5 Adapun analisa yang dilakukan pada komposisi OLP hasil
catalytic cracking
. dengan alat gas kromatografi GC “Shimadzu” type GC 2 plus
detector menggunakan
flame ionized detector
FID. Selain dari pada itu dilakukan juga analisa viskositas dan densitas pada komposisi
biofuel
yang terbaik.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TEKNOLOGI
CATALYTIC CRACKING
Cracking
merupakan suatu proses pemutusan ikatan suatu unsur menjadi senyawa linier, siklik parafin, olefin, aldehid, keton dan asam karboksilat. Proses
cracking
termasuk proses pirolisis non-hidrogenasi yaitu proses memecah rantai polimer menjadi senyawa dengan berat molekul yang lebih rendah dengan
menggunakan katalis dehidrasi dan minyak biomassa mengalami dekarboksilasi menjadi gas, cairan hidrokarbon, padatan dan air [12,15]. Salah satu contoh proses
non-hidrogenasi yaitu proses
catalytic cracking. Catalytic cracking
yaitu
cracking
yang menggunakan katalis. Proses
cracking
membutuhkan suhu, waktu dan katalis. Dengan menggunakan katalis temperatur menjadi relatif rendah dari 450-550
o
C dan mengurangi waktu reaksi [4,14]. Adapun contoh mekanisme
catalytic cracking
pada minyak canola, dapat dilihat pada gambar 2.1.
1 Canola Oil
Heavy Oxygenated C
x
H
y
thermal
2 Heavy Oxygenated C
x
H
y
Heavy C
x
H
y
+ H
2
O + CO
thermal and catalytic
3 Heavy C
x
H
y
Parafin + olefin Rantai panjang dan pendek thermal
dan catalytic
4 Light olefin
C
2
– C
10
Olefin
catalytic
5 C
2
– C
10
Olefin Aromatik C
x
H
y
+ Aliphatic C
x
H
y
catalytic
6 Canola Oil
Coke
thermal
7 N Aromatik C
x
H
y
Coke
catalytic
Gambar 2.1 Mekanisme
Catalytic Cracking
[43]
Pada gambar 2.1 menjelaskan bahwa langkah awal dalam
catalytic cracking
yaitu menggunakan dekomposisi termal untuk menghasilkan hidrokarbon berat teroksigenasi dengan cara mekanisme radikal bebas. Senyawa dengan berat
molekul tinggi selanjutnya akan mengalami
cracking
sekunder untuk
7 menghasilkan olefin rantai pendek dan panjang serta parafin. Kemudian reaksi
oligomerisasi, siklisasi dan aromatisasi akan menghasilkan olefin rantai pendek, alifatik dan hidrokarbon aromatik. Kokas dapat terbentuk karena reaksi
polikondensasi trigliserida dan polimerisasi hidrokarbon aromatik [43]. Selain faktor katalis, suhu dan waktu dalam
catalytic cracking,
faktor lain yaitu bahan
yang digunakan berasal dari biomassa yang berasal dari minyak nabati dan terdiri dari trigliserida dan asam lemak.
2.2 BIOMASSA
Biomassa ialah sesuatu yang berasal dari makhluk hidup baik tumbuhan maupun hewan. Biomassa yang berasal dari tumbuhan salah satunya yaitu minyak
nabati seperti kelapa sawit, minyak kedelai, minyak bunga matahari, minyak jarak dan minyak biji kapas [24]. Pada tahun-tahun terakhir, minyak nabati bahan telah
dipelajari secara intensif dapat dijadikan sebagai bahan bakar yang terbarukan.
2.2.1 Minyak Nabati
Minyak nabati adalah suatu bahan yang terdiri dari trigliserida dan asam lemak. Trigliserida yaitu suatu senyawa yang memiliki struktur sangat mirip
dengan hidrokarbon dalam minyak mentah dan mengandung rantai asam lemak terhubung kerantai karbon gliserol melalui gugus karboksilat [9]. Oleh karena itu,
minyak nabati dapat dijadikan bahan bakar alternatif sebagai pengganti minyak fosil dalam memproduksi bahan bakar [10]. Bahan bakar yang dapat diperoleh
dari minyak nabati disebut bio-oil. Setiap bio-oil memiliki sifat yang berbeda- beda, tergantung proses konversi yang dilakukan. Adapun berbagai proses
konversi biomassa dapat dilihat pada gambar 2.2.