalam Pratama (2011:22), menyatakan bahwa tokoh cerita adalah orang – orang yang ditampilkan dalam karya naratif yang ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

Jadi, tokoh cerita memiliki peran penting sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral atau segala sesuatu yang sengaja ingin disampaikan pengarang kepada pembaca.

Adapun tokoh – tokoh dalam novel “Saga on Gabai Baachan” adalah sebagai berikut :

1. Nenek Osano

Nenek Osano adalah merupakan tokoh utama dalam novel “Saga no

Gabai Baachan”. Ia adalah seorang nenek yang mandiri, pekerja keras,

tegar dan rela berkorban demi cucu yang dititipkan anaknya kepadanya. Nenek Osano tidak pernah menyerah dan putus asa terhadap kehidupannya yang sangat miskin.


(45)

2. Akihiro Tokunaga

Akihiro Tokunaga adalah merupakan cucu dari nenek Osano. Ia seorang anak yang periang, baik, mudah memaafkan orang lain, menghargai orang tua, penyayang dan memiliki semangat yang tinggi dalam menggapai cita-citanya. Namun terkadang Akihiro memiliki sikap yang usil dan nakal yang tidak jarang membuat nenek Osano kesal, walau demikian Akihiro merupakan cucu yang sangat disayangi oleh nenek Osano.

3. Yoshiko

Yoshiko adalah seorang wanita dewasa yang merupakan ibu dari Akihiro Tokunaga yang memiliki sifat penyayang, baik, bertanggung jawab, perhatian dan pekerja keras. Karena kesibukkannya bekerja mencari uang membuat ia tidak memiliki waktu untuk membesarkan anaknya, maka Akihiro dititipkan pada ibunya untuk dididik dan dibesarkan di kota Saga.

4. Kisako

Kisako adalah adik dari Yoshiko yang juga merupakan bibi dari Akihiro Tokunaga. Bibi Kisako adalah seorang wanita dewasa yang penyayang, ialah yang dimintai tolong oleh Yoshiko untuk membawa Akihiro dari Hiroshima ke Saga untuk dititipkan pada nenek Osano.


(46)

5. Tanaka Sensei

Tanaka Sensei adalah seorang guru yang merupakan penasehat klub baseball di sekolah menengah pertama tempat Akihiro Tokunaga bersekolah. Ia sangat akrab dan baik kepada Akhiro karena pada saat itu Akihiro adalah kapten tim baseball di sekolahnya. Walau demikian Tanaka sensei memilki sifat penolong, perhatian, baik hati dan bijaksana.

2.2.5 Sudut Pandang (Pusat Pengisahan)

Sudut pandang atau point of view merupakan cara sebuah cerita dikisahkan. Aminudin dalam Pratama (2011:24) menyatakan bahwa sudut pandang adalah kedudukan atau posisi pengarang dalam cerita. Selain itu, pendapat lain menyatakan bahwa sudut pandang adalah cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca, Abrams dalam Pratama (2011:24).

Sudut pandang merupakan strategi, teknik dan siasat, dari pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya, selain itu posisi pengarang dalam cerita tersebut pula lah yang menjadi sudut pandang pembaca dalam mengikuti dan memahami jalannya cerita tersebut. Terdapat beberapa jenis sudut pandang (point


(47)

1. Pengarang sebagai tokoh utama.

Sering juga posisi yang demikian disebut sudut pandang orang pertama aktif. Disini pengarang menuturkan dirinya sendiri.

2. Pengarang sebagai tokoh bawahan atau sampingan.

Disini pengarang ikut melibatkan diri dalam cerita. Akan tetapi ia menceritakan sang tokoh utama. Dalam posisi yang demikian itu sering disebut sudut pandang orang pertama pasif.

3. Pengarang hanya sebagai pengamat yang berada di luar cerita. Disini pengarang menceritakan orang lain dalam segala hal.

Dalam novel “Saga no Gabai Baachan”, Yoshichi Shimada bertindak sebagai tokoh sampingan. Ia bertindak sebagai tokoh Akihiro Tokunaga yang tidak lain merupakan dirinya sendiri semasa kecil dan menceritkan tentang kisah neneknya yaitu nenek Osano sebagai tokoh utama dalam novel tersebut.

2.3 Biografi Pengarang

Yoshichi Shimada lahir di Hiroshima tahun 1950, ia terlahir dengan nama Akihiro Tokunaga. Ayahnya meninggal ketika ia kecil karena penyakit yang di derita sang ayah akibat efek radioaktif yang tersisa dari bom atom pada saat Perang Dunia II di Hiroshima. Karena kesibukan sang ibu dan suasana kota Hiroshima yang tidak baik untuk pertumbuhan Akihiro kecil, maka ia pun dititipkan ibunya ke pada nenek nya di sebuah kota kecil bernama Saga.


(48)

Namun di kota kecil bernama Saga ini, bukan kehidupan yang lebih enak yang didapatinya. Tetapi kehidupan yang lebih miskin daripada kehidupannya ketika tinggal di Hiroshima. Walau hidup dalam kemiskinan, di bawah asuhan dan kasih sayang sang nenek ia menjalani kehidupannya dengan ceria dan selalu optimis akan segala tantangan hidup. Baginya, delapan tahun di Saga tinggal bersama sang nenek membuatnya banyak belajar tentang nilai – nilai kebahagian sejati manusia. Karena walau mereka berdua hidup miskin, tetapi tetap bahagia dan ceria dalam menghadapi kesehariannya.

Setelah menyelesaikan sekolah menengah pertamanya di Saga, ia kembali ke Hiroshima untuk tinggal bersama sang ibu dan melanjutkan sekolahnya. Meski tadinya ia bermimpi menjadi pemain baseball profesional, entah bagaimana ia malah melakukan debut sebagai kelompok lawak manzai “B&B”, kemudian menjadi salah satu yang terkenal saat manzai booming di tahun 1980.

Dalam kehidupannya dewasa ini, Akihiro menikah dan memiliki dua orang anak. Namun walau demikian, ia tetap memegang teguh prinsip – prinsip hidup yang diajarkan nenek Osano semasa ia kecil dulu di Saga. Ia tidak mengenal kata – kata barang bermerek, interior canggih ataupun sajian mewah. Ia tetap hidup dalam kesederhanaan sesuai dengan ajaran sang nenek.

Novel “Saga on Gabai Baachan” pertama kali terbit tahun 2001, tujuan awal Akhiro menulis novel ini adalah agar semua orang tahu tentang cara hidup nenek Osano. Di tahun 2003 dalam acara “Tetsuko no Heya” yang sangat terkenal di Asahi TV yang dipandu oleh Tetsuko Kuroyanagi yang juga merupakan penulis novel “Totto – Chan : Gadis Cilik di Jendela”, Akhiro


(49)

diundang sebagai bintang tamu dan diperkenankan memperkenalkan novel “Saga

no Gabai Baachan” ini. Kisah nenek hebat dari Saga ini begitu terkenal di Jepang

dan telah diadaptasi menjadi film layar lebar, game dan manga. Dan hingga saat ini Akhiro masih berkarya di dunia pertelevisian, panggung dan sebagainya.

2.4 Sosiologis dan Semiotik dalam Kajian Sastra 2.4.1 Sosiologis dalam Kajian Sastra

Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari kata sos yang berarti bersama, bersatu, kawan, teman dan logos berarti sabda, perkataan, perumpamaan. Sastra berasal dari akar kata sas yang berasal dari bahasa Sansekerta yang memiliki arti mengarahkan, mengajarkan, memberi petunjuk dan instruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Merujuk pada definisi diatas, keduanya memiliki objek kajian yang sama yaitu manusia dan masyarakat.

Ada beberapa alasan mengapa sastra memiliki kaitan erat dengan masyarakat. Ratna dalam Asking (2012:19), menyatakan sebagai berikut :

1. Karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh pengarang cerita, disalin oleh penyalin, sedangkan ketiga subjek tersebut adalah anggota masyarakat.

2. Karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang terjadi dalam masyarakat, yang pada gilirannya juga difungsikan oleh masyarakat.


(50)

3. Medium karya sastra, baik lisan maupun tulisan, dipinjam melalui kompetensi masyarakat, yang dengan sendirinya telah mengandung masalah-masalah kemasyarakatan.

4. Berbeda dengan ilmu pengetahuan, agama, adat-istiadat, dan tradisi yang lain, dalam karya sastra terkandung estetika, etika, bahkan juga logika. Masyarakat jelas sangat berkepentingan terhadap ketiga aspek tersebut.

5. Sama dengan masyarakat, karya sastra adalah hakikat intersubjektivitas, masyarakat menemukan citra dirinya dalam suatu karya.

Sosiologi sastra merupakan pendekatan yang bertolak dari orientasi pengarang dan pembaca. Maksudnya adalah karya sastra tersebut dilihat hubungannya dengan kenyataan, baik dari kenyataan yang dilihat oleh pengarang atau dari pembacanya. Menurut Siti Aida Azis dalam Asking (2012:20), Sastra menyajikan gambaran kehidupan yang sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial. Tetapi, pendapat lain menyatakan bahwa karya sastra memang mengekspresikan kehidupan, tetapi keliru kalau dianggap mengekspresikan selengkap-lengkapnya, Warren dan Wellek dalam Asking (2012:20). Seorang pengarang merupakan anggota masyarakat yang hidup dan berhubungan dengan orang-orang yang berada disekitarnya, maka dalam proses penciptaan karya sastra seorang pengarang tidak terlepas dari pengaruh lingkungannya. Oleh karena itu, karya sastra yang lahir ditengah-tengah masyarakat merupakan hasil pengungkapan jiwa pengarang tentang kehidupan, peristiwa, serta pengalaman hidup yang telah dihayati dan dialami si pengarang itu sendiri dalam kehidupannya. Dengan demikian, sebuah karya sastra tidak pernah berangkat dari


(51)

kekosongan sosial. Maksudnya adalah karya sastra ditulis berdasarkan kehidupan sosial masyarakat tertentu serta menceritakan tentang kebudayaan yang melatarbelakanginya.

Sosiologi sebagai suatu pendekatan terhadap karya sastra memiliki cakupan wilayah yang luas. Menurut Wellek dan Warren dalam Asking (2012:22), cakupan  karya sastra dengan pendekatan sosiologis dibagi atas 3 klasifikasi, yaitu:

1. Sosiologi pengarang.

Hal ini berkaitan dengan profesi pengarang, latar belakang sosial status pengarang dan ideologi pengarang yang terlihat dari berbagai kegiatan pengarang di luar karya sastra, karena setiap pengarang adalah warga masyarakat, dapat dipelajari sebagai makhluk sosial. Biografi pengarang adalah sumber utama, tetapi studi ini juga dapat meluas ke lingkungan tempat tinggal dan berasal. Dalam hal ini, informasi tentang latar belakang keluarga, atau posisi ekonomi pengarang akan memiliki peran dalam pengungkapan masalah sosiologi pengarang.

2. Sosiologi karya sastra.

Hal ini berkaitan dengan karya sastra itu sendiri yang menjadi pokok penelaahannya atau apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya. Pendekatan yang umum dilakukan sosiologi ini mempelajari sastra sebagai dokumen sosial sebagai potret kenyataan sosial.


(52)

3. Sosiologi sastra.

Hal ini berkaitan dengan pembaca dan dampak sosial karya sastra, mempengaruhi masyarakat. Banyak orang meniru gaya hidup tokoh-tokoh dunia rekaan dan diterapkan dalam kehidupannya.

Dengan pertimbangan bahwa sosiologi sastra adalah analisis karya sastra dalam kaitannya dengan masyarakat, maka modal analisis yang dapat dilakukan menurut Nyoman dalam Antoni (2010:30) meliputi tiga macam, yaitu:

1. Menganalisis masalah – masalah sosial yang terkandung di dalam karya sastra itu sendiri, kemudian menghubungkannya dengan kenyataan yang pernah terjadi. Pada umumnya hal tersebut sebagai aspek intrinsik, model hubungan yang disebut refleksi.

2. Sama dengan di atas, tetapi dengan cara menemukan hubungan antara struktur, bukan aspek – aspek tertentu, dengan model hubungan yang bersifat dialektika.

3. Menganalisis karya sastra dengan tujuan untuk memperoleh informasi tertentu, dilakukan oleh disiplin tertentu. Model analisis inilah yang pada umumnya menghasilkan karya sastra gejala kedua.

Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan model analisis yang diungkapkan oleh Wellek dan Warren. Penelitian menurut Warren dan Wallek akan melihat sejauh mana karya sastra ini menggambarkan kebenaran kehidupan sosial dilihat dalam teks – teks yang ditulis oleh pengarang dalam novelnya dan juga kaitan antara unsur pembentuk karya sastra tersebut yakni pengarangnya dengan lingkungannya terutama lingkungan masa kecilnya.


(53)

Tujuan dari pendekatan sosiologi sastra ini adalah untuk mendapat gambaran yang lengkap, utuh serta menyeluruh tentang hubungan timbal balik sastrawan, karya sastra dan masyarakat. Pada penelitian ini, karya sastra digunakan sebagai cerminan kehidupan masyarakat dengan berbagai masalah sosial yang dihadapi oleh tokoh utama dalam novel “Saga no Gabai Baachan” karya Yoshichi Shimada khususnya tentang kehidupan masyarakat Jepang pada masa awal setelah Perang Dunia II.

2.4.2 Semiotik dalam Kajian Sastra

Media sastra adalah bahasa. Menurut Saussure dalam Pratiwi (2012:30), bahasa adalah sistem tanda. Tanda sebagai kesatuan dari dua bidang yang tidak dapat dipisahkan, seperti halnya selembar kertas. Dimana ada tanda di sana ada sistem. Artinya, sebuah tanda (berwujud kata atau gambar) mempunyai dua aspek yaitu yang ditangkap oleh indera kita yang disebut signifier (penanda) dan bentuk atau aspek lainnya yang disebut signified (petanda). Aspek kedua terkandung di dalam aspek pertama. Jadi petanda merupakan konsep atau apa yang dipresentasikan oleh aspek pertama.

Pradopo dalam Pratiwi (2011:1) menjelaskan, tanda itu tidak hanya satu macam saja, tetapi ada beberapa berdasarkan hubungannya antara penanda dan petandanya. Jenis-jenis tanda yang utama adalah ikon, indeks dan simbol. Ikon adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan yang bersifat alamiah antara penanda dan petandanya. Hubungan itu adalah hubungan persamaan, misalnya gambar kuda sebagai penanda yang menandai hewan kuda (petanda) sebagai


(54)

artinya. Indeks adalah tanda yang menunjukkan hubungan kausal (sebab-akibat) antara penanda dan petandanya, misalnya asap menandai adanya api. Simbol adalah tanda yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya, hugungan bersifat arbitrer (semau-maunya). Arti tanda itu ditentukan oleh konvensi. Misalnya kata “ibu” adalah simbol, artinya ditentukan oleh konvensi masyarakat pengguna bahasa (Indonesia). Inggris menyebutnya “mother”, Perancis menyebutnya “la mere”, dan sebagainya. Adanya bermacam-macam tanda untuk satu arti itu menunjukkan “kesemena-menaan” tersebut. Dalam bahasa, tanda yang paling banyak digunakan adalah simbol.

Dengan demikian, uraian tentang kajian semiotik yang berupa notasi simbol-simbol kemudian coba dijelaskan apa fungsi dan maknanya. Dalam hal ini, kajian semiotik ini akan dipergunakan oleh penulis untuk dapat menjelaskan makna yang terkandung dalam teks-teks pada novel “Saga no Gabai Baachan”.

2.5 Nilai – Nilai Budaya Luhur Menurut Pandangan Masyarakat Jepang Tidak bisa dipungkiri bahwa bangsa Jepang telah banyak memberikan inspirasi kedisiplinan dalam tatanan hidup umat manusia sebagai makhluk sosial secara menyeluruh. Misalnya saja nilai – nilai luhur yang terkandung di dalam budaya Jepang. Masyarakat Jepang merupakan masyarakat yang sangat menjunjung tinggi dan menerapkan nilai-nilai tradisional di tengah – tengah pola kehidupannya yang sudah modern. Hal tersebut membuat Jepang menjadi sebuah bangsa yang maju yang sangat disegani oleh bangsa – bangsa lainnya di dunia.


(55)

Di antara banyaknya nilai – nilai tradisional Jepang yang berakar dari budaya luhur mereka, terdapat beberapa nilai budaya yang dapat ditemukan dalam teks – teks novel “Saga no Gabai Baachan” ini. Nilai – nilai itu seperti on, gimu,

giri, ninjou dan haji. Berikut penjelasan dari nilai – nilai budaya tersebut.

a. On

Menurut Benedict (1982:105), di dalam semua pemakaiannya “on” mengandung arti suatu beban, suatu hutang, sesuatu yang harus dipikul seseorang sebaik mungkin. Seseorang yang menerima “on” dari atasannya, dan tindakan menerima “on” dari siapa saja yang belum tentu atasannya atau setidaknya orang setingkat, menimbulkan perasaan bahwa orang itu lebih rendah daripada si pemberi “on”.

On” bila dilihat dari si pemberi, maka dapat di bagi menjadi lima (Benedict, 1982:125). “Ko on” adalah “on” yang diterima dari kaisar. “Oya on” adalah “on” yang diterima dari orang tua. “Nushi no on” adalah “on” yang diterima dari majikan atau tuan. “Shi no on” adalah “on” yang diterima dari guru. Dan “on” yang diterima dalam semua hubungan dengan orang lain selama masa hidup si penerima.

Seseorang yang telah menerima “on” wajib membayar kembali “on” yang ia terima tersebut. Pemenuhan “on” ini memiliki arti bahwa si penerima “on” membayar kembali utang – utangnya atau pemenuhan kembali kewajiban atas si pemberi “on” (Benedict, 1982:125). Pemenuhan kembali atas “on” seseorang bila dilihat dari sudut pemenuhannya ada dua macam, yaitu “gimu” dan “giri”.


(56)

b. Gimu

Bangsa Jepang membagi ke dalam kategori yang jelas tentang pembayaran kembali “on”, mana “on” yang jumlahnya dan jangka waktunya pembayarannya tanpa batas, dan mana “on” yang sama secara kuantitatif serta sudah harus dibayar pada kesempatan – kesempatan khusus. “Gimu” adalah pembayaran dan pengembalian tanpa batas utang “on” atau pembayaran kembali yang secara maksimal dari utang “on” yang dianggap masih belum cukup dan tidak ada batas waktu pembayarannya (Benedict, 1982:122-125).

Gimu” dibagi menjadi dua kelompok kewajiban yang berbeda. “Gimu” yang merupakan pembayaran kembali “on” kepada orang tua sendiri dan nenek moyang disebut “ko”, sedangkan “gimu” yang merupakan pembayaran kembali “on” kepada Kaisar, hukum, dan negara disebut “chu” (Benedict, 1982:122). Selain itu ada juga “gimu” yang disebut “nimmu” yang merupakan kewajiban terhadap pekerjaan seseorang (Benedict, 1982:125).

c. Giri

Berdasarkan Encyclopedia Wikipedia (2013) “giri” adalah nilai – nilai budaya Jepang yang dalam bahasa Inggris kurang lebih diartikan sebagai tugas atau kewajiban, atau bahkan beban kewajiban, dengan penekanan pada pengaruh budaya dan kultur Jepang, daripada hanya sekedar arti dari kata tersebut.

Sedangkan menurut Benedict (1982:141), “giri” adalah suatu kewajiban untuk mengembalikan atau membalas semua pemberian yang telah diterima


(57)

dengan nilai yang sama harganya dari apa yang telah diterima sebelumnya. Hubungan antara kedua belah pihak tersebut pun tidak hanya berlaku di antara mereka yang memiliki hubungan khusus, tetapi juga antara teman ataupun kolega dan relasi.

Giri” memiliki dua pembagian yang jelas, yang oleh Benedict (1982:141) dinamakan “giri kepada dunia” dan “giri kepada nama sendiri”. “Giri kepada

dunia” adalah kewajiban seseorang untuk membayar “on” kepada sesamanya,

sedangkan “giri kepada nama sendiri” adalah kewajiban untuk tetap menjaga kebersihan nama serta reputasi seseorang dari noda fitnah (Benedict, 1982:141).

d. Ninjou

Menurut Befu dalam Setiawan (2009:2) “ninjou” terdiri dari dua karakter kanji, yaitu “nin” yang memiliki arti orang atau manusia, dan, “jou” yang memiliki arti emosi, perasaan hati, cinta kasih, simpati, ketulusan. Dalam penggunaannya kata ”ninjou” merujuk kepada kecenderungan perasaan peri kemanusiaan, kebaikan hati, dan keinginan – keinginan yang bersifat alamiah.

Sedangkan “ninjou” menurut kamus besar Kojien dalam Setiawan (2009:21) didefinisikan sebagai kebaikan hati, tenggang rasa, kasih sayang, getaran alami hati manusia. Pada awalnya istilah “ninjou” berasal dari kata

nasake” yang berarti kasih sayang. “Ninjou” adalah perasaan kasih sayang

manusia yang dicurahkan kepada sesamanya. Perasaan ini adalah perasaan yang murni dari hati yang paling dalam dan dipunyai oleh setiap umat manusia di dunia ini. “Ninjou” dilakukan oleh seseorang terutama bila ia


(58)

melihat orang lain sedang dalam kesulitan dan membutuhkan pertolongan, Doi dalam Setiawan (2009:21).

Ninjou” berhubungan erat dengan “giri”. Dalam kehidupan masyarakat

Jepang, “ninjou” bertugas sebagai rasa ikhlas dalam membalas “giri” yang telah diterima dari orang lain. “Giri” mewakili rasa terbeban atas kewajiban seorang untuk membalas kebaikan yang telah ia terima dari orang lain. Menurut Minamoto dalam Setiawan (2009:21) menyatakan “ninjou” adalah keinginan atau ambisi manusia dan perasaan emosi yang bekerja secara alami, yang mempengaruhi kepribadian manusia di dunia.

e. Haji

Menurut Benedict (1982:333) “haji” adalah rasa mau yang sehubungan dengan kehormatan atau harga diri. Rasa malu ini muncul dikarenakan ketidakmampuan membalas “on” orang lain, yang terdiri dari “giri” dan “gimu”. Atau juga dengan adanya penilaian pihak lain yang cenderung negatif, seperti sindiran, kritikan atau cemoohan.

Benedict (1989:338) juga menambahkan bahwa, malu yang dimiliki masyarakat Jepang bukan malu yang muncul karena keberadaan Tuhan atau takut karena dosa. Akan tetapi, lebih kepada malu yang muncul dengan adanya keberadaan pihak lain. Menurut paham Shintoisme dan Budhisme diajarkan bahwa nilai yang paling tinggi adalah rasa malu. Oleh sebab itu, seluruh aktivitas mereka difokuskan pada usaha menjaga rasa malu tersebut.


(59)

Dan seseorang yang tahu malu di definisikan sebagai orang yang bajik, bahkan dikatakan sebagai orang terhormat (Benedict, 1989:234).

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa masyarakat Jepang adalah masyarakat yang bertindak pada suatu ukuran yang dijadikan dasar untuk menentukan apakah tindakan yang dilakukan akan menimbulkan perasaan malu atau tidak.


(60)

BAB III

ANALISIS SOSIOLOGI TERHADAP CERITA NOVEL “SAGA NO GABAI BAACHAN” KARYA YOSHICHI SHIMADA

3.1 Sinopsis Cerita Novel “Saga no Gabai Baachan”

Pasca pemboman kota Hiroshima dan Nagasaki, perekonomian Jepang hancur, sehingga dampaknya secara langsung juga dirasakan oleh sebagian besar rakyatnya. Hal ini juga dirasakan oleh keluarga Akihiro Tokunaga, apalagi tak lama setelah Akihiro lahir ayahnya yang merupakan tulang punggung keluarga meninggal dunia akibat terpapar radiasi bom atom di Hiroshima. Ibunya terpaksa bekerja sendiri membuka usaha bar kecil untuk menghidupi dirinya, Akihiro dan abangnya. Kesibukan di bar membuat ibunya tidak bisa meluangkan banyak waktu untuk membesarkan Akihiro dan abangnya. Ditambah pula bar tersebut berada di wilayah kumuh, membuat ibu merasa cemas akan perkembangan Akihiro yang saat itu usianya masih sangat kecil. Karena merasa tak sanggup untuk membesarkan dan menyekolahkan anaknya di Hiroshima, maka oleh ibunya Akihiro dititipkan pada neneknya di kota Saga. 

Berbeda dengan Hiroshima yang merupakan sebuah kota besar di Jepang, Saga adalah sebuah kota kecil yang jauh dari keramaian. Kehidupan Akihiro di Hiroshima memang sulit, kepindahannya ke Saga tidak membuat hidupnya menjadi nyaman, bersama neneknya ia malah harus hidup lebih miskin lagi dibanding ketika ia bersama ibunya di Hiroshima. Secara materi memang Akihiro menjadi semakin miskin. Namun dari sikap hidup, pandangan, dan perilaku


(1)

dari orang tersebut. Dan untuk itu, “ninjou” dilakukan untuk membalas suatu “giri” seseorang. Walaupun acar di balas hanya dengan ajakan singgah dan secangkir teh hangat, namun itu sudah cukup untuk kondisi lingkungan di mana nenek Osano tinggal.


(2)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil uraian pada bab – bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Novel “Saga on Gabai Baachan” adalah sebuah novel biografi karya Yoshichi Shimada yang merupakan kumpulan pengalaman masa kecilnya ketika tinggal bersama nenek nya di kota kecil bernama Saga di Jepang selatan.

2. Novel ini bertema perjuangan hidup seorang nenek dalam membesarkan cucu yang dititipkan kepadanya. Dalam novel “Saga on Gabai Baachan” ini, banyak hal berharga yang dapat dipetik terutama tentang bagaimana cara hidup sederhana dalam kemiskinan.

3. Dalam novel “Saga on Gabai Baachan” ini, tokoh utamanya adalah seorang nenek bernama nenek Osano. Beliau adalah seorang nenek yang cerdas, cerdik, bijaksana, baik hati dan pemurah dalam membesarkan cucu yang dititipkan kepadanya. Walau kehidupannya miskin, namun beliau tetap tabah dan berjuang menjalaninya sambil membesarkan cucunya dengan penuh rasa syukur.

4. Tokoh nenek Osano sendiri, merupakan tokoh yang patut dicontoh dalam menjalani kehidupan. Karena beliau tidak pernah menyerah pada


(3)

merupakan tokoh masyarakat yang dituakan dan dihormati oleh masyarakat setempat. Hal ini dapat dilihat dari sikap orang – orang yang berinteraksi dengannya, yang selalu memberinya kemudahan untuk melakukan sesuatu hal.

5. Dalam novel ini juga dapat dilihat tentang interaksi sosial masyarakat Jepang yang hidup miskin dan sederhana pada masa awal ketika kembali bangkitnya perekonomian Jepang setelah kalah dalam perang dunia II, dalam hal ini khususnya tentang perjuangan para wanita Jepang dalam membesarkan anak – anaknya.

4.2 Saran

Dari analisis yang telah dilakukan terhadap novel “Saga on Gabai Baachan” karya Yoshichi Shimada ini, saran dari penulis kepada peneliti lanjutan dan pembaca novel ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi pembaca, khususnya masyarakat mahasiswa sastra Jepang. Setelah membaca novel “Saga on Gabai Baachan” ini dapat mendapat hal positif terutama ketabahan dan keteguhan hati dalam menjalani kehidupan yang sulit yang telah dicontohkan tokoh utama dalam novel yang menjadi kajian ini.

2. Bagi peneliti selanjutnya, khususnya di bidang sosiologi sastra. Penulis menyarankan agar menambah bahan referensi kajian dari jurnal – jurnal ilmiah ataupun buku – buku yang menyangkut sosiologi sastra agar dapat


(4)

memberikan penjelasan yang tepat kepada pembaca mengenai kajian sosiologis sastra.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Antoni, Febri. 2010. Analisis Sosiologis Terhadap Tokoh Utama Dalam Novel “SKANDAL” Karya Shusaku Endo. Skipsi. Medan: USU.

Asking. 2012. Analisis Sosiologis Terhadap Tokoh Utama Dalam Novel Out Karya Natsuo Kirino. Skripsi. Medan: USU.

Benedict, Ruth. 1989. Pedang Samurai dan Bunga Seruni (The Chrysantheum Ana The Sword), Alih Bahasa, Pramudji. Jakarta: Sinar Harapan.

____________ 1982. Pedang Samurai dan Bunga Seruni (The Chrysantheum Ana The Sword), Alih Bahasa, Pramudji. Jakarta: Sinar Harapan.

Keliat, Sry Idah Br. 2012. Analisis Sosiologis Tokoh Utama Dalam Novel “The Last Shogun”Karya Ryotaro Shiba. Skripsi. Medan: USU.

Nursisto. 2000. Ikhtisar Kesusastraan Indonesia. Cet I. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

Pradopo, Rachmat Djoko. 1994. Prinsip-Prinsip Kritik Sastra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pradopo, Rachmat Djoko, dkk. 2001. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: PT Hanindita Graha Widya.

Pratama, Hary Eka. 2011. Analisis Psikologis Tokoh Utama Dalam Novel “1 Liter Of Tears” Karya Aya Kito. Skipsi. Medan: USU.


(6)

Pratiwi, Rini. 2012. Analisis Pragmatik Terhadap Cerita Novel “Saga No Gabai Baachan” Karya Yoshichi Shimada. Skripsi. Medan: USU.

Semi, Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.

Setiawan, Albert Anastasius. 2009. Analisis Konsep Giri Dan Ninjou Dalam Hubungan Persahabatan Tokoh Shuuji Dalam Drama Nobuta Wo Produce. Skripsi. Jakarta: Universitas Bina Nusantara.

Shimada, Yoshichi. 2011. Saga no Gabai Baachan, terjemahan. Indah Pratidina. Jakarta: Mahda Books.

Wellek, Renne & Warren, Austin. 1989. Teori Kesusastraan. Jakarta : PT Gramedia.

“Giri.” Encyclopedia Wikipedia. 27 Juli 2007. 5 Juli 2013.<http:// en.wikipedia.org/wiki/giri>