REAKSI HASIL DAN PEMBAHASAN
23 Adapun grafik hasil OLP, padatan dan gas pada suhu 400
o
C yang dapat dilihat pada gambar 4.2.
Gambar 4.2 Pengaruh Waktu Terhadap
Yield
OLP, Padatan dan Gas Pada 400
o
C Dari gambar 4.2 dapat dilihat semakin lama waktu
cracking
, maka
yield
padatan yang dihasilkan semakin menurun sebesar 91,40; 37,60 dan 13,64.
Pada reaksi
catalytic cracking
juga terjadi reaksi polimerisasi, sehingga terbentuk padatan [39]. Hasil yang didapat pada waktu yang rendah bahan baku PFAD yang
terkonversi masih sedikit. Penambahan waktu reaksi menurunkan jumlah padatan, hal ini dikarenakan padatan terkonversi menjadi gas dan OLP.
Pada gas yang dihasilkan semakin lama waktu
cracking
, maka
yield
gas yang dihasilkan berfluktuasi sebesar 8,60; 6,10 dan 6,34. Gas yang
dihasilkan tidak stabil pada peningkatan temperatur dan waktu reaksi. Menurut teori mengatakan bahwa ketidakstabilan gas dikarenakan adanya reaksi
kondensasi dan polimerisasi selama waktu reaksi [8]. Semakin lama waktu reaksi, maka pembentukan gas akan semakin tinggi dan senyawa dengan berat molekul
rendah C
6
akan terbentuk dan dapat menghilang [45].
Yield
OLP pada suhu 400
o
C semakin meningkat seiiring meningkatnya waktu
cracking
. Pada 90, 120 dan 150 menit didapat
yield
berturut-turut sebesar 0, 56,30 dan 80,01. Semakin lama waktu reaksi maka
yield
OLP yang dihasilkan akan semakin meningkat secara signifikan sehingga membuktikan efek
katalitik untuk HZSM-5 [45].
20 40
60 80
100
90 120
150
Y ie
ld
O L
P w
t
Temperatur
o
C OLP
Padatan GAS
24 Hasil OLP dapat dikelompokkan menjadi C
7
– C
11,
C
12
– C
16
, C
17
– C
22
dan C
22
. Berikut grafik hasil komposisi
biofuel
pada suhu 450
o
C, dapat dilihat pada gambar 4.3.
Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Waktu Terhadap Komposisi
Biofuel
Pada 450
o
C
Dari gambar 4.3 dapat dilihat pada suhu 450
o
C semakin lama waktu reaksi, maka komposisi
C
7
-C
11
dan C
12
-C
16
semakin meningkat dan C
17
-C
22
dan C
22
semakin menurun. Pada waktu 90, 120 dan 150 menit diperoleh komposisi C
7
-C
11
berturut-turut sebesar 2,12; 9,50 dan 22,49. Komposisi C
12
-C
16
diperoleh sebesar 12,80; 21,40 dan 33,54. Komposisi C
17
-C
22
sebesar 68,30, 55,77 dan 36,22. Komposisi C
22
sebesar 16,78, 13,32 dan 7,73. Berdasarkan literatur,
catalytic cracking
memiliki beberapa reaksi pada senyawa yaitu
cracking
pemutusan ikatan, dekarboksilasi pemutusan ikatan karboksilat,
polimerisasi penambahan
ikatan, isomerisasi,
alkalisasi, aromatisasi dan oligomerisasi [42]. Pada hasil penelitian ini, akan dibahas
perubahan panjang ikatan karbon dari PFAD dan urutan reaksi yang mungkin terjadi.
Dari tabel 4.1 dapat dilihat ikatan karbon PFAD berada pada rentang C
12
- C
22
, sedangkan hasil reaksi
catalytic cracking
PFAD menghasilkan komposisi yang berada dibawah C
12
dan diatas C
20
yaitu C
22
dan C
7
-C
11
. Selain itu, dari
analisa PFAD didapat total komposisi ikatan karbon C
12
-C
16
sebesar 50,25 dan C
17
-C
22
sebesar 49,74 . Dari data yang diperoleh pada waktu 90 menit komposisi C
12
-C
16
mengalami penurunan dari komposisi awal PFAD sebesar 12,80, sedangkan komposisi C
17
-C
22
mengalami peningkatan dari komposisi awal PFAD sebesar 68,30. Hal ini membuktikan bahwa terjadi reaksi
10 20
30 40
50 60
70
90 120
150
K om
posi si
B io
fu e
l
Waktu menit
C7-C11 C12-C16
C17-C22 C22
C
7
-C
11
C
12
-C
16
C
17
-C
22
C
22
25 pemutusan ikatan
cracking
pada rantai karbon C
12
-C
16
. Tetapi C
17
-C
22
dan C
22
yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan ikatan C
7
-C
11
, hal ini membuktikan bahwa reaksi yang cenderung terjadi diawal yaitu polimerisasi.
Peningkatan waktu 120 dan 150 menit diperoleh komposisi C
7
-C
11
dan C
12
- C
16
semakin meningkat dimana komposisi C
17
-C
22
dan C
22
mengalami penurunan. Konversi ikatan karbon jelas terlihat bahwa komposisi C
17
-C
22
dan C
22
lebih tinggi pada waktu yang rendah, dengan penambahan waktu reaksi komposisi ini mengalami pemutusan ikatan, kemungkinan reaksi
cracking
yaitu isomerisasi, alkalisasi, aromatisasi dan oligomerisasi. Oleh sebab reaksi ini, maka
komposisi C
7
-C
11
dan C
12
-C
16
mengalami peningkatan.