Pertanyaan Penelitian Kerangka pemikiran

7 menjadikan pihak-pihak yang terlibat konflik untuk mematuhi Nota Nesepahaman Helsinski.

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat ditarik sebuah pokok permasalahan yaitu : Bagaimana peranan yang dilakukan Aceh Monitoring Mission AMM dalam upaya Peace building di Aceh pada tahun 2005-2006 ?

C. Kerangka pemikiran

Pada penelitian ini, analisa mengenai peran Aceh Monitoring Mission dalam upaya peace building di Aceh tahun 2005-2006 akan menggunakan dua teori dan dua konsep. Teori yang akan menjadi dasar penelitian ini adalah resolusi konflik dan organisasi internasional. Sedangkan dua konsep yang akan menjadi pisau analisis dalam penelitian ini adalah peranan dan peace building. Konflik adalah situasi dan kondisi dimana terjadi pertentangan dan kekerasan dalam menyelesaikan masalah antara sesama anggota masyarakat, antara masyarakat dengan pemerintah maupun antara masyarakat dengan organisasi etnis di suatu wilayah. Berakhirnya Perang Dingin, telah mengakibatkan perubahan dalam peta konflik dunia, dimana konflik lebih banyak terjadi dalam negara intrastate daripada antar negara interstate. Tipologi konflik di Indonesia dapat dilihat dalam realitas konflik yang cukup menonjol selama ini terjadi di Indonesia yaitu : 8 a Konflik Horisontal, merupakan konflik yang terjadi antar kelompok agama, kelompok pendatang dengan penduduk asli, kelompok etnis atau suku dan organisasi bisnis yang berada di lokasi setempat. b Konflik Vertikal, merupakan konflik yang terjadi antara pemerintah dan kelompok-kelompok sosial masyarakat tertentu. Asumsinya, konflik terjadi karena merupakan akibat dari proses pembuatan kebijakan policy pemerintah yang tidak partisipatif dan pada tahap berikutnya memunculkan perbedaan pendapat, pertentangan, kekerasan serta separatisme Hadi dkk 2005. Dalam rangka mencari penyelesaian yang efektif dari sebuah konflik internal maka perlu mengidentifikasikan sebab-sebab fundamental suatu konflik. Levy Hadi dkk 2007:24 berupaya menemukan variabel independen dari suatu konflik dengan mengkaji sumber-sumber konflik dari empat level analisa yaitu level sistemik, sosial kemasyarakatan, organisasi birokrasi dan individual. Penyelesaian konflik dapat tercapai apabila sumber-sumber konflik disetiap level analisa yang berbeda dapat ditangani secara optimal. Di pihak lain Burton melihat bahwa sumber-sumber utama konflik berhubungan dengan keterkaitan yang berkesinambungan antara struktur sosial, institusi sosial dan pemenuhan kebutuhan dasarmanusia. Identifikasi dari kepentingan-kepentingan dari pihak-pihak yang terlibat konflik adalah hal yang sangat penting. Berbagai macam sebab terjadinya konflik internal termasuk gerakan separatisme, seperti perbedaan etnis, faktor historis, perbedaan agama dan kebudayaan serta ketidak-adilan politik dan ekonomi. 9 Resolusi konflik merupakan suatu proses penyelesaian masalah dalam konflik. Pengambilan keputusan adalah bagian yang penting dalam resolusi konflik. Sebelum meyimpulkan analisis pengambilan keputusan, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, seperti mengenai perbedaan persepsi pihak yang bertikai, perselisihan yang dinegosiasikan, isu-isu yang krusial untuk mencari penyelesaian. Resolusi konflik sebagai alternatif untuk menyelesaikan permasalahan dalam konflik dengan tidak adanya pemaksaan dan kekerasan dalam mengkontrol konflik Bavly, 2002:6 Tujuan paling mendasar dari resolusi konflik Sukma, 2009 adalah tercapainya perdamaian yang bukan hanya menyangkut masalah militer, politik dan ekonomi saja, tetapi juga harus menyangkut pemenuhan dari berbagai kebutuhan ekonomi, aspirasi dan hak dari pihak-pihak yang bertikai. Usaha menciptakan perdamaian berarti usaha mengurangi tingkat permusuhan dan kekerasan, memanusiakan pihak lain, membangun rasa saling percaya dan merespon kebutuhan dan kepentingan dari pihak-pihak yang bertikai. J.Galtung menyatakan bahwa usaha perdamaian terdiri dari, membuat perdamaian peace making, memelihara perdamaian peacekeeping dan membangun perdamaian peacebuilding Bavly, 2002 Peace building adalah kegiatan menciptakan perdamaian mulai dari bawah sampai ketingkat para pemimpin bottom up. Menurut Fisher, Peace Building menyangkut usaha-usaha meningkatkan hubungan dari pihak-pihak yang bertikai sampai tercapainya rasa saling percaya dan kerja sama yang lebih tinggi, membangun 10 persepsi yanglebih akurat, menciptakan iklim yang lebih positif dan menciptakan keinginan politik yang tidak bertahan lama karena perdamaian yang lebih kuat untuk dapat melakukan perundingan-perundingan yang konstruktif ditengah adanya perbedaan-perbedaan Bavly 2002:8. Peace Making adalah usaha-usaha yang dilakukan oleh negara-negara atau perwakilan-perwakilan resmi melalui kegiatan diplomasi untukmencapai suatu penyelesaian dari pihak-pihak yang bertikai. Sedangkan Peace Keeping adalah kegiatan intervensi dari pihak ketiga untuk memisahkan pihak-pihakyang berperang dan menjaga agar tidak terjadi tindakan kekerasan. Konsep peace building mulai banyak digunakan setelah Sekretaris Jenderal PBB Boutros Boutros-Ghali 1992: 11 mengeluarkan laporannya, An Agenda for Peace, pada tahun 1992. Dalam laporan tersebut, peace building dipahami sebagai serangkaian aktivitas yang dimaksudkan untuk “mengidentifikasikan dan mendukung berbagai struktur yang bertujuan untuk memperkuat dan mempersolid perdamaian sehingga dapat mencegah terulangnya kembali konflik”. Namun, dalam perkembangannya, definisi peace building yang dikembangkan Boutros-Ghali kemudian mencakup juga berbagai upaya untuk menanggulangi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh konflik, menghilangkan akar penyebab konflik root causes of conflict, dan membuat negative peace atau ketiadaan kekerasan berubah menjadi positive peace dimana masyarakat merasakan keadilan social, kesejahteraan ekonomi dan keterwakilan politik yang efektif Galtung: 1975. 11 Upaya penyelesaian suatu konflik dapat dapat dilihat dalam kerangka studi mengenai resolusi konflik yang bertujuan untuk menelaah berbagai macam situasi, pemerintahan atau kegiatan organisasi internasional yang dapat mencegah krisis menjadi perang, atau jika perang sudah terjadi akan berupaya mengakhiri perang dan melakukan upaya perdamaian hingga keakarnya. Secara sederhana, Organisasi internasional adalah pihak yang berada di luar konflik antara dua pihak atau lebih yang bertikai mencoba untuk membantu mereka mencapai penyelesaian masalah melalui berbagai kesepakatan Pruit dan Rubin, 2004:374. Tujuan masuknya organisasi internasional adalah merubah situasi konflik destruktif dan menurunkan tingkat eskalasinya, mengalihkan para pelaku onflik menuju ke arah penyelesaian konflik dan mendamaikannya. Hal utama yang dituntut dari keterlibatan organisasi internasional adalah sikap nertal untuk tidak memihak salah satu pihak yang bertikai. Pada awalnya, netralitas atau impartial ini menjadi syarat mutlak keberhasilan resolusi konflik. Dalam perjalanannnya kemudian, hal tersebut justru melahirkan dilema dan berjalan serba salah. Di satu sisi diperlukan demi terlaksananya program secara fair, tetapi di sisi lain tidak jarang netralitas itu sendiri justru membantu agresor atau pihak yang kuat dalam memerangi pihak yang lemah. Netralitas organisasi internasional dituntut dalam persoalan identitasi saja Stedman, 1996:363. Keberpihakan terhadap kelompok lemah dituntut dalam segala atifitas resolusi konflik, baik sejak pencegahan sampai pada postconflict building, tidak hanya pada aktifitas militer tetapi juga aktifitas politik dan kemanusiaan. 12 Titik paling krusial dalam menjalankan perdamaian yang berkelanjutan tahap implementasi dari kesepakatan damai. Dari sekian banyak perjanjian damai yang berhasil dilaksanakan, sebagian besar juga gagal dalam tahap ini. Ini menunjukkan bahwa tahap implementasi jauh lebih sulit daripada menghasilkan sebuah kesepakatan. Keberhasilan implementasi menjadi suatu keharusan dari suksesnya sebuah resolusi konflik yang bertujuan untuk menyelesaikan semua penyebab konflik dan juga sangat tergantung dari kemampuan institusi-institusi yang ada dalam negara dalam menjaga kestabilan sistem pasca konflik Rasmussen, 1997:40. Institusi tersebut adalah lembaga yang terlibat langsung dalam pelaksanaan dan monitoring perdamaian yang dilakukan secara bersama oleh pihak-pihak yang terlibat konflik atau melibatkan organisasi internasional. Menurut Kriesberg 1998, implementasi akan berhasil manakala ada sebuah organisasi internasional kuat yang bertugas mengontrol jalannya kesepakatan damai dengan mengkombinasikan berbagai metode baik kekuatan militer maupun ekonomi dan politik h. 99. Dengan catatan, metode kekerasan atau penggunaan kekuatan militer harus dibatasi dan tidak bersifat berpihak kepada salah satu pihak yang terlibat konflik Kriesberg, 1998:100. Hal ini menjelaskan bahwa sebelum perdamaian benar-benar tercipta dengan baik dan stabil perlu ada lembaga monitor di area konflik. Dalam kaitanya dengan proses perdamaian yang terjadi di Aceh, NGO seperti Aceh Monitoring Mission AMM merupakan sebuah organisasi internasional yang berperan dalam Peace building process Gerakan Aceh Merdeka GAM di Nanggroe 13 Aceh Darussalam. Peranan AMM dalam penyelesaian konflik tersebut merupakan perilaku politik yang diharapakan dari pihak lain. Peran AMM dalam proses perdamaian di Aceh merupakan peran yang di dapat karena permintaan dari kedua belah pihak, yaitu GAM-RI. Dengan kata lain peran didapat karena diundang oleh pihak lain bukan inisiatif sendiri. Peranan merupakan aspek dinamis. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannnya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan. Dari konsep peranan tersebut muncullah istilah peran. Peran adalah seperangkat tingkat yang di harapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat. Berbeda dengan peranan yang sifatnya mengkristal, peran bersifat insidental Perwita dan Yani, 2005:29. Peranan role dapat didefinisikan sebagai berikut: Perilaku yang di harapkan dari seseorang yang mempunyai status Horton dan Hunt, 1987:132. Peranan dapat dilihat sebagai tugas atau kewajiban atas suatu posisi sekaligus juga hak atas suatu posisi. Peranan memiliki sifat saling tergantung dan berhubungan dengan harapan. Harapan-harapan ini tidak terbatas hanya pada aksi action, tetapi juga termasuk harapan mengenai motivasi motivation, kepercayaan beliefs, perasaan feelings, sikap attitudes dan nilai-nilai values Perwita dan Yani, 2005:30. Teori peranan menegaskan bahwa perilaku politik adalah perilaku dalam menjalankan peranan politik. Teori ini berasumsi bahwa sebagian besar perilaku politik adalah akibat dari tuntutan atau harapan terhadap peran yang kebetulan dipegang oleh aktor politik. Seseorang yang menduduki posisi tertentu di harapkan 14 akan berperilaku tertentu pula. Harapan itulah yang membentuk peranan Mas’oed, 1989:45. Mengenai sumber munculnya harapan tersebut dapat berasal dari dua sumber, yaitu: 1. Harapan yang dimiliki orang lain terhadap aktor politik. 2. Harapan juga bisa muncul dari cara si pemegang peran menafsirkan peranan yang dipegangnya, yaitu harapannya sendiri tentang apa yang harus dan apa yang tidak boleh dilakukan, tentang apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan Mas’oed, 1989:46-47. Jadi, peranan dapat dikatakan sebagai pelaksanaan dari fungsi oleh struktur- struktur tertentu. Peranan ini tergantung juga pada posisi atau kedudukan struktur itu dan harapan lingkungan sekitar terhadap struktur tadi. Peranan juga di pengaruhi oleh situasi dan kondisi serta kemampuan dari si pemeran.

D. Metode Penelitian