Deteksi Residu Derivat Babi pada Model Peralatan Industri Pangan setelah Dicuci dengan Larutan Tanah, Asam, Basa, dan Detergen

DETEKSI RESIDU DERIVAT BABI PADA MODEL PERALATAN
INDUSTRI PANGAN SETELAH DICUCI DENGAN LARUTAN
TANAH, ASAM, BASA, DAN DETERGEN

ROSY HUTAMI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Deteksi Residu Derivat
Babi pada Model Peralatan Industri Pangan setelah Dicuci dengan Larutan Tanah,
Asam, Basa, dan Detergen adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya
melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014
Rosy Hutami
NIM F251114021

RINGKASAN
ROSY HUTAMI. Deteksi Residu Derivat Babi pada Model Peralatan Industri
Pangan setelah Dicuci dengan Larutan Tanah, Asam, Basa, dan Detergen.
Dibimbing oleh JOKO HERMANIANTO dan NANCY DEWI YULIANA.
Berdasarkan syariah Islam, campuran air dan tanah digunakan untuk
menyucikan peralatan yang terkena najis berat termasuk bahan yang berasal dari
babi. Akan tetapi, air dan tanah tidak selalu dapat digunakan karena dapat
mengkontaminasi dan menyebabkan kerusakan alat pada industri pangan,
sehingga dipergunakan bahan lain. Melalui penelitian ini, dilakukan kajian
mengenai kemampuan tanah dan bahan-bahan pembersih yang berupa larutan
natrium hidroksida (NaOH), asam nitrat (HNO3), asam klorida (HCl), dan
detergen dalam menghilangkan residu derivat babi pada peralatan industri pangan
yang kontak dengan daging atau lemak babi.
Metode PCR untuk mendeteksi DNA dan kromatografi gas
spektrofotometri massa (KG-SM) untuk mendeteksi asam lemak telah tervalidasi
untuk digunakan dalam autentifikasi kehalalan pangan. Peralatan yang dicuci

dengan larutan tanah 0,5% tidak menyisakan residu DNA sedangkan peralatan
yang dicuci dengan larutan detergen, asam, dan basa masih menyisakan residu
DNA. Keseluruhan perlakuan masih menyisakan residu asam lemak. Residu asam
lemak babi yang dominan pada peralatan yang telah dicuci adalah metil
heksadekanoat (C16:0), metil 9,12-oktadekadienoat (C 18:2 n6), metil 9oktadekanoat (C18:1 n9), dan metil oktadekanoat (C18:0).
Sisa asam lemak pada peralatan yang dicuci dengan larutan tanah jika
dibandingkan dengan kontrol positif adalah 58%. Nilai ini lebih kecil dari sisa
asam lemak pada peralatan yang dicuci dengan larutan asam (87-98%) dan lebih
besar dari sisa lemak pada peralatan yang dicuci dengan basa (41%) dan detergen
(14-17%). Perlakuan pencucian dengan detergen menyisakan asam lemak yang
paling sedikit dibanding perlakuan lainnya dan merupakan perlakuan terbaik
dalam menghilangkan residu asam lemak.
Perlakuan pencucian dengan tanah tidak menunjukkan adanya aroma yang
dapat tercium, namun meninggalkan peralatan dalam kondisi agak licin. Nilai ini
sama dengan intensitas aroma dan tingkat kelicinan pada peralatan yang dicuci
dengan clay detergent. Akan tetapi, intensitas aroma dan tingkat kelicinan ini
lebih tinggi dari intensitas aroma dan tingkat kelicinan pada peralatan yang dicuci
dengan HCl. Perlakuan pencucian dengan HCl merupakan perlakuan terbaik
dalam menghilangkan aroma dan mengurangi kelicinan pada peralatan.
Tanah memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh bahan lain dalam

membersihkan residu babi/derivatnya, sehingga peranan bahan lain tidak dapat
disamakan dengan tanah dalam membersihkan residu babi. Kombinasi antara
tanah dengan bahan pembersih lainnya dapat meningkatkan daya pembersihan
terhadap najis berat. Meskipun, studi lebih lanjut mengenai daya pembersihan
tanah dan bahan pembersih lainnya dibutuhkan untuk mengonfirmasi hal ini.

Kata kunci : halal, babi, DNA, asam lemak, tanah

SUMMARY
ROSY HUTAMI. Detection of Porcine Derivatives Residue on Food Industry
Equipment Models after being Washed by Earth, Acid, Alkali, and Detergent
Solutions. Supervised by JOKO HERMANIANTO and NANCY DEWI
YULIANA.
Earth as the basic material in ritual purification can not always be used to
remove the heavy najis in food industry. Lack of performance datas of cleaning
agents ability in removing heavy najis residues, make the producers difficult to
choose the most feasible cleaning agent, beside earth.
The aim of this study is to get performance datas of cleaning agents ability such as acids, alkaline, and detergents- in removing heavy najis residues.
Polymerase chain reaction method based on a multi-copy target cytochrome b (cyt
b) using porcine specific primers and gas chromatography mass

spectrophotometry (GC-MS) method based on spectrophotometric identification
has been validated for the Halal authentication of porcine residues.
In this study, there was no DNA residue on the equipment after being
washed by earth solution. However, there were some DNA residues left on the
equipment after being washed by acid, alkaline, and detergent solutions. While
fatty acids residue was observed in all of the treatments including earth. The
dominant fatty acids of lard on washed equipments were methyl hexadecanoic
(C16:0), methyl 9,12-octadecadienoic (C 18:2 n6), methyl 9-octadecanoic (C18:1
n9), and methyl octadecanoic (C18:0).
Fatty acid residues of earth solution treatment was 58%, as compared to
positive control. It was lower than the percentages of fatty acid residue of acid
solutions treatment (87-98%) and higher than the percentages of fatty acid residue
of alkali solution treatment (41%) and detergent solutions treatment (14-17%).
Detergent solutions treatment was the best treatment in removing the fatty acid
residues.
Earth has an absolute adventage in removing heavy najis residue as
compared to other materials, particularly in removing porcine-protein residueso
that the role of the earth are not comparable with other materials. Combination of
earth and other cleaning agents maybe used to have better performance in
removing porcine residues. However, further studies to asses the cleaning power

of earth and other cleaning agents is required to confirm this.
Keywords : halal, porcine, DNA, fatty acid, earth

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

1

DETEKSI RESIDU DERIVAT BABI PADA MODEL PERALATAN
INDUSTRI PANGAN SETELAH DICUCI DENGAN LARUTAN
TANAH, ASAM, BASA, DAN DETERGEN

ROSY HUTAMI


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

2

Penguji luar komisi pada Ujian Tesis : Dr. Dase Hunaefi, S.TP, M.FoodST

3

Judul Tesis : Deteksi Residu Derivat Babi pada Model Peralatan Industri Pangan
setelah Dicuci dengan Larutan Tanah, Asam, Basa, dan Detergen

Nama
: Rosy Hutami
NIM
: F251114021

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Joko Hermanianto
Ketua

Dr. Nancy Dewi Yuliana, STP, M.Sc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Pangan

Prof. Dr. Ir. Ratih Dewanti Hariyadi, M.Sc


Tanggal Ujian:

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Lulus:

4

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang
hanya dengan rahmat dan karunia-Nyalah karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember
2013 hingga Juli 2014 ini ialah sains pangan halal dengan judul Deteksi Residu
Derivat Babi pada Model Peralatan Industri Pangan setelah Dicuci dengan
Larutan Tanah, Asam, Basa, dan Detergen.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Joko Hermanianto, dan
Ibu Dr Nancy Dewi Yuliana, STP MSc selaku pembimbing, Bapak Dr Dase

Hunaefi, STP M.FoodST selaku penguji dan Ibu Dr Ir Endang Prangdimurti, MSi
selaku sekretaris program studi Ilmu Pangan atas bimbingan dan arahan yang
telah diberikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi (DITJEN DIKTI) Kementerian Pendidikan Nasional yang telah
memberikan beasiswa kepada penulis terhitung sejak September 2012 hingga
Agustus 2013 pada program Beasiswa Unggulan. Di samping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada KH Muhammad Abbas Aula, Lc, MHI, KH Syamsudin,
Dr Jakaria, SPt MSi, Prof Dr Cece Sumantri, dan Ibu Shelvi SSi dari
Laboratorium Genetika Molekuler Ternak IPB, Ibu Yane dari Laboratorium
Persiapan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, Ibu Ari, Ibu Yayam dan
Bapak Taufik dari Laboratorim SEAFAST PAU IPB, Bapak Yahya dari
Laboratorium Kimia Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB,
Bapak Sepri dan Ibu Emi dari Laboratorium IPB Culture Cell (IPB-CC), Bapak
Aris dari Genetika Science, Komang Alit, Furqon, Isyana, Annisa O, Mbak Tia,
Ferdy, Rina, Anis Usfah, Wulan, Mbak Nur, Yesica, Hastuti, Diana, Dania,
Taufik, dan seluruh rekan-rekan yang telah membantu selama proses penelitian ini
berlangsung. Penulis juga mengucapakan terima kasih kepada Universitas
Djuanda dan rekan-rekan staf pengajar di Fakultas Ilmu Pangan Halal atas segala
dukungan yang diberikan dalam penyelesaian karya ilmiah ini.
Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis ucapkan kepada

Ibunda tercinta Uni Darwini, suami tercinta Kastana Sapanli, dan ayahanda
tercinta Syafril Efendi yang kepada merekalah karya ilmiah ini penulis
dedikasikan. Terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada ananda Mumtaz,
adinda Anggina, Alwinsyah, Nauli, dan seluruh keluarga atas segala doa,
dukungan, serta kasih sayang yang telah diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Rosy Hutami

3

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR


xi

DAFTAR LAMPIRAN

xi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
3
3
3
3
4
4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Hukum Keharaman dan Kenajisan Babi
Kromatografi Gas Spektrofotometri Massa (KG-SM)
Polymerase Chain Reaction (PCR)
3 METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur
Analisis DNA dengan PCR
Analisis Asam Lemak dengan KG-SM
Observasi Aroma dan Tingkat Kelicinan oleh Panelis Terlatih
Analisis Data
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis DNA dengan PCR
Analisis Asam Lemak dengan KG-SM
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

4
6
7
8
8
8
9
9
9
11
13
14
14
15
20
27

DAFTAR PUSTAKA

27
26
28

LAMPIRAN

33

RIWAYAT HIDUP

37

4

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Kemurnian DNA genom
Total luas area puncak asam lemak dari setiap perlakuan
Observasi intensitas aroma babi pada peralatan setelah pencucian
Observasi intensitas kelicinan pada peralatan setelah pencucian
Ringkasan kinerja bahan pembersih terhadap residu derivat babi

15
23
24
24
27

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Ekstraksi DNA Metode Phenol-Chloroform
Visualisasi DNA genom hasil ekstraksi
Visualisasi hasil elektroforesis PCR fragmen gen cyt b
Ilustrasi skematik dari struktur sepiolit
Total ion kromatogram kontrol positif lemak babi
Total ion kromatogram kontrol negatif lemak babi
Total ion kromatogram perlakuan pencucian denganlarutan tanah
0,5%
Total ion kromatogram perlakuan pencucian dengan detergen
komersial 0,5%
Total ion kromatogram perlakuan pencucian dengan clay detergent
0,5%
Total ion kromatogram perlakuan pencucian dengan HCl 0,5%
Total ion kromatogram perlakuan pencucian dengan HNO3 0,5%
Total ion kromatogram perlakuan pencucian dengan NaOH 0,5%
Reaksi saponifikasi asam lemak dengan NaOH

10
16
17
18
20
21
21
21
22
22
22
23
26

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

4

Contoh kuesioner observasi aroma babi/derivatnya dari peralatan
stainless steel yang telah dicuci
Contoh kuesioner observasi tingkat kelicinan dari peralatan
stainless steel yang telah dicuci
Pengujian analisis ragam (ANOVA) total luas puncak asam lemak
dengan model rancangan acak lengkap dan uji lanjut Tukey test pada
taraf signifikansi 95%
Komponen metil ester asam lemak (FAME) yang dominan pada
lemak babi

33
33
34

36

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan halal merupakan bahan pangan yang tidak mengandung unsur atau
bahan haram atau dilarang untuk dikonsumsi umat Islam serta pengolahannya
tidak bertentangan dengan syariat Islam (DEPAG RI 2001). Mengonsumsi pangan
yang halal dan thayyib merupakan suatu kewajiban bagi setiap umat Islam. Hal ini
tertulis dalam QS. An-Nahl: 114 yang artinya “Maka makanlah yang halal lagi
thayyib dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu dan syukurilah nikmat
Allah, jika hanya kepada-Nya kamu menyembah”. Kewajiban mengkonsumsi
pangan halal melahirkan sebuah kebutuhan dan gaya hidup yang selanjutnya
menjadi sebuah peluang pasar bagi industri pangan untuk memproduksi pangan
yang terjamin kehalalannya sehingga dapat diterima secara luas oleh semua
kalangan, termasuk umat Muslim.
Peningkatan kesadaran umat muslim Indonesia akan pentingnya
mengonsumsi pangan halal dapat dilihat dari tingginya jumlah sertifikat halal
yang telah dikeluarkan LPPOM MUI. Jika dibandingkan dengan jumlah produk
yang bersertifikat halal pada tahun 2009 sebanyak 10.550 produk dengan jumlah
produk yang bersertifikat halal pada tahun 2010 sebanyak 21.837 maka
peningkatan jumlah produk bersertifikat halal sebesar 100 persen. Hingga akhir
tahun 2012, total produk yang telah bersertifikat halal, baik di pusat maupun
daerah mencapai 97.903 (LPPOM MUI 2012).
Tingginya permintaan terhadap produk pangan yang terjamin kehalalannya
membuat para produsen semakin bergairah untuk menghasilkan produk pangan
yang halal. Komitmen para produsen dalam menjaga kehalalan pangan dari mulai
bahan baku hingga produk siap dipasarkan sangat dibutuhkan. Salah satu kriteria
yang harus dipenuhi untuk menjamin kehalalan suatu produk adalah bahan pangan
tidak bercampur dengan bahan haram atau najis yang salah satunya dapat berasal
dari fasilitas produksi (LPPOM MUI 2012).
Implementasi jaminan kehalalan pangan oleh produsen tidak selamanya
berjalan mulus. Ada industri pangan yang terkendala dalam mendapatkan fatwa
halal untuk produk yang mereka hasilkan dikarenakan ada alat yang dipergunakan
dalam proses produksinya terkontaminasi oleh bahan yang mengandung babi
sebagaimana yang diberitakan di laman resmi LPPOM MUI pada bulan Juni 2013
(LPPOM MUI 2013).
Babi termasuk yang diharamkan untuk dikonsumsi di dalam syariah Islam.
Hal ini tertulis di dalam QS. Al An‟am: 145 yang artinya “Katakanlah, „Aku tidak
menemukan dalam wahyu yang diturunkan kepadaku sesuatu yang diharamkan
bagi orang yang ingin memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, darah
yang mengalir, daging babi –karena semuanya itu adalah najis atau perbuatan
fasik- dan binatang yang dipersembahkan kepada selain Allah” dan QS. Al
Maidah: 3 yang artinya “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging
babi, binatang yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang
dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam oleh binatang buas, kecuali
yang sempat kamu sembelih, dan binatang yang disembelih untuk berhala”. Di
dalam QS. Al An‟am 145, babi (al khinzhir) disebut sebagai najis atau kotoran.

2

Ijma’ ulama‟ atau kesepakatan para ulama mengategorikan babi dan derivatnya
sebagai najis berat (najis mughalazhoh) karena adanya larangan yang tertulis di
dalam Al Qur‟an. Ijma’ ulama juga menyatakan bahwa kenajisan babi lebih berat
daripada kenajisan anjing, namun cara mencuci benda yang terkena najis dari babi
sama dengan cara mencuci benda yang terkena jilatan anjing (Qudamah 1997).
Dalil mengenai cara menyucikan benda yang terkena najis berat adalah hadits,
„Dari Abi Hurairah berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, "Sucinya wadah air
milik kalian yang diminum anjing adalah dengan mencucinya pakai air tujuh kali,
salah satunya dengan tanah" (H.R. Muslim)‟ (Mughniyah 2000). Dengan
demikian, peralatan industri yang pernah digunakan untuk mengolah bahan yang
berasal dari babi harus disucikan sesuai dengan hadits di atas.
Kendala ditemui mana kala pembersihan peralatan produksi dengan
menggunakan campuran air dan tanah tidak selalu dapat diimplementasikan di
industri pangan. Ada peralatan atau mesin yang sangat sensitif, sehingga jika
dicuci dengan air bercampur tanah niscaya peralatan tersebut akan menjadi rusak.
Dalam hal ini dapat dipergunakan bahan campuran atau cairan yang mengandung
unsur-unsur tanah dan mempunyai kemampuan menghilangkan rasa, bau, dan
warna (LPPOM MUI 2012).
Penelitian mengenai kinerja bahan-bahan pembersih dalam membersihkan
residu najis masih jarang dilakukan. Penelitian serupa lebih banyak membahas
mengenai teknik analisis dan pengembangan metode untuk tujuan pembersihan
(cleaning) dan disinfektasi (disinfectation), bukan untuk tujuan pembersihan najis
(purification). Leps et al. (2013) meneliti tentang efektivitas teknik disinfektasi
pisau pada peralatan pengolahan daging; Small et al. (2006) mengemukakan
mengenai metode pembersihan sederhana yang dapat digunakan pada rumah
potong hewan; Bremer et al.(2006), Niamsuwan et al. (2011), dan Davey et al.
(2013) melakukan penelitian mengenai pembersihan dan disinfektasi pada industri
pengolahan susu.
Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi mengenai kinerja bahanbahan pembersih dalam membersihkan residu najis dengan cara mendeteksi
residu DNA (asam deoksiribo nukleotida) menggunakan teknik Polymerase Chain
Reaction (PCR). Teknik ini sudah umum dilakukan dengan menggunaan gen
target yaitu gen sitokrom b (cyt b) (Aida et al. 2005, Nuraini et al. 2012, Kitpipit
et al. 2014). Teknik ini mampu mendeteksi daging babi dengan limit deteksi 2,5 x
10-10 g (Matsunaga et al. 1999). Metode deteksi asam lemak dengan menggunakan
teknik kromatografi gas – spektrofotometri massa (GC MS) mampu mendeteksi
campuran lemak babi sebesar 0,5% pada 0,95% lemak ayam atau lemak sapi
(Dahimi et al. 2014).
Melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh informasi secara
deskriptif mengenai keberadaan residu DNA, asam lemak, aroma, dan tingkat
kelicinan pada model peralatan industri pangan berbahan stainless steel yang telah
dibersihkan dengan larutan tanah 0,5%, larutan detergen komersial 0,5%, larutan
clay detergent 0,5%, larutan HCl 0,5%, larutan HNO3 0,5%, dan larutan NaOH
0,5%.

3

Perumusan Masalah
Keterbatasan data dan informasi mengenai kinerja larutan tanah dan
bahan-bahan pembersih dalam membersihkan residu babi dan derivatnya menjadi
tantangan tersendiri dalam penerapan sistem pembersihan yang sesuai syariah
Islam di industri pangan. Oleh karena itu, rumusan masalah yang diambil di dalam
penelitian ini adalah : (1) Apakah larutan tanah, asam, basa, dan detergen mampu
menghilangkan residu DNA babi pada peralatan yang telah dibersihkan? (2)
Apakah larutan tanah, asam, basa, dan detergen mampu menghilangkan residu
asam lemak babi pada peralatan yang telah dibersihkan? (3) Bagaimana kinerja
larutan asam, basa, dan detergen jika dibandingkan dengan larutan tanah dalam
menghilangkan residu DNA dan asam lemak babi?

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi secara kualitatif mengenai
keberadaan residu babi dan derivatnya pada model peralatan industri pangan
berbahan stainless steel yang telah dibersihkan sebanyak tujuh kali pencucian,
yaitu satu kali dengan menggunakan air dan enam kali dengan menggunakan
bahan pembersih.

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini yaitu:
1) memberikan rujukan ilmiah tentang kinerja larutan tanah 0,5% dan
bahan-bahan pembersih 0,5% dalam membersihkan babi dan
derivatnya pada model peralatan industri pangan kepada khalayak
umum
2) memberikan tinjauan ilmiah bagi Komis Fatwa Majelis Ulama
Indonesia mengenai kinerja tanah dan bahan-bahan pembersih 0,5%
dalam membersihkan babi dan derivatnya pada model peralatan
industri pangan
3) menginisiasi penelitian mengenai teknik pembersihan najis sesuai
dengan syariah Islam pada model peralatan industri pangan
4) memperkaya literatur mengenai analisis di bidang kehalalan pangan.

Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini adalah bahan pembersih berupa detergen
komersial, clay detergent, asam klorida, asam nitrat, dan natrium hidroksida
memiliki kinerja yang sama atau bahkan lebih baik dari kinerja tanah dalam
membersihkan residu babi dan derivatnya.

4

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian yang dilakukan berada dalam ruang lingkup berikut :
1) studi dilakukan pada model peralatan industri pangan berbahan
stainless steel,
2) bahan pembersih yang digunakan terdiri dari tanah, detergen (detergen
komersial, clay detergent), asam (larutan HCl dan HNO3), dan basa
(NaOH),
3) masing-masing bahan pembersih digunakan dengan parameter yang
sama, yaitu konsentrasi, suhu, dan waktu pembersihan,
4) studi difokuskan pada analisis residu DNA, residu asam lemak, dan
pengamatan aroma residu derivat babi serta kekesatan pada peralatan
yang telah dibersihkan.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Hukum Keharaman Babi
Babi di dalam syariah Islam merupakan salah satu yang diharamkan untuk
dimakan. Babi (al khinzir) disebut di dalam Al Qur‟an pada :
 QS. Al-Baqarah:173 yang artinya, “Sesungguhnya Allah hanya
mengharamkan bagimu memakan bangkai, darah, daging babi dan
binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi,
barangsiapa dalam keadan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa
baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”,
 QS. Al Maidah:3 yang artinya “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai,
darah, daging babi, binatang yang disembelih atas nama selain Allah, yang
tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam oleh
binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih, dan binatang yang
disembelih untuk berhala”,
 QS. Al An‟am:145 yang artinya, “Katakanlah (wahai Muhammad), „Aku
tidak menemukan dalam wahyu yang diturunkan kepadaku sesuatu yang
diharamkan bagi orang yang ingin memakannya, kecuali kalau makanan
itu bangkai, darah yang mengalir, daging babi –karena semuanya itu
adalah najis atau perbuatan fasik- dan binatang yang dipersembahkan
kepada selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia
tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka
sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”, dan
 QS. (Al-Nahl:115) yang artinya, “Sesungguhnya Allah hanya
mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan apa yang
disembelih dengan menyebut nama selain Allah. Namun, barangsiapa
yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula
melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”.
Firman Allah, “daging babi”, merujuk pada yang jinak maupun yang liar.
Kata “daging” mencakup segala aspeknya, termasuk lemaknya. Firman Allah

5

“sesungguhnya ia merupakan najis” (QS. Al-An‟am: 145) merupakan penjelasan
bahwa yang diharamkan mencakup daging dan seluruh organnya (Ar-Rifa‟i 2009).
Hukum Kenajisan Babi
Najis adalah kotoran yang setiap muslim wajib untuk menyucikan diri
darinya dan menyucikan setiap sesuatu yang terkena kotoran najis tersebut.
Sebagaimana firman Allah SWT, “Dan pakaianmu, bersihkanlah!” (Al
Muddatsir : 4) (Sabiq 2004).
Pada QS. Al An‟am 145, babi (al khinzhir) adalah najis (rijsun) atau
kotoran dan haram untuk dikonsumsi. Berdasarkan ayat ini, ijma‟ ulama‟ atau
kesepakatan para ulama mengkategorikan babi dengan seluruh bagian tubuhnya
sebagai najis berat (najis mughalazhoh). Ijma‟ ulama juga menyatakan bahwa
kenajisan babi lebih berat daripada kenajisan anjing, namun cara mencuci benda
yang terkenanya sama dengan cara mencuci wadah yang terkena jilatan anjing
(Qudamah 1997). Imam Syafi‟i, Imam Hanafi, Maliki, Hambali, dan Ja‟fari
berpendapat bahwa hukum kenajisan babi sama dengan anjing dan cara
mencucinya sama dengan cara mencuci wadah yang terkena jilatan anjing
(Mughniyah 2000).
Cara Menyucikan Benda yang Terkena Bagian Tubuh Babi
Ijma’ ulama dan pendapat dari keseluruhan mazhab menyatakan bahwa
cara menyucikan benda yang terkena bagian dari tubuh babi sama dengan cara
mencuci wadah yang terkena jilatan anjing (Qudamah 1997). Qudamah (1997)
mengatakan ada tiga pendapat mengenai cara menyucikannya benda yang terkena
najis berat :
1) Imam Syafi‟i berpendapat bahwa perabotan yang terkena jilatan
anjing/tubuh babi harus dibasuh tujuh kali dengan air, salah satunya
dengan tanah. Hal ini merujuk pada hadits, „Dari Abi Hurairah berkata
bahwa Rasulullah saw bersabda, "Sucinya wadah air milik kalian yang
diminum anjing adalah dengan mencucinya pakai air tujuh kali, salah
satunya dengan tanah" (H.R. Muslim)‟, dan “Dari Abu Hurairah, „Sucinya
bejana kalian kalau anjing meminum darinya adalah dengan mencucinya
sebanyak tujuh kali, dan cucian pertamanya mesti dengan tanah‟ (HR.
Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dan Baihaqi)”
2) Imam Ahmad berpendapat bahwa perabotan yang terkena jilatan
anjing/tubuh babi harus dibasuh delapan kali dengan air, salah satunya
dengan tanah. Hal ini merujuk pada hadits, „Dari Abdullah bin Mughaffal,
berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Kalau anjing meminum dari
bejana kalian maka cucilah bejananya sebanyak tujuh kali (dengan air) dan
pada cucian yang kedelapan campurlah airnya dengan tanah‟ (HR.
Muslim)”.
3) Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa mencucinya tidak harus tujuh kali,
diperbolehkan tiga kali atau lima kali yang penting esensi bersih tercapai.
Hal ini merujuk pada hadits, „Rasulullah saw bersabda, “Dalam masalah
anjing yang menjilat bejana, hendaknya dicuci dengan air sebanyak tiga
kali, lima kali, atau tujuh kali‟ (HR. Imam Daruqutni)”.

6

Adapun mengenai bahan yang digunakan untuk membersihkan najis berat
harus berupa tanah atau boleh diganti dengan bahan yang lain, para ulama
beberapa pendapat mengenai hal ini. Ibnu Qudamah (1997) merangkumnya dalam
tiga pendapat besar :
1) Tidak boleh dipergunakan bahan lain selain tanah, karena yang
diperintahkan melalui nash adalah dibersihkan dengan menggunakan tanah.
Pendapat ini salah satunya dikemukakan oleh Buya Hamka. Beliau
berpendapat bahwa membersihkan najis merupakan hal ibadah (ta’bud),
sehingga tidak ada peluang akal untuk masuk.
2) Boleh dipergunakan bahan lain selain tanah jika esensinya lebih bersih.
3) Boleh dipergunakan bahan lain selain tanah jika dalam kondisi terpaksa
atau darurat.

Kromatografi Gas-Spektrofotometri Massa (KG-SM)
Keberadaan cemaran babi pada suatu bahan pangan atau peralatan dapat
diketahui dengan menganalisis komposisi asam lemaknya. Struktur dan komposisi
dari asam lemak dari suatu lemak atau komponen lipida dapat digunakan sebagai
indikator dalam menentukan sumber lipida (Bonne dan Verbeke 2008). Analisis
asam lemak menggunakan kromatografi gas sangat umum digunakan dalam
mengidentifikasi turunan asam lemak yang menjadi komponen metil ester yang
bersifat volatil (fatty acid metal ester/FAME) (Indrasti et al. 2010).
Kombinasi kromatografi gas untuk pemisahan dan spektrofotometri massa
untuk identifikasi dan/atau konfirmasi dari banyak komponen yang dipisahkan
dari suatu campuran yang kompleks dan memberikan informasi dengan baik
mengenai struktur dari suatu komponen (Dalluge et al. 2002). Penentuan struktur
molekul sebuah komponen didasarkan pada berat molekul dan fragmentasi spektra
(Indrasti et al. 2010).
Indrasti et al. (2010) berhasil mengidentifikasi asam lemak yang spesifik
pada babi dengan menggunakan kromatografi gas-spektrometri massa yang dapat
digunakan sebagai dasar dalam pembedaan lemak babi dengan lemak hewani
lainnya di dalam proses autentifikasi pangan. Asam lemak-asam lemak yang
spesifik pada babi adalah metil trans-9,12,15 oktadekatrienoat (C18:3 n3t), metil
11,14,17-eikosatrienoat (C20:3 n3t), dan metil 11,14-eikosadienoat (C20:2 n6)
(Indrasti et al. 2010).
Nizar et al. (2013) mengemukakan bahwa dengan menggunakan teknik
kromatografi gas-spektrometri massa, didapatkan karakteristik yang umum
dijumpai pada lemak babi dan lemak ayam, yaitu dengan adanya palmitat, oleat,
dan linoleat sebagai asam lemak utama. Sedangkan pada lemak sapi dan kambing
menunjukkan keberadaan palmitat, stearat, dan oleat sebagai karakeristik yang
umum dijumpai. Selain itu, Nizar et al. (2013) juga melakukan analisis karbon
massal dengan menggunakan teknik Elemental Analyzer-Isotope Ratio Mass
Spectrometry (EA-IRMS) yang menunjukkan bahwa penentuan rasio isotop
karbon (δ13 C) dapat menjadi indikator yang baik untuk membedakan antara
lemak babi, lemak ayam, lemak sapi, dan lemak kambing. Metode ini dinilai lebih
cepat dan lebih efisien dalam memastikan sumber dari lemak yang ada di dalam
produk pangan.

7

Metode kromatografi gas yang dikombinasikan dengan teknik kemometrik
seperti Principle Component Analysis (PCA) mampu mengidentifikasi secara
signifikan lemak babi, lemak sapi, lemak ayam, campuran antara lemak babi dan
lemak sapi, dan campuran antara lemak babi dan lemak ayam, bahkan pada
konsentrasi yang sangat rendah (0,5% lemak babi dan 99,5% lemak sapi/lemak
ayam) (Dahimi et al. 2014). Dahimi et al. (2014) mengemukakan bahwa lemak
babi mengandung asam lemak C18:2 cis yang lebih tinggi dan C16:0 yang lebih
rendah jika dibandingkan dengan lemak sapi dan lemak ayam. Jumlah C4:0,
C14:0, dan C18:0 pada lemak babi, sapi, dan ayam relatif sama.

Polymerase Chain Reaction (PCR)
Polymerase chain reaction (PCR) merupakan teknik yang penting untuk
mereplikasi DNA secara in vitro untuk menggandakan molekul DNA pada target
tertentu dengan cara mensintesis molekul DNA baru yang berkomplemen dengan
molekul DNA tersebut dengan enzim polymerase dan oligonukleotida pendek
sebagai primer. Komponen reaksi PCR terdiri atas pasangan primer berupa
oligonukleotida spesifik untuk target gen yang dipilih, enzim ( umumnya Taq
polymerase, enzim thermostable dan thermoactive), dan trifosfat deoksinukleosida
(dNTP). Trifosfat deoksinukleosida (dNTP) digunakan untuk amplifikasi target
gen secara eksponensial dengan hasil replikasi ganda dari target awal (Nollet dan
Toldra 2011). PCR dapat mengkopi hingga jutaan kali segmen DNA yang disebut
dengan proses amplifikasi. Proses amplifikasi ini berlangsung cepat, satu siklus
PCR berlangsung kurang lebih 5 menit. PCR dijalankan pada mesin
thermocyclers yang dapat berulang kali melakukan pemanasan dan pendinginan
secara otomatis (Nollet dan Toldra 2011).
Sitokrom b (cyt b) adalah salah satu bagian dari sitokrom yang terlibat
dalam transportasi elektron dalam mitokondria. Cyt b
berisi delapan
transmembran heliks yang dihubungkan oleh intramembran atau domain
ekstramembran. Gen cyt b dikodekan oleh DNA mitokondria. Adanya variasi
urutan pada cyt b menyebabkan gen ini banyak digunakan untuk membandingkan
spesies dalam genus atau famili yang sama. Fragmen spesifik untuk babi
diperoleh pada 398 pb (Primasari (2011); Kitpipit et al. (2014)). Primasari (2011)
menggunakan gen sitokrom b (cyt b) untuk mendeteksi adanya cemaran tikus pada
makanan dan Kitpipit et al. (2014) menggunakan gen sitokrom b (cyt b) untuk
mendeteksi adanya cemaran babi pada makanan.
Matsunaga et al. (1999) menggunakan teknik PCR untuk mengidentifikasi
spesies dari daging dan produk olahannya dengan gen target sitokrom b (cyt b) .
Jenis spesies yang diidentifikasi antara lain kambing, ayam, unta, domba, babi,
dan kuda dengan panjang produk amplifikasi berturut-turut sebesar 157, 227, 274,
331, 398, dan 439 pb. Primer oligonukleotida untuk mengamplifikasi gen cty b
adalah primer forward universal (5-GAC CTC CCA GCT CCA TCA AAC ATC
TCA TCT TGA TGA AA-3) dan primer reverse yang spesifik babi (5-GCT GAT
AGT AGA TTT GTG ATG ACC GTA-3) (Matsunaga et al. 1999).
Selain 398 pb untuk produk amplifikasi gen sitokrom b dari babi, panjang
produk amplifikasi yang berbeda didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh
Aida et al. (2005) yaitu sebanyak 360 pb. Aida et al. (2005) melakukan analisis

8

daging dan lemak mentah dari babi dengan menggunakan PCR untuk autentikasi
kehalalan pangan. Metode ekstraksi yang digunakan adalah ekstraksi dengan
menggunakan Qiagen DNeasy® Tissue Kit pada suhu annealing 55oC selama 30
detik. DNA genom yang dihasilkan baik dengan produk PCR yang jelas pada
amplifikasi gen cyt b mitokondria (Aida et al. 2005).
Studi mengenai deteksi pencampuran babi dengan daging unggas dengan
menggunakan teknik duplex PCR assay dilaporkan oleh Soares et al. (2010).
Duplex PCR assay merupakan metode deteksi untuk menganalisis dua spesies
secara simultan. Amplifikasi dilakukan pada suhu annealing 60oC selama 60 detik.
Produk amplifiksi DNA babi yang dihasilkan adalah 149 pb dengan gen target
sitokrom b dan 12S rRNA. Sensitivitas yang didapatkan dari penelitian ini adalah
sebesar 0,1% atau 1 x 10-3 (Soares et al. 2010).
Ali et al. (2012) menggunakan metode real-time PCR dengan gen target
sitokrom b untuk menganalisis campuran babi di dalam bakso. Dengan metode ini,
100-0,01% campuran babi di dalam bakso dapat dideteksi dengan efisiensi PCR
sebesar 102%. Teknik ini dinilai lebih cepat, reprodusibel, spesifik dan sensitif.
Sementara itu, studi mengenai identifikasi daging dengan menggunakan
direct-multiplex PCR assay dilakukan oleh Kitpipit et al. (2014). Direct-multiplex
PCR assay merupakan teknik untuk mendeteksi > 2 spesies secara simultan. Gen
target yang dipilih adalah sitokrom b (cyt b), sitokrom oksidase I (COI), dan 12
SRNA. Sensitivitas metode ini mencapai 12.500 salinan mitokondria (~ 7 fg).
Metode PCR konvensional memiliki limit deteksi 0,25 ng atau 2,5 x 10-10
g untuk setiap sampel (Matsunaga et al. 1999). Sementara metode real-time PCR
memiliki limit kuantifikasi 1 fg/1 µl untuk setiap DNA mitokondria (Tanabe et al.
2007). Berdasarkan hal ini, real-time PCR dinilai lebih sensitif dan feasible
dibandingkan dengan konvensional PCR.

3 METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Persiapan Departemen Ilmu
dan Teknologi Pangan IPB, Laboratorium Mikrobiologi SEAFAST PAU IPB, dan
Laboratorium Genetika dan Molekuler Fakultas Peternakan IPB pada bulan
Desember 2013 hingga Juli 2014.

Bahan
Daging dan lemak babi yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan
dari Pasar Bogor. Masing-masing perlakuan menggunakan daging babi seberat 20
gram dan lemak babi seberat 30 gram. Daging babi yang digunakan diambil dari
bagian paha atas dan lemak babi yang digunakan diambil dari bagian lemak
punggung.
Tanah yang digunakan di dalam penelitian ini diambil dari tanah yang
berada di halaman laboratorium SEAFAST PAU IPB. Bagian tanah yang diambil
berada pada posisi sekitar 10-20 cm dari permukaan tanah. Tanah langsung

9

digunakan dengan mencampurkannya dengan air hingga didapatkan konsentrasi
larutan tanah 0,5%.
Primer gen sitokrom b (cyt b) yang digunakan dalam penelitian ini
merujuk pada Matsunaga et al. (1999). Primer forward yaitu 5‟-GAC CTC CCA
GCT CCA TCA AAC ATC TCA TCT TGA TGA AA-3‟dan primer reverse
khusus babi 5‟-GCT GAT AGT AGA TTT GTG ATG ACC GTA-3 (Matsunaga
et al. 1999).
Bahan pembersih yang digunakan adalah tanah, air destilata, larutan
NaOH 0,5%, larutan asam nitrat (HNO3) 0,5%, larutan HCl 0,5%, larutan
detergen komersial 0,5%, dan larutan clay detergent 0,5%. Bahan-bahan analisis
yang digunakan adalah buffer TEN (10 mM Tris-HCl, 5 mM EDTA dan 10 mM
NaCl), 10 % SDS, fenol, kloroform, etanol 70 %, etanol absolut, 5M NaCl,
buffer TE (10 mM Tris-HCl dan 1 mM EDTA), akuades, akuabides, 10 x buffer
PCR (100 mM Tris-HCl, 500 mM KCl, 15 mM MgCl2 dan 0.1 % Triton X-100),
dNTP‟s, agarosa, ethidium bromida, buffer TAE (Tris-HCl, asam asetat, EDTA),
loading dye, primer forward dan reverse untuk DNA spesifik babi dan DNA
marker. Enzim yang digunakan adalah 10 mg/µl proteinase-K, RNA-se dan
Phusion High Fidelity Taq DNA Polymerase , paket standar eksternal, NaOH
metanolik 2 N, BF3 metanol 14%, heksana, NaCl jenuh, Na2SO4 anhidrous, gas N2
untuk mencegah terjadinya oksidasi atau kerusakan komponen uji. Gas yang
digunakan dalam alat kromatografi adalah helium dan nitrogen sebagai fase gerak
dalam kolom kromatografi yang akan membawa sampel.

Alat
Model peralatan industri pangan yang digunakan adalah mug berbahan
stainless steel dengan diameter 10 cm dan kapasitas 600 ml, vial amber 2 ml,
shaker 136 rpm, dan neraca digital. Peralatan yang digunakan untuk analisis DNA
terdiri dari tabung eppendorf (1.5 ; 0.5 dan 0.2 ml), tip pipet (100 ; 200 dan 1000
µl), pipet mikro, mikro sentrifuse, mortar, vorteks, water bath-shaker, vacuum
dryer, spektrofotometer, dan mesin PCR GeneAmp® PCR System 9700
(Applied Biosystems™) Conventional Polymerase Chain Reaction, dan labu
erlenmeyer. Peralatan yang digunakan untuk analisis asam lemak terdiri dari
seperangkat alat kromatografi gas GC-MS Simadzu GCMS-QP 2010 Plus dan
kolom kapiler non polar Rtx®-5 MS (Crossbonds®, 5% diphenyl, 95% dimethyl
polysiloxane, 30 m, 0,25 mm id, 0,25µm) dengan fase diam berupa liquid yang
diadsorbsikan pada padatan berupa silika, peralatan untuk persiapan sampel
seperti tabung reaksi bertutup, gelas piala, pipet tetes, vial, pipet mohr, vortex, dan
penangas air bersuhu 80-90oC.

Prosedur
1 Analisis Residu DNA dengan PCR
Sampel untuk Analisis Residu DNA
Daging babi seberat 20 gram dioleskan pada dinding bagian dalam dari
alat stainless steel hingga 2/3 bagian dari alat. Daging babi dibiarkan kontak

10

dengan dinding alat stainless steel selama 5 menit, setelah itu daging babi
dikeluarkan. Alat stainless steel selanjutnya dicuci satu kali dengan 400 ml larutan
bahan pembersih dan enam kali dengan 400 ml air. Pencucian dilakukan pada
suhu ruang dengan kecepatan putaran larutan pembersih 136 rpm. Materi DNA
yang diduga masih menempel pada peralatan selanjutnya diambil dengan teknik
swab lalu dilarutkan di dalam air destilata. Air destilata yang digunakan untuk
melarutkan residu dari teknik swab ini, selanjutnya diambil 250 µl untuk
digunakan dalam proses ekstraksi DNA.

Ekstraksi DNA
Ekstraksi DNA dilakukan dari residu derivat babi dengan prosedur
ekstraksi mengikuti metode phenol-chloroform (Sambrook et al. 1989) yang telah
dimodifikasi oleh Andreas et al. (2010). Diagram alir mengenai ekstraksi DNA
pada penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Ekstraksi DNA Metode Phenol-Chloroform (Sambrook et al. 1989,
Andreas et al. 2010)

Pengujian Mutu DNA Total
Pengujian mutu DNA total dilakukan dengan melihat hasil visualisasi
DNA dan kemurnian DNA hasil ekstraksi. Visualisasi DNA hasil ekstraksi
dilakukan dengan elektroforesis pada gel 1 %. Gel dibuat dari 0,3 gram agarosa
dan 30 ml larutan buffer (0,5 x TBE) yang dipanaskan. Larutan agarosa dibiarkan

11

agak dingin sambil diaduk dengan magnet stirrer, lalu ditambahkan 1,8 µl
pewarna ethidium bromide. Sebanyak 5 µl sampel DNA dilarutkan dalam 1 µl
loading dye. Elektroforesis dilakukan selama 40 menit pada tegangan konstan 100
volt sampai bromtimol blue mencapai bagian bawah gel.
Pengujian kemurnian DNA hasil ekstraksi dilakukan dengan
spektrofotometri
menggunakan
alat
Thermo
Scientific
Nanodrop
Spectrophotometer 2000/2000. Sampel DNA hasil ekstraksi dilarutkan di dalam
60 µl larutan TE (Tris EDTA). Larutan TE (Tris EDTA) digunakan sebagai
blanko yaitu sebanyak 3 µl larutan TE dimasukkan dalam tabung eppendorf 1.5
ml. Sampel dan blanko di spin down selama 0,5 menit, kemudian dilakukan
pengujian dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm.

Amplifikasi Fragmen Gen
Amplifikasi fragmen gen sitokrom b (cyt b) dilakukan dengan metode PCR
(Polymerase Chain Reaction) (Aida et al. 2005, Nuraini et al. 2012, Kitpipit et al.
2014). Pereaksi yang digunakan untuk amplifikasi fragmen gen target adalah 5 µl
sampel DNA, masing-masing primer 25 pmol, campuran dNTP 200 µM, MgCL2
1,2 mM, dan Phusion High Fidelity Taq Polymerase 1 unit dan bufernya dalam
larutan total 15 µl. Amplifikasi in vitro dengan mesin GeneAmp® PCR System
9700 (Applied Biosystems™) thermal cycler dilakukan dengan kondisi suhu
pradenaturasi 95°C selama lima menit, denaturasi pada suhu 95°C selama 10
detik, penempelan primer (annealing) pada suhu 62°C selama 20 detik,
pemanjangan DNA baru pada suhu72°C selama 30 detik, dan pemanjangan akhir
pada suhu 72°C selama 5 menit. Siklus PCR yang digunakan sebanyak 35 siklus.

Elektroforesis dan Visualisasi Produk PCR
Produk PCR divisualisasikan dengan teknik elektroforesis gel agarose
1,5%. Gel dibuat dari 0,3 gram agarosa dan 20 ml larutan buffer (0,5 x TBE)
yang dipanaskan. Larutan agarosa dibiarkan agak dingin sambil diaduk dengan
stirrer, lalu ditambahkan 1,8 μl pewarna ethidium bromide. Sebanyak 5 μl
produk PCR dilarutkan dalam 1 μl loading dye. Elektroforesis dilakukan selama
40 menit pada tegangan konstan 100 volt atau sampai pewarna bromtimol blue
mencapai bagian bawah gel. Setelah elektroforesis selesai, gel diambil untuk
dilakukan pemotretan menggunakan UV.

2 Analisis Residu Asam Lemak dengan KG-SM
Sampel Jaringan untuk Analisis Residu Asam Lemak
Lemak babi seberat 30 gram dioleskan pada dinding bagian dalam dari alat
stainless steel hingga 2/3 bagian dari alat. Daging babi dibiarkan kontak dengan
dinding alat stainless steel selama 5 menit, setelah itu daging babi dikeluarkan.
Alat stainless steel selanjutnya dicuci satu kali dengan 400 ml larutan bahan
pembersih dan enam kali dengan air masing-masing sebanyak 400 ml. Pencucian
dilakukan pada suhu ruang dengan kecepatan putaran larutan pembersih 136 rpm.
Lemak yang diduga masih menempel pada peralatan selanjutnya diambil dengan

12

cara membilas peralatan dengan heksana. Heksana yang digunakan untuk
melarutkan residu lemak ini, selanjutnya ditampung dan dipekatkan hingga 2 ml
untuk digunakan dalam proses metilasi asam lemak untuk analisis dengan KGSM.

Penyiapan Metil Ester Asam Lemak (FAME)
Tahapan penyiapan metil ester asam lemak (FAME) merujuk pada metode
AOAC 991.39 (2012) dengan beberapa modifikasi. Asam lemak mengalami
proses metilasi agar menjadi FAME yang bersifat volatil. Tahapan reaksi metilasi
terdiri dari reaksi penyabunan dimana 1,5 ml NaOH metanolik 0,5 N ditambahkan
pada sekitar 2 ml sampel lemak yang terlarut di dalam heksana pada tabung reaksi
bertutup ukuran 20 ml. Pengadukan pada tahapan persiapan yang dilakukan
terhadap campuran dengan vortex, dilakukan dengan sebelumnya menambahkan
terlebih dahulu gas N2. Setelah itu, campuran dipanaskan dalam penangas bersuhu
100oC selama 5 menit, kemudian didinginkan. Setelah itu, dilanjutkan dengan
penambahan 2 ml BF3 14% di dalam metanol, dilakukan pengadukan dengan
vortex, lalu dipanaskan pada penangas air bersuhu sama dengan sebelumnya
selama 30 menit untuk mempercepat terjadinya reaksi pembentukan FAME dari
sabun asam lemak. Setelah didinginkan, ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml
heksana untuk mengekstrak FAME dari sampel dan alkohol, serta ditambahkan 3
ml larutan NaCl jenuh untuk memperjelas bidang pemisahan antara ekstrak dan
alkoholnya. Bagian heksana dibagian atas dipindahkan ke dalam vial 2 ml,
kemudian ditambahan Na2SO4 anhidrat untuk memerangkap air sehingga
mencegah adanya air di dalam bahan uji. Setelah itu, sampel dimasukkan kedalam
vial kedua dengan hati-hati agar Na2SO4 anhidrat tidak ikut terbawa ke dalam vial
kedua. Sampel lalu dianalisis dengan alat kromatografi gas dengan detektor SM.

Analisis Metil Ester Asam Lemak (FAME) Menggunakan Kromatografi Gas
Spektrofotometri Massa (KG-SM)
Sebanyak 1 µl bagian heksan dari masing-masing sampel disuntikkan
kedalam alat dengan sistem injeksi langsung spitless mode dan suhu injektor
270oC. Suhu kolom yang digunakan adalah gradient suhu dengan suhu kolom
awal 130oC selama 4 menit, kemudian dinaikkan hingga 170oC dengan laju
peningkatan suhu 6,5oC/menit, lalu dinaikkan kembali suhunya hingga 215 oC
dengan laju peningkatan 2,75oC/menit, dan dipertahankan pada suhu tersebut
selama 12 menit. Kemudian suhu dinaikkan hingga 230oC dengan laju 4oC/menit
dan dipertahankan pada suhu 230oC selama 3 menit. Suhu detektor yang
digunakan adalah 280oC, dengan pengaturan energi elektron detektor SM sekitar
70 eV dan suhu sumber ion 250oC.
Sebelum sampel dimasukkan gas helium dan nitrogen sebagai fase gerak
harus telah mengalir dengan baik. Gas helium diatur tekanannya 1 kg/cm2 dan
tekanan gas hidrogen serta udara masing-masing sekitar 0,5 kg/cm2. Kecepatan
alir gas hidrogen adalah 30 ml/menit, oksigen 400 ml/menit, nitrogen 30,1
ml/menit, dan helium 46,4 ml/menit.

13

3 Observasi Aroma dan Tingkat Kelicinan oleh Panelis Terlatih
Pemilihan dan Panelis
Panelis dalam penelitian ini adalah mahasiswa Ilmu Pangan IPB semester
3-5 dari tiga etnis berbeda yaitu Batak, Cina, dan Jawa. Keseluruhan panelis
merupakan wanita dengan rentang usia 25-35 tahun. Kriteria panelis yang
digunakan yaitu memiliki pengalaman atau terbiasa dengan produk berbahan
dasar babi atau olahannya. Jumlah panelis yang digunakan adalah 4 orang,
mengacu pada Zakaria et al. (2013).

Penyajian Sampel
Sampel yang disajikan berupa mug stainless steel yang baru selesai dicuci
dan telah dikeringkan. Tutup mug tidak disertakan di dalam observasi ini. Sampel
disajikan dalam 5 set, dengan setiap set terdiri dari enam sampel yang merupakan
perlakuan bahan pembersih dan dua sampel yang merupakan kontrol. Penyajian
sampel dilakukan dengan tiga cara, yaitu Kontrol-Kontrol-Sampel, KontrolSampel-Kontrol, dan Sampel-Kontrol-Kontrol. Urutan penyajian diacak
antarpanelis untuk menghindari bias.

Penilaian Intensitas Aroma dan Kelicinan
Penilaian intensitas aroma dilakukan panelis dengan membaui sampel dari
kiri ke kanan. Pertama-tama, panelis diminta untuk menetralkan indera
penciuman dengan menghirup udara segar dan jauh dari stadar daging/lemak babi,
kemudian mulai membaui sampel. Setiap selesai membaui satu sampel, panelis
diminta untuk menetralkan indera penciuman. Penetralan dalam pengujian
intensitas aroma dilakukan dengan menghirup udara segar dan jauh dari standar
daging/lemak babi. Setiap selesai membaui satu sampel, panelis diminta
melakukan penilaian dengan menuliskan tanda ceklis pada kuesioner yang
disediakan. Panelis dapat mengulang pencicipan dalam set yang sama agar lebih
yakin pada jawaban yang diberikan. Setiap panelis diberikan set sampel yang
berbeda. Contoh kuesioner yang untuk pengujian intensitas aroma disajikan pada
Lampiran 1.
Penilaian tingkat kelicinan dilakukan pada set yang sama setelah panelis
selesai penilaian intensitas aroma selesai dilakukan. Penilaian tingkat kelicinan
dilakukan dengan meraba bagian dinding dalam wadah stainless steel
menggunkan salah satu dari ujung jari telunjuk panelis. Penilaian dilakukan dari
kiri ke kanan. Penelis diminta untuk menetralkan indera peraba dengan mengelap
dan mengeringkan jari yang akan digunakan untuk meraba sampel dengan tissue
yang bersih dan kering. Setelah itu, panelis mulai meraba sampel. Setiap selesai
meraba satu sampel, panelis diminta untuk menetralkan indera peraba dengan
mengelap dan mengeringkan jari yang akan digunakan untuk meraba sampel
berikutnya dengan tissue yang bersih dan kering. Setiap selesai meraba satu
sampel, panelis diminta melakukan penilaian dengan menuliskan tanda ceklis
pada kuesioner yang disediakan. Panelis dapat mengulang pencicipan dalam set
yang sama agar lebih yakin pada jawaban yang diberikan. Setiap panelis diberikan
set sampel yang berbeda. Contoh kuesioner yang untuk pengujian tingkat
kelicinan disajikan pada Lampiran 2.

14

Analisis Data
Analisis data residu DNA dilakukan terhadap kemurnian DNA total,
visualisasi pita DNA hasil ekstraksi secara kualitatif dan analisis produk PCR.
Analisis kemurnian DNA total hasil ekstraksi dilakukan dengan melihat rasio
A260/A280 dari masing-masing perlakuan. Visualisasi DNA total hasil ekstraksi
dilakukan pada gel agarosa 1% setelah dilakukan pemotretan menggunakan UV.
Analisis produk PCR dilakukan terhadap hasil visualisasi pita DNA produk
amplifikasi PCR pada gel agarosa 1,5% setelah dilakukan pemotretan
menggunakan UV. Panjang fragmen produk teramplifikasi sebesar 398 bp
(Matsunaga et al. 1999).
Analisis data residu asam lemak dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Secara kualitatif, analisis dilakukan dengan mengidentifikasi puncak asam lemak
yang muncul berdasarkan waktu retensi. Sedangkan secara kuantitatif, analisis
dilakukan dengan membandingkan total luas area puncak asam lemak dari satu
perlakuan dengan perlakuan yang lain. Analisis data juga dilakukan pada hasil
observasi panelis terlatih terhadap aroma dan tingkat kelicinan dari peralatan yang
telah dicuci. Panelis terlatih yang digunakan sebanyak empat (4) orang, merujuk
pada Zakaria et al. (2013)
Penelitian ini dilakukan dengan dua kali ulangan dan analisisinya
dilakukan secara duplo. Desain penelitian residu asam lemak menggunakan
rancangan acak lengkap (RAL) dengan delapan perlakuan. Data hasil deteksi
residu DNA, aroma, dan tingkat kelicinan dianalisis secara deskriptif kualitatif,
sedangkan pada data hasil deteksi residu asam lemak dilakukan analisis sidik
ragam satu arah (one way ANOVA) dan uji lanjut Tukey HSD pada selang
kepercayaan 95% dengan menggunakan software Minitab 17.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Majelis Ulama Indonesia (MUI) memperbolehkan penggunaan bahan lain
untuk menyucikan benda yang terkena najis berat apabila tanah tidak dapat
digunakan dengan beberapa kriteria bahan yang harus terpenuhi. Kriteria bahan
tersebut ialah 1) mengandung unsur-unsur tanah, 2) mempunyai kemampuan
menghilangkan bau, 3) mempunyai kemampuan menghilangkan rasa, dan 4)
mempunyai kemampuan menghilangkan warna (LPPOM MUI 2012).
Kriteria pertama, bahan harus mengandung unsur-unsur tanah. Detergen
yang digunakan memiliki kandungan bahan aktif sodium lauril sulfat yang
merupakan produk turunan dari oleokimia atau petrokimia. Oleokimia merupakan
bahan kimia yan