42
BAB III Aceh Monitoring Mission
A. Profil Aceh Monitoring Mission
Aceh Monitoring Mission AMM merupakan misi sipil yang terdiri dari para pemantau dari Negara-negara Uni Eropa dan Negara-negara ASEAN serta Norwegia
dan Swiss. Sesuai dengan MoU Helsinski Pasal 5 butir 8, Anggota-anggotanya tidak dipersenjatai dan terdiri dari orang-orang yang dianggap memiliki keahlian dan
kompetensi beragam yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas dalam misi ini. Kendati misi sipil, bukan berarti AMM menolak keanggotaan militer. Anggota
yang memiliki keterkaitan dengan teknis kemiliteran. AMM memiliki perbedaan dengan lembaga monitoring yang dibentuk Henry
Dunant Centre HDC, untuk memantau implementasi damai, HDC membentuk Joint Security Commitee JSC yang memiliki tugas : a memformulasikan proses
implementasi kesepakatan. b memonitor situasi keamanan di Aceh. c melakukan investigasi secara penuh terhadap kekerasan keamanan. d memperbaiki situasi
keamanan dan memberikan sanksi. e meyakinkan tidak adanya kekuatan paramiliter baru. f mendesain dan mengimplementasikan proses demiliterisasi. Struktur dari JSC
adalah pejabat-pejabat senior yang ditunjuk sebagai wakil Pemertintah dan GAM dan seorang pihak ketiga HDC yang disetujui kedua belah pihak. Kemudian untuk
memutuskan perselisihan yang muncul di lapangan, dibentuk Joint Council JC yang terdiri atas wakil-wakil senior Pemerintah dan GAM dan juga pihak ketiga HDC.
43
Berdasarkan pengalaman sebelumnya dari hasil HDC, Marti Ahtisari memasukkan AMM dalam kesepakatan damai yang harus direalisasikan dan
menjadikan Uni Eropa sebagai lembaga monitoring yang juga mengikutsertakan ASEAN. Karena itu kemudian dalam Nota Kesepahaman damai dibentuk kerjasama
Eropa – ASEAN sebagai pihak yang akan memonitor kesepakatan damai di Aceh.
Bentuk kerjasama tersebut dicantumkan dalam artikel 5 dalam Nota Kesepahaman antara Pemerintah RI dan GAM.
Kerjasama yang terjalin antara Uni Eropa dan ASEAN dinilai sebagai sesuatu hal yang tidak lazim, tetapi terbukti efektif Grevi, 2005:5. Namun sebenarnya,
keterlibatan ASEAN harusnya dilihat sebagai institusi regional antara Negara-negara di wilayah Asia Tenggara dan Indonesia adalah salah satu anggotanya. Keterlibatan
Uni Eropa karena ASEAN memiliki konsep kerjasama ASEAN Community Security dengan beberapa negara, diantaranya Uni Eropa.
AMM memiliki mandat yang tercantum dalam MoU Helsinki pasal 5.2 yaitu untuk : a memantau demobilisasi GAM dan decommissioning persenjataannya, b
memantau relokasi tentara dan polisi non-organik, c memantau reintegrasi anggota- anggota GAM yang aktif ke dalam masyarakat, d memantau situasi hak asasi
manusia dan memberikan bantuan dalam bidang HAM, e memantau proses perubahan peraturan perundang-undangan, f memutuskan kasus-kasus amnesti yang
disengketakan, g menyelidiki dan memutuskan kasus-kasus amnesti yang disengketakan, h menyelidiki dan memutuskan pengaduan dan tuduhan pelanggaran
44
terhadap MOU Helsinski, i membentuk dan memelihara hubungan dan kerjasama yang baik dengan para pihak.
Sesuai dengan mandat yang terdapat dalam MoU Helsinki, AMM seharusnya sudah berada di Aceh sejak hari pertama MoU Helsinki diberlakukan yaitu pada
tanggal 15 Agustus 2005. Namun, karena ada keterlambatan dari Uni Eropa, AMM baru berada di Aceh secara resmi pada tanggal 15 September 2005. Misi ini
berlangsung dari 15 september 2005 hingga 15 Juni 2006 aceh-mm.org, dan kemudian diperpanjang oleh Uni Eropa hingga pelaksanaan Pemilihan kepada daerah
Pilkada, namun tidak melebihi 15 September 2006, seperti yang ditetapkan dalam pertemuan Komisi Uni Eropa di Brussels, Kamis, 11 Mei 2006 Kompas, 2006.
Namun terkait dengan tertundanya pelaksaan Pilkada, tugas AMM akhirnya diperpanjang hingga 15 Desember 2006 aceh-mm.org.
B. Struktur AMM
AMM diketuai oleh seorang warganegara Belanda, Pieter Feith. Anggota AMM terdiri dari 220 orang, 120 orang dari Eropa dan sisanya dari Negara-negara
ASEAN Brunei Darussalam, Malaysia, Philipina, Singapura, dan Thailand. Jumlah total staf AMM adalah 231 orang. Ketua AMM dibantu oleh tiga deputi, masing-
masing dari Thailand, Finlandia dan India. Kepala staf AMM berasal dari Eropa, sementara deputinya Philipina. Secara umum, struktur AMM, seperti departemen atau
unitdikepalai oleh anggota dari negara-negara Eropa dengan deputi dari negara ASEAN. Penunjukan anggota dari negara Eropa debagai kepala unit atau departemen
45
dimaksudkan sebagai upaya untuk menghadirkan rasa kepercayaan, terutama dari pihak GAM, terhadap lembaga AMM. Pembagian kerja ini menunjukkan adanya
komitmen dan kerjasama yang baik antara Eropa dan ASEAN Grevi, 2008. Untuk jelasnya lihat tabel dibawah ini.
Tabel III.B.1 Personel Internasional di AMM
Ketua AMM didampingi empat penasehat, meliputi penasehat politik, hukum, penasehat khusus dan seorang yang memiliki tanggung jawab sebagai liaison
dengan Presiden Uni Eropa. Departemen yang paling luas adalah departemen operasional yang bertugas untuk menyusun segala laporan dan analisa kejadian di
ASEAN Brunei
20 Malaysia
20 Philipina
17 Singapura
15 Thailand
21
Total 93
Eropa Austria
3 Denmark
8 Finlandia
15 Perancis
5 Jerman
11 Irlandia
1 Italia
1 Lithuania
2 Belanda
9 Spanyol
10 Swedia
25 Ingggris
9 Uni Eropa
2 Norwegia
4 Swiss
2
Total 107
46
lapangan. Departemen lainnya adalah departemen decommisioning, informasi dan media, keamanan, kesehatan, juga pelayanan kesekretariatan yang mencakup
financial, accounting, dan logistic. Jumlah pemantau AMM sekitar 80 orang pemantau internasional tidak
bersenjata dimana hampir 23 diantaranya berasal dari Negara-negara Uni Eropa, Swiss, dan Norwegia. Selain itu sekitar 13 anggota pemantau berasal dari lima
negara ASEAN. AMM sendiri dalam situs resminya menegaskan bahwa merea berstatus imparsial dan tidak memihak ataupun mewakili pihak manapun Occasional
paper, 2005:28 Komposisi struktural pimpinan di kantor pusat AMM sebagai berikut ;
Pieter Feith Head of Mission, Lieutenant General nipat Thonglek Principal Deputy Head of Mission, Mayor General Rozi Baharom Principal Deputy Head of
Mission, Mayor General Jaakko Oksanen Deputy Head of Mission, Renata Tardioli Deputy Head of Mission for Amnesty, Reintegration, and Human Right, dan Justin
Davies Chief of Staff AMM, 2006. AMM bermarkas di Banda Aceh dan membentuk kapabilitas pemantauan
secara geografis melalui 11 kantor wilayah di beberapa penjuru provinsi Aceh, yaitu : Sigli, Bireun, Lhokseumawe, Langsa, Tapak Tuan, Blang Pidie, Meulaboh, Lamno,
Banda Aceh, Kutacane dan Takengon.
47
C. Tugas dan mandat AMM
AMM memainan peran yang sangat penting dalam membangun rasa percaya antara pihak-pihak yang terlibat konflik di Aceh, sebagai lembaga yang
memiliki otoritas tinggi untuk menjaga konsistensi pihak-pihak yang berseteru untuk tetap komitmen pada kesepakatan yang telah ada. Keberadaannya sangat penting
karena adanya transisi dari situasi konflik menjadi damai memerlukan waktu panjang dan penuh dengan resiko Grevi, 2005:27.
Tugas utama AMM dalam MoU Helsinki disebutkan membentuk dan memelihara hubungan dan kerjasama yang baik dengan para pihak yang terlibat
dalam konflik, membantu pemerintah Indonesia dan GAM dalam melaksanakan Nota Kesepahaman. Mandat yang diberikan kepada AMM yang tercantum dalam Nota
Kesepahaman meliputi demobilisasi dan decommissioning GAM, relokasi aparat keamanan nonorganik, reintegrasi mantan anggota GAM ke dalam masyarakat,
pemantauan HAM, memantau transisi sosial politik yang diakibatkan adanya kesepakatan damai serta penyelesaian sengketa.
Hal-hal lain yang tidak termasuk dalam mandat AMM sesuai dengan Nota Kesepahaman, AMM tidak mengambil peran dalam hal negosiasi. Jika hal ini
dibutuhkan selama proses pelasanaan, adalah tanggung jawab dari kedua belah pihak dan fasilitator awal yaitu Crisis Management Initiative CMI.
48
BAB IV Peran Aceh Monitoring Mission AMM