Analisis Usaha Pemberian Berbagai Bentuk Fisik Ransum Pada Ayam Broiler
ANALISIS USAHA PEMBERIAN BERBAGAI BENTUK FISIK
RANSUM PADA AYAM BROILER
YANTO S NABABAN
070306024
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
ANALISIS USAHA PEMBERIAN BERBAGAI BENTUK FISIK
RANSUM PADA AYAM BROILER
SKRIPSI
Oleh :
YANTO S NABABAN
070306024/PETERNAKAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(3)
Judul Skripsi : Analisis Usaha Pemberian Berbagai Bentuk Fisik Ransum Pada Ayam Broiler
Nama : Yanto S Nababan
NIM : 070306024
Program Studi : Peternakan
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Maruf Tafsin, Msi Usman Budi, SPt, MSi Ketua Anggota
Mengetahui:
Dr. Ir. Maruf Tafsin, Msi Ketua Program Studi Peternakan
(4)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Nagasaribu, Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 18 Desember 1988 dari ayah Hotlan Nababan dan ibu Tomister Samosir (+). Penulis merupakan anak kedua dari 6 bersaudara.
Tahun 2000 penulis tamat dari SD Nababan Dolok No 177062, Tahun 2003 tamat dari SLTP swasta Santo Yosef Lintongnihuta, Tahun 2006 tamat dari SMA N 1 Lintongnihuta dan pada tahun 2007 masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian tertulis Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih Program Studi Peternakan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiwa Peternakan (HMD) dan sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Kelompok Aspirasi Mahasiswa (KAM) PERUBAHAN pada tahun 2011-2012. Selain itu penulis juga sebagai Badan Pengurus Cabang dalam organisasi Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) cabang Medan 2011-2013.
Pada tanggal 6 Juli 2011 sampai 20 juli 2011 penulis mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Kabupaten Humbang Hasundutan dan Pada tanggal 21 Juli 2011 sampai 15 Agustus 2011 di Desa Gunung Tinggi, Kecamatan Mogang, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara. Pada bulan Oktober 2011 penulis melaksanakan penelitian di Laboratorium Biologi Ternak, Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
(5)
ABSTRAK
YANTO S NABABAN : Analisis Usaha Pemberian Berbagai Bentuk Fisik Ransum Pada Ayam Broiler. Dibimbing oleh MARUF TAFSIN dan USMAN BUDI
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki efisiensi pakan adalah pemilihan bentuk partikel size ransum yang disesuaikan dengan umur dari broiler. Penelitian bertujuan untuk mengetahui nilai usaha dari pemberian berbagai bentuk fisik ransum pada ransum starter (tepung, fine crumble, crumble) dan ransum finisher (coarse crumble dan pelet) terhadap ayam broiler pada umur 0-35 hari yang dapat dilihat dari total biaya produksi, total hasil produksi, laba- rugi, income over feed cost (IOFC), benefit cost ratio (B/C ratio), break event point (BEP) harga produksi dan break event point (BEP) volume Produksi. Peneletian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak, Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara pada Oktober 2011-November 2011 dengan menggunakan metode survey dengan 11 perlakuan, P0:
Tepung (0–10 hari (h) ), Crumble (11–21 h) dan Pelet (22–35 h). P1: Tepung (0–
21 h) dan Coarse Crumble (22–35 h). P2: Tepung (0–21 h) dan Pelet (22–35 h).
P3: Tepung (0–10 h), Fine Crumble (11–21 h) dan Coarse Crumble (22–35 h). P4:
Tepung (0–10 h), Fine Crumble (11–21 h) dan Pelet (22–35 h). P5: Tepung (0–7
h), Fine Crumble (8–14 h), Crumble (15–21 h) dan Coarse Crumble (22–35 h). P6: Tepung (0–7 h), Fine Crumble (8–14 h), Crumble (15–21 h) dan Pelet (22–35
h). P7: Fine Crumble (0–21 h) dan Coarse Crumble (22–35 h). P8: Fine Crumble
(0–21 h) dan Pelet (22–35 h). P9: Crumble (0–21 h) dan Coarse Crumble (22–35
h). P10: Crumble (0–21 h) dan Pelet (22–35 h). Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa P8 memiliki keuntungan yang lebih tinggi ditinjau dari total biaya produksi
(Rp): 24.902,46, total hasil produksi (Rp): 33.087,88; laba – rugi (Rp): 8.185,42, IOFC (Rp): 15.571,84, R/C ratio: 1,33, BEP harga produksi (Rp/kg): 11.759,09 dan BEP volume Produksi: 1,66.
(6)
ABSTRACT
YANTO S NABABAN : Business Analysis of Ration Various Physical Forms Giving on Broiler. Supervised by MARUF TAFSIN and USMAN BUHI
One of the efforts that can be done to fix the feed efficiency was by choosing particle of ration form which adjusted for age of the broiler. The aim of this research was to find business value of giving ration various physical forms at starter ration (mash, fine crumble, crumble) and finisher ration (coarse crumble and pellet) on broiler at the age of 0-35 hays that could be observed from production total cost, production total result, profit-loss, income over feed cost (IOFC), benefit cost ratio (B/C ratio), break event point (BEP) of production price and break event point (BEP) production volume. This research was conducted at Animal Biology Laboratory, Department of Animal Science, Agriculture Faculty, North Sumatra University on October 2011-November 2011 by using Survey Method with 11 factors, P0: Mash (0–10 days (d) ), Crumble (11–
21 d) and Pellet (22–35 d). P1: Mash (0–21 d) and Coarse Crumble (22–35 d).
P2: Mash (0–21 d) and Pellet (22–35 d). P3: Mash (0–10 d), Fine Crumble (11–
21 d) and Coarse Crumble (22–35 d). P4: Mash (0–10 d), Fine Crumble (11–21 d)
and Pellet (22–35 d). P5: Mash (0–7 d), Fine Crumble (8–14 d), Crumble (15–21
d) and Coarse Crumble (22–35 d). P6: Mash (0–7 d), Fine Crumble (8–14 d),
Crumble (15–21 d) and Pellet (22–35 d). P7: Fine Crumble (0–21 d) and Coarse
Crumble (22–35 d). P8: Fine Crumble (0–21 d) and Pellet (22–35 d). P9: Crumble
(0–21 d) and Coarse Crumble (22–35 d). P10:Crumble (0–21 d) and Pellet (22 –
35 d). The results of this research showed that P8 had higher profit that surveyed
from production total cost (Rp): 24.902,46, production total result (Rp): 33.087,88; profit–loss (Rp): 8.185,42, IOFC (Rp): 15.571,84, R/C ratio: 1,33, BEP production price (Rp/kg): 11.759,09 and BEP production volume: 1,66. Keywords : business analysis, ration physical effect on broiler
(7)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karuniaNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Adapun judul sikripsi saya ini adalah “Analisis Usaha Pemberian Berbagai Bentuk Fisik Ransum Terhadap Ayam Broiler”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua atas doa, semangat dan pengorbanan materil maupun moril yang telah diberikan selama ini. Kepada (Alm) Bapak Prof.Dr.Ir.Zulfikar Siregar, MP, Bapak Dr. Ir. Maruf Tafsin, MSi selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Usman Budi, SPt, MSi selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini dan semua pihak yang ikut membantu.
Skripsi ini diharapkan dapat membantu dan mendukung bagi peneliti serta menjadi bahan ilmu pengetahuan untuk usaha bidang peternakan khususnya peternakan broiler.
Medan, Juni 2013
Penulis
(8)
DAFTAR ISI
HAL
RIWAYAT HIDUP... . i
ABSTARK... ii
ABSTRACT... .. iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR LAMPIRAN... . x
PENDAHULUAN LataBelakang... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Hipotesis Penelitian ... 3
Kegunaan Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler ... 4
Ciri Day Old Chick (DOC) ... 6
Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler ... 6
Kebutuhan Pakan Broiler ... 7
Analisa Usaha... 7
Total Biaya Produksi ... 8
Total Hasil Produksi ... 9
Rugi/Laba. ... 10
Income Over Feed Cost (IOFC) ... 11
R/C Ratio (Return of Cost) ... 11
Break Even Point (BEP) ... 13
Ransum Ayam Broiler ... 14
Jenis Ransum Ayam Broiler Berdasarkan Bentuk Fisik Ransum ... 15
Ransum Berbentuk Tepung (Mash)... 16
Ransum Berbentuk Crumble ... 17
Ransum Berbentuk Pelet ... 18
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 21
Bahan dan Alat Penelitian ... 21
Bahan ... 21
Alat ... 21
Metode Penelitian ... 22
Peubah Yang Diamati... ... 24
Total Biaya Produksi... ... 24
(9)
Rugi/Laba... 28
Income Over Feed Cost (IOFC)... 28
R/C Ratio ((Return of Cost)... ... 28
Break Even Point (BEP)... 28
Pelaksanaan Penelitian... ... 29
Persiapan Kandang .... ... 29
Pengacakan DOC (Day Old Chick)... ... 29
Pengambilan Data dan Analisa Data... ... 30
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Usaha ... 31
Total Biaya Produksi ... 33
Biaya Pembelian Bibit ... 34
Biaya Pembelian Ransum ... 34
Biaya Vitamin dan Vaksin... 35
Biaya/Upah tenaga kerja... 36
Biaya Perlengkapan Kandang ... 36
Biaya Penyusutan Kandang ... 37
Biaya Fumigasi ... 37
Total Hasil Produksi ... 38
Analisis Keuntungan ( Laba/Rugi ) ... 40
Income Over Feed Cost (IOFC) ... 40
Analisis R/C Ratio ((Return of Cost) ... 41
Break Event Point (BEP) ... 41
Break Event Point (BEP) Harga Produksi ... 45
Break Event Point (BEP) Volume Produksi ... 45
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 46
Saran ... 46
DAFTAR PUSTAKA ... 49
(10)
DAFTAR TABEL
NO HAL
1. Karakter Produksi Strain New Lohman (MB 202) ... 5
2. Kebutuhan pakan ayam pedaging umur 1 sampai 6 minggu... 7
3. Kebutuhan Nutrisi Broiler ... 15
4. Data pelaksanan dalam satu periode penelitian ... 32
5. Total Struktur biaya produksi ... 34
6. Total Biaya Ransum (Rp/ekor) ... 36
7. Total Sruktur penerimaan ... 38
(11)
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Pertambahan bobot badan broiler (g/ekor/hari)……….. 51
2. Konsumsi ransum broiler (g/ekor/minggu)………. 52
3. Konsumsi ransum broiler (g/ekor/hari)………... 53
4. Jenis, jumlah, harga peralatan selama penelitia……….. 54
5. Jenis,jumlah dan harga obat – obatan selama penelitian……….. 54
6. Bahan untuk fumigasi kandang penelitian………... 55
7. Total biaya produksi……….. ……… 56
8. Grafik total biaya produksi……… 56
9. Grafik total biaya produksi……… 57
10.Grafik laba/rugi……….. 57
11.Grafik income over feed cost (IOFC) ……… 58
12.Grafik B/C ratio………. 58
13.Grafik BEP harga produksi……… 59
(12)
ABSTRAK
YANTO S NABABAN : Analisis Usaha Pemberian Berbagai Bentuk Fisik Ransum Pada Ayam Broiler. Dibimbing oleh MARUF TAFSIN dan USMAN BUDI
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki efisiensi pakan adalah pemilihan bentuk partikel size ransum yang disesuaikan dengan umur dari broiler. Penelitian bertujuan untuk mengetahui nilai usaha dari pemberian berbagai bentuk fisik ransum pada ransum starter (tepung, fine crumble, crumble) dan ransum finisher (coarse crumble dan pelet) terhadap ayam broiler pada umur 0-35 hari yang dapat dilihat dari total biaya produksi, total hasil produksi, laba- rugi, income over feed cost (IOFC), benefit cost ratio (B/C ratio), break event point (BEP) harga produksi dan break event point (BEP) volume Produksi. Peneletian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak, Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara pada Oktober 2011-November 2011 dengan menggunakan metode survey dengan 11 perlakuan, P0:
Tepung (0–10 hari (h) ), Crumble (11–21 h) dan Pelet (22–35 h). P1: Tepung (0–
21 h) dan Coarse Crumble (22–35 h). P2: Tepung (0–21 h) dan Pelet (22–35 h).
P3: Tepung (0–10 h), Fine Crumble (11–21 h) dan Coarse Crumble (22–35 h). P4:
Tepung (0–10 h), Fine Crumble (11–21 h) dan Pelet (22–35 h). P5: Tepung (0–7
h), Fine Crumble (8–14 h), Crumble (15–21 h) dan Coarse Crumble (22–35 h). P6: Tepung (0–7 h), Fine Crumble (8–14 h), Crumble (15–21 h) dan Pelet (22–35
h). P7: Fine Crumble (0–21 h) dan Coarse Crumble (22–35 h). P8: Fine Crumble
(0–21 h) dan Pelet (22–35 h). P9: Crumble (0–21 h) dan Coarse Crumble (22–35
h). P10: Crumble (0–21 h) dan Pelet (22–35 h). Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa P8 memiliki keuntungan yang lebih tinggi ditinjau dari total biaya produksi
(Rp): 24.902,46, total hasil produksi (Rp): 33.087,88; laba – rugi (Rp): 8.185,42, IOFC (Rp): 15.571,84, R/C ratio: 1,33, BEP harga produksi (Rp/kg): 11.759,09 dan BEP volume Produksi: 1,66.
(13)
ABSTRACT
YANTO S NABABAN : Business Analysis of Ration Various Physical Forms Giving on Broiler. Supervised by MARUF TAFSIN and USMAN BUHI
One of the efforts that can be done to fix the feed efficiency was by choosing particle of ration form which adjusted for age of the broiler. The aim of this research was to find business value of giving ration various physical forms at starter ration (mash, fine crumble, crumble) and finisher ration (coarse crumble and pellet) on broiler at the age of 0-35 hays that could be observed from production total cost, production total result, profit-loss, income over feed cost (IOFC), benefit cost ratio (B/C ratio), break event point (BEP) of production price and break event point (BEP) production volume. This research was conducted at Animal Biology Laboratory, Department of Animal Science, Agriculture Faculty, North Sumatra University on October 2011-November 2011 by using Survey Method with 11 factors, P0: Mash (0–10 days (d) ), Crumble (11–
21 d) and Pellet (22–35 d). P1: Mash (0–21 d) and Coarse Crumble (22–35 d).
P2: Mash (0–21 d) and Pellet (22–35 d). P3: Mash (0–10 d), Fine Crumble (11–
21 d) and Coarse Crumble (22–35 d). P4: Mash (0–10 d), Fine Crumble (11–21 d)
and Pellet (22–35 d). P5: Mash (0–7 d), Fine Crumble (8–14 d), Crumble (15–21
d) and Coarse Crumble (22–35 d). P6: Mash (0–7 d), Fine Crumble (8–14 d),
Crumble (15–21 d) and Pellet (22–35 d). P7: Fine Crumble (0–21 d) and Coarse
Crumble (22–35 d). P8: Fine Crumble (0–21 d) and Pellet (22–35 d). P9: Crumble
(0–21 d) and Coarse Crumble (22–35 d). P10:Crumble (0–21 d) and Pellet (22 –
35 d). The results of this research showed that P8 had higher profit that surveyed
from production total cost (Rp): 24.902,46, production total result (Rp): 33.087,88; profit–loss (Rp): 8.185,42, IOFC (Rp): 15.571,84, R/C ratio: 1,33, BEP production price (Rp/kg): 11.759,09 and BEP production volume: 1,66. Keywords : business analysis, ration physical effect on broiler
(14)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ayam ras pedaging disebut juga ayam broiler, yang merupakan jenis ras unggul hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging. Ayam broiler merupakan salah satu ternak yang penting dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat. Peternakan ayam broiler terus mengalami peningkatan di Indonesia. Peningkatan tersebut ditunjang dari segi pengetahuan tentang breeding, feeding dan manajemen.
Produk hasil peternakan unggas berupa daging dan telur dapat dijangkau oleh kalangan masyarakat menengah ke bawah dibandingkan dengan produk hasil peternakan lainnya seperti susu dan daging sapi. Harga daging broiler Rp 20.000/kg, daging sapi Rp 60.000/kg dan daging domba/kambing Rp 40.000/kg (survei harga pasar pada tahun 2011) .
Biaya produksi merupakan biaya terbesar dalam suatu usaha peternakan yaitu sekitar 60-70 % berasal dari pakan dan selebihnya berasal dari biaya produksi lainnya. Untuk menekan biaya pakan yang tinggi, perlu adanya usaha-usaha yang efisiensi dalam pemanfaatan ransum oleh ternak, supaya peningkatan pendapatan dapat dicapai sesuai yang diharapkan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki efisiensi pakan adalah pemilihan bentuk partikel size ransum yang disesuaikan dengan umur dari broiler (Axe, 2000).
Ada beberapa variasi bentuk fisik pakan komersil yang dapat diberikan pada ayam broiler yaitu tepung (all mash), remah (crumble), dan pelet. Tepung
(15)
(all mash) biasanya diberikan pada anak ayam hingga ayam berumur 2 minggu. Butiran (crumble) merupakan jenis ransum yang umum digunakan oleh peternak untuk ayam broiler. Bentuk ransum tepung atau mash lebih mudah dicerna dan lebih murah harganya karena tidak membutuhkan alat khusus lagi tetapi jika dipakai lebih dominan atau lebih lama dibandingkan dengan bentuk crumble/ pelet maka bisa menyebabkan nilai konversi ransumnya semakin naik (Fadilah, 2004).
Ransum berbentuk crumble dibagi 3 ukuran lagi, yaitu : fine crumble, crumble dan coarse crumble (crumble kasar). Ransum berbentuk fine crumble merupakan bentuk ransum yang besar ukuran fisiknya antara mash dengan crumble. Kalau ransum berbentuk crumble merupakan bentuk ransum yang besar ukuran fisiknya antara fine crumble dengan coarse crumble, sedangkan ransum berbentuk coarse crumble merupakan bentuk ransum yang besar ukuran fisiknya antara crumble dengan pelet (PT. Japfa Comfeed Indonesia, 2008).
Bentuk pakan pelet akan lebih efisien dalam menghasilkan berat badan jika dibadingkan dengan pakan dalam bentuk tepung. Pakan bentuk tepung akan banyak yang terbuang sebagai debu. Salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi produksi unggas adalah pakan. Pakan yang baik juga mempengaruhi kualitas dan pertumbuhan berat badan unggas. Pelet merupakan pakan yang sangat baik untuk pertambahan berat badan (Santoso, 2008).
Secara naluri, ayam broiler lebih menyukai pakan yang berbentuk butiran. Meskipun demikian, dalam menentukan pakan yang dihasilkan akan lebih efisien penggunaanya, perlu dikaji lebih lanjut khusunya yang menyangkut pengaruh
(16)
ukuran partikel size pakan yang digunakan selama periode pemeliharaan (Lindblom, 2008).
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai usaha dari pemberian berbagai bentuk fisik ransum pada ransum starter tepung, fine crumble, crumble, dan ransum finisher coarse crumble dan pelet terhadap pertumbuhan yang cepat, konsumsi ransum yang efisien dan biaya produksi yang lebih murah pada ayam broiler pada umur 0-35 hari.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah pemberian berbagai bentuk fisik ransum (tepung, fine crumble, crumble, coarse crumble dan pelet) memberi pengaruh peningkatan nilai ekonomis dan meningkatkan IOFC (Income over feed cost) usaha ayam broiler.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi peneliti, masyarakat, peternakan broiler dan kalangan akademik tentang berbagai bentuk ukuran bentuk fisik ransum (tepung, fine crumble, crumble, coarse crumble dan pelet) berpengaruh terhadap analisa usaha ayam broiler.
(17)
TINJAUAN PUSTAKA
Ayam Broiler
Ayam pedaging merupakan bagian dari pertanian secara umum dan merupakan makhluk hidup yang tidak lepas dari waktu. Kenyataan ayam pedaging dijual setelah mengalami masa pertumbuhan selama lima minggu, bahkan diantaranya beragam jenis unggas, hanya ayam pedaging yang dapat memperpendek pengaruh waktu dalam produksi. Dalam jangka waktu 6-8 minggu ayam pedaging sanggup mencapai bobot hidup 1,5-2 kg. Ayam pedaging memiliki sifat-sifat yang benar-benar menguntungkan (Rasyaf, 2002). Hal ini dijelaskan oleh Murtidjo (1987) yang menyatakan bahwa ayam pedaging merupakan hasil budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat. Dengan memperpendek waktu berarti perputaran modal menjadi lebih cepat. Biaya yang dikeluarkan selama lima minggu produksi akan cepat sekali. Salah satu strain ayam pedaging adalah strain New Lohmann MB 202.
Jenis strain ayam broiler yang dipakai dalam penelitian ini adalah Lohman 202 yang diberi nama strain New Lohman MB 202. Starain ini diproduksi oleh PT. Multibreeder Adirama Indonesia yang merupakan anak perusahaan dari PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk dimana induk usahanya adalah JAPFA GROUP. Adapun karakteristik strain New Lohman (MB 202) yang menjadi “ Broiler Productions Targets “ adalah seperti tabel di bawah ini
(18)
Tabel 1. Karakter Produksi Strain New Lohman (MB 202).
Umur Konsumsi Pakan Bobot badan FCR (hari) (gr/hari/ekor) (gr/ekor) (%)
0 - 42 -
1 - 53 -
2 - 66 -
3 - 81 -
4 - 97 -
5 - 116 -
6 - 136 -
7 26 159 0,89
8 28 185 0,91
9 32 213 0,94
10 37 244 0,98
11 41 278 1,01
12 48 314 1,04
13 52 354 1,07
14 59 396 1,11
15 63 441 1,14
16 71 489 1,17
17 75 540 1,20
18 81 595 1,22
19 87 652 1,25
20 91 711 1,27
21 97 773 1,30
22 103 838 1,32
23 109 905 1,34
24 115 974 1,37
25 120 1045 1,39
26 127 1119 1,41
27 131 1193 1,43
28 137 1270 1,45
29 143 1348 1,48
30 147 1428 1,50
31 153 1509 1,52
32 157 1590 1,54
33 161 1673 1,56
34 165 1756 1,58
35 170 1839 1,60
(19)
Ciri-ciri Day Old Chick (DOC)
Beberapa ciri Day Old Chick (DOC) yang kualitas yang baik berdasarkan penampilan secara umum dari luar (general appearance) sebagai berikut : 1. Bebas dari penyakit (free disease) terutama penyakit pullorum, omphalitis dan jamur. 2. Berasal dari induk yang matang umur dan dari pembibit yang berpengalaman. 3. Day Old Chick (DOC) terlihat aktif, mata cerah dan lincah. 4. Day Old Chick (DOC) memiliki kekebalan dari induk yang tinggi. 5. Kaki besar dan basah seperti berminyak. 6. Bulu cerah, tidak kusam dan penuh. 7. Anus bersih, tidak ada kotoran atau pasta putih. 8. Keadaan tubuh ayam normal. 9. Berat badan sesuai dengan standar strain, biasanya di atas 37 g (Fadilah, 2004).
Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler
Menurut Anggorodi (1990), pertumbuhan pada ternak merupakan suatu fenomena universal yang bermula dari suatu sel telur yang dibuahi dan berlanjut sampai hewan mencapai dewasanya. Pertambahan bobot badan dan bobot dari jaringan seperti berat daging, tulang, otak dan jaringan lainnya, diartikan sebagai pertumbuhan.
Pertambahan berat badan kerap kali digunakan sebagai pegangan berproduksi bagi para peternak dan para ahli. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa ada bibit ayam yang memang pertambahan berat badannya hebat, tetapi hebat pula makanannya. Padahal biaya untuk ransum adalah yang terbesar bagi suatu peternakan ayam. Oleh karena itu, pertambahan berat badan haruslah pula dikaitkan dengan konsumsi ransumnya (Rasyaf, 1994).
(20)
Kebutuhan Pakan Broiler
Ayam mengkonsumsi ransum dengan energi tinggi akan memperlihatkan lemak karkas dalam jumlah yang lebih tinggi dibandingkan dengan pakan yang mengandung energi rendah. Ayam cenderung meningkatkan konsumsi kalau diberi pakan rendah energi. Dalam kondisi demikian, ayam akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan energinya, karena sebelum terpenuhi, ayam akan berhenti mengkonsumsi karena cepat kenyang (Widodo, 2002).
Tabel 2. Kebutuhan pakan ayam pedaging umur 1 sampai 6 minggu.
Usia (minggu) Bobot Badan (kg) Konversi Pakan (kg)
Kebutuhan Pakan/Ekor (g) Per hari Komulatif
1 0,159 0,92 21 146
2 0,418 1,23 53 517
3 0,803 1,40 87 1.126
4 1,265 1,52 114 1.924
5 1,765 1,65 141 2.911
6 2,255 1,79 161 4.038
Sumber : Murtidjo (1987).
Analisa Usaha
Menurut Riyanto (1978), analisis ekonomi peternakan adalah usaha untuk mengetahui keadaan usaha peternakan secara finansial. Analisis ekonomi tersebut dapat diketahui darimana datangnya dana, untuk apa dana itu digunakan dan sejauh mana keuntungan (profit) yang dicapai.
Setelah mengetahui analisis tersebut maka pimpinan perusahaan akan dapat mengambil kebijaksanaan tentang penjualan produk yang hendak dicapai dan menekan tingkat kesalahan agar tidak mengalami kerugian. Disamping itu, pimpinan perusahaan dapat juga mengetahui laba yang diperoleh atau kerugian yang akan diderita dengan tingkat penjualan yang dapat dicapai perusahaan (Sirait, 1987).
(21)
Analisis usaha ternak merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu usaha ternak komersial. Melalui usaha ini dapat dicari langkah pemecahan berbagai kendala yang dihadapi. Analisis usaha peternakan bertujuan mencari titik tolak untuk memperbaiki kendala yang dihadapi. Hasil analisis ini dapat digunakan untuk merencanakan perluasan usaha baik menambah cabang usaha atau memperbesar skala usaha.
Berdasarkan data tersebut dapat diukur keuntungan usaha dan tersedianya dana yang rill untuk periode selanjutnya. Menurut Suharno dan Nazaruddin (1994), gambaran mengenai usaha ternak yang memiliki prospek cerah dapat dilihat dari analisis usahanya.
Analisis dapat juga memberikan informasi lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan modal, besar biaya untuk bibit (bakalan), ransum dan kandang, lamanya modal kembali dan tingkat keuntungan yang diperoleh.
Analisis usaha merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membantu pimpinan usaha peternakan dalam melengkapi informasi yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan dalam merencanakan usaha. Namun
sayang kegiatan ini jarang dilakukan oleh para peternak dipedesaan (Kartadisastra, 1994).
Total Biaya Produksi
Biaya produksi dalam pengertian ekonomi produksi dibagi atas biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang harus dikeluarkan ada atau tidak ada ayam di kandang, biaya ini harus tetap keluar. Misalnya : Gaji pegawai bulanan, penyusutan, bunga atas modal, pajak bumi dan bangunan dll. Sedangkan
(22)
biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan bertalian dengan jumlah produksi broiler yang dijalankan.
Semakin banyak ayam akan semakin besar pula biaya variabel secara total. Misalnya : Biaya untuk makanan, biaya pemeliharaan, biaya tenaga kerja harian dan lain lain (Rasyaf, 1995).
Total Hasil Produksi
Pendapatan usaha merupakan seluruh penerimaan yang diperoleh oleh suatu usaha peternakan, baik yang berupa hasil pokok (penjualan broiler, baik itu hidup atau karkas) maupun hasil samping (penjualan tinja dan alas “litter) (Rasyaf, 1995).
(Murtidjo, 1993), menyatakan bahwa penerimaan merupakan nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Soeharjo dan Patong (1973), menyatakan bahwa penerimaan merupakan hasil perkalian dari produksi total dengan harga perolehan satuan. Produksi total adalah hasil utama dan sampingan, sedangkan harga adalah harga pada tingkat usahatani atau harga jual petani.
Penerimaan dalam usahatani meliputi seluruh penerimaan yang dihasilkan selama periode pembukuan yang sama, sedangkan pendpatan adalah penerimaan dengan biaya produksi (Tohir, 1991).
Menurut Gunawan et al., (1993), menyebutkan bahwa dalam analisis pendapatan diperlukan dua keterangan pokok yaitu keadaan penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Dengan kata lain analisis pendapatan bertujuan untuk mengukur keberhasialan suatu usaha.
(23)
Pane dan Ismed (1986), yang menyatakan bahwa pakan salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan selain memiliki kandungan nutrisi yang cukup juga harus ekonomis.
Rugi/Laba
Keuntungan (laba) suatau usaha secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :
K = TR - TC
dimana :
K = keuntungan TR = total penerimaan TC = total pengeluaran
Soekartawi (1995), mendefinisikan laba sebagai nilai maksimum yang dapat didistribusikan oleh suatu satuan usaha dalam suatu periode. Untuk memperoleh angka yang pasti mengenai tingkat keuntungan atau kerugian suatu usaha, hal yang terpenting yang perlu dilakukan adalah pencatatan, baik untuk pos-pos pengeluaran (biaya) maupun pos - pos pendapatan. Sekecil apapun biaya dan pendapatan tersebut harus dicatat.
Laporan laba rugi menggambarkan besarnya pendapatan yang diperoleh pada suatu periode ke periode berikutnya. Kemudian juga akan tergambar jenis-jenis biaya yang akan dikeluarkan berikut jumlahnya dalam periode yang sama (Kasmir dan Jakfar, 2003).
Memperoleh suatu laba (keuntungan) dari setiap usaha adalah suatu sasaran dalam berusaha. Jadi, jika merencanakan suatu usaha walaupun sederhana sekalipun diperlukan analisa usaha dengan harapan mendapatkan
(24)
keuntungan. Ini tidak terlepas dari modal saja tetapi juga manajeman dan pemasaran hasil produksi. Padahal tujuan perusahaan pada umumnya adalah mendapatkan laba (keuntungan), menampung tenaga kerja, menaikkan pendapatan masyarakat dan daerah, serta melangsungkan hidup dan usaha ternak tersebut (Karo – karo et al., 1995).
Bila dalam suatu usaha peternakan dapat mengontrol konsumsi harga pakan serendah mungkin tanpa mengabaikan kualitas dari pakan tersebut maka akan diperoleh keuntungan dari usaha peternakan tersebut (Murtidjo, 1993).
Income Over Feed Cost (IOFC)
Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih total pendapatan dengan biaya ransum yang digunakan selama usaha penggemukan ternak. IOFC ini merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya ransum yang merupakan biaya terbesar dalam usaha penggemukan ternak.
IOFC diperoleh dengan menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi biaya ransum. Pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan akibat perlakuan dengan harga jual (Prawirokusumo, 1990).
R/C (Return of Cost)
R/C adalah singkatan dari return of cost ratio yaitu perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Analisis R/C ratio perbandingan antara penerimaan dan biaya total, yang menurut (Soekartawi, 2002) persamaannya dapat ditulis: a = R/C ...( )
(25)
dimana: R = Py.Y C = FC+VC
a = {(Py.Y)/(FC+VC)} R = penerimaan
C = biaya
Py = harga output Y = output
FC = biaya tetap (fixed cost)
VC = biaya variabel (variable cost)
Dan nanti hasil dari R/C ratio dikategorikan menjadi 3, yaitu
a. Bila R / C > 1, maka artinya usahaternak mendapatkan keuntungan b. Bila R / C < 1, maka usahaternak mengalami kerugian
c. Bila R / C = 1, maka usahaternak impas (tidak untung/tidak rugi)
Menurut Kadarsan (1995), R/C rasio adalah rasio penerimaan atas biaya yang menunjukkan besarnya penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam produksi usaha ternak. Analisis ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif kegiatan usaha ternak, artinya dari angka rasio tersebut dapat diketahui, apakah suatu usaha ternak menguntungkan atau tidak. Nilai R/C rasio tidak mempunyai satuan. Usaha ternak dikatakan menguntungkan bila nilai R/C rasio lebih besar dari satu, yang berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan untuk usaha ternak akan memberikan penerimaan lebih besar dari satu rupiah. Sebaliknya, usaha ternak dikatakan tidak menguntungkan bila nilai R/C rasio lebih kecil dari satu. Hal ini berarti setiap
(26)
satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memberikan penerimaan kurang dari satu rupiah. Semakin besar nilai R/C, maka semakin baik usaha ternak tersebut. Usaha ternak dikatakan impas bila nilai R/C rasio sama dengan satu. Rumus yang digunakan :
R/C Rasio = Dengan kriteria :
R/C Rasio > 1 : Usaha untung
R/C Rasio = 1 : Usaha impas atau tidak untung dan tidak rugi R/C Rasio < 1 : Usaha rugi
Dalam suatu analisis usaha tani, sering digunakan return of cost ratio (R/C) yaitu perbandingan antara jumlah penerimaan dengan jumlah biaya. R/C tidak mempunyai satuan, nilai R/C dapat dibagi menjadi 3 kategori secara teoritis yaitu :
1. Nilai R/C = 1 usahatani impas.
2. Nilai R/C > 1 usahatani menguntungkan.
3. Nilai R/C < 1 usahatani tidak menguntungkan/rugi. (Rumapea, 2010).
Break Even Point (BEP)
Break even point adalah titik pulang pokok, dimana total revenue = total cost. Dilihat dari jangka waktu pelaksanaan sebuah proyek, terjadinya titik pulang pokok atau TR = TC tergantung pada lama arus penerimaan sebuah proyek dapat menutupi segala biaya operasi dan pemeliharaan beserta biaya modal lainnya (Kasmir dan Jakfar, 2005).
(27)
Break event point (BEP) adalah kondisi dimana suatu usaha dinyatakan tidak untung dan tidak rugi dan disebut titik impas. Jadi analisa BEP (break event point) atau titik keseimbangan adalah suatu teknik yang digunakan seorang manajer perusahaan yang mengetahui pada jumlah produksi berapa usaha yang
dijalankan tidak memperoleh keuntungan atau tidak menderita kerugian (Sigit, 1991).
Menurut Rahardi et al., (1993), break even point (BEP) dimaksudkan untuk mengetahui titik impas (tidak untung dan juga tidak rugi) dari usaha bisnis yang diusahakan tersebut. Jadi dalam keadaan tersebut pendapatan yang diperoleh sama dengan modal usaha yang dikeluarkan.
Ransum Ayam Broiler
Ransum adalah makanan yang perlu disediakan untuk kebutuhan ayam selama sehari semalam untuk menunjang segala aktivitas ayam setiap harinya. Ransum ayam biasanya terdiri dari campuran dari bebrapa macam makanan yang berasal dari tanam-tanaman dan hewan serta campuran beberapa zat mineral utama yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh dan berkembangnya ayam (Komandoko, 2002).
Rasyaf (2004), menyatakan bahwa ransum merupakan kumpulan bahan makanan yang layak di makan oleh ayam dan telah disusun mengikuti aturan tertentu. Aturan itu meliputi nilai kebutuhan gizi bagi ayam dan nilai kandungan gizi dari bahan makanan yang digunakan. Untuk pertumbuhan dan keperluan hidupnya, ayam pedaging membutuhkan unsur-unsur protein, energi, vitamin, mineral, lemak dan air. Semua unsur gizi itu saling terkait satu sama lain dan saling mempengaruhi.
(28)
Tujuan utama dalam pemberian pakan pada ayam pedaging adalah menjamin penambahan bobot badan selama pertumbuhaan dan penggemukannya. Pada ayam pedaging, kebutuhan zat-zat makanan berbeda jumlahnya pada setiap fase atau tingkatan umur ayam. Kebutuhan zat nutrisi untuk ayam broiler seperti tabel di bawah ini.
Tabel 3. Kebutuhan Nutrisi Broiler.
Nutrisi
Fase Awal Fase AkhirProtein 21 – 23 % 19 – 21 %
Energi 2900 – 3200 Kkal/Kg 2900 – 3200 Kkal/Kg
Lemak 5 – 8 % 5 – 8 %
Serat Kasar 3 – 5 % 3 – 5 %
Kadar Abu 4 – 7 % 4 – 7 %
(Rasyaf, 2004)
Menurut Fadilah (2004), kandungan protein dalam ransum untuk ayam broiler umur 1-14 hari adalah 21 - 24% dan untuk umur 14-39 hari adalah 19 - 21%. Kebutuhan protein untuk ayam yang sedang bertumbuh relatif lebih tinggi karena untuk memenuhi tiga macam kebutuhan yaitu untuk pertumbuhan jaringan, hidup pokok dan pertumbuhan bulu (Wahju,1992). Lebih lanjut Rizal (2006) mengatakan bahwa kebutuhan anak ayam (starter) akan kalsium (Ca) maksimum 1% dan ayam sedang tumbuh dan finisher adalah 0,6%, sedangkan kebutuhan ayam akan fosfor (P) bervariasi dari 0,2-0,45% dalam ransum.
Jenis Ransum Ayam Broiler berdasarkan bentuk fisik ransum
Prosesing pembuatan pakan adalah sangat penting karena selain bisa mendatangkan keuntungan yang besar juga bisa sebaliknya mendatangkan kerugian besar jika prosesingnya tidak sesuai aturan yang berlaku atau standard operasional prosedur (SOP), misalnya terjadinya kerusakan fisik ataupun kimia
(29)
dari bahan pakan. Beberapa jenis prosesing pembuatan pakan adalah : chopping (pemotongan), grinding, cooking, peleting dan crumbling (Ichwan, 2003).
Tilman at a.,l (1991), mengatakan bahwa ada beberapa bentuk pakan ayam yaitu tepung halus, tepung kasar/crumble, pelet. Pakan tepung halus digunakan untuk fase starter, tepung kasar/crumble untuk fase grower selanjutnya pakan ayam dewasa berbentuk pelet. Lebih lanjut menurut Rasyaf (2004), ransum bentuk butiran atau pelet merupakan perkembangan dari bentuk tepung komplit. Ransum bentuk “ pelet” ini juga ransum bentuk tepung komplit yang kemudian diproses kembali dengan prinsip pemberian uap dengan panas tertentu sehingga ransum ini menjadi lunak kemudian dicetak berbentuk butiran dan pelet. Bentuk fisik pakan yang berbeda menjadikan adanya pilihan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pakan.
Penggantian ransum starter dengan ransum finisher sebaiknya tidak dilakukan sekaligus, tetapi secara bertahap. Hari pertama diberi ransum starter 75% ditambah ransum finisher 25%, pada hari berikutnya diberi ransum starter 50% ditambah ransum finisher 50%, hari berikutnya diberi ransum starter 25% ditambah ransum finisher 75% dan hari terakhir diberi ransum finisher seluruhnya. Jika tahapan ini tidak dilakukan maka nafsu makan ayam menurun untuk beberapa hari dan dikhawatirkan akan menghambat pertumbuhan (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).
Ransum berbentuk Tepung ( Mash )
Program pemberian ransum sangat tergantung terhadap rencana ayam itu dipanen, jika ayam yang akan dipanen berukuran kecil sampai sedang, pemberian
(30)
diberikan pada anak ayam hingga ayam berumur 2 minggu. Butiran (crumble) merupakan jenis ransum yang umum digunakan oleh peternak untuk ayam broiler. Bentuk ransum tepung atau mash lebih mudah dicerna dan lebih murah harganya karena tidak membutuhkan alat khusus lagi tetapi jika dipakai lebih dominant atau lebih lama dibandingkan dengan bentuk crumble/pelet maka bisa menyebabkan nilai konversi ransumnya semakin naik (Fadilah, 2004),
Bentuk Tepung (all mash) seluruh bahan baku yang digunakan, digiling menjadi tepung, kemudian dicampur menjadi homogen. Bentuk ini lebih dikenal dengan nama tepung lengkap (all mash), karena di dalam campuran pakan tersebut sudah terkandung seluruh kebutuhan nutrisi yang diperlukan ayam. Bentuk ini menjadi salah satu pilihan termurah untuk pakan ternak unggas, walaupun ada beberapa kekurangan jika digunakan sebagai pakan broiler. Kekurangannya adalah mudah tercecer karena terjadinya segregasi. Segregasi ini akan menyebabkan pakan yang dikonsumsi menjadi tidak seimbang. Kekurangan lainnya adalah pakan banyak yang melekat di paruh ayam. Akibatnya, tempat minum menjadi kotor dan pakan banyak yang terbuang,sehingga nilai FCR menjadi lebih besar dibandingkan dengan bentuk lainnya. Disamping itu, bentuk pakan ini kurang diminati ayam pedaging, sehingga bobot akhir pada umur yang sama akan lebih ringan dibandingkan bentuk crumble (Ichwan, 2005).
Ransum berbentuk Crumble
Ransum berbentuk crumble diperoleh dari proses crumbling. Crumbling adalah proses penggilingan/pemecahan pelet menjadi partikel berbentuk granular. Ransum berbentuk crumble biasanya digunakan untuk ternak pada periode starter dan grower (Perry et al., 2003).
(31)
Bentuk crumble diperoleh dengan memecah pelet menjadi bentuk remah,sehingga cocok untuk dikonsumsi ayam mulai masa starter hingga masa finisher (Ichwan, 2005). Selanjutnya, menurut Agustina dan Purwanti (2009), bentuk crumble ukurannya lebih kecil, disukai oleh ternak dan tidak mempunyai kesempatan memilih. Jadi biasanya ayam lebih baik pertumbuhannya dibanding dengan ayam yang memperoleh ransum bentuk mash. Crumble ini dapat diberikan mulai ayam umur DOC.
Ransum berbentuk crumble dibagi 3 ukuran lagi, yaitu : fine crumble, crumble dan coarse crumble (crumble kasar). Ransum berbentuk fine crumble merupakan bentuk ransum yang besar ukuran fisiknya antara mash dengan crumble. Kalau ransum berbentuk crumble merupakan bentuk ransum yang besar ukuran fisiknya antara fine crumble dengan coarse crumble, sedangkan ransum berbentuk coarse crumble merupakan bentuk ransum yang besar ukuran fisiknya antara crumble dengan pelet (PT. Japfa Comfeed Indonesia, 2008).
Ransum berbentuk Pelet
Ransum berbentuk pelet diperoleh dari proses peleting. Proses peleting adalah proses mengkompressikan pakan berbentuk tepung dengan bantuan uap panas (steam) untuk menghasilkan pakan yang silinderis. Peleting memberikan keuntungan : pakan tidak berdebu, kandungan zat nutrisi dalam setiap pelet tersebut seragam dan homogen, akan mengurangi sisa pakan atau pakan terbuang, membatasi sifat memilih dari ternak dan pada akhirnya akan meningkatkan performans ternak yang bersangkutan (Amrullah, 2004).
(32)
Menurut Ichwan (2003), menyatakan bahwa adapun kelebihan pakan berbentuk pelet adalah sebagai berikut:
1) Meningkatkan selera makan ayam / palatabilitas.
2) Pemborosan pakan akibat tumpah/terbuang dapat ditekan.
3) Dapat mengefesienkan formula pakan, karena setiap butiran pelet mengandung nutrisi yang sama.
4) Ayam tidak diberi kesempatan untuk memilih - milih makanan yang disukai.
Adapun kelebihan yang lain menurut Amrullah (2004), menyatakan bahwa penyajian dalam bentuk pelet dari ransum yang mengandung serat kasar tinggi lebih memperlihatkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan menyajikan ransum berbentuk pelet yang kadar serat kasarnya rendah, pakan yang berbentuk pelet akan menghemat waktu yang diperlukan ayam untuk makan. Kendatipun banyak bergantung pada kepadatan ransum, kalau diperlukan 1 jam untuk menghabiskan sejumlah ransum pelet, maka untuk bobot yang sama ransum bentuk butiran akan memerlukan waktu selama 1,8 jam; 2,1 jam untuk ransum pelet yang dihancurkan ulang; dan 2,4 jam untuk ransum berbentuk tepung. Ransum berbentuk crumbel atau pelet memang dapat memperbaiki penampilan ayam yang dipelihara terutama karean dapat meningkatkan kepadatan zat makanan. Ransum berat jenisnya meningkat dan lebih banyak ransum yang dapat ditampung di dalam tembolok per satuan waktu. Rasa kenyang ayam lebih banyak ditentukan oloeh peregangan temboloknya. Lebih lanjut Rasyaf (2004), menyatakan bahwa ransum berbentuk pelet menghasilkan ayam dengan bobot badan tertinggi dibandingkan ransum tepung komplit. Namun, ransum berbentuk
(33)
campuran antara butiran dengan crumble (butiran pecah) mempunyai konversi pakan terbaik. Ransum berbentuk pelet ini hanya digunakan untuk ayam broiler masa akhir.
Bentuk pakan pelet akan lebih efisien dalam menghasilkan berat badan jika dibadingkan dengan pakan dalam bentuk tepung. Pakan bentuk tepung akan banyak yang terbuang sebagai debu. Salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi produksi unggas adalah pakan. Pakan yang baik juga mempengaruhi kualitas dan pertumbuhan berat badan unggas. Pelet merupakan pakan yang sangat baik untuk pertambahan berat badan (Santoso, 2008).
(34)
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Jln. Dr. A. Sofyan No.3 Medan. Dimulai sejak Oktober 2011 sampai November 2011.
Bahan dan Alat
Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah DOC ayam broiler strain New Lohmann (MB 202) sebanyak 165 ekor dengan berat awal rata-rata 44,45 ± 3,243 gr, dan ransum yang digunakan adalah ransum komersil yang diproduksi PT. Indojaya Agrinusa (Group PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk) yaitu ransum komersil dengan merek dagang BR I dan BR II Dimana ransum BR 1 size Tepung, Fine Crumble dan Crumble diberikan pada pemeliharaan masa Starter umur 0–21 hari sedangkan BR II size coarse crumble, pelet diberikan pada pemeliharaan masa finisher umur 22–30 hari. Selama penelitian juga dibutuhkan air minum, obat-obatan (Consumix Plus), vaksin, vitamin (Perfexsol), Biocid dan kapur.
Alat
Peralatan yang digunakan selama dalam masa periode pemeliharaan adalah rincian bola lampu pijar sebanyak 33 buah, bola lampu SL sebanyak 5 buah, tempat pakan sebanyak 33 buah, tempat minum sebanyak 33 buah, kabel listrik sepanjang 50 meter, thermometer sebanyak 3 buah, ember besar 2 buah,
(35)
ember sedang sebanyak 2 buah, fitting gantungan lampu sebanyak 38 buah dan colokan sebanyak 6 buah.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sample dari satu populasi dan menggunakan alat pengumpul data. Menurut Daniel dalam Balipaper (2010), survei merupakan pengamatan atau penyelidikan untuk mendapatkan keterangan yang baik terhadap suatu persoalan tertentu di dalam daerah atau lokasi tertentu atau suatu studi ekstensif yang dipolakan untuk memperoleh informasi-informasi yang dibutuhkan.
Dilakukan survey harga pakan yaitu diarea pasar, poultry shop, pabrik pakan ternak dan tempat-tempat lain yang menyangkut harga pakan dan harga peralatan.
Data yang dikumpulkan sebagai bahan penelitian analisis usaha adalah berupa biaya bibit, biaya ransum, biaya obat – obatan, biaya tenaga kerja, biaya perlengkapan kandang, biaya sewa kandang dan biaya fumigasi.
Jenis perlakuan yang diberikan terhadap ransum ayam broiler adalah:
a) P0 = Perlakuan sebagai kontrol, terdiri dari :
* Ransum BR I berbentuk Tepung diberikan pada umur 0 – 10 hari. * Ransum BR I berbentuk Crumble diberikan pada umur 11 – 21 hari. * Ransum BR II berbentuk Pelet diberikan pada umur 22 – 35 hari.
b) P1 = Perlakuan pertama, terdiri dari :
(36)
* Ransum BR II berbentuk Coarse Crumble diberikan pada umur 22–35 hari.
c) P2 = Perlakuan ke dua, terdiri dari :
* Ransum BR I berbentuk Tepung diberikan pada umur 0 – 21 hari. * Ransum BR II berbentuk Pelet diberikan pada umur 22 – 35 hari.
d) P3 = Perlakuan ke tiga, terdiri dari :
* Ransum BR I berbentuk Tepung diberikan pada umur 0 – 10 hari.
* Ransum BR I berbentuk Fine Crumble diberikan pada umur 11 – 21 hari.
* Ransum BR II berbentuk Coarse Crumble diberikan pada umur 22 – 35 hari.
e) P4 = Perlakuan ke empat, terdiri dari :
* Ransum BR I berbentuk Tepung diberikan pada umur 0 – 10 hari.
* Ransum BR I berbentuk Fine Crumble diberikan pada umur 11 – 21 hari.
* Ransum BR II berbentuk Pelet diberikan pada umur 22 – 35 hari.
f) P5 = Perlakuan ke lima, terdiri dari :
* Ransum BR I berbentuk Tepung diberikan pada umur 0 – 7 hari.
* Ransum BR I berbentuk Fine Crumble diberikan pada umur 8 – 14 hari. * Ransum BR I berbentuk Crumble diberikan pada umur 15 – 21 hari. * Ransum BR II berbentuk Coarse Crumble diberikan pada umur 22 – 35 hari.
g) P6 = Perlakuan ke enam, terdiri dari :
(37)
* Ransum BR I berbentuk Fine Crumble diberikan pada umur 8 – 14 hari. * Ransum BR I berbentuk Crumble diberikan pada umur 15 – 21 hari. * Ransum BR II berbentuk Pelet diberikan pada umur 22 – 35 hari.
h) P7 = Perlakuan ke tujuh, terdiri dari :
* Ransum BR I berbentuk Fine Crumble diberikan pada umur 0 – 21 hari. * Ransum BR II berbentuk Coarse Crumble diberikan pada umur 22 – 35 hari.
h) P8 = Perlakuan ke delapan , terdiri dari :
* Ransum BR I berbentuk Fine Crumble diberikan pada umur 0 – 21 hari. * Ransum BR II berbentuk Pelet diberikan pada umur 22 – 35 hari.
h) P9 = Perlakuan ke sembilan , terdiri dari :
* Ransum BR I berbentuk Crumble diberikan pada umur 0 – 21 hari. * Ransum BR II berbentuk Coarse Crumble diberikan pada umur 22 – 35 hari.
i) P10 = Perlakuan ke sepuluh , terdiri dari :
* Ransum BR I berbentuk Crumble diberikan pada umur 0 – 21 hari. * Ransum BR II berbentuk Pelet diberikan pada umur 22 – 35 hari.
Peubah Yang Diamati Total Biaya Produksi
Total biaya produksi adalah keseluruhan dari biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk yang diperoleh dengan cara menghitung : biaya
(38)
bibit, biaya ransum, biaya obat – obatan, biaya tenaga kerja, biaya perlengkapan kandang, biaya sewa kandang dan biaya fumigasi.
1. Biaya Pembelian Bibit
Biaya bibit adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bibit Day Old Chick (DOC), pembelian Day Old Chick (DOC) dari PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk dimana induk usahanya adalah JAPFA GROUP pada bulan Oktober 2011 sebanyak 165 ekor dengan harga sebesar Rp. 3.000,00/ekor.
2. Biaya Pembelian Ransum
Biaya yang dikeluarkan untuk membeli ransum yang diperoleh dari perkalian antara jumlah ransum yang dikomsumsi dengan harga ransum perkilogramnya sehingga diperoleh biaya ransum yang dikonsumsi selama penelitian. Ransum yang digunakan adalah ransum komersil dari PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk dimana induk usahanya adalah JAPFA GROUP pada bulan Oktober 2011. Dengan harga BR I tepung Rp 5.150,00 per kilogram, BR I FC Rp 5.250,00 per kilogram, BR I Crumbel Rp 5.250,00 per kilogram, BR II SP Rp5.100,00 perkilogram, BR II Pelet Rp 5.100,00 perkilogram.
Setelah diketahui jumlah ransum yang digunakan selama penelitian maka dapat diketahui total biaya konsumsi selama penelitian. Biaya konsumsi ransum dapat dihitung dari total jumlah ransum yang dikonsumsi broiler tiap perlakuan selama penelitian.
3. Biaya Vitamin dan Vaksin
Biaya Vitamin dan Vaksin/obat – obatan adalah biaya yang diperoleh dari harga obat – obatan yang diberikan selama penelitian. Obat – obatan yang diberikan adalah perfexsol sebagai sumber tambahan vitamin yang dicampurkan
(39)
kedalam air minum, vaksin ND. Vitamin dan Vaksin/obat – obatan di beli dari poultry shop pada bulan Oktober 2011. Dengan rincian harga perfexsol harga perbungkus Rp 30.000,00 dan theraphy dengan harga perbungkusnya Rp 18.000,00, vaksin dengan harga perbotol Rp 19.000,00. Pemberian obat – obatan diharapkan agar daya tahan tubuh broiler dapat bertahan dari berbagai macam jenis penyakit yang dapat menyerang ternak tersebut.
4. Biaya/Upah tenaga kerja
Biaya atau upah tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk memelihara broiler selama penelitian. Berdasarkan Berdasarkan UMRP SUMUT 01 Januari 2011 (Upah Minimum Regional Propinsi Sumatera Utara) sebesar Rp. 1.197.000,00/bulan. Dengan asumsi 1 orang tenaga kerja dapat menangani 5.000 ekor ayam broiler.
5. Biaya Penyusutan Perlengkapan Kandang
Biaya peralatan adalah biaya yang digunakan untuk membeli seluruh perlengkapan kandang selama penelitian. Biaya perlengkapan kandang diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh biaya perlengkapan kandang yang digunakan. Perlengkapan Kandang di beli dari poultry shop pada bulan Oktober 2011. Dengan rincian harga bola lampu pijar sebanyak 33 buah dengan harga perbuah Rp 1.700,00 bola lampu SL sebanyak 5 buah dengan harga perbuah Rp 12.000,00 tempat pakan sebanyak 33 buah dengan harga perbuah Rp 5.500,00, tempat minum sebanyak 33 buah dengan harga perbuah Rp 4.500,00, kabel listrik sepanjang 50 meter dengan harga Rp 2.500,00, permeter, thermometer sebanyak 3 buah dengan harga perbuah Rp 15.000,00, ember besar 2 buah dengan harga perbuah Rp 25.000,00, ember sedang sebanyak 2 buah dengan harga perbuah Rp
(40)
12.500,00, fitting gantungan lampu sebanyak 38 buah dengan harga perbuah Rp 1.000,00, dan colokan sebanyak 6 buah dengan harga perbuah Rp 1.500,00.
6. Biaya Penyusutan Kandang
Biaya Penyusutan kandang adalah biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan kandang diperhitungkan berdasarkan nilai dari penyusutan kandang sehingga diperoleh penyusutan kandang selama penelitian. Total biaya pembuatan kandang sebesar Rp. 1.850.000,00. Kandang bisa digunakan selama 5 peride. Biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan kandang selama satu periode sebesar Rp. 360.000,00.
7. Biaya Fumigasi
Biaya fumigasi adalah biaya yang diperoleh dari biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bahan – bahan yang diperlukan dalam melakukan fumigasi. Biaya Fumigasi dibeli dari poultry shop pada bulan Oktober 2011. Seperti pembelian formalin dan KMnO4. Rincian harga formalin sebanyak 1 liter seharga
Rp 10.000,00 dan 100 gram KMnO4 dengan harga Rp 35.000,00.
Total Hasil Produksi
Total Hasil Produksi atau total penerimaan yaitu seluruh produk yang dihasilkan dalam kegiatan ekonomi yang diperoleh dengan cara menghitung Harga jual ayam dan hasil menjual feses atau alas litter. Penjualan broiler dan harga penjualan kotoran/feses atau alas litter pada bulan Oktober 2011.
Penjualan broiler diperoleh dari harga jual broiler hidup perkilogram. Harga penjualan yaitu sebesar Rp 15.000,00 dikali bobot badan akhir broiler.
Penjualan kotoran broiler diperoleh dari harga jual kotoran broiler perkilogram. Harga waktu penjualan yaitu sebesar Rp10.000,00/goni.
(41)
Rugi/Laba
Keuntungan (laba) suatu usaha dapat diperoleh dengan cara K = TR - TC, dimana K = Keuntungan, TR = Total penerimaan, TC = Total pengeluaran.
Income Over Feed Cost (IOFC)
Income Over Feed Cost (IOFC) diperoleh dengn cara menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi dengan biaya ransum. Pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan akibat perlakuan (dalam kg hidup) dengan harga jual, sedangkan biaya ransum adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan pertumbuhan bobot badan ternak.
R/C (Return of Cost)
Adalah singkatan dari return cost ratio, atau dikenal sebagai perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Secara matematika dapat dituliskan sebagai berikut :
R/C = Total Hasil Produksi Total Biaya Produksi (Soekartawi, 2002)
Break Even Point (BEP)
Break even point (BEP) adalah kondisi dimana suatu usaha dinyatakan tidak untung dan tidak rugi yang disebut titik impas. BEP dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a. BEP harga produksi, dimana diperoleh dari hasil pembagian total biaya produksi dengan berat ayam (kg). Diperoleh dengan rumus :
(42)
BEP Harga Produksi = Total Biaya Produksi Total Produksi
b. BEP volume produksi, dimana diperoleh dari pembagian total biaya produksi dengan harga ayam (Rp/Kg).
BEP Volume Produksi = Total Biaya Produksi Harga Satuan Hasil Produksi
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Kandang
Kandang dipersiapkan 2 minggu sebelum DOC dikandangkan, dimana seluruh instalasi penerangan/pemanas telah dipasang. Sebelumnya kandang didesinfektan dengan rodalon. Kandang difumigasi dengan formalin dan KMnO4
yang dibiarkan selama 1 minggu dan seluruh ruangan ditutupi dengan terpal untuk memastikan gas dari formalin dan KMnO4 sepenuhnya berada didalam ruangan
yang bertujuan untuk membasmi jamur dan bakteri yang masih menempel di kandang. Seminggu setelah fumigasi, tempat ransum dan tempat minum yang telah dicuci dengan rodalon ditempatkan pada masing – masing plot kandang serta dialasi Koran dan serbuk gergaji sebagai litter. Kemudian satu hari sebelum DOC tiba/dikandangkan, alat penerang sudah dihidupkan untuk menstabilkan suhu di dalam ruangan/kandang sesuai dengan DOC.
Pengacakan Day Old Chick (DOC)
Sebelum DOC dimasukkan kedalam kandang sesuai dengan perlakuan, dilakukan penimbangan untuk mengetahui bobot badan awal dari masing-masing DOC kemudian dilakukan pengacakan (random) pada DOC yang bertujuan untuk
(43)
memperkecil nilai keragaman. Dimana setiap plot kandang terdiri dari 5 ekor DOC.
Pengambilan data dan analisa data
Langkah-langkah pengambilan data dan analisa data:
1. Dilakukan pengukuran data rata-rata bobot badan awal broiler.
2. Dilakukan survey harga pakan yaitu diarea pasar, poultry shop, pabrik pakan ternak dan tempat-tempat lain yang menyangkut harga pakan dan harga peralatan.
3. Dilakukan pengukuran data dari hasil variabel penelitian yang terdiri dari bobot badan awal broiler dan bobot akhir broiler, rata-rata konsumsi ransum broiler dan rata-rata konversi ransum broiler pada setiap level perlakuan ransum.
4. Dilakukan analisis ekonomi pada data rata- rata bobot badan awal broiler dan data dari hasil variabel penelitian yang terdiri dari bobot badan awal broiler dan bobot akhir broiler, rata-rata konsumsi ransum broiler dan rata-rata konversi ransum broiler pada setiap level perlakuan ransum untuk mengetahui nilai ekonomis dari keseluruhan usaha ternak broiler. Analisis ekonomi yang dilihat adalah analisis laba/rugi, analisis Income Over Feed Cost (IOFC), analisis R/C , dan analisis Break Even Poin (BEP).
(44)
HASIL DAN PEMBAHASAN
AnalisisUsaha
Analisis usaha dapat memberikan informasi lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan modal, besar biaya untuk bibit (bakalan), ransum dan kandang, lamanya modal kembali dan tingkat keuntungan yang diperoleh.
Analisis ekonomi peternakan adalah usaha untuk mengetahui keadaan usaha peternakan secara finansial. Analisis ekonomi tersebut dapat diketahui darimana datangnya dana, untuk apa dana itu digunakan dan sejauh mana keuntungan (profit) yang dicapai.
Analisis usaha ternak merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu usaha ternak komersial. Melalui usaha ini dapat dicari langkah pemecahan berbagai kendala yang dihadapi. Analisis usaha peternakan bertujuan mencari titik tolak untuk memperbaiki kendala yang dihadapi. Hasil analisis ini dapat digunakan untuk merencanakan perluasan usaha baik menambah cabang usaha atau memperbesar skala usaha.
Analisis usaha merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membantu usaha peternakan dalam melengkapi informasi yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan dalam merencanakan usaha. Berikut dapat dilihat data pelaksanaan dalam satu periode penelitian pada Tabel 4.
(45)
Tabel 4. Data Pelaksanaan Dalam Satu Periode Penelitian.
No
Perlakuan
Uraian P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10
I Koevisien Teknis 1
Berat Badan Awal
(g/ekor) 44,62 45,50 44,11 45,47 44,15 43,23 45,04 44,31 43,59 44,50 44,62
2
Konsumsi Ransum (g/ekor)
a. Starter
Tepung 326,34 1.191,13 1.160,03 289,80 278,57 160,30 1.65,95 - - - -
Fine Crumble - - - 844,90 846,23 379,93 395,64 1.210,77 1.286,84 - -
Crumble 887,22 - - - - 595,98 628,19 - - 1.213,58 1.196,78
b. Finisher
Coarse Crumble - 1.905,53 - 1.808,32 - 1.785,13 - 1.924,23 - 1.854,23 -
Pelet 1.838,99 - 1.865,50 - 1.842,56 - 1.912,83 - 1.933,40 - 1.847,42
3 Pertambahan Berat Bobot
Badan (g/ekor) 1.850,65 1.956,34 1.897,77 1.909,29 1.963,01 1.867,81 2.049,40 2.073,41 2.119,49 1.976,41 1.903,33 4
Bobot Badan Akhir
(g/ekor) 1.895,27 2.001,84 1.941,88 1.954,76 2.007,16 1.911,04 2.094,44 2.117,72 2.163,08 2.020,91 1.947,95
5 Konversi Ransum 1,53 1,51 1,54 1,45 1,42 1,50 1,44 1,41 1,41 1,46 1,51
II Biaya
1 Biaya bibit (Rp/ekor) 3.000,00 3.000,00 3.000,00 3.000,00 3.000,00 3.000,00 3.000,00 3.000,00 3.000,00 3.000,00 3.000,00 2 Biaya Ransum (Rp/ekor) 15.582,30 15.838,30 15.480,50 15.228,57 15.273,17 15.324,49 15.985,72 16.182,71 16.092,98 15.827,88 15.704,94 3
Biaya Vaksin dan
Vitamin 2.593,94 2.593,94 2.593,94 2.593,94 2.593,94 2.593,94 2.593,94 2.593,94 2.593,94 2.593,94 2.593,94 4 Biaya Upah Tenaga Kerja
(Rp/ekor) 239,40 239,40 239,40 239,40 239,40 239,40 239,40 239,40 239,40 239,40 239,40
(46)
Kandang (Rp/ekor) 6 Biaya Penyusutan
Kandang (Rp/ekor) 2.242,42 2.242,42 2.242,42 2.242,42 2.242,42 2.242,42 2.242,42 2.242,42 2.242,42 2.242,42 2.242,42 7 Biaya Fumigasi (Rp/ekor) 273,73 273,73 273,73 273,73 273,73 273,73 273,73 273,73 273,73 273,73 273,73
(47)
1.Total Biaya Produksi
Biaya produksi dalam pengertian ekonomi produksi dibagi atas biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang harus dikeluarkan ada atau tidak ada ayam di kandang, biaya ini harus tetap keluar. Misalnya : Gaji pegawai bulanan, penyusutan, bunga atas modal, pajak bumi dan bangunan dll. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan bertalian dengan jumlah produksi broiler yang dijalankan.
Biaya produksi merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan proses usaha. Jika seluruh biaya produksi usaha ternak dapat diketahui, maka keadaan harga persatuan produksi akan mudah diperhitungkan. Untuk menghitung keadaan harga persatuan produksi haruslah diketahui terlebih dahulu jumlah seluruh biaya yang dikeluarkan dibagi dengan banyaknya produksi daging yang dihasilkan akan menghasilkan angka atau nilai biaya persatuan produksi.
Total biaya produksi adalah keseluruhan dari biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk yang diperoleh dengan cara menghitung : biaya bibit, biaya ransum, biaya obat – obatan, biaya tenaga kerja, biaya perlengkapan kandang, biaya penyusutan kandang dan biaya fumigasi. Dapat dilihat Total Struktur Biaya Produksi pada Tabel 5.
(48)
Tabel 5. Total Struktur Biaya Produksi (Rp/ekor).
No Perlakuan Pembelian Total Biaya Vaksin dan Upah Perlengkapan Penyusutan Fumigasi Total Biaya Bibit Ransum Vitamin Tenaga Kerja Kandang Kandang Produksi
1 P0 3.000,00 15.582,30 2.593,94 239,40 371,26 2.242,42 273,73 24.303,05
(%) 12,34 64,12 10,67 0,99 1,53 9,23 1,13 100
2 P1 3.000,00 15.838,30 2.593,94 239,40 371,26 2.242,42 273,73 24.559,05
(%) 12,22 64,49 10,56 0,97 1,51 9,13 1,11 100
3 P2 3.000,00 15.480,50 2.593,94 239,40 371,26 2.242,42 273,73 24.201,25
(%) 12,40 63,97 10,72 0,99 1,53 9,27 1,13 100
4 P3 3.000,00 15.228,57 2.593,94 239,40 371,26 2.242,42 273,73 23.949,32
(%) 12,53 63,59 10,83 1,00 1,55 9,36 1,14 100
5 P4 3.000,00 15.273,17 2.593,94 239,40 371,26 2.242,42 273,73 23.993,92
(%) 12,50 63,65 10,81 1,00 1,55 9,35 1,14 100
6 P5 3.000,00 15.324,49 2.593,94 239,40 371,26 2.242,42 273,73 24.045,24
(%) 12,48 63,73 10,79 1,00 1,54 9,33 1,14 100
7 P6 3.000,00 15.985,72 2.593,94 239,40 371,26 2.242,42 273,73 24.706,47
(%) 12,14 64,70 10,50 0,97 1,50 9,08 1,11 100
8 P7 3.000,00 16.182,71 2.593,94 239,40 371,26 2.242,42 273,73 24.903,46
(%) 12,05 64,98 10,42 0,96 1,49 9,00 1,10 100
9 P8 3.000,00 16.092,98 2.593,94 239,40 371,26 2.242,42 273,73 24.813,73
(%) 12,09 64,86 10,45 0,96 1,50 9,04 1,10 100
10 P9 3.000,00 15.827,88 2.593,94 239,40 371,26 2.242,42 273,73 24.548,63
(%) 12,22 64,48 10,57 0,98 1,51 9,13 1,12 100
11 P10 3.000,00 15.704,94 2.593,94 239,40 371,26 2.242,42 273,73 24.425,69
(49)
1.1. Biaya Pembelian Bibit
Biaya bibit adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bibit Day Old Chick (DOC) pembelian Day Old Chick (DOC) dari PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk dimana induk usahanya adalah JAPFA GROUP pada bulan Oktober 2011 sebanyak 165 ekor dengan harga sebesar Rp. 3.000,00/ekor. Sehingga didapat harga beli bibit DOC sebesar Rp. 495 .000,00.
1.2. Biaya Pembelian Ransum
Biaya yang dikeluarkan untuk membeli ransum yang diperoleh dari perkalian antara jumlah ransum yang dikomsumsi dengan harga ransum perkilogramnya sehingga diperoleh biaya ransum yang dikonsumsi selama penelitian. Ransum yang digunakan adalah ransum komersil dari PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk dimana induk usahanya adalah JAPFA GROUP pada bulan Oktober 2011. Dengan harga BR I tepung Rp 5.150,00 per kilogram, BR I FC Rp 5.250,00 per kilogram, BR I Crumble Rp 5.250,00 per kilogram, BR II SP Rp5.100,00 perkilogram, BR II Pelet Rp 5.100,00 perkilogram.
Biaya konsumsi ransum dapat dihitung dari total jumlah ransum yang dikonsumsi broiler tiap perlakuan selama penelitian. Dan biaya seluruh konsumsi ransum selama penelitian Rp. 2.587.823,40. Dapat dilihat Total Biaya Ransum pada Tabel 6.
(50)
Tabel 6. Total Biaya Ransum (Rp/ekor). Perlakuan Tepung Fine
Crumble
Crumble Coarse Crumble
Pelet Total Biaya Ransum
P0 1.680,63 - 4.657,91 - 9.243,76 15.582,30
P1 6.134,30 - - 9.704,00 - 15.838,30
P2 5.974,13 - - - 9.514,07 15.480,50
P3 1.492,47 4.435,73 - 9.300,38 - 15.228,57
P4 1.434,62 4.442,73 - - 9.395,83 15.273,17
P5 825,55 1.994,65 3.400,15 9.104,15 - 15.324,49 P6 854,63 2.077,11 3.298,53 - 9.755,45 15.985,72
P7 - 6.356,53 - 9.826,18 - 16.182,71
P8 - 6.755,91 - - 9.337,07 16.092,98
P9 - - 6.371,3 9.456,59 - 15.827,88
P10 - - 6.283,08 - 9.421,84 15.704,94
Dari Tabel 6, terlihat bahwa rataan biaya ransum yang paling tinggi adalah perlakuan P7 sebesar Rp. 16.182,71/ekor dan rataan ransum terendah pada perlakuan P3 sebesar Rp. 15.228,57/ekor. Tingginya biaya ransum dikarenakan konsumsi pada perlakan P7 relatif tinggi dibandingkan perlakuan lainnya.
1.3 Biaya Vitamin dan Vaksin
Biaya vitamin dan vaksin /obat – obatan adalah biaya yang diperoleh dari harga obat – obatan yang diberikan selama penelitian. Obat – obatan yang diberikan adalah perfexsol dan theraphy sebagai sumber tambahan vitamin yang dicampurkan kedalam air minum, vaksin ND. Vitamin dan Vaksin di beli dari poultry shop pada bulan Oktober 2011. Dengan rincian harga perfexsol 7 bungkus dengan harga perbungkus Rp 30.000,00 dan theraphy 10 bungkus dengan harga perbungkusnya Rp 18.000,00 vaksin 2 botol dengan harga perbotol Rp 19.000,00. Pemberian obat – obatan diharapkan agar daya tahan tubuh broiler dapat bertahan dari berbagai macam jenis penyakit yang dapat menyerang ternak tersebut. Biaya
(51)
yang dikeluarkan untuk pembelian obat-obatan Rp. 428,000.00/165 ekor = Rp. 2.593,93/ekor.
1.3. Biaya/Upah tenaga kerja
Biaya atau upah tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk memelihara broiler selama penelitian. Berdasarkan UMRP SUMUT 01 Januari 2011 (Upah Minimum Regional Propinsi Sumatera Utara) sebesar Rp. 1.197.000,00/bulan. Dengan asumsi 1 orang tenaga kerja dapat menangani 5.000 ekor boiler . Sehingga biaya yang dikeluarkan untuk 165 ekor broiler sebesar Rp. 39.501,00 selama 35 hari. Biaya atau upah tenaga kerja Rp. 239,40/ekor.
1.4. Biaya Perlengkapan Kandang
Biaya peralatan adalah biaya yang digunakan untuk membeli seluruh perlengkapan kandang selama penelitian. Biaya perlengkapan kandang diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh biaya perlengkapan kandang yang digunakan. Perlengkapan Kandang dibeli dari poultry shop pada bulan Oktober 2011.Dengan rincian harga bola lampu pijar sebanyak 33 buah dengan harga perbuah Rp 1.700,00, bola lampu SL sebanyak 5 buah dengan harga perbuah Rp 12.000,00, tempat pakan sebanyak 33 buah dengan harga perbuah Rp 5.500,00, tempat minum sebanyak 33 buah dengan harga perbuah Rp 4.500,00, kabel listrik sepanjang 50 meter dengan harga Rp 2.500,00 permeter, thermometer sebanyak 3 buah dengan harga perbuah Rp 15.000,00, ember besar 2 buah dengan harga perbuah Rp 25.000,00, ember sedang sebanyak 2 buah dengan harga perbuah Rp 12.500,00, fitting gantungan lampu sebanyak 38 buah dengan harga perbuah Rp 1.000,00 dan colokan sebanyak 6 buah dengan harga perbuah Rp 1.500,00. Biaya peralatan keseluruhan Rp. 735.100,00. Peralatan tersebut tahan untuk 12 periode
(52)
pemeliharaan. Jadi dalam 1 periode pemeliharaan, biaya penyusutan peralatan Rp. 735.100,00/12 periode = Rp 61.258,33/periode. Sehingga biaya penyusutan peralatan perekornya sebesar Rp. 61.258,33/165 ekor = Rp. 371,26/ekor.
1.5. Biaya Penyusutan Kandang
Biaya Penyusutan kandang adalah biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan kandang diperhitungkan berdasarkan nilai dari penyusutan kandang sehingga diperoleh penyusutan kandang selama penelitian. Total biaya pembuatan kandang sebesar Rp. 1.850.000,00. Kandang bisa digunakan selama 5 peride. Biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan kandang selama satu periode sebesar Rp. 360.000,00. Biaya penyusutan kandang untuk perekornya broiler Rp. 1.850.000,00/165 ekor = Rp. 2.242,42/ekor.
1.6. Biaya Fumigasi
Biaya fumigasi adalah biaya yang diperoleh dari biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bahan – bahan yang diperlukan dalam melakukan fumigasi. Seperti pembelian formalin dan KMnO4. Fumigasi dibeli dari poultry shop pada
bulan Oktober 2011.Rincian harga formalin sebanyak 1 liter seharga Rp 10.000,00 dan 100 gram KMnO4 dengan harga Rp 35.000,00. Biaya untuk
melaksanakan fumigasi sebesar Rp. 45.000,00. Biaya fumigasi untuk perekornya broiler Rp. 45.000,00/165 ekor = Rp. 272,73/ekor.
2. Total Hasil Produksi
Total hasil produksi adalah semua perolehan dari hasil penjualan yaitu penjualan broiler dan penjualan kotoran broiler. Dapat dilihat Total Struktur Penerimaan pada Tabel 7.
(53)
No Perlakuan Penjualan broiler Penjualan kotoran Total Hasil Produksi
1 P0 28.484,55 1.333,33 29.817,88
2 P1 30.078,45 1.333,33 31.411,78
3 P2 29.119,50 1.333,33 30.452,83
4 P3 29.483,46 1.333,33 30.816,79
5 P4 30.105,75 1.333,33 31.439,08
6 P5 28.718,25 1.333,33 30.051,58
7 P6 31.416,60 1.333,33 32.749,93
8 P7 31.754,55 1.333,33 33.087,88
9 P8 32.437,35 1.333,33 33.770,68
10 P9 30.259,95 1.333,33 31.593,28
11 P10 29.212,65 1.333,33 30.545,98
Penjualan broiler diperoleh dari harga jual broiler hidup perkilogram. Harga waktu penjualan yaitu sebesar Rp 15.000,00 dikali bobot badan akhir broiler yaitu sebesar 330.898,10 gram atau sebesar 330.80 kilogram. Sehingga diperoleh hasil penjualan broiler yaitu sebesar Rp 4.966.065,85.
Penjualan kotoran broiler diperoleh dari harga jual kotoran broiler perkilogram. Harga waktu penjualan yaitu sebesar Rp10.000,00/goni dikali total bobot kotoran broiler sebanyak 22 goni. Satu goni seberat 30 kg, maka di peroleh harga penjualan kotoran broiler/kg yaitu Rp 1.333,33/ekor. Maka harga penjualan seluruh kotoran broiler adalah Rp 220.000,00.
3. Analisis Usaha
Berdasarkan data diatas maka dapat diketahui rekapitulasi hasil penelitian yang terdiri dari total biaya produksi, total hasil produksi, analisis laba-rugi, R/C ratio, BEP Harga Produksi, BEP volume produksi dapat dilihat pada Tabel 8.
(54)
Tabel 8. Analisis usaha.
Total Biaya Total Penerimaan Laba/Rugi IOFC R/C BEP Harga BEP Volume No Perlakuan
Produksi
(Rp/ekor) (Rp/ekor) (Rp/ekor) (Rp/ekor) Produksi (Rp/ekor) Produksi (Kg/ekor)
1 P0 24.302,05 29.817,88 5.515,83 12.902,25 1,23 12.822,48 1,62
2 P1 24.558,05 31.411,78 6.853,73 14.240,15 1,28 12.267,74 1,64
3 P2 24.200,25 30.452,83 6.252,58 13.639,00 1,26 12.462,28 1,61
4 P3 23.948,32 30.816,79 6.868,47 14.254,89 1,29 12.274,10 1,60
5 P4 23.992,92 31.439,08 7.446,16 14.832,58 1,31 11.953,67 1,60
6 P5 24.044,24 30.051,58 6.007,34 13.393,76 1,25 12.581,76 1,60
7 P6 24.705,47 32.749,93 8.044,46 15.430,88 1,33 11.795,74 1,65
8 P7 24.902,46 33.087,88 8.185,42 15.571,84 1,33 11.759,09 1,66
9 P8 24.812,73 33.770,68 8.957,95 16.344,37 1,36 11.471,02 1,65
10 P9 24.547,63 31.593,28 7.045,65 14.432,07 1,29 12.146,82 1,64
(55)
3.1. Analisis Laba – Rugi
Analisis usaha atau laba – rugi dilakukan untuk mengetahui apakah usaha tersebut untung atau rugi dengan cara menghitung selisih antara total hasil produksi dengan total biaya produksi.
Sehingga total hasil produksi yaitu total penjualan ternak ditambah penjualan kotoran ternak memiliki nilai yang lebih tinggi dari pada total biaya produksi yaitu biaya bibit, biaya ransum, biaya obat – obatan, biaya/upah tenaga kerja, biaya perlengkapan kandang, biaya sewa kandang, dan biaya fumigasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Murtidjo (1995) yaitu keuntungan adalah tujuan setiap usaha. Keuntungan dapat dicapai jika jumlah pendapatan yang diperoleh dari usaha tersebut lebih besar dari pada jumlah pengeluarannya. Bila keuntungan dari suatu usaha semakin meningkat, maka secara ekonomis usaha tersebut layak dipertahankan atau ditingkatkan. Untuk memperoleh angka yang pasti mengenai keuntungan atau kerugian, yang harus dilakukan adalah pencatatan biaya. Tujuan pencatatan biaya juga agar peternak atau pengusaha dapat mengadakan evaluasi terhadap bidang usaha, sesuai dengan pernyataan Soekartawi (1995).
Diketahui bahwa total biaya produksi lebih kecil dibandingkan dengan total hasil produksi. Hal ini membuktikan bahwa analisis usaha broiler selama penelitian yaitu 35 hari untung.
3.2. Income Over Feed Cost (IOFC)
Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih dari total pendapatan usaha peternakan dengan dikurangi biaya pakan. Income Over Feed Cost (IOFC) ini merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya pakan yang merupakan biaya terbesar dalam usaha pemeliharaan ternak.
(56)
Berdasarkan Tabel 8 diperoleh rataan IOFC terbesar terdapat pada perlakuan P8 sebesar Rp 16.344,37 dan rataan IOFC terkecil terdapat pada
perlakuan P0 sebesar Rp 12.902,25.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Prawirokusumo (1990) yang menyatakan bahwa Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih total pendapatan penjualan broiler dengan biaya pakan yang digunakan selama usaha pemeliharaan ternak.
3.3.Return of CostRatio (R/C)
R/C Ratio yang diperoleh menunjukkan bahwa usaha ternak broiler mandiri maupun mitra cukup efisien karena tiap peternak menunjukkan rata-rata R/C ratio besar dari 1. Analisa R/C ratio adalah perbandingan antara penerimaan dan biaya, untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu usaha. R/C ratio lebih tinggi pada P8 sebesar 1,36 dibandingkan dengan P0 yaitu sebesar 1,23. Berdasarkan nilai R/C
ratio tersebut, tingkat keuntungan usaha ternak lebih tinggi pada P8 Hal ini sesuai
dengan pernyataan Kadarsan (1995), bahwa R/C rasio adalah rasio penerimaan atas biaya yang menunjukkan besarnya penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam produksi usaha ternak. Analisis ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif kegiatan usaha ternak, artinya dari angka rasio tersebut dapat diketahui, apakah suatu usaha ternak menguntungkan atau tidak. Usaha ternak dikatakan menguntungkan bila nilai R/C rasio lebih besar dari satu. Sebaliknya, usaha ternak dikatakan tidak menguntungkan bila nilai R/C rasio lebih kecil dari satu. Semakin besar nilai R/C, maka semakin baik usaha ternak tersebut.
(57)
3.4. Break Event Point (BEP)
Break Event Point (BEP) yaitu kondisi dimana suatu usaha dinyatakan tidak untung dan tidak rugi dan disebut titik impas. Break Event Point (BEP) dapat dibagi menjadi dua yaitu :
3.4.1. Break Event Point (BEP) Harga Produksi
Dimana dapat diperoleh dari hasil pembagian total biaya produksi dengan berat hidup broiler (Rp/ekor). Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa BEP harga produksi akan tercapai bila harga bobot badan hidup P0 sebesar
Rp 12,822,48/ekor, P1 sebesar Rp 12.267,74/ekor, P2 sebesar Rp 12.462,28/ekor,
P3 sebesar Rp 12.274,10/ekor, P4 sebesar Rp 11.953,67/ekor, P5 sebesar Rp
12.581,76/ekor, P6 sebesar Rp 11.795,74/ekor, P7 sebesar Rp 11.759,09/ekor, P8
sebesar Rp 11.471,02/ekor, P9 sebesar Rp 12.146,82/ekor dan P10 sebesar Rp
12.538,67/ekor. Agar biaya yang telah dikeluarkan dapat kembali.
Hal ini sesuai dengan pendapat Sigit (1991) bahwa break event point (BEP) adalah kondisi dimana suatu usaha dinyatakan tidak untung dan tidak rugi dan disebut titik impas. Hal ini memperlihatkan bahwa BEP harga produksi dalam level aman karena dibawah harga jual broiler sebesar Rp 15.000,00/kg.
Perlu diketahui untuk melihat batasan – batasan produksi minimal agar tidak mengalami kerugian sebagaimana menurut Kasmir dan Jakfar (2005), break event point (BEP) adalah titik pulang pokok, dimana total revenue = total cost. Dilihat dari jangka waktu pelaksaan sebuah usaha, terjadinya BEP tergantung pada lamanya arus penerimaan sebuah usaha dapat menutupi segala biaya operasional dan pemeliharaan beserta biaya modal lainnya.
(58)
Dimana dapat diperoleh dari pembagian total biaya produksi dengan harga broiler (kg/ekor). Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat dilihat bahwa titik modal akan tercapai jika berat broiler yang dihasilkan pada P0 sebesar 1,62
kg/ekor, P1 sebesar 1,64 kg/ekor, P2 sebesar 1,61 kg/ekor, P3 sebesar 1,60
kg/ekor, P4 sebesar 1,60 kg/ekor, P5 sebesar 1,60 kg/ekor, P6 sebesar 1,65 kg/ekor,
P7 sebesar 1,66 kg/ekor, P8 sebesar 1,65 kg/ekor, P9 sebesar 1,64 kg/ekor, dan P10
sebesar 1,63 kg/ekor. Hasil ini didukung oleh pernyataan Rahardi (1993) bahwa kondisi ini, usaha yang dilakukan tidak menghasilkan keuntungan tetapi juga tidak mengalami kerugian. Jadi dalam keadaan tersebut pendapatan yang diperoleh sama dengan modal usaha yang dikeluarkan.
Berdasarkan Tabel 8 yaitu analisis usaha rekapitulasi hasil penelitian dapat dilihat perbedaan hasil dari tiap perlakuan dan perlakuan yang menunjukkan hasil terbaik yaitu P8 yaitu Ransum BR I berbentuk Fine Crumble diberikan pada umur
0 – 21 hari dan Ransum BR II berbentuk Pelet diberikan pada umur 22 – 35 hari. Dimana hasilnya dapat dilihat mulai dari total biaya produksi, biaya tertinggi terdapat pada P7 sebesar Rp 24.902,46/ekor dan biaya terendah terdapat pada P3
sebesar Rp 23.948,32/ekor. Untuk total hasil produksi dapat dilihat bahwa hasil tertinggi yang di peroleh yaitu padan P8 sebesar Rp 33.770,68/ekor dan hasil
produksi terendah terdapat pada P0 sebesar Rp 29.817,88/ekor, sehingga laba yang
diperoleh pada perlakuan P8 lebih tinggi yaitu sebesar Rp 8.957,95/ekor dan
terendah pada perlakuan P0 sebesar Rp 5.515,83/ekor. IOFC pada penelitian
diperoleh biaya tertinggi pada P8 sebesar Rp 16.344,37/ekor dan biaya terendah
yaitu pada P0 sebesar Rp 12.902,25/ekor. Pada R/C ratio, nilai tertinggi diperoleh
(59)
pada BEP harga produksi diperoleh biaya terendah pada P8 sebesar Rp
11.471,02/ekor dan biaya tertinggi diperoleh pada P0 sebesar Rp 12.822,48/ekor,
sedangkan pada BEP volume produksi nilai tertinggi diperoleh pada P7 sebesar
1,66/ekor dan nilai terendah terdapat pada P4 sebesar 1,60/ekor. Nilai pada BEP
volume produksi dipengaruhi oleh Ransum BR I berbentuk Fine Crumble diberikan pada umur 0 – 21 hari dan Ransum BR II berbentuk Coarse Crumble diberikan pada umur 22 – 35 hari, sehingga jumlah konsumsi ransum pada P7
lebih tinggi dibandingkan P4, akan tetapi konversinya rendah. Hal ini yang
menyebabkan BEP volume produksi pada P7 lebih tinggi dan Volume produksi P4
(60)
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Jenis Ransum pada Perlakuan P8 BR I berbentuk Fine Crumble diberikan
pada umur 0 – 21 hari dan Ransum BR II berbentuk Pelet diberikan pada umur 22 – 35 hari memperoleh hasil yang lebih baik pada analisis usaha ditinjau dari total biaya produksi (Rp/ekor): 24.902,46, total hasil produksi (Rp/ekor): 33.087,88; laba – rugi (Rp/ekor): 8.185,42, IOFC (Rp/ekor): 15.571,84, R/C ratio: 1,33, BEP harga produksi (Rp/ekor): 11.759,09 dan BEP volume Produksi: 1,66.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian disarankan kepada para peternak untuk menerapkan pemberian ransum BR I berbentuk Fine Crumble diberikan pada umur 0 – 21 hari dan Ransum BR II berbentuk Pelet diberikan pada umur 22 – 35 hari akan memberi keuntungan dan menambah jumlah pendapatan yang lebih maksimal.
(61)
DAFTAR PUSTAKA
Agustina. L dan S. Purwanti, 2009. Ilmu Nutrisi Unggas. Lembaga Pengembangan Sumberdaya Peternakan (INDICUS), Makasar.
Amrullah.I.K., 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Cetakan III. Lembaga Satu Gunungbudi, Bogor.
Anggorodi, R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia, Jakarta.
Axe, D.E, PhD., 2000. Feed Production and Technology Manual. IMC AGRICO Feed Ingredients, Illionis USA. Ayam Produksi, Absolut, Jakarta.
Fadilah, R. 2004. Panduan Mengelola Peternakan Ayam Broiler Komersial. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Ichwan, 2003. Membuat Pakan Ayam Ras Pedaging. Agromedia Pustaka. Utama. Jakarta.
Kadariah. 1987. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Karo – Karo, S., Junias Sirait and Henk Knipsheer. 1995. Farmers Shares, Marketing Margin and Demand for Small Ruminant In North Sumatera, Working Paper No.150 November.
Kartasudjana, R. dan E. Suprijatna. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kasmir dan Jakfar. 2005. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Komandoko, G.,2002. Meraih Keuntungan Besar Melalui Pemeliharaan Ayam Lindblom,J.A., Feed Technology and Nutrition Workshop. 16th Annual ASA-IM
Southeast Asian, Singapore.
Murtidjo, B. A. 1987. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Kanisius, Yogyakarta. Perry.T.W,.E.Cullinson and R.S.Lowry, 2003. Feeds and Feeding, 6 th Edit.
Pearson Education Inc, New Jersey USA.
(62)
Rahardi, F. I. Satyawibawa dan R. N. Setyowati. 1993. Agribisnis Peternakan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rasyaf, M. 1995. Pengelolaan Peternakan Usaha Ayam Pedaging. Gramedia, Jakarta.
Rasyaf, M. 1997. Beternak Ayam Pedaging. Penebar swadaya, Jakarta.
Rasyaf, M., 2002. Kunci Sukses Beternak Ayam Kampung, Penebar Swadaya. Jakarta.
Rasyaf. M, 1994. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta. Rasyaf. M, 2004. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta. Riyanto, B. 1978. Dasar Perbelanjaan.Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Rizal. Y, 2006. Ilmu Nutrien Unggas. Andalas University Andalas, Paadang. Santoso, U., 2008. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Pertambahan Berat
Badan Pada Unggas. http://uripsantoso.wordpress.com/2008/06/29/ . Akses Tanggal 28 Juli 2009.
Sigit, S. 1991. Analisa Break Event. Rancangan Linier Secara Ringkas dan Praktis. BPFE, Yogyakarta.
Sirait, M.B. 1987. Dasar – Dasar Ekonomi Pertanian Sebagai Aspek Ilmu Ekonomi dan Ilmu Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Soekartawi. 1995. Dasar Penyusunan Evaluasi Proyek. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Suharno, B dan Nazaruddin. 1994. Ternak Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta. Tilman, A. D., H. Hartadi., S. Reksohadiprodjo.,S. Prawirokusumo dan S.
Lebdosoekojo., 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar, UGM Prss. Yogyakarta.
Wahju, J. 1992. Ilmu Nutrien Unggas. Cetakan III. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Widodo,W., 2002. Nutrisi dan Pakan Unggas Kontekstual. Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.
(63)
LAMPIRAN
Lampiran 1. Bobot badan broiler (g/ekor).Perlakuan
Bobot badan broiler DOC Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV Minggu V P0U1 45,86 160,56 352,6 459,22 476,12 365,98 P0U2 43,48 147,3 396,74 451,74 499,28 355,82 P0U3 44,52 158,28 338,15 472,63 563,22 494,3 P1U1 44,68 166,3 295,94 392,64 517,72 537,74 P1U2 46,44 138,92 272,02 362,08 850,58 524,14 P1U3 45,38 164,02 293,32 370,18 536,06 487,35 P2U1 45,78 155,62 287,62 370,88 531,56 520,58 P2U2 43,64 154,42 275,88 375,46 551,92 571,42 P2U3 42,9 138,48 252,9 264,15 560,37 581,77 P3U1 45,26 151,34 280,94 447,33 490,77 446,68 P3U2 43,62 162,76 312,74 501,72 462,76 466,94 P3U3 47,52 153,12 327,26 492,94 567,56 463,02 P4U1 42,96 148,96 293,86 480,84 532,68 447,46 P4U2 44,28 142,34 329,32 471,8 547,82 452,26 P4U3 45,22 161,26 341,6 474,9 553,84 510,08 P5U1 43,46 149,9 322,42 514,3 463,34 480,22 P5U2 44,32 152,38 317,89 459,2 466,94 445,9 P5U3 41,9 152,32 322,92 448,06 472,88 434,78 P6U1 46,22 161,1 357,22 506,06 537,4 393,66 P6U2 44,04 172,5 350,18 517,08 569,46 542,02 P6U3 44,86 155,04 338,2 501,46 567,22 479,6 P7U1 44,02 186,92 332,45 437,65 486,4 493,8 P7U2 46,2 193,42 355,96 527,78 521,96 551,46 P7U3 42,72 188,06 357,75 500,27 562,2 524,15 P8U1 42,82 183,68 335,34 469,2 500,4 502,12 P8U2 43,6 187,58 364,02 510,72 582,38 573,14
(64)
P8U3 44,34 169,2 343,16 520,92 592,48 524,14 P9U1 46,44 199,06 338,36 428,58 480,52 458,58 P9U2 43,7 191,8 360,18 479,54 535,18 487,7 P9U3 43,36 173,3 338,74 461,3 485,7 469,92 P10U1 46,7 191,02 353,98 468,64 505,24 428,15 P10U2 42,26 187,56 314,68 440,08 469,06 422,86 P10U3 44,9 171,8 352,4 494,65 531,15 378,73
(65)
Lampiran 2. Konsumsi ransum broiler (g/ekor/minggu). Perlakuan
Konsumsi ransum (g/ekor/minggu)
Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV Minggu V
P0U1 163,61 407,74 636,00 850,72 977,70
P0U2 157,76 380,04 596,04 848,94 966,50
P0U3 162,78 437,11 640,39 869,68 984,64
P1U1 172,14 419,38 649,36 966,08 943,70
P1U2 147,96 383,12 594,50 875,70 1063,80
P1U3 173,58 416,72 616,62 864,90 1002,42
P2U1 166,22 400,62 624,98 832,98 997,52
P2U2 163,64 378,03 621,20 867,56 1041,88
P2U3 139,33 380,72 605,34 848,61 1007,96
P3U1 161,60 358,82 580,14 750,05 1005,98
P3U2 169,08 376,88 579,82 808,16 959,08
P3U3 160,78 388,96 628,02 894,80 1006,90
P4U1 154,34 355,52 578,74 829,30 986,00
P4U2 147,72 381,66 584,72 834,44 995,86
P4U3 143,02 409,48 619,20 850,56 1031,52
P5U1 176,00 381,40 606,42 848,94 1058,24
P5U2 154,30 385,90 622,18 838,92 992,94
P5U3 150,60 372,50 559,33 794,22 973,50
P6U1 162,18 404,08 622,90 875,92 1020,30
P6U2 172,08 401,90 636,22 883,62 1047,16
P6U3 163,58 380,94 625,44 868,48 1043,02
P7U1 171,06 395,88 614,45 827,23 1064,00
P7U2 170,32 404,82 644,14 870,96 1082,84
P7U3 165,38 397,92 668,33 860,22 1067,45
P8U1 152,32 404,62 612,90 871,94 1032,94
P8U2 161,60 399,16 938,10 900,32 1054,59
P8U3 146,96 409,42 635,44 887,62 1052,80
P9U1 175,24 406,88 626,30 846,70 993,80
P9U2 171,84 423,92 648,26 868,48 1003,98
(1)
(2)
Lampiran 9. Grafik laba/rugi
(3)
(4)
Lampiran 11. Grafik R/C ratio
(5)
(6)
Lampiran 13. Grafik BEP