26 didapat
yield
berturut-turut sebesar 0, 39,90; 62,42 dan 80,50. Hasil produk OLP meningkat dengan meningkatnya suhu reaksi
cracking
[5]. Pada waktu
cracking
120 menit didapat
yield
OLP berturut-turut pada 400
o
C, 425
o
C, 450
o
C, 475
o
C sebesar 56,30, 83,60; 95,69 dan 75,66. Penurunan nilai
yield
produk disebabkan terjadinya peningkatan produk gas pada proses perengkahan dengan suhu yang tinggi [36]
. Yield
OLP pada waktu 150 menit
yield
OLP berfluktuasi dan relatif menurun dengan peningkatan suhu reaksi. Pada 400
o
C, 425
o
C, 450
o
C, 475
o
C didapat
yield
berturut-turut sebesar 80,01, 94,70; 74,70 dan 65,86. Penurunan nilai
yield
produk disebabkan terjadinya produk gas yang tak dapat terkondensasikan pada proses perengkahan dengan temperatur yang tinggi [41].
4.4 PENGARUH PENGGUNAAN KATALIS PADA
CATALYTIC CRACKING
Pada proses
catalytic cracking
sangat dipengaruhi oleh adanya katalis. Digambarkan pada 4.5 berikut :
Gambar 4.5 Pengaruh Proses Tanpa Katalis, dengan Katalis Tanur dan Tanpa Tanur Terhadap Yield OLP dan Komposisi
Biofuel
Pada 120 menit, 450
o
C Pada gambar 4.5 dapat dilihat
yield
OLP yang didapat tanpa menggunakan katalis, katalis tanpa tanur dan dengan katalis tanur mengalami peningkatan
sebesar 75,27 ; 82,97 dan 95,78 . Buzeztki, et al 2009 mengatakan bahwa pada proses
cracking
menggunakan zeolit akan menghasilkan hasil produk yang tinggi sekitar 80-90 berat [40].
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
Tanpa katalis Katalis tanpa
tanur Dengan katalis
tanur
K om
pos is
i da
n
y ie
ld
O LP
w t
Penggunaan Katalis
OLP C7 - C11
C12 - C16 C17 - C22
C22 OLP
C
7
-C
11
C
12
-C
16
C
17
-C
22
C
22
27 Hasil
biofuel
tanpa katalis dan dengan katalis tanpa tanur hampir sama, sedangkan saat menggunakan katalis tanur hasil
biofuel
lebih tinggi. Hal ini dikarenakan adanya efek dari keasamaan katalis HZSM-5 untuk menghasilkan
produk yang lebih tinggi [8].
4.4.1 Karakterisasi Sifat Fisika
Biofuel
Biofuel
yang diperoleh dari proses
cracking
PFAD pada gambar 4.1 menggunakan katalis ini kemudian dianalisa sifat fisikanya, diantaranya viskositas
dan densitas. Sampel
biofuel
yang di analisa adalah sampel dengan
yield
optimum yaitu pada temperatur 425
o
C dengan waktu reaksi 150 menit. Hasil analisa yang diperoleh ini dibandingkan dengan nilai standar minyak
fuel,
hal ini dikarenakan komposisi C
17
–C
22
diesel
lebih tinggi dibandingkan komposisi lain. Perbandingan karakterisasi sifat fisika
biofuel
dengan nilai standar
fuel oil
ASTM D-396-02 dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Perbandingan Karakteristik Sifat Fisika
Biofuel
Parameter Nilai standar
Fuel oil Biofuel
hasil penelitian
Densitas, kgm
3
840 858,1
Viskositas
,
mm
2
s cSt
5,5-24,0 7,9904
Densitas minyak adalah massa minyak persatuan volume pada suhu tertentu. Densitas suatu
biofuel
berhubungan dengan kualitas penyalaan, yaitu jika nilai densitas suatu
biofuel
berada diatas nilai standar densitas
fuel
maka akan memperlama proses penyalaan sampel sebagai bahan bakar akibat banyaknya
komponen-komponen kimia lain yang terkandung dalam
biofuel
[38]. Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 4.3, nilai densitas
biofuel
yang diperoleh sebesar 858,1 kgm
3
dan jika dibandingkan dengan nilai standar ASTM D-396, nilai densitas ini sesuai dengan karakteristik
fuel oil.
Nilai viskositas yang didapatkan pada sampel
biofuel
yaitu 7,9904 mm
2
s. Nilai ini berada pada rentang standar
fuel oil
. Mahmud 2010, menyatakan apabila
biofuel
memiliki viskositas yang tinggi, maka
biofuel
tersebut cocok jika langsung digunakan sebagai bahan bakar mesin jika didestilasi, karena dapat