Optimasi Pemesinan Pada Mesin Bubut Tipe M-300 Horrison Dengan Metode Optimasi Algoritma Genetika

(1)

OPTIMASI PEMESINAN PADA MESIN BUBUT TIPE M-300

HORRISON DENGAN METODE OPTIMASI

ALGORITMA GENETIKA

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

FICKY HAMDHANI

NIM. 080401097

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya lah penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“OPTIMASI PEMESINAN PADA MESIN BUBUT TIPE M-300 HORRISON DENGAN METODE OPTIMASI ALGORITMA GENETIKA ”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat menyelesaikan pendidikan Strata-1 (S1) pada Departemen Teknik Mesin Sub Bidang Proses produksi, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini tidak sedikit kesulitan yang dihadapi penulis, namun berkat dorongan, semangat, doa dan bantuan baik materiil, moril, maupun spirit dari berbagai pihak akhirnya kesulitan itu dapat teratasi. Untuk itu sebagai manusia yang harus tahu berterima kasih, degan penuh ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Alfian Hamsi, M.Sc selaku dosen pembimbing, yang dengan penuh kesabaran telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis.

2. Bapak Dr. Eng. Himsar Ambarita, ST., MT. dan Bapak Burhanudin Sitorus, ST., MT. selaku dosen pembanding I dan II yang telah memberikan masukan dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ing. Ir Ikhwansyah Isranuri selaku Ketua Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. M. Syahril Gultom MT. Selaku Sekretaris Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Rahmad Fauzy ST. MT yang telah memberikan masukan dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Kedua orang tua penulis, Suyono. M. Yunus dan Erma Suriani yang tidak pernah purus-putusnya memberikan dukungan, doa serta kasih sayangnya yang tak terhingga kepada penulis.

7. Seluruh staf pengajar dan staf tata usaha Departemen Teknik Mesin yang telah membimbing serta membantu segala keperluan penulis selama penulis kuliah. 8. Bapak Terang. UHSG. Manik, ST. MT. selaku dosen wali.

9. Kedua saudara penulis, Gustia Veny dan Fahmy Firmansyah yang saling membantu demi mencapai cita-cita.


(11)

10. Rekan-rekan satu tim kerja, Ramadhan, Gio Syahputra, Rudi Martin dan Robby Mulyadi yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan saran dan kritik. 11. Seluruh rekan mahasiswa angkatan 2008, Putra Setiawan, Munawir, Ikram,

Daniansyah, Ismail Husin Tanjung, Aldiansyah Leo, Fahrul Rozzy, Felix Asade, Parulian Siahaan, Ferdinan Lubis, Joshua Surbakti, Daniel Ortega panjaitan, Indra Gunawan Purba, Fransiscus Sitompul, rekan-rekan mahasiswa 2008 yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu, para abang senior dan adik-adik junior semua yang telah mendukung dan memberi semangat kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan kekeliruan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis akan sangat berterima kasih dan dengan senang hati menerima saran dan kritik yang membangun demi tercapainya tulisan yang lebih baik. Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberi manfaat kepada pembaca. Terima kasih.

Medan, 07 Juli 2013


(12)

ABSTRAK

Pengoptimasian sangat diperlukan dalam suatu pemesinan. Dengan optimasi suatu pemesinan akan lebih menghemat tenaga, waktu dan biaya. Karena susahnya mencari suatu optimasi yang membutuhkan trial and error yang akan membutuhkan waktu yang lama maka dibutuhkan suatu optimasi algoritma genetika. Optimasi ini meniru prinsip evolusi dimana individu terbaik yang akan dipilih. Pengujian optimasi ini algoritma genetika dilakukan dengan mencari variabel untuk spesiman St 60 dan jenis pahat HSS yang ditetapkan oleh EMCO yaitu kecepatan potong (V) dari 22 rev/min sampai 44 rev/min, gerak makan (f) dari 0,1 mm sampai 0,8 mm dan menurunkan rumus waktu pemesinan (tc) sebagai fungsi optimasi. Variabel yang telah

ditetapkan selanjutnya akan melakukan evolusi seperti seleksi, crossover dan mutasi. Individu terbaik dapat dilihat dari nilai fitness dan fungsi optimasi yang digunakan adalah waktu pemesinan (tc) maka dipilih pengerjaan dengan waktu paling singkat,

sehingga didapat hasil optimasi pemesinan Gerak makan (f) 0,1, Kecepatan potong (v) 37.4888 m/min


(13)

ABSTRACT

Optimizing indispensable in a machining. With the optimization of the machining will reduce the effort, time and cost. Cause to difficulties in finding an optimization that requires trial and error that will take a long time then it takes a genetic algorithm optimization. This optimization imitating the principle of evolution in which the best individuals to be selected. Testing genetic algorithm optimization is performed to find variables to spesiman St 60 and HSS cutting tool types defined by EMCO namely cutting speed (V) of 22 rev / min to 44 rev / min, feed motion (f) from 0.1 mm to 0.8 mm and reduce machining time formula (tc) as a function of optimization.

Predefined variables will further evolution such as selection, crossover and mutation. Individuals can best be seen from the fitness value and the optimization function is machining time (tc) then selected work with most short time, so we got the result

optimization main feed (f) 0, 1 mm , cutting speed (v) 37.4888 m / min


(14)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR SIMBOL ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 1

1.3 Batasan Masalah ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 2

1.5 Sistematika Penulisan ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Menejemen Pemeliharaan Pabrik ... 4

2.2 Sistem Menejemen Pemeliharaan ... 4

2.3 Elemen Dasar Pemesinan ... 10

2.4 Mengenal Proses Pemesinan ... 11

2.4.1 Klasifikasi Proses Pemesinan ... 12

2.5 Proses pembubutan (Turning) ... 13

2.5.1 Parameter yang dapat Diatur pada Proses Bubut ... 14

2.5.2 Geometri Pahat Bubut ... 17

2.5.3 Perencanaan dan Perhitungan Proses Bubut ... 19

2.5.4 Material Pahat ... 22

2.5.5 Pemilihan Mesin ... 24

2.5.6 Penentuan Langkah Kerja ... 27

2.6 Algoritma Genetika ... 29

2.6.1 Sejarah ... 29

2.6.2 Permasalahan yang Membutuhkan Algoritma Genetika ... 30


(15)

2.7 Prosedur Algoritma Genetika ... 32

2.7.1 Pengertian Individu ... 33

2.7.2 Teknik Penyandian (Pengkodean) ... 35

2.7.3 Prosedur Inisialisasi (Membangkitkan Populasi Awal) ... 37

2.7.4 Evaluasi Nilai Fitness ... 37

2.7.5 Seleksi Orang Tua ... 38

2.7.6 Rekombinasi ... 41

2.7.7 Mutasi ... 46

2.7.8 Elitism ... 49

2.7.9 Evaluasi Tingkat Keseragaman Unsur Kromosom ... 49

2.8 Editor Algoritma Genetika di Matlab ... 49

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 52

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 52

3.2 Peralatan Pengujian ... 52

3.3 Bahan Pengujian ... 55

3.4 Experimental Set-Up ... 56

3.4.1 Model Optimasi ... 56

3.4.2 Pemesinan ... 57

3.5 Prosedur Pengujian ... 58

BAB IV ANALISA DATA ... 62

4.1 Algoritma Genetika Manual ... 62

4.1.1 Fungsi Optimasi ... 63

4.1.2 Membangkitkan Populasi Awal ... 63

4.1.3 Seleksi ... 65

4.1.4 Crossover ... 69

4.1.5 Mutasi ... 72

4.2 Optimasi Proses Pemesinan ... 82

4.2.1 Komponen Waktu Produksi ... 82

4.2.2 Komponen Ongkos Produksi ... 83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 86


(16)

5.2 Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... viii


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jenis Pahat HSS ... 23

Tabel 2.2 Skema Binary Encoding ... 36

Tabel 4.1 Populasi awal ... 65

Tabel 4.2 Nilai fitness relative (Pk) ... 66

Tabel 4.3 Nilai fitness kumulatif (qk) ... 67

Tabel 4.4 Bilangan acak untuk seleksi (r) ... 68

Tabel 4.5 Kromosom baru hasil seleksi ... 68

Tabel 4.6 Bilangan acak untuk crossover ... 70

Tabel 4.7 Kromosom – kromosom yang akan di-crossover ... 70

Tabel 4.8 Kromosom setelah dilakukan crossover ... 71

Tabel 4.9 Bilangan acak untuk mutasi ... 72

Tabel 4.10 Kromosom dan posisinya yang terkena mutasi ... 75

Tabel 4.11 Kromosom setelah dilakukan mutasi ... 76

Tabel 4.12 Populasi awal generasi kedua ... 77


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Beberapa proses pemesinan ... 12

Gambar 2.2 Proses bubut rata, bubut permukaan dan bubut tirus ... 13

Gambar 2.3 Skematis mesin bubut dan nama bagian - bagiannya ... 14

Gambar 2.4 Panjang permukaan benda kerja yang dilalui setiap putaran ... 15

Gambar 2.5 gerak makan (f) dan kedalaman (a)... 15

Gambar 2.6 Proses pemesinan yang dapat dilakukan pada mesin bubut ... 16

Gambar 2.7 Geometri pahat HSS ... 17

Gambar 2.8 Geometri pahat bubut sisipan (insert) ... 18

Gambar 2.9 Pahat kanan dan pahat kiri ... 18

Gambar 2.10 Pemegang pahat HSS ... 19

Gambar 2.11 Proses bubut ... 19

Gambar 2.12 Kekerasan material pahat dan sifat material pahat... 22

Gambar 2.13 Benda kerja dipasang di antara dua senter ... 24

Gambar 2.14 alat pencekam benda kerja ... 26

Gambar 2.15 Beberapa contoh proses bubut dengan pencekaman/pemegangan benda kerja yang berbeda - beda ... 27

Gambar 2.16 Cara pemasangan pahat bubut... 28

Gambar 2.17 Tempat pahat (tool post) ... 29

Gambar 2.18 Siklus algoritma genetika ... 32

Gambar 2.19 Ilustrasi representasi penyelesaian permasalahan dalam algoritma genetika ... 34

Gambar 2.20 Kemungkinan jalur dalam TSP dan representasi dalam individu 35

Gambar 2.21 Ilustrasi seleksi dengan mesin roulette... 39

Gambar 2.22 Proses crossover ... 46

Gambar 2.23 Proses mutasi ... 48

Gambar 2.24 ToolBox Optimasi ... 50

Gambar 2.25 kolom Problem ... 51

Gambar 2.26 kolom Constraints ... 51

Gambar 3.1 Notebook ACER aspire 2930Z ... 52


(19)

Gambar 3.3 Pahat high speed steel HSS ... 53

Gambar 3.4 Kunci chuck ... 54

Gambar 3.5 Kunci pas ... 54

Gambar 3.6 Stopwacth ... 55

Gambar 3.7 Jangka sorong ... 55

Gambar 3.8 Baja St 60 ... 55

Gambar 3.9 Ukuran spesimen ... 56

Gambar 3.10 Prosedur pemesinan ... 57

Gambar 3.11 Spesimen akhir ... 57

Gambar 3.12 Pemasangan spesimen ... 58

Gambar 3.13 Pemasangan pahat ... 59

Gambar 3.14 pengaturan kedalaman pemotongan dan pemakanan ... 59

Gambar 3.15 Pemesinan spesimen ... 60

Gambar 3.14 Pelepasan spesimen dari mesin ... 60

Gambar 3.15 Flow chart dari metodologi penelitian ... 61


(20)

DAFTAR SIMBOL

Simbol Arti Satuan

Kedalaman pemotongan Diameter rata – rata spesimen

� Diameter awal spesimen

� Diameter akhir spesimen

Gerak makan ⁄� �

F Fitness total -

K Kromosom -

n Putaran poros utama Rev/min

�̇ Panjang pemesinan

�� Probabilitas crossover -

�� Fitness seleksi -

�� Probabilitas mutasi -

Qk Fitness Kumulatif

r Nilai random -

� Batas atas -

� Batas bawah -

St 60 Baja karbon rendah -

�� Waktu pemesinan �

� Kecepatan potong ⁄ �

�� Kecepatan makan ⁄ �

� Variabel pertama -

� Variabel kedua -

Xj Nilai rill -

Xr Sudut potong utama 0

Y(x) Persamaan optimasi -

Z Kecepatan penghasilan geram ⁄ �

Huruf Yunani


(21)

(22)

ABSTRAK

Pengoptimasian sangat diperlukan dalam suatu pemesinan. Dengan optimasi suatu pemesinan akan lebih menghemat tenaga, waktu dan biaya. Karena susahnya mencari suatu optimasi yang membutuhkan trial and error yang akan membutuhkan waktu yang lama maka dibutuhkan suatu optimasi algoritma genetika. Optimasi ini meniru prinsip evolusi dimana individu terbaik yang akan dipilih. Pengujian optimasi ini algoritma genetika dilakukan dengan mencari variabel untuk spesiman St 60 dan jenis pahat HSS yang ditetapkan oleh EMCO yaitu kecepatan potong (V) dari 22 rev/min sampai 44 rev/min, gerak makan (f) dari 0,1 mm sampai 0,8 mm dan menurunkan rumus waktu pemesinan (tc) sebagai fungsi optimasi. Variabel yang telah

ditetapkan selanjutnya akan melakukan evolusi seperti seleksi, crossover dan mutasi. Individu terbaik dapat dilihat dari nilai fitness dan fungsi optimasi yang digunakan adalah waktu pemesinan (tc) maka dipilih pengerjaan dengan waktu paling singkat,

sehingga didapat hasil optimasi pemesinan Gerak makan (f) 0,1, Kecepatan potong (v) 37.4888 m/min


(23)

ABSTRACT

Optimizing indispensable in a machining. With the optimization of the machining will reduce the effort, time and cost. Cause to difficulties in finding an optimization that requires trial and error that will take a long time then it takes a genetic algorithm optimization. This optimization imitating the principle of evolution in which the best individuals to be selected. Testing genetic algorithm optimization is performed to find variables to spesiman St 60 and HSS cutting tool types defined by EMCO namely cutting speed (V) of 22 rev / min to 44 rev / min, feed motion (f) from 0.1 mm to 0.8 mm and reduce machining time formula (tc) as a function of optimization.

Predefined variables will further evolution such as selection, crossover and mutation. Individuals can best be seen from the fitness value and the optimization function is machining time (tc) then selected work with most short time, so we got the result

optimization main feed (f) 0, 1 mm , cutting speed (v) 37.4888 m / min


(24)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Semakin meningkatnya produktivitas dan kualitas dari produk yang dihasilkan merupakan tantangan bagi industri pemesinan masa kini dimana seiring dengan meningkatnya pengetahuan didalam proses pemesinan itu sendiri. Surface finish merupakan parameter penting di dalam industri manufaktur. Karakteristik tersebut dapat mempengaruhi unjuk kerja dari produk-produk pemesinan dan biaya produksi. Rasio antara biaya dan kualitas produk pada setiap tingkat produksi selalu diawasi dan sewaktu-waktu dapat dilakukan perbaikan apabila terjadi perubahan terhadap kebutuhan yang selalu dinamis.

Dalam melakukan proses pemesinan bubut, waktu yang dibutuhkan untuk membuat suatu produk/komponen harus sesingkat mungkin agar dapat mencapai kapasitas produksi yang tinggi.[1]

Parameter pemesinan dalam proses bubut meliputi gerak makan, kecepatan poros utama, dan kedalaman pemotongan. Dalam aplikasinya ketiga parameter tersebut saling bergantung satu terhadap yang lain dalam mempengaruhi kecepatan permesinan. Dengan menggunakan algoritma genetika dapat dicari parameter optimal untuk mendapatkan kualitas pemesinan terbaik

1.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut

1. Dapat menggunakan algoritma genetika untuk mencari parameter terbaik dari variabel pemesinan.

2. Dapat menentukan fitness terbaik dari optimasi algoritma genetika 3. Dapat mengetahui hasil optimasi terbaik dari pemesinan.

4. Dapat mengetahui apakah metode algoritma genetika dapat digunakan dalam optimasi pemesinan.

1.3 Batasan Masalah


(25)

1. Fokus utama penelitian adalah penggunaan Algoritma Genetika untuk optimasi pemesinan pada mesin bubut (turning).

2. Mesin bubut (turning) yang digunakan adalah mesin bubut jenis horizontal tipe Harrison M300.

3. Pengujian pemesinan dilakukan di Laboratorium Proses Produksi Universitas Sumatera Utara.

4. Data eksperimental pemesinan yang digunakan didapat dari referensi dan percobaan.

5. Perancangan dan analisis sistem yang dibuat menggunakan program bantu software MATLAB dan Excel

6. Spesimen yang digunakan adalah St 60 bentuk silinder

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut

1. Bagi peneliti, dapat menerapkan apa yang dipelajari di buku dengan melakukan langsung proses optimasi parameter pemesinan dengan menggunakan algoritma genetika.

2. Bagi universitas, dapat menambah pengetahuan tentang hasil penelitian yang telah dilakukan, guna referensi penelitian selanjutnya.

3. Bagi industri manufaktur, dapat meningkatkan keoptimalan proses produksi khususnya dibagian pemesinan produk, sehingga dapat menghemat waktu dalam pemesinan suatu produk

1.5 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Bab ini menjelaskan pendahuluan tentang studi kasus dan pemecahan masalah yang berisi antara lain : latar belakang, batasan masalah, tujuan penelitan, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini berisikan tinjauan pustaka, diantaranya mengenai teori yang berhubungan dengan penelitian, yaitu teori dasar algoritma genetik, prosedur pelaksanaan


(26)

algoritma genetik, teori dasar pemesinan pada mesin bubut, dan parameter proses pemesinan mesin bubut.

Bab III Metodologi

Bab ini berisi tata cara penelitian yang akan dilakukan, dimulai dari peralatan, bahan, dan optimasi pemesinan mesin bubut (turning) dengan menggunakan algoritma genetik.

Bab IV Analisa Data

Bab ini berisi hasil analisis penggunaan algoritma genetik untuk optimasi pemesinan pada mesin bubut (turning).

Bab V Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi kesimpulan dari analisa berdasarkan tujuan skripsi dan saran untuk penelitian lanjutan di mesa depan.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Menejemen Pemeliharaan pabrik

Tanpa adanya sistem pemeliharaan pabrik yang baik, proses produksi pada suatu pabrik akan terganggu. Jika proses produksi terganggu, proses-proses lain didalam pabrik itu juga akan menjadi kacau. Proses yang terganggu itu misalnya, bahan baku yang tertimbun di gudang penyimpanan, akibatnya proses pengiriman bahan baku baru menjadi terhambat karena gudang masih penuh. Kemudian pengiriman produk jadi juga akan terlambat. Bila produk pabrik merupakan bahan baku yang harus diproses lagi di pabrik lain, tenntunya proses produksi pabrik lain itu juga akan terhambat.[2]

Salah satu contoh menejemen pemeliharaan pabrik adalah menejemen workshop, dimana workshop adalah bagian pabrik yang sangat penting untuk memperbaiki mesin – mesin yang rusak atau membuat spare part. Jika workshop tidak berjalan dengan baik maka seluruh pekerjaan di pabrik akan terganggu. Agar workshop dapat berjalan dengan baik harus adanya menejemen terhadap mesin perkakas di dalam workshop tersebut, salah satunya adalah mesin bubut. Dengan mengoptimasi kinerja dari mesin bubut, suatu workshop dapat berjalan dengan baik sehingga proses produksi suatu pabrik tidak terganggu

2.2 Sistem Menejemen Pemeliharaan

Dalam upaya mendukung produksi, fungsi pemeliharaan harus mampu memastikan ketersediaan peralatan untuk menghasilkan produk pada tingkat kuantitas dan kualitas yang dibutuhkan. Dukungan ini juga harus dilakukan secara aman dan dengan biaya yang efektif (Pintelon dan (Gelders, 1992). Maintenance Engineering Society of Australia (MESA) menjabarkan perspektif yang lebih luas dari pemeliharaan dan mendefinisikan fungsi pemeliharan sebagai rekayasa keputusan dan tindakan terkait yang diperlukan dan cukup untuk mengoptimalkan kemampuan khusus. Kemampuan dalam definisi ini adalah kemampuan


(28)

untuk melakukan tindakan tertentu dalam berbagai tingkat kinerja. Karakteristik kemampuan meliputi fungsi, kapasitas, kecepatan, kualitas, dan respon. Ruang lingkup menejemen pemeliharaan, oleh karena itu, harus mencakup setiap tahap dalam siklus hidup sistem teknis (pabrik, mesin, peralatan dan fasilitas), spesifikasi, akuisisi, perencanaan, operasi, evaluasi kinerja, perbaikan, dan pembuangan (Murray dan kawan-kawan,1996). Dalam konteks yang lebih luas, fungsi pemeliharaan juga dikenal sebagai menejemen aset fisik.[3]

Adapun jenis – jenis menejemen pemeliharaan sebagai berikut :

1. Breakdown Maintenance (BM)

Mengacu pada strategi, di mana perbaikan dilakukan setelah terjadinya kegagalan peralatan/penghentian atau pada saat terjadinya penurunan kinerja yang parah (Wireman, 1990a). Strategi pemeliharaan ini diterapkan secara luas dalam industri manufaktur sebelum tahun 1950. Pada tahap ini, mesin diservis hanya bila diperlukan perbaikan besar. Konsep ini memiliki kelemahan-kelemahan dengan adanya penghentian operasi yang tidak direncanakan sebelumnya, kerusakan yang berulang kali, permasalahan suku cadang, biaya perbaikan tinggi, waktu tunggu dan trouble shooting yang tinggi (Telang, 1998).[3]

2. Preventive Maintenance (PM)

Konsep ini diperkenalkan dalam tahun 1951, yang menerapkan pemeriksaan fisik atas peralatan untuk mencegah kerusakan dan memperpanjang usia layanan peralatan. PM adalah merupakan kegiatan yang dilakukan setelah jangka waktu tertentu atau lamanya pengoperasian mesin (Herbaty, 1990). Selama perioda ini, fungsi pemeliharaan dikembangkan dan kegiatan perawatan berdasarkan waktu (Time Based Maintenance - TBM) lazim dilakukan (Pai, 1997). PM dilaksanakan berdasarkan perkiraan probabilitas bahwa suatu peralatan akan mengalami kerusakan atau penurunan kinerja pada interval yang ditentukan. Pemeliharaan preventif yang dilakukan mencakup pelumasan peralatan, pembersihan, penggantian suku cadang, mengencangkan, dan penyetelan. Pemeriksaan atas peralatan produksi


(29)

juga dapat dilakukan jika ada tanda-tanda kerusakan ditemukan selama pelaksanaan PM (Telang, 1998).[3]

3. Predictive Maintenance (PdM)

Pemeliharaan prediktif sering juga disebut sebagai pemeliharaan berdasarkan kondisi (Condition Based Maintenance - CBM). Dalam strategi ini, tindakan perawatan diambil sebagai tanggapan terhadap kondisi peralatan tertentu atau ketika peralatan mengalami penurunan kinerja (Vanzile dan Otis, 1992). Teknik diagnostik yang digunakan mengukur kondisi fisik peralatan seperti temperatur mesin, kebisingan, getaran, pelumasan dan korosi (Brook, 1998). Bila satu atau lebih dari indikator ini mencapai ambang batas yang telah ditentukan, inisiatif pemeliharaan dilakukan untuk mengembalikan peralatan kepada kondisi yang diinginkan. Ini berarti bahwa peralatan dikeluarkan dari jalur produksi hanya jika ada bukti langsung bahwa telah terjadi kemerosotan kinerja yang nyata. Pemeliharaan prediktif didasarkan pada prinsip yang sama dengan pemeliharaan preventif meskipun menggunakan kriteria yang berbeda untuk menentukan kebutuhan pemeliharaan tertentu. Kelebihan lainnya adalah bahwa kebutuhan untuk melakukan pemeliharaan hanya terjadi ketika kebutuhan itu nyata, dan bukannya setelah berlalunya jangka waktu tertentu (Herbaty, 1990).[3]

4. Corrective Maintenance (CM)

Diperkenalkan pada tahun 1957, di mana konsep untuk menghindari kegagalan peralatan diperluas menjadi peningkatan keandalan peralatan sehingga kegagalan peralatan dapat dihilangkan (peningkatan keandalan), dan peralatan dapat dengan mudah dipelihara (peningkatan kemampuan pemeliharaan peralatan) (Steinbacher dan Steinbacher, 1993). Perbedaan utama antara pemeliharaan korektif dan preventif adalah bahwa masalah harus ada sebelum tindakan korektif diambil (Higgins dan kawan-kawan, 1995). Tujuan dari perawatan korektif adalah meningkatkan kehandalan peralatan, kemampuan pemeliharaan, keamanan, kelemahan desain (bahan, bentuk); peralatan yang mengalami reformasi struktural, mengurangi kerusakan dan


(30)

kegagalan, dan bertujuan dicapainya kondisi alat yang bebas pemeliharaan.[3]

5. Maintenance Prevention (MP)

Diperkenalkan pada tahun 1960-an, MP adalah kegiatan dimana peralatan dirancang sedemikian rupa sehingga menjadikannya bebas perawatan dan dicapainya kondisi ideal akhir dari bagaimana semestinya suatu peralatan dan jalur produksi (Steinbacher dan Steinbacher, 1993). Dalam perkembangan peralatan baru, inisiatif MP harus dimulai dari tahap desain dan secara strategis harus bertujuan untuk memastikan peralatan yang handal, mudah untuk dirawat dan digunakan (user friendly), sehingga operator dapat dengan mudah melakukan retooling, penyetelan (adjustment), dan menjalankannya (Shirose,1992) . Pencegahan pemeliharaan belajar dari kegagalan peralatan sebelumnya, produk yang tidak berfungsi, umpan balik dari lini produksi, pelanggan dan fungsi pemasaran untuk memastikan suatu pengoperasian yang bebas dari kerumitan baik untuk sistem produksi yang ada maupun yang akan datang.[3]

6. Reliability Centered Maintenance (RCM)

Diperkenalkan pada tahun 1960-an yang pada awalnya berorientasi pada perawatan pesawat terbang dan digunakan oleh produsen pesawat terbang, maskapai penerbangan, dan instansi pemerintah (Dekker, 1996). RCM dapat didefinisikan sebagai proses, struktur logis untuk mengembangkan atau mengoptimalkan kebutuhan pemeliharaan dari suatu sumber daya fisik dalam konteks operasi untuk mewujudkan keandalan yang melekat, dimana tingkat kehandalan ini dapat dicapai melalui program pemeliharaan yang efektif. RCM merupakan suatu proses yang digunakan untuk menentukan kebutuhan pemeliharaan dari aset fisik apapun dalam konteks operasional dengan mengidentifikasi fungsi aset, penyebab kegagalan dan dampak dari kegagalan. Untuk memenuhi tantangan-tantangan ini RCM menerapkan filosofi tujuh-review langkah logis (Samanta dan kawan-kawan, 2001). Langkah-langkahnya adalah pertama - menentukan areal-areal pabrik yang


(31)

signifikan, kedua - menentukan fungsi-fungsi utama dan standarstandar kinerja, ketiga - menentukan kegagalan-kegagalan fungsi yang mungkin terjadi, keempat - menentukan modus-modus kegagalan yang mungkin terjadi dan dampak-dampaknya, kelima - memilih taktik perawatan layak dan efektif, keenam - penjadwalan dan pelaksanaan taktik yang dipilih, dan ketujuh - mengoptimalkan taktik dan program (Moubray , 1997). Berbagai alat yang digunakan untuk meningkatkan keefektifan pemeliharaan meliputi Analisa Mode Kegagalan dan Dampaknya (Failure Mode and Effect Analysis - FMEA), Analisa Efek Mode Kegagalan dan Kekritisan (Failure Mode Effect and Criticality Analysis - FMECA), Physical Hazard Analysis (PHA), Fault Tree Analysis (FTA), Optimalisasi Fungsi Pemeliharaan (Optimizing Maintenance Function - OMF) dan Hazard & Operability (HAZOP) Analisis.[3]

7. Productive Maintenance (PrM)

Diartikan sebagai pemeliharaan yang paling ekonomis yang meningkatkan produktivitas peralatan. Tujuan pemeliharaan produktif adalah untuk meningkatkan produktivitas dari suatu peralatan dengan mengurangi biaya keseluruhan peralatan sepanjang usia pakainya dari tahapan desain, fabrikasi, operasi dan pemeliharaan, dan menekan kerugian yang disebabkan oleh menurunnya kehandalan dan kinerja peralatan. Karakteristik utama dari filosofi pemeliharaan ini adalah kehandalan peralatan dan fokus kemampuan-perawatan, disamping kesadaran atas biaya-biaya kegiatan pemeliharaan. Strategi yang melibatkan semua kegiatan untuk meningkatkan produktivitas peralatan dengan melakukan PM, CM dan MP sepanjang siklus hidup peralatan ini disebut Pemeliharaan Produktif (Wakaru dan Bhadury, 1988).[3]

8. Computerized Maintenance Management System (CMMS)

Komputerisasi sistem menejemen pemeliharaan membantu dalam mengelola berbagai informasi mengenai tenaga kerja pemeliharaan, persediaan suku cadang, jadwal perawatan & perbaikan peralatan, dan riwayat mesin. Sistem ini dapat digunakan untuk merencanakan dan menjadwalkan perintah - perintah kerja pemeliharaan, mempercepat


(32)

pengiriman panggilan gangguan, dan untuk mengelola beban kerja perawatan secara keseluruhan. CMMS juga dapat digunakan untuk mengotomatisasi fungsi PM, dan untuk membantu mengendalikan persediaan pemeliharaan dan pembelian bahan. CMMS berpotensi memperkuat kemampuan pelaporan dan analisa (Hannan dan Keyport, 1991; Singer, 1999). Kemampuan CMMS untuk mengelola informasi pemeliharaan berkontribusi meningkatkan komunikasi dan kemampuan pengambilan keputusan dalam fungsi pemeliharaan (Higgins dan kawan-kawan, 1995). Aksesibilitas informasi dan hubungan komunikasi pada CMMS meningkatkan komunikasi yang lebih baik mengenai kebutuhan perbaikan dan prioritas kerja, koordinasi ditingkatkan melalui hubungan kerja yang lebih erat antara pemeliharaan dan produksi, dan peningkatan responsivitas pemeliharaan (Dunn dan Johnson, 1991).[3]

9. Total Productive Maintenance (TPM)

TPM adalah filosofi pemeliharaan yang berasal dari Jepang yang dikembangkan berdasarkan konsep-konsep dan metodologi Pemeliharaan Produktif. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Nippon Denso Co Ltd dari Jepang, sebuah perusahaan pemasok Toyota Motor Company pada tahun 1971. TPM adalah sebuah pendekatan inovatif yang mengoptimalkan keefektifan peralatan, meniadakan gangguan dan mempromosikan pemeliharaan otonom oleh para operator dalam kegiatan sehari-hari yang melibatkan keseluruhan pekerja (Bhadury, 2000). Pendekatan strategis untuk meningkatkan kinerja kegiatan pemeliharaan adalah dengan cara mengadaptasi dan mengimplementasikan inisiatif-inisiatif TPM strategis dalam organisasi manufaktur. TPM lebih mengfokuskan kegiatan pemeliharaan dan menjadikannya sebagai bagian penting dari bisnis. Inisiatif TPM diarahkan kepada peningkatan daya saing perusahaan yang dijabarkan dengan pendekatan terstruktur yang kuat untuk mengubah pola pikir karyawan sehingga membuat perubahan terlihat nyata dalam budaya kerja perusahaan. TPM berusaha untuk melibatkan semua tingkat dan fungsi dalam organisasi untuk memaksimalkan keefektifan peralatan produksi. Lebih lanjut lagi metode ini juga memperbaiki proses dan


(33)

peralatan yang ada dengan mengurangi tingkat kesalahan dan kecelakaan. TPM adalah inisiatif manufaktur kelas dunia (World Class Manufacturing - WCM) yang bertujuan untuk mengoptimalkan keefektivitasan peralatan pabrik (Shirose, 1995). Dimana departemen pemeliharaan secara tradisional adalah pusat dari pengelolaan program pemeliharaan preventif (PM), disisi lain TPM merangkul pekerja dari semua departemen dan tingkatan, dari pekerja pabrik hingga eksekutif senior, dalam upaya memastikan pengoperasian peralatan yang efektif.[3]

2.3 Elemen Dasar Pemesinan

Berdasarkan gambar teknik, dimana dinyatakan spesifikasi geometrik suatu produk komponen mesin, salah satu atau beberapa jenis proses pemesinan harus dipilih sebagai sesuatu proses atau urutan proses yang digunakan untuk membuat benda kerja. Bagi suatu tingkat proses, ukuran obyektif ditentukan dan pahat harus membuang sebagian material benda kerja sampai ukuran obyektif tersebut tercapai. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara menentukan penampang geram ( sebelum terpotong). Selain itu, setelah berbagai aspek teknelogi ditinjau, kecepetan pembuangan geram dapat dipilih supaya waktu pemotongan sesuai dengan yang dikehendaki. Pekerjaan seperti ini akan ditemui dalam setiap perencanaan proses pemesinan. Untuk itu perlu dipahami lima elemen dasar proses pemesinan yaitu : [4]

1. Kecepatan potong ( Cutting speed ) : v (m/min) 2. Kecepatan makan ( Feeding speed ) : vf (mm/min)

3. Kedalaman potong ( Depth of cut ) : a (mm) 4. Waktu pemotongan ( Cutting time ) : tc (min)

5. Kecepatan penghasilan geram

( Rate of metal removal ) : Z (cm3/min)

Elemen proses pemesinan tersebut ( v, vf, a, tc, dan Z ) dihitung

berdasarkan dimensi kerja benda kerja dan/atau pahat serta besaran dari mesin perkakas. Besaran mesin perkakas yang dapat diatur ada bermacam – macam tergantung pada jenis mesin perkakas. Oleh sebab itu, rumus yang


(34)

dipakai untuk menghitung setiap elemen proses pemesinan dapat berlainan. Pertama – tama akan ditinjau proses pemesinan yang umum di kenal yaitu proses bubut. Ddengan memahami proses bubut dapatlah hal ini dipakai sebagai acuan/referensi untuk membandingkannya dengan proses pemesinan yang lain yaitu proses sekrap, proses gurdi, proses freis. Proses pemesinan yang lain tidak perlu ditinjau karena mereka serupa. Untuk setiap proses yang ditinjau akan diperkenalkan dua sudut pahat yang penting yaitu sudut potong utama ( principal cutting edge angle ) dan sudut geram ( rake angle ). Kedua sudut tesebut berpengaruh antara lain pada penampang geram, gaya pemotongan, serta umur pahat. Dengan memperhatikan dua sudut ini pada setiap proses pemesinan yang ditinjau dapatlah disimpulkan bahwa sesungguhnya semua proses pemesinan adalah serupa.[5]

2.4 Mengenal Proses Pemesinan

Proses pemesinan dengan menggunakan prinsip pemotongan logam dibagi dalam tiga kelompok dasar, yaitu : proses pemotongan dengan mesin pres, proses pemotongan konvensional dengan mesin perkakas, dan proses pemotongan non konvensional. Proses pemotongan dengan menggunakan mesin pres meliputi pengguntingan (shearing), pengepresan (pressing) dan penarikan (drawing, elongating). Proses pemotongan konvensional dengan mesin perkakas meliputi proses bubut (turning), proses frais (milling), dan sekrap (shaping). Proses pemotongan non konvensional contohnya dengan mesin EDM (Electrical Discharge Machining) dan wire cutting. Proses pemotongan logam ini biasanya disebut proses pemesinan, yang dilakukan dengan cara membuang bagian benda kerja yang tidak digunakan menjadi beram (chips), sehingga terbentuk benda kerja. Dari semua prinsip pemotongan di atas pada buku ini akan dibahas tentang proses pemesinan dengan menggunakan mesin perkakas. Proses pemesinan adalah proses yang paling banyak dilakukan untuk menghasilkan suatu produk jadi yang berbahan baku logam. Diperkirakan sekitar 60% sampai 80% dari seluruh proses pembuatan komponen mesin yang komplit dilakukan dengan proses pemesinan.[4]


(35)

2.4.1 Klasifikasi Proses Pemesinan

Proses pemesinan dilakukan dengan cara memotong bagian benda kerja yang tidak digunakan dengan menggunakan pahat (cutting tool), sehingga terbentuk permukaan benda kerja menjadi komponen yang dikehendaki. Pahat yang digunakan pada satu jenis mesin perkakas akan bergerak dengan gerakan yang relatif tertentu (berputar atau bergeser) disesuaikan dengan bentuk benda kerja yang akan dibuat.[5]

.

Gambar 2.1 Beberapa proses pemesinan

Pahat, dapat diklasifikasikan sebagai pahat bermata potong tunggal (single point cutting tool) dan pahat bermata potong jamak (multiple point cutting tool). Pahat dapat melakukan gerak potong (cutting) dan gerak makan (feeding). Proses pemesinan dapat diklasifikasikan dalam dua klasifikasi besar yaitu proses pemesinan untuk membentuk benda kerja silindris atau konis dengan benda kerja/pahat berputar, dan proses pemesinan untuk membentuk benda kerja permukaan datar tanpa memutar benda kerja. Klasifikasi yang pertama meliputi proses bubut dan variasi proses yang dilakukan dengan menggunakan mesin bubut, mesin gurdi (drilling machine),


(36)

Gambar 2.2. Proses bubut rata, bubut permukaan, dan bubut tirus

mesin frais (milling machine), mesin gerinda (grinding machine). Klasifikasi kedua meliputi proses sekrap (shaping, planing), proses slot (sloting), proses menggergaji (sawing), dan proses pemotongan roda gigi (gear cutting). Beberapa proses pemesinan tersebut ditampilkan pada Gambar 2.1[4]

2.5 Proses Pembubutan ( Turning )

Proses bubut adalah proses pemesinan untuk menghasilkan bagian-bagian mesin berbentuk silindris yang dikerjakan dengan menggunakan Mesin Bubut. Bentuk dasarnya dapat didefinisikan sebagai proses pemesinan permukaan luar benda silindris atau bubut rata :

1. Dengan benda kerja yang berputar

2. Dengan satu pahat bermata potong tunggal (with a single-point cutting tool)

3. Dengan gerakan pahat sejajar terhadap sumbu benda kerja pada jarak tertentu sehingga akan membuang permukaan luar benda kerja (lihat Gambar 2.2 no. 1)

Proses bubut permukaan/surface turning ( Gambar 2.2 no.2 ) adalah proses bubut yang identik dengan proses bubut rata ,tetapi arah gerakan pemakanan tegak lurus terhadap sumbu benda kerja. Proses bubut tirus/taper turning (Gambar 2.2 no. 3) sebenarnya identik dengan proses


(37)

bubut rata di atas, hanya jalannya pahat membentuk sudut tertentu terhadap sumbu benda kerja. Demikian juga proses bubut kontur, dilakukan dengan cara memvariasi kedalaman potong sehingga menghasilkan bentuk yang diinginkan.[6]

Walaupun proses bubut secara khusus menggunakan pahat bermata potong tunggal, tetapi proses bubut bermata potong jamak tetap termasuk proses bubut juga, karena pada dasarnya setiap pahat bekerja sendiri-sendiri.

Selain itu proses pengaturannya (seting) pahatnya tetap dilakukan satu persatu. Gambar skematis mesin bubut dan bagian-bagiannya dijelaskan pada gambar 2.3.

2.5.1 Parameter yang Dapat Diatur pada Proses Bubut

Tiga parameter utama pada setiap proses bubut adalah kecepatan putar spindel (speed), gerak makan (feed) dan kedalaman potong (depth of cut). Faktor yang lain seperti bahan benda kerja dan jenis pahat sebenarnya juga memiliki pengaruh yang cukup besar, tetapi tiga parameter di atas adalah bagian yang bisa diatur oleh operator langsung pada mesin bubut.[4]

Kecepatan putar n (speed) selalu dihubungkan dengan spindel (sumbu utama) dan benda kerja. Karena kecepatan putar diekspresikan sebagai putaran per menit (revolutions per minute, rpm), hal ini menggambarkan kecepatan putarannya. Akan tetapi yang diutamakan dalam proses bubut adalah kecepatan potong Gambar 2.3. skematis Mesin Bubut dan nama bagian-bagiannya


(38)

(Cutting speed atau V) atau kecepatan benda kerja dilalui oleh pahat/ keliling benda kerja (lihat Gambar 2.4)[4]

Gambar 2.4 Panjang permukaan benda kerja yang dilalui pahat setiap putaran

� = ��� … … … . Dimana :

V = kecepatan potong; m/menit

d = diameter rata - rata benda kerja ;mm n = putaran benda kerja; putaran/menit

Dengan demikian kecepatan potong ditentukan oleh diamater benda kerja. Selain kecepatan potong ditentukan oleh diameter benda kerja faktor bahan benda kerja dan bahan pahat sangat menentukan harga kecepatan potong. Pada dasarnya pada waktu proses bubut kecepatan potong ditentukan berdasarkan bahan benda kerja dan pahat. Harga kecepatan potong sudah tertentu, misalnya untuk benda kerja Mild Steel dengan pahat dari HSS, kecepatan potongnya antara 20 sampai 30 m/menit.[4]

Gerak makan, f (feed) , adalah jarak yang ditempuh oleh pahat setiap benda kerja berputar satu kali (lihat Gambar 2.4.), sehingga satuan f adalah mm/putaran. Gerak makan ditentukan berdasarkan kekuatan mesin, material benda kerja, material pahat, bentuk pahat, dan terutama kehalusan permukaan yang diinginkan.

f a

f a


(39)

Gerak makan biasanya ditentukan dalam hubungannya dengan kedalaman potong a. Gerak makan tersebut berharga sekitar 1/3 sampai 1/20 a, atau sesuai dengan kehaluasan permukaan yang dikehendaki.[4]

Kedalaman potong a (depth of cut), adalah tebal bagian benda kerja yang dibuang dari benda kerja, atau jarak antara permukaan yang dipotong terhadap permukaan yang belum terpotong (lihat Gambar 2.4). Ketika pahat memotong sedalam a , maka diameter benda kerja akan berkurung 2a, karena bagian permukaan benda kerja yang dipotong ada di dua sisi, akibat dari benda kerja yang berputar.[4]

Beberapa proses pemesinan selain proses bubut pada Gambar 2.2 dapat dilakukan juga di mesin bubut proses pemesinan yang lain, yaitu bubut dalam (internal turning), proses pembuatan Gambar 2.6. Proses pemesinan yang dapat dilakukan pada mesin

bubut : (a) pembubutan champer (chamfering), (b) pembubutan alur (parting-off), (c) pembubutan ulir (threading), (d) pembubutan lubang (boring), (e) pembuatan lubang (drilling), (f) pembuatan kartel (knurling)


(40)

lubang dengan mata bor (drilling), proses memperbesar lubang (boring), pembuatan ulir (thread cutting), dan pembuatan alur (grooving/ parting-off). Proses tersebut dilakukan di mesin bubut dengan bantuan peralatan bantu agar proses pemesinan bisa dilakukan (lihat Gambar 2.6).[4]

2.5.2 Geometri Pahat Bubut

Geometri pahat bubut terutama tergantung pada material benda kerja dan material pahat. Terminologi standar ditunjukkan pada Gambar 2.7. Untuk pahat bubut bermata potong tunggal, sudut pahat yang paling pokok adalah sudut beram (rake angle), sudut bebas (clearance angle), dan sudut sisi potong (cutting edge angle). Sudut-sudut pahat HSS yang diasah dengan menggunakan mesin gerinda pahat (Tool Grinder Machine).[4]

Sedangkan bila pahat tersebut adalah pahat sisipan yang dipasang pada tempat pahatnya, geometri pahat dapat dilihat pada Gambar 2.8. Selain geometri pahat tersebut pahat bubut bisa juga diidentifikasikan berdasarkan letak sisi potong (cutting edge) yaitu

Gambar 2.7. Geometri pahat bubut HSS (Pahat diasah dengan mesin gerinda pahat).


(41)

pahat tangan kanan (Right- hand tools) dan pahat tangan kiri (Left-hand tools), lihat Gambar 2.9.

Gambar 2.8. Geometri pahat bubut sisipan (insert)

Gambar 2.9. Pahat tangan kanan dan pahat tangan kiri

Pahat bubut di atas apabila digunakan untuk proses membubut biasanya dipasang pada pemegang pahat (Tool holder). Pemegang pahat tersebut digunakan untuk memegang pahat dari HSS dengan ujung pahat diusahakan sependek mungkin agar tidak terjadi getaran pada waktu digunakan untuk membubut (lihat Gambar 2.10). Selain bentuk pahat seperti di Gambar 2.10, ada juga pahat yang berbentuk sisipan/inserts


(42)

Gambar 2.10. Pemegang pahat HSS : (a) pahat alur, (b) pahat dalam, (c) pahat rata kanan, (d) pahat rata kiri, (e) pahat ulir

Pahat berbentuk sisipan tersebut harus dipasang pada pemegang pahat yang sesuai. Bentuk pahat sisipan sudah distandarkan oleh ISO. Standar ISO untuk pemegang pahat dapat dilihat pada Lampiran.[4]

2.5.3 Perencanaan dan Perhitungan Proses Bubut

Elemen dasar proses bubut dapat dihitung dengan menggunakan rumus-rumus dan Gambar 2.12 berikut :

Gambar 2.11. Parameter Pemesinan

a Vf ,

put/min

do dm

lt

χr


(43)

Keterangan :

Benda kerja :

do = diameter mula ; mm

dm = diameter akhir; mm

lt = panjang pemotongan; mm Pahat :

χr = sudut potong utama

Mesin Bubut :

a = kedalaman potong, mm f = gerak makan; mm/putaran

n = putaran poros utama; putaran/menit

Adapun parameter yang digunakan adalah:

1. Kecepatan potong (Cutting Speed)

Kecepatan potong biasanya dinyatakan dalam isitilah m/menit, yaitu kecepatan dimana pahat melintasi benda kerja untuk mendapatkan hasil yang paling baik pada kecepatan yang sesuai. Kecepatan potong dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: kekerasan dari bahan yang akan dipotong dan jenis alat potong yang digunakan. Kecepatan potong harus disesuaikan dengan kecepatan putaran spindel mesin bubut. Untuk keperluan ini digunakan persamaan sebagai berikut: [8]

� = �. �. n… … … . . . Dimana: V = Kecepatan Potong (m/menit)

d = Diameter rata - rata benda kerja (mm) n = Putaran spindel (rpm)


(44)

2. Kedalaman Pemotongan (Depth of Cut)

Kedalaman pemotongan adalah dalamnya masuk alat potong menuju sumbu sumbu benda. Dalam proses pembubutan depth of cut dapat diukur dengan menggunakan persamaan : [8]

a = (� − � ) … … … . . . Dimana : do = Diameter mula (mm)

Dm = Diameter akhir (mm)

3. Feeding Speed

Feeding Speed adalah kecepatan makan dalam pemesinan mesin bubut (mm/min) [8]

v f = f . n… … … . . . Dimana : f = Gerak makan (mm)

n = Putaran poros utama (benda kerja)

4. Material Removal Rate

Material Removal Rate adalah kecepatan penghasilan geram (cm3/min) [8]

Z = f . a . ν… … … . . .

Dimana : f = Gerak makan (mm) a = Kedalaman potong (mm) ν = Kecepatan potong(m/min)

5. Cutting Time

Cutting time adalah waktu pemotongan dalam pemesinan mesin bubut, yang dapat diukur dengan persamaan : [8]

tc = lt / ν f… … … . . . Dimana : lt = Panjang permesinan (mm) ν f = Kecepatan makan (mm/min)


(45)

Perencanaan proses bubut tidak hanya menghitung elemen dasar proses bubut, tetapi juga meliputi penentuan/pemilihan material pahat berdasarkan material benda kerja, pemilihan mesin, penentuan cara pencekaman, penentuan langkah kerja/ langkah penyayatan dari awal benda kerja sampai terbentuk benda kerja jadi, penentuan cara pengukuran dan alat ukur yang digunakan.[9]

2.5.4 Material Pahat

Pahat yang baik harus memiliki sifat-sifat tertentu, sehingga nantinya dapat menghasilkan produk yang berkualitas baik dan ekonomis. Kekerasan dan kekuatan dari pahat harus tetap ada pada temperatur tinggi, sifat ini dinamakan Hot Hardness. Ketangguhan (Toughness) dari pahat diperlukan, sehingga pahat tidak akan pecah atau retak terutama pada saat melakukan pemotongan dengan beban kejut. Ketahanan aus sangat dibutuhkan yaitu ketahanan pahat melakukan pemotongan tanda terjadi keausan yang cepat.[4]

Gambar 2.12. (a) Kekerasan dari beberapa macam material pahat sebagi fungsi dari temperatur, (b) jangkauan sifat material pahat

Penentuan material pahat didasarkan pada jenis material benda kerja dan kondisi pemotongan (pengasaran, adanya beban kejut, penghalusan). Material pahat yang ada ialah baja karbon


(46)

sampai dengan keramik dan intan. Sifat dari beberapa material pahat ditunjukkan pada .

Material pahat dari baja karbon (baja dengan kandungan karbon 1,05%) pada saat ini sudah jarang digunakan untuk proses pemesinan, karena bahan ini tidak tahan panas (melunak pada suhu 300- 500 F). Baja karbon ini sekarang hanya digunakan untuk kikir, bilah gergaji, dan pahat tangan[4]

Material pahat dari HSS (High Speed Steel) dapat dipilih jenis M atau T. Jenis M berarti pahat HSS yang mengandung unsur Molibdenum, dan jenis T berarti pahat HSS yang mengandung unsur Tungsten. Beberapa jenis HSS dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1. Jenis Pahat HSS

Jenis HSS Standart AISI

HSS Konvensional

Molibdenum HSS M1, M2, M7, M10

Tungsten HSS T1, T2

HSS Spesial

Cobald added HSS M33, M36, T4, T5, T6

High Vanadium HSS M3-1, M3-2, M4, T15

High Hardness Co HSS M41, M42, M43, M44, M45, M46

Cast HSS

Powdered HSS

Coated HSS

(Sumber : Widarto, dkk. 2008)

Pahat dari HSS biasanya dipilih jika pada proses pemesinan sering terjadi beban kejut, atau proses pemesinan yang sering dilakukan interupsi (terputus-putus). Hal tersebut misalnya membubut benda segi empat menjadi silinder, membubut bahan benda kerja hasil proses penuangan, membubut eksentris (proses pengasarannya).[4]


(47)

Pahat dari karbida dibagi dalam dua kelompok tergantung penggunaannya. Bila digunakan untuk benda kerja besi tuang yang tidak liat dinamakan cast iron cutting grade . Pahat jenis ini diberi kode huruf K dan kode warna merah. Apabila digunakan untuk menyayat baja yang liat dinamakan steel cutting grade. Pahat jenis ini diberi kode huruf P dan kode warna biru. Selain kedua jenis tersebut ada pahat karbida yang diberi kode huruf M, dan kode warna kuning. Pahat karbida ini digunakan untuk menyayat berbagai jenis baja, besi tuang dan non ferro yang mempunyai sifat ketermesinan yang baik.[4]

2.5.5 Pemilihan mesin

Pertimbangan pemilihan mesin pada proses bubut adalah berdasarkan dimensi benda kerja yang yang akan dikerjakan. Ketika memilih mesin perlu dipertimbangkan kapasitas kerja mesin yang meliputi diameter maksimal benda kerja yang bisa dikerjakan oleh mesin, dan panjang benda kerja yang bisa dikerjakan. Ukuran mesin bubut diketahui dari diameter benda kerja maksimal yang bisa dikerjakan (Swing over the bed), dan panjang meja mesin bubut (Length of the bed). Panjang meja mesin bubut bukan berarti panjang maksimal benda kerja yang dikerjakan diantara dua senter. Panjang maksimal benda kerja maksimal adalah panjang meja dikurangi jarak yang digunakan kepala tetap dan kepala lepas.[4]


(48)

Beberapa jenis mesin bubut dari mesin bubut manual dengan satu pahat sampai dengan mesin bubut CNC dapat dipilih untuk proses pemesinan (Lihat Lampiran 1). Pemilihan mesin bubut yang digunakan untuk proses pemesinan bisa juga dilakukan dengan cara memilih mesin yang ada di bengkel (workshop). Dengan pertimbangan awal diameter maksimal benda kerja yang bisa dikerjakan oleh mesin yang ada.

Setelah langkah pemilihan mesin tersebut di atas, dipilih juga alat dan cara pencekaman/pemasangan benda kerja (Lihat Gambar 2.14). Pencekaman/pemegangan benda kerja pada mesin bubut bisa digunakan beberapa cara. Cara yang pertama adalah benda kerja tidak dicekam, yaitu menggunakan dua senter dan pembawa. Dalam hal ini, benda kerja harus ada lubang senternya di kedua sisi (Gambar 2.13). Cara kedua yaitu dengan menggunakan alat pencekam (Gambar 2.14). Alat pencekam yang bisa digunakan adalah :

collet, digunakan untuk mencekam benda kerja berbentuk silindris dengan ukuran sesuai diameter collet. Pencekaman dengan cara ini tidak akan meninggalkan bekas pada permukaan benda kerja.

cekam rahang empat (untuk benda kerja tidak silindris) . Alat pencekam ini masing-masing rahangnya bisa diatur sendiri-sendiri, sehingga mudah dalam mencekam benda kerja yang tidak silindris.

Cekam rahang tiga (untuk benda silindris). Alat pencekam ini tiga buah rahangnya bergerak bersama-sama menuju sumbu cekam apabila salah satu rahangnya digerakkan.

Face Plate, digunakan untuk menjepit benda kerja pada suatu permukaan plat dengan baut pengikat yang dipasang pada alur T.

Pemilihan cara pencekaman tersebut di atas, sangat menentukan hasil proses bubut. Pemilihan alat pencekam yang tepat akan menghasilkan produk yang sesuai dengan kualitas geometris yang dituntut oleh gambar kerja. Misalnya apabila memilih cekam rahang


(49)

tiga ntuk mencekam benda kerja silindris yang relatif panjang, hendaknya digunakan juga senter jalan yang dipasang pada kepala lepas, agar benda kerja tidak tertekan

Penggunaan cekam rahang tiga atau cekam rahang empat, apabila kurang hati-hati, akan menyebabkan permukaan benda kerja terluka. Hal tersebut terjadi misalnya pada waktu proses bubut dengan kedalaman potong yang besar, karena gaya pencekaman tidak mampu menahan beban yang tinggi, sehingga benda kerja tergelincir atau selip. Hal ini perlu diperhatikan terutama pada waktu

Spindel mesin bubut

collet

Cekam rahang empat

Cekam rahang tiga

Face plate


(50)

proses finishing , proses pemotongan ulir, dan proses pembuatan alur. Beberapa contoh proses bubut, dengan cara pencekaman yang berbeda-beda [4]

2.5.6 Penentuan langkah kerja

Langkah kerja dalam proses bubut meliputi persiapan bahan benda kerja, setting mesin, pemasangan pahat, penentuan jenis pemotongan (bubut lurus, permukaan, profil, alur, ulir), penentuan kondisi pemotongan, perhitungan waktu pemotongan, dan pemeriksaan hasil berdasarkan gambar kerja. Hal tersebut dikerjakan untuk setiap tahap (jenis pahat tertentu).Bahan benda kerja yang dipilih biasanya sudah ditentukan pada gambar kerja baik material maupun dimensi awal benda kerja. Seting/ penyiapan mesin dilakukan dengan cara memeriksa semua eretan mesin, putaran spindel, posisi kepala lepas, alat pencekam benda kerja, pemegangan pahat, dan posisi kepala lepas. Usahakan posisi sumbu kerja kepala tetap (spindel) dengan kepala lepas pada satu garis untuk pembubutan lurus, sehingga hasil pembubutan tidak tirus.

Gambar 2.15. Beberapa contoh proses bubut dengan cara


(51)

Pemasangan pahat dilakukan dengan cara menjepit pahat pada rumah pahat (tool post). Usahakan bagian pahat yang menonjol tidak terlalu panjang, supaya tidak terjadi getaran pada pahat ketika proses pemotongan dilakukan. Posisi ujung pahat harus pada sumbu kerja mesin bubut, atau pada sumbu benda kerja yang dikerjakan. Posisi ujung pahat yang terlalu rendah tidak direkomendasi, karena menyebabkan benda kerja terangkat, dan proses pemotongan tidak efektif (lihat Gambar 2.16)

Pahat bubut bisa dipasang pada tempat pahat tunggal, atau pada tempat pahat yang berisi empat buah pahat (Quick change indexing square turret) . Apabila pengerjaan pembubutan hanya memerlukan satu macam pahat lebih baik digunakan tempat pahat tunggal. Apabila pahat yang digunakan dalam proses pemesinan lebih dari satu, misalnya pahat rata, pahat alur, pahat ulir, maka sebaiknya digunakan tempat pahat yang bisa dipasang sampai empat pahat. Pengaturannya sekaligus sebelum proses pembubutan, sehingga proses penggantian pahat bisa dilakukan dengan cepat (quick change).[4]

Gambar 2.16. Cara pemasangan pahat bubut : 1) Posisi ujung pahat pada sumbu benda kerja, 2) panjang pahat


(52)

2.6Algoritma Genetika 2.6.1 Sejarah

Sejarah perkembangan algoritma genetika (genetic algorithm) berawal pada tahun 1960-an ketika I. Rochenberg dalam

bukunya yang berjudul “Evolution Strategies” mengemukakan

tentang evolusi komputer (computer evolutionary) yang kemudian dikembangkan oleh John Holland pada tahun 1970-an. John Holland

menulis buku tentang algoritma genetika yang berjudul “Adaptation in Natural and Artificial System” yang diterbitkan pada tahun 1975.[10]

Algoritma genetika adalah teknik pencarian heuristic yang didasarkan pada gagasan evolusi seleksi alam dan genetik. Algoritma ini memanfaatkan proses seleksi alamiah yang dikenal proses evolusi. Dalam proses evolusi, individu secara terus – menerus mengalami perubahan gen untuk menyesuaikan dengan lingkungannya. Hanya individu – individu yang kuat yang mampu bertahan. Proses seleksi alamiah ini melibatkan perubahan gen yang terjadi pada individu melalui proses perkembangbiakan. Proses perkembangbiakan ini didasarkan pada analogi struktur genetic dan prilaku kromosom dalam populasi individu dengan menggunakan dasar sebagai berikut :[11]

Gambar 2.17. Tempat pahat (tool post) : (a) untuk pahat tunggal, (b) untuk empat pahat


(53)

 Individu dalam populasi bersaing untuk sumber daya alam dan pasangannya

 Mereka yang paling sukses di setiap kompetisi akan menghasilkan keturunan yang lebih baik dari pada individu – individu yang berkinerja buruk

 Gen dari individu yang baik akan menyebar ke seluruh populasi sehingga dua orang tua yang baik kadang – kadang akan menghasilkan keturunan yang lebih baik dari orang tuanya  Setiap ada pergantian generasi maka generasi terbaru biasanya

lebih cocok dengan lingkungan mereka. Dengan kata lain, generasi baru ini menyesuaikan dengan keadaan lingkungan nya

2.6.2 Pemasalahan yang Membutuhkan Algoritma Genetika

Untuk dapat memanfaatkan algoritma genetika, kita harus dapat menyadikan solusi dari masalah yang diberikan ke dalam kromosom pada algoritma genetika dan membandingkan nilai fitness-nya. Sebuah representasi algoritma genetika yang efektif dan nilai fitness yang bermakna adalah keberhasilan dalam aplikasi algoritma genetika. Ciri – ciri permasalahan yang membutuhkan algoritma genetika antara lain :[11]

 Ruang pencarian sangat besar, kompleks, atau kurang dipahami.  Tidak ada pengetahuan yang memadai untuk menyederhanakan

ruang pencarian yang sangat besar menjadi ruang pencarian yang lebih sempit.

 Tidak ada analisis matematis yang bias menangani ketika metode konvensional gagal menyelesaikan masalah yang dihadapi.

 Solusi yang dihasilkan tidak harus optimal, asal sudah memenuhi kriteria sudah bisa diterima.


(54)

 Membutuhkan solusi real-time, yaitu solusi yang bisa didapatkan dengan cepat sehingga dapat diimplementasi untuk permasalahan yang mempunyai perubahan yang cepat

 Jika suatu permasalahan menggunakan fungsi optimasi yang linear atau tidak linear yang konstrain

2.6.3 Aplikasi Algoritma Genetika

Sejak pertama kali dirintis oleh John Holland, Algoritma Genetika telah dipelajari, diteliti dan diaplikasikan secara luas pada berbagai bidang. Algoritma Genetika banyak digunakan pada masalah praktis yang berfokus pada pencarian parameter-parameter yang optimal. Namun demikian, algoritma genetika juga dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah selain optimasi. Selama suatu masalah berbentuk adaptasi (alami maupun buatan), maka dapat diformulasikan dalam terminologi genetika.[12]

Algoritma genetik merupakan teknik search stochastic yang berdasarkan mekanisme seleksi alam dan genetika natural. Pada algoritma genetika, teknik pencarian dilakukan sekaligus atas sejumlah solusi yang mungkin dikenal dengan istilah populasi. Setiap individu di dalam populasi disebut kromosom, yang merepresentasikan suatu penyelesaian terhadap masalah yang ditangani. Sebuah kromosom terdiri dari sebuah string yang berisi berbagai simbol, dan biasanya, tetapi tidak mutlak, string tersebut berupa sederetan bit-bit biner “0” dan “1”. Sebuah kromosom tumbuh atau berkembang biak melalui berbagai iterasi yang berulang-ulang, dan disebut sebagai generasi. Pada setiap generasi, berbagai kromosom yang dihasilkan akan dievaluasi menggunakan suatu pengukuran fitness. Nilai fitness dari suatu kromosom akan menunjukkan kualitas dari kromosom dalam populasi tersebut. Generasi berikutnya dikenal dengan istilah anak (offspring) terbentuk dari gabungan dua kromosom generasi sekarang yang bertindak sebagai induk (parent) dengan menggunakan operator penyilangan (crossover). Selain operator penyilangan, suatu


(55)

kromosom dapat juga dimodifikasi dengan menggunakan operator mutasi. Populasi generasi yang baru dibentuk dengan cara menyeleksi nilai fitness dari kromosom induk (parent) dan nilai fitness dari kromosom anak (offspring), serta menolak kromosom-kromosom yang lainnya sehingga ukuran populasi (jumlah kromosom dalam suatu populasi) konstan. Setelah melalui beberapa generasi, maka algoritma ini akan konvergen ke kromosom terbaik.[12]

Secara skematis, siklus algoritma genetika dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.18 Siklus algoritma genetika

2.7 Prosedur Algoritma Genetika

Untuk menggunakan Algoritma genetika, perlu dilakukan prosedur sebagai berikut:[13]

1. Mendefinisikan individu, dimana individu menyatakan salah satu solusi (penyelesaian) yang mungkin dari permasalahan yang diangkat.

2. Mendefinisikan nilai fitness, yang merupakan ukuran baik tidaknya sebuah individu atau baik tidaknya solusi yang didapatkan.

Populasi Awal Reproduksi

Crossover & Mutasi Seleksi

Individu

Evaluasi Fitness

Elitisme Populasi Baru


(56)

3. Menentukan proses pembangkitan populasi awal. Hal ini biasanya dilakukandengan menggunakan pembangkitan acak seperti random-walk. 4. Menentukan proses seleksi yang akan digunakan.

5. Menentukan proses pindah silang (crossover) dan mutasi gen yang akan digunakan.

2.7.1 Pengertian Individu

Individu merupakan salah satu solusi yang mungkin. Individu bias dikatakan sama dengan kromosom, yang merupakan kumpulan gen. Gen ini bisa biner, pecahan (float), dan kombinatorial. Beberapa definisi penting yang perlu diperhatikan dalam mendefinisikan individu untuk membangun penyelesaian permasalahan dengan Algoritma genetika adalah sebagai berikut:[12]

1. Genotype (Gen), adalah sebuah nilai yang menyatakan satuan dasar yang membentuk suatu arti tertentu dalam satu kesatuan gen yang dinamakan kromosom. Dalam Algoritma genetika, gen ini bias bernilai biner, float, integer maupun karakter, atau kombinatorial.

2. Allele, adalah nilai dari gen.

3. Kromosom, adalah gabungan gen-gen yang membentuk nilai tertentu.

4. Individu, adalah suatu nilai atau keadaan yang menyatakan salah satu solusi yang mungkin dari permasalahan yang diangkat. 5. Populasi, adalah sekumpulan individu yang akan diproses

bersama dalam satu siklus proses evolusi.

6. Generasi, adalah satu siklus proses evolusi atau satu literasi didalam Algoritma genetika.

Satu gen biasanya akan mewakili satu variabel. Gen dapat direpresentasikan dalam bentuk bit, bilangan real, daftar aturan, elemen permutasi, elemen program, atau representasi lainnya yang dapat diimplementasikan untuk operator genetika. Dengan demikian, kromosom dapat direpresentasikan dengan menggunakan:


(57)

 String bit : 10011…

 Array bilangan real : 65,65 ; -67,98 ; 77,34 dan seterusnya  Elemen permutasi : E2, E10, E5 dan seterusnya

 Daftar aturan : R1, R2, R3 dan seterusnya  Elemen program : pemograman genetika  Struktur lainnya

Gambar 2.19 Ilustrasi representasi penyelesaian permasalahan dalam Algoritma genetika

Misalnya didalam kasus Travelling Salesman Problem (TSP). TSP merupakan salah satu ilmu dibidang menejemen untuk mencari solusi jarak tempuh dan waktu tercepat dari beberapa kota(W.R. Hamilton, 1832). Individu menyatakan jalur yang ditempuh, dalam penentuan nilai maksimal dari F(x,y) individu menyatakan nilai (x,y). Pada gambar 2.20 diilustrasikan dua kemungkinan jalur yang ditempuh dalam TSP dan bagaimana representasinya dalam individu.[12]


(58)

Gambar 2.20 Kemungkinan jalur dalam TSP dan representasi dalam individu

2.7.2 Teknik Penyandian (Pengkodean)

Teknik penyandian disini meliputi penyandian gen dari kromosom. Gen merupakan bagian dari kromosom, dimana satu gen biasanya akan mewakili satu variabel. Gen dapat direpresentasikan dalam bentuk string bit, pohon, array bilangan real, daftar aturan, elemen permutasi, elemen program dan lain-lain.

Contoh dari representasi kromosom antara lain sebagai berikut :

1. String bit : 10011, 11101, dst 2. Bilangan Real : 65.65, 562.88, dst 3. Elemen Permutasi : E2, E10, dst 4. Daftar Aturan : R1, R2, R3, dst

5. Elemen Program : pemrograman genetika, dst 6. Struktur lainnya

Misalkan ingin dipecahkan masalah estimasi fungsi produksi Cobb-Dauglas yaitu � = � � dengan sampel yang ada untuk L dan K berapa nilai , , dengan fungsi tujuan meminimumkan least square atau memaksimumkan fungsi likelihood. Persoalan tersebut dapat diselesaikan dengan algoritma genetika, yaitu ketiga parameter , , dikodekan dalam kromosom yang masing-masing berisi sejumlah gen yang mengkodekan informasi yang disimpan di dalam kromosom. Misalkan untuk memudahkan digunakan binary encoding dengan panjang kromosom 12 gen (12 bits), masing-masing parameter


(59)

, , dikodekan dengan 4 gen, sehingga diperoleh pengkodean seperti berikut

Tabel 2.2 Skema Binary Encoding Parameter

Binary Number

1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0

g1 g2 g3 g4 g5 g6 g7 g 8

g 9

g10 g11 g12

Decimal Number

11 14 3

Jika nilai parameter yang akan dicari mempunyai constraint, < < , maka berdasarkan binary encoding nilai parameter dapat diperoleh dengan menggunakan formula berikut

= + ∗ − �

dimana n menyatakan banyaknya bit atau gen (dalam tabel 2.1 , setiap parameter memiliki empat 4 bit dan constraint < <

), sehingga diperoleh:

= + ∗ −− = .

= + ∗ −− = .

= + ∗ −

− = .

Setelah skema pengkodean ditentukan, algoritma genetika diinisialisasi untuk sebuah populasi dengan N kromosom. Gen-gen yang mengisi masing-masing kromosom dibangkitkan secara random. Masing- masing kromosom akan dikodekan menjadi individu dengan nilai fitness tertentu, dan kemudian sebuah populasi baru akan dibentuk dengan menggunakan mekanisme seleksi alamiah, yaitu memilih individu- individu secara proporsional terhadap nilai fitnessnya, dan genetika alamiah, yakni pindah silang (crossover) serta mutasi. Pada algoritma genetika metode yang akan digunakan adalah dengan skema pergantian


(60)

populasi yang disebut generational replacement, artinya, N kromosom dari suatu generasi digantikan sekaligus oleh N kromosom baru hasil pindah silang dan mutasi.[12]

2.7.3 Prosedur Inisialisasi (Membangkitkan Populasi Awal)

Membangkitkan populasi awal adalah membangkitkan sejumlah individu secara acak atau melalui prosedur tertentu. Ukuran populasi tergantung pada masalah yang akan dipecahkan dan jenis operator genetika yang akan diimplementasikan. Setelah ukuran populasi ditentukan, kemudian harus dilakukan inisialisasi terhadap kromosom yang terdapat pada populasi tersebut. Inisialisasi kromosom dilakukan secara acak, namun demikian harus tetap memperhatikan domain solusi dan kendala permasalahan yang ada.

Teknik dalam membangkitkan populasi awal ini ada beberapa macam, diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Random Generator

Inti dari cara ini adalah melibatkan pembangkitan bilangan random untuk nilai setiap gen sesuai dengan representasi kromosom yang digunakan. Gen nantinya berisi pembulatan dari bilangan random yang dibangkitkan sebanyak Nipop (jumlah populasi) x Nbits (jumlah

gen dalam tiap kromosom)

2) Pendekatan tertentu ( memasukan nilai tertentu kedalam gen )

Cara ini adalah dengan memasukan nilai tertentu kedalam gen dari populasi awal yang dibentuk.

3) Permutasi gen

Salah satu cara dari pembangkitan populasi awal dengan permutasi gen adalah penggunaan permutasi Josephus dalam permasalahan kombinatorial seperti travelling salesmen problem (TSP).[12]

2.7.4 Evaluasi Nilai Fitness

Ada tiga langkah dalam proses mengevaluasi nilai fitness kromosom, yaitu:

1. Mengganti genotip kromosom menjadi fenotip kromosom, ini berarti mengganti binary strings menjadi real value


(61)

2. Mengevaluasi fungsi objektif

3. Mengganti nilai dari fungsi objektif menjadi nilai fitness. Agar nilai fitness selalu bernilai positif, maka nilai fitness dari setiap kromosom sama dengan memaksimumkan objektif dikurangi objektif yang telah dievaluasi untuk setiap kromosom dalam populasi.

Suatu individu dievaluasi berdasarkan suatu fungsi tertentu sebagai ukuran performansinya. Di dalam evolusi alam, individu yang bernilai fitness tinggi yang akan bertahan hidup, sedangkan individu yang bernilai fitness rendah akan mati. Pada masalah optimasi dalam tugas ini, solusi yang akan dicari adalah memaksimumkan sebuah fungsi likelihood dan meminimumkan least square fungsi produksi Cobb-Dauglas dan fungsi produksi CES.[12]

2.7.5 Seleksi Orang Tua

Pemilihan dua buah kromosom yang dijadikan induk atau sebagai orang tua dilakukan secara proporsional sesuai dengan dengan nilai fitness-nya. Masing-masing individu dalam suatu wadah seleksi akan menerima probabilitas reproduksi yang

tergantung dari nilai objektif dirinya sendiri terhadap nilai objektif dari semua individu dalam wadah seleksi tersebut. Nilai fitness inilah yang nantinya akan digunakan pada tahap seleksi berikutnya.

Terdapat beberapa metode seleksi orang tua, antara lain sebagai berikut:

1. Rank-based fitness assignment

Pada Rank-based fitness, populasi diurutkan menurut nilai objektifnya. Nilai fitness dari tiap-tiap individu hanya tergantung pada posisi individu tersebut dalam urutan, dan tidak dipengaruhi oleh nilai objektifnya.

2. Roulette wheel selection

Metode seleksi roda roulette ini merupakan metode yang paling sederhana serta paling banyak digunakan, dan sering juga dikenal dengan nama stochastic sampling with replacement. Pada metode ini, individu-individu dipetakan


(62)

dalam suatu segmen garis secara beraturan sedemikian hingga tiap-tiap segmen individu memiliki ukuran yang sama dengan dengan ukuran fitnessnya. Sebuah bilangan random akan dibangkitkan dan individu yang memiliki segmen dalam kawasan bilangan random tersebut akan diseleksi. Proses ini diulang hingga diperoleh sejumlah individu yang diharapkan. Skema dengan seleksi roda roulette ini adalah berdasarkan fitness scale (skala fitness). Terpilihnya suatu kromosom dalam populasi untuk dapat berkembang biak sebanding dengan fitness-nya. Tradeoff antara eksplorasi dan eksploitasi terjadi jika terdapat satu atau sekelompok kecil kromosom yang mempunyai fitness yang baik, yaitu mengeksplorasi bagian-bagian baru dalam ruang pencarian, atau terus mengeksploitasi informasi yang telah diperoleh. Kecenderungan kromosom yang baik untuk terpelihara terus dapat membawa ke hasil optimum lokal atau konvergensi dini (premature convergence) ke suatu hasil yang bukan optimum global. Namun demikian, jika semua kromosom dalam populasi mempunyai fitness yang hampir sama, maka seleksi ini akan menjadi seleksi yang bersifat acak.


(63)

3. Stochastic universal sampling

Stochastic universal sampling memiliki nilai bias nol dan penyebaran yang minimum. Pada metode ini, individu-individu dipetakan dalam suatu segmen garis secara berurutan sedemikian hingga tiap-tiap segmen individu memiliki ukuran yang sama dengan ukuran fitness-nya seperti halnya pada seleksi roda roulette, dan diberikan sejumlah pointer sebanyak individu yang diseleksi di garis tersebut. Andaikan N adalah jumlah individu, dan posisi pointer pertama diberikan secara acak pada range [1, 1/N].

4. Seleksi lokal (Local selection)

Pada seleksi lokal setiap individu yang berada di dalam constraint tertentu disebut dengan nama lingkungan lokal. Interaksi antar individu hanya dilakukan dalam wilayah tersebut. Lingkungan tersebut ditetapkan sebagai struktur dimana populasi tersebut terdistribusi. Lingkungan tersebut juga dipandang sebagai sekelompok pasangan-pasangan yang potensial. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyeleksi separuh pertama dari populasi yang berpasangan secara random, kemudian lingkungan baru tersebut diberikan pada setiap individu yang terseleksi. Jarak antara individu dengan struktur tersebut akan sangat menentukan ukuran lingkungan. Individu yang terdapat dalam lingkungan dengan ukuran yang lebih kecil, akan lebih terisolasi dibandingkan dengan individu yang terletak pada lingkungan dengan ukuran yang lebih besar.

5. Seleksi dengan pemotongan (Truncation selection)

Seleksi dengan pemotongan ini lebih berkesan sebagai seleksi buatan dan biasanya digunakan oleh populasi yang jumlahnya sangat besar. Pada metode ini, individu-individu yang terbaik saja yang akan diseleksi sebagai induk. Parameter yang digunakan dalam metode ini adalah suatu nilai ambang trunc yang mengindikasikan ukuran populasi yang akan diseleksi


(64)

sebagai induk yang berkisar antara 50% -10%. Individu-individu yang ada di bawah nilai ambang ini tidak akan menghasilkan keturunan.

6. Seleksi dengan turnamen (Tournament selection)

Pada metode seleksi dengan turnamen ini akan ditetapkan suatu nilai tour untuk individu-individu yang dipilh secara acak (random) dari suatu populasi. Individu-indiidu yang terbaik dalam kelompok ini akan diseleksi sebagai induk. Parameter yang digunakan pada metode ini adalah ukuran tour yang bernilai antara 2 sampai N (jumlah individu dalam suatu populasi).

Dari berbagai jenis seleksi tersebut, Umumnya jenis seleksi pada roda roulette paling sering digunakan, terkadang juga metode rangking dan turnamen. Yang perlu diperhatikan dalam seleksi adalah prinsip elitism, yang dilakukan dalam sekali seleksi untuk update generasi, biasanya digunakan steady-state update. Jadi tujuan utama dari elitism ini adlah untuk menjaga agar individu-individu yang bernilai fitness tertinggi tidak hilang selama proses evolusi, maka perlu dibuat kopiannya.[12]

2.7.6 Rekombinasi

Algoritma genetika merupakan proses pencarian yang heuristic dan acak sehingga penekanan pemilihan operator yang digunakan sangat menentukan keberhasilan algoritma genetika dalam menemukan solusi optimum suatu masalah yang diberikan. Hal yang harus diperhatikan adalah menghindari terjadinya konvergensi prematur, dimana dicapai solusi optimum yang belum waktunya, dalam arti bahwa solusi yang diperoleh adalah hasil optimum lokal.[12]

Terdapat dua operator genetika untuk melakukan rekombinasi, yaitu:

1. Rekombinasi bernilai real

Terdapat beberapa metode dalam rekombinasi bernilai real, yaitu:


(65)

(i) Rekombinasi diskrit

Rekombinasi diskrit akan menukar nilai variabel antar kromosom induk. Misalkan ada 2 individu dengan 3 variabel, yaitu:

Induk 1 : 12 25 5 Induk 2 : 123 4 34

Untuk tiap-tiap variabel induk yang menyumbangkan variabelnya ke anak yang dipilih secara random dengan probabilitas yang sama

sampel 1 : 2 2 1 sampel 2 : 1 2 1

Setelah rekombinasi, kromosom-kromosom baru yang terbentuk yaitu :

Anak 1 : 123 4 5 Anak 2 : 12 4 5

Rekombinasi diskrit dapat digunakan untuk sembarang variabel (biner, real, atau simbol).

(ii) Rekombinasi intermediate (menengah)

Rekombinasi intermediate hanya dapat digunakan untuk variabel real (dan variabel yang bukan biner).

Anak dihasilkan menurut aturan sebagai berikut : Anak = induk 1 + alpha (induk 2 –induk 1)

Dengan alpha adalah faktor skala yang dipilih secara random pada interval [-d, 1+d], biasanya d=0,25. Tiap-tiap variabel pada anak merupakan hasil kombinasi variabel-variabel menurut aturan di atas dengan nilai alpha dipilih ulang untuk tiap variabel. Misalkan ada 2 individu dengan 3 variabel, yaitu:

Induk 1 : 12 25 5 Induk 2 : 123 4 34 Misalkan nilai alpha yang terpilih :

sampel 1 : 0,5 1,1 -0,1 sampel 2 : 0,1 0,8 0,5

Setelah rekombinasi, kromosom-kromosom baru yang terbentuk adalah :


(66)

Anak 1 : 67,5 1,9 2,1 Anak 2 : 23,1 8,2 19,5 (iii) Rekombinasi Garis

Pada dasarnya rekombinasi garis ini hampir sama dengan rekombinasi menengah, hanya saja nilai alpha untuk semua variabel adalah sama. Misalkan ada 2 kromosom dengan 3 variabel:

induk1 : 12 25 5 induk2 : 123 4 34

untuk tiap-tiap variabel induk yang menyumbangkan variabelnya ke anak dipilih secara random dengan probabilitas yang sama

sample 1 : 0,5 sample 2 : 0,1

setelah rekombinasi kromosom-kromosom baru yang terbentuk adalah:

anak1: 67,5 14,5 19,5 anak2: 23,1 22,9 7,9

2. Rekombinasi bernilai biner atau penyilangan (Crossover)

Crossover melibatkan dua induk untuk membentuk kromosom baru. Pindah silang menghasilkan titik baru dalam ruang pencarian untuk siap diuji. Proses crossover dilakukan pada setiap individu dengan probabilitas crossover (Pc) yang ditentukan secara acak dalam rentang (0,1).

Terdapat beberapa metode cross-over, yaitu: (i) Penyilangan satu titik (single-point Crossover)

Pada penyilangan satu titik, posisi penyilangan k (k=1,2,…,N-1) dengan panjang kromosom (N) diseleksi secara random. Variabel-variabel ditukar antar kromosom pada titik tersebut untukmenghasilkan anak. Misalkan ada2 kromosom dengan panjang 12 :

Induk 1 : 0 1 1 1 0 | 0 1 0 1 1 1 0 Induk 2 : 1 1 0 1 0 | 0 0 0 1 1 0 1


(67)

Posisi menyilang yang terpilih acak : misalkan setelah bit ke-5. Setelah dilakukan penyilangan, diperoleh kromosom-kromosom baru:

Anak 1 : 0 1 1 1 0 | 0 0 0 1 1 0 1 Anak 2 : 1 1 0 1 0 | 0 1 0 1 1 1 0 (ii) Penyilangan dua titik (two-point Crossover)

Penyilangan ini menentukan dua titik secara acak sebagai batas untuk menukar 2 kromosom induk yang berada diantaranya untuk menghasilkan 2 individu yang baru. Misalkan ada 2 kromosom dengan panjang kromosom 10

Induk 1 : 110 │ 000 │ 1100 Induk 2 : 100 │ 100 │ 1011

Posisi menyilang yang terpilih acak : misalkan setelah bit ke-3 dan ke-6, maka setelah dilakukan penyilangan diperoleh kromosom baru :

Anak 1 : 110 │ 100 │ 1100 Anak 2 : 100 │ 000 │ 1011

(iii) Penyilangan banyak titik (multi-point Crossover)

Pada penyilangan ini, jumlah titik posisi penyilangan,

(k=1,2,…,N-1,i=1,2,…,m) dengan panjang kromosom (N)

diseleksi secara random dan tidak diperbolehkan ada posisi yang sama, serta diurutkan naik. Variabel-variabel ditukar antar kromosom pada titik tersebut untuk menghasilkan anak. Misalkan ada 2 kromosom dengan panjang 12 :

Induk 1 : 011100101110 Induk 2 : 110100001101

Posisi penyilangan yang terpilih adalah setelah bit ke- 2, 6, dan 10. Setelah penyilangan, diperoleh kromosom-kromosom baru :

anak 1 : 01 │ 0100 │ 1011 │01 anak 2 : 11 │ 1100 │ 0011 │10

(iv) Penyilangan seragam (uniform Crossover)

Pada penyilangan seragam, setiap lokasi memiliki potensi sebagai tempat penyilangan. Sebuah mask penyilangan dibuat


(1)

T = Umur pahat (min)

Waktu yang didapat dari pengujian adalah sebagai berikut :

tLW = 0.02 min/produk

tAT = 0.08 min/produk

tRT = 0.05 min/produk

tUW = 0.06 min/produk

ts/nt = Waktu penyiapan mesin dan peralatan sekitar 20 min dan

jumlah produk yang dikerjakan adalah 7 buah maka,

ts/nt = 20/7 = 2.85 min/produk

tc = 2.5592 min

td = Karena pahat diasah terlebih dahulu sebelum digunakan

maka waktu penggantian pahat adalah = 15 min

T = 32 min (didapat dari pengujian)

Sehingga didapat hasil sebagai berikut :

= . � + . � + . � + . � + . � + . � + � ( . ) �

Waktu pemesinan perproduk (tm) = 6.81 min/produk

4.2.2 Komponen Ongkos Produksi

Untuk kos total perproduk dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut ( Taufiq Rochim, 1993 ) :


(2)

Dimana :

Cu = Ongkos total perproduk (Rp/produk)

CMo = Ongkos material (Rp/produk)

CMi = Ongkos tak langsung (Rp/produk)

Cplan = Ongkos persiapan produksi/Perencanaan produksi

(Rp/produk)

Cr = Ongkos penyiapan dan peralatan (Rp/produk)

Cm = Ongkos pemesinan (Rp/produk)

Ce = Harga Pahat (Rp/produk)

tc = Waktu pemesinan (min)

T = Umur pahat (min) = 32 min (didapat dari pengujian)

Ongkos yang didapat dari pengujian adalah sebagai berikut :

CMo = Rp. 28.500

CMi = Rp. 0 ( Ongkos tidak langsung sudah termasuk

kedalam ongkos material)

Cplan = Rp. 4.000

Cr = Rp. 0 ( Peralatan sudah tersedia di laboratorium)

Cm = Rp. 10.000

Ce = Rp. 26.000

Sehingga didapat hasil sebagai berikut :

= � . + � + � . + � + � . + � . ( , ) �


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian ini adalah :

1. Parameter yang optimal untuk pemesinan dari pengujian algoritma genetika adalah :

 Gerak makan (f) : 0,1 mm/rev  Kecepatan potong (v) : 37.4888 m/min

2. Fitness terbaik dari optimasi adalah 2.5592 dengan nilai X1 = 37.4888

dan X2 = 0,1

3. Hasil optimasi terbaik dari pemesinan adalah :

 Waktu pemesinan perproduk (tm) : 6.81 min/produk  Kos total perproduk (Cu) : Rp. 45.000/produk

4. Penggunaan algoritma genetika pada optimasi pemesinan kurang efektif, karena menggunakan prinsip random sehingga hasil yang didapat bukan optimal tetapi masih memenuhi kriteria optimasi

5.2 Saran

Adapun saran yang diberikan adalah sebagai berikut.

1. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya faktor operator lebih diperhatikan karena mesin bubut manual tergantung dari cara kerja operator.

2. Pada penelitian berikutnya, pahat yang digunakan diganti dengan pahat jenis karbida agar pemesinan lebih produktif

3. Untuk penelitian berikutnya, sebaiknya ditambah elitms dalam pengerjaan algoritma agar hasil yang didapat lebih baik lagi

4. Untuk penelitian selanjutnya, pengerjaan algoritma genetika dibantu dengan bahasa program yang lain seperti fotran


(4)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Achmad Wilbolo. 2011. Optimasi Parameter Pemotongan Mesin Bubut CNC Terhadap Kekerasan Permukaan Dengan Geometri Pahat yang Dilengkapi Chip Breaker (Jurnal Rekayasa Mesin Vol.2 No. 1 Tahun 2011 : hal. 55-63). Malang: Program Magister dan Doktor JurusanTeknik Mesin Universitas Brawijaya

[2] Ir. Alfian Hamsi, M.Sc. 2004. Menejemen Pemeliharaan Pabrik. Medan : Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Unversitas Sumatera Utara

[3] Alex Julius Chaidir. 2010 .Analisa Peluang. Jakarta : Fakultas Teknik Universitas Indonesia

[4] Widarto, dkk. 2008. Teknik Pemesinan. Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta

[5] Paryanto,M.Pd. Mesin Perkakas dan Jenis – Jenisnya. Jurusan Pendidikan Teknik Mesin Fakultas Teknik Univesitas Negri Yogyakarta

[6] Paryanto,M.Pd. Proses Pembubutan Logam. Jurusan Pendidikan Teknik Mesin Fakultas Teknik Univesitas Negri Yogyakarta

[7] Taufiq Rochim. 1993. Teori & Teknologi Proses Pemesinan. Laboratorium Teknik Produksi dan Metrologi Industri Jurusan Mesin Fakultas Industri Institut Teknologi Bandung: Bandung

[8] Ismail Hidayat “ Parameter Proses Permesinan Mesin Bubut

http://www.ismailhidayat.com/2012/01/parameter-proses-permesinan-mesin-bubut.html [9] Muhammad Mey Ade Ansyori. Laporan Praktikum Permesinan. Universitas Jember

[10] Fadlisyah. 2009. Algoritma Genetik. Graha Ilmu: Yogyakarta

[11] T. Sutojo, S.Si., M.Kom, dkk. 2011. Kecerdasan Buatan. ANDI : Yogyakarta

[12] Ahmad Riyad Firdaus. Algoritma Genetika. Politeknik Batam: Batam

[13] Budi Sentosa. 2008. Matlab untuk Statistika dan Teknik Optimasi. Graha Ilmu:


(5)

[14] Prabowo Pudjo Widodo, Rahmadya Trias Handayanto. 2012. Penerapan Soft Computing dengan MATLAB. Rekayasa Sains : Bandung

[15] Sri Mulyono, SE, Msc. 1999. Operation Research. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia: Jakarta

[16] Narotama “ Machinability and Surface Finishing “

http://dosen.narotama.ac.id/wp-content/uploads/2013/01/MACHINABILITY-DAN-SURFACE-FINISHING.doc.


(6)

Lampiran 1. Standar ISO untuk pengkodean pemegang pahat sisipan/ tool holders.