Tabel 5 Praktik higiene personal pekerja kantin di kampus IPB Dramaga
Praktik higiene personal Jumlah responden
Persentase
A. Aspek Kebersihan Mandi sebelum bekerja
Ya 39
100.0 Tidak
0.0 Selalu
32 82.1
Cara mencuci tangan Memakai air
3 7.7
Memakai air dan sabun 36
92.3 Mencuci tangan setelah keluar dari kamar mandi
Tidak pernah 1
2.6 Kadang-kadang
3 7.7
Selalu 35
89.7 Memakai apron ketika memasak
Tidak pernah 11
28.2 Kadang-kadang
10 25.6
Selalu 18
46.2 Memakai sarung tangan ketika menangani
makanan Ya
4 10.3
Tidak, tapi memakai capitan 31
79.5 Tidak memakai apapun
4 10.3
Memotong kuku secara rutin Ya
33 84.6
Tidak 6
15.4 Frekuensi memotong kuku
Seminggu lebih dari sekali 11
28.2 Seminggu sekali
22 56.4
Lebih dari seminggu sekali 6
15.4
B. Aspek Kebiasaan Memiliki kebiasaan merokok
Ya 11
28.2 Tidak
28 71.8
Tempat merokok Di dalam kantin
31 79.5
Di luar kantin 8
20.5 Mencuci tangan setelah merokok
Ya 5
12.8 Tidak
34 87.2
Memakai perhiasan di tangan ketika memasak Ya
11 28.2
Tidak 28
71.8
C. Aspek Kesehatan Pernah sakit ketika bekerja
Ya 23
59.0 Tidak
16 41.0
Tetap bekerja saat sakit Ya
20 51.3
Tidak 19
48.7 Pernah mengalami luka terbuka
Pernah 19
48.7 Tidak pernah
20 51.3
Aspek kebersihan terkait higiene personal meliputi mandi, kebersihan tangan, cara mencuci tangan, pemakaian sarung tangan serta apron. Hasil
penelitian menunjukkan seluruh pekerja kantin 100 menyatakan mandi sebelum berangkat bekerja. Praktik mencuci tangan selalu dikerjakan ketika akan
menangani makanan 82.1 dan tak satupun menyatakan tidak mencuci tangan ketika akan menangani makanan 0. Mayoritas pekerja kantin juga menyatakan
selalu mencuci tangan setelah keluar dari kamar mandi 89.7, pekerja kantin lainnya menyatakan bahwa mereka tidak selalu kadang-kadang 7.7 bahkan
tidak pernah 2.6 mencuci tangan setelah keluar dari kamar mandi
.
Hampir seluruh pekerja kantin mencuci tangan dengan menggunakan air dan sabun
92.3, namun masih terdapat pekerja kantin yang hanya mencuci tangan dengan air saja tanpa memakai sabun 7.7. Mayoritas pekerja kantin menyatakan
memotong kuku secara rutin 84.6 dengan frekuensi memotong kuku paling banyak yaitu setiap seminggu sekali 56.4.
Sebanyak 46.2 pekerja kantin menyatakan bahwa mereka selalu memakai apron ketika memasak, 28.2 menyatakan tidak pernah, dan 25.6 menyatakan
kadang-kadang memakai apron ketika memasak. Persentase pekerja kantin yang menyatakan memakai sarung tangan ketika menangani makanan tidak lebih dari
10.3, sebagian besar menyatakan meskipun tidak memakai sarung tangan tetapi pekerja kantin menggunakan capitan sebagai pengganti sarung tangan 79.5.
Selain itu, masih terdapat pekerja kantin yang menyatakan tidak memakai sarung tangan maupun capitan ketika menangani makanan 10.3.
Aspek kebiasaan terkait higiene personal adalah merokok dan memakai perhiasan. Mayoritas pekerja kantin menyatakan tidak memiliki kebiasaan
merokok 71.8, sedangkan sebanyak 28.2 pekerja menyatakan memiliki kebiasaan merokok. Kebiasaan merokok ini paling banyak dilakukan di dalam
kantin 79.5 dan mayoritas pekerja kantin tidak mencuci tangan setelah merokok 87.2. Mayoritas pekerja kantin menyatakan tidak memakai perhiasan
terutama pada jari tangan ketika menangani makanan 71.8, tetapi masih terdapat pekerja kantin yang memiliki kebiasaan memakai perhiasan pada jari
tangan ketika memasak 28.2.
Kesehatan pekerja kantin juga merupakan aspek penting dalam praktik higiene personal. Mayoritas pekerja kantin menyatakan pernah sakit selama
bekerja di kantin 59.0 dan tetap bekerja ketika sakit 51.3. Mayoritas pekerja kantin pernah mengalami luka terbuka 51.3.
Mencuci tangan merupakan hal penting terutama ketika pada awal kegiatan penanganan makanan Bas et al. 2006. Mencuci tangan sebaiknya dilakukan
setelah ke toilet, menangani bahan mentah dan sampah, memegang bagian tubuh, menyentuh bahan kimia, dan setelah memegang permukaan peralatan White
et al. 1995. Menurut Marriot 1993, bakteri dapat dipindahkan oleh tangan yang menyentuh peralatan kotor, pangan yang terkontaminasi atau bagian tubuh
lainnya. Ketika hal ini terjadi, pekerja kantin harus mencuci tangan menggunakan sabun atau menggunakan sanitizer untuk mengurangi kontaminasi silang.
Mikroorganisme yang berasal dari alat pencernaan dapat melekat pada tangan pekerja kantin yang mengunjungi kamar kecil dan tidak mencuci
tangannya dengan baik sebelum kembali bekerja. Menurut Winarno 1999, setiap kali keluar dari kamar mandi atau kamar kecil sebaiknya tangan dibersihkan
dengan air hangat dan sabun lalu di lap atau dikeringkan menggunakan hand dryer. Cuci tangan yang tidak benar dan mandi yang jarang akan meningkatkan
jumlah mikroorganisme yang bercampur dengan sel-sel mati pada permukaan kulit Marriot 1999. Salah satu cara yang efektif untuk mengurangi S. aureus
pada tangan pekerja kantin adalah dengan pencucian menggunakan sabun antiseptik. Penggunaan larutan iodium 0.4 dan Dettol 4 dapat mengurangi
total mikroba S. aureus dan koliform pada tangan Kuswanti 2002. Pencegahan kontaminasi silang S. aureus dari bahan mentah ke matang pada tahap persiapan
harus diperhatikan. Bakteri patogen yang berasal dari alat pencernaan yang menimbulkan penyakit melalui makanan adalah Salmonella, stretokoki fekal,
Clostridium perfringens, Enteropatogenic Escheria coli EEC, dan Shigella Jenie 1988.
Memakai sarung tangan dapat menjadi solusi. Sarung tangan tidak berarti menggantikan cuci tangan, tetapi untuk lebih memastikan keamanan pangan dan
mencegah dari kontaminasi silang TPH 2004. Sarung tangan dapat mencegah perpindahan bakteri patogen dari jari dan tangan ke makanan. Menurut Widyati
dan Yuliarsih 2002 saat mengambil makanan harus menggunakan sendok, penjepit, garpu atau menggunakan sarung tangan plastik sekali pakai. Menurut
Moehyi 1992 memegang makanan secara langsung selain tampak tidak etis juga akan mengurangi kepercayaan pelanggan. Jadi, selain untuk mencegah
pencemaran juga tidak sesuai dengan etika jika memegang makanan dengan tangan, terlebih jika hal tersebut terlihat oleh konsumen.
Menjaga agar kuku tidak panjang saat menangani makanan dan tidak memakai perhiasan di tangan ketika memasak merupakan aspek penting terkait
kebersihan tangan Bas et al. 2006; NFSMI 2009. Menurut Forsythe Hayes 1998, di bawah kuku dapat ditemukan bakteri patogen sampai 10
7
CFUcm² sehingga mencuci tangan dengan sabun sebelum mengolah makanan merupakan
suatu keharusan. Kuku pekerja kantin tidak boleh panjang dan harus dalam keadaan bersih tanpa kotoran, karena kuku yang dibiarkan panjang akan menjadi
sarang bakteri. Marriot 1999 juga menjelaskan penyebaran bakteri yang paling mudah adalah melalui kotoran yang berada pada kuku bagian dalam kuku,
sehingga frekuensi memotong kuku juga harus diperhatikan minimal 2 kali seminggu. Pekerja kantin tidak diperbolehkan memakai perhiasan selama
menangani makanan karena akan menjadi sumber kontaminasi silang serta kemungkinan jatuh ke dalam makanan. Selain itu, kulit di bawah tempat
perhiasaan akan menjadi tempat berkumpulnya bakteri serta perhiasan berukir dapat menjadi tempat berkumpulnya kotoran yang merupakan sumber bakteri
sewaktu mencuci tangan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
No. 715MenkesSKV2003, pengolah makanan disarankan tidak boleh memakai perhiasan kecuali cincin kawin yang tidak berukir.
Pakaian yang digunakan oleh pekerja kantin di dapur harus bersih dan sebaiknya menggunakan apron atau baju khusus memasak. Apron merupakan
salah satu bentuk pakaian pelindung protective clothes seperti halnya sarung tangan yang harus digunakan oleh orang yang menangani makanan. Pakaian yang
digunakan harus diganti setiap hari karena pakaian yang kotor merupakan salah satu sumber bakteri atau penyakit. Pakaian yang digunakan di dapur selayaknya
dipilih model yang dapat melindungi tubuh pada waktu memasak, mudah dicuci,
dapat menyerap keringat, tidak panas, dan ukurannya tidak ketat sehingga tidak mengganggu pada waktu bekerja Widyati Yuliarsih 2002.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat beberapa pekerja kantin yang merokok pada saat menjajakan makanan, namun kegiatan merokok dilakukan
pada saat menunggu pembeli oleh pedagang laki-laki. Hal ini serupa dengan penelitian Susanna 2003 yang menyatakan adanya kebiasaan merokok yang
sering terlihat pada saat penjamah makanan sedang menunggu pembeli. Menurut Depkes RI 2001, kebiasaan merokok di lingkungan pengolahan makanan
mengandung banyak risiko, antara lain bakteri dari mulut dan bibir dapat dipindahkan ke tangan sehingga tangan menjadi kotor dan akan mencemari
makanan. Selain itu, abu rokok dapat jatuh ke dalam makanan serta dapat menimbulkan bau asap rokok yang dapat mengotori udara. Menurut CAC 2003,
setiap orang yang menangani makanan harus menahan diri dari kebiasaan merokok karena merokok dapat memungkinkan kontaminasi pada makanan.
Pekerja kantin yang menangani makanan dapat menjadi sumber pencemaran terhadap makanan, terutama apabila pekerja kantin sedang menderita suatu
penyakit atau karier. Orang yang menderita penyakit seharusnya tidak diperbolehkan untuk memasuki area penanganan makanan, karena terdapat
kemungkinan dapat mencemari makanan CAC 2003; Bas et al. 2006. Saat bersin sejumlah bakteri akan berpindah ke udara dan mungkin akan mencemari
makanan yang sedang ditangani. Sejumlah bakteri dan virus penyebab penyakit pada manusia dapat pula ditemukan di mulut, khususnya pada pekerja kantin yang
sakit. Mikroorganisme tersebut akan berpindah ke individu atau makanan saat pekerja kantin yang sakit tersebut bersin atau berbicara. Tangan dengan luka atau
memar yang terinfeksi merupakan sumber stafilokoki virulen, demikian pula pada bagian tubuh lain yang terinfeksi karena mungkin pekerja kantin menggaruk atau
menyentuh luka tersebut. Luka menyebabkan bakteri pada kulit akan masuk ke bagian dalam kulit dan terjadilah infeksi. Adanya luka koreng atau luka bernanah
mempunyai risiko yang besar dalam menularkan penyakit ke dalam makanan Depkes RI 2001. Jalur masuknya S. aureus ke dalam bahan pangan biasanya
melalui jaringan kulit atau selaput lendir yang terluka seperti terpotong benda tajam, luka bakar, gigitan serangga, pengelupasan kulit, atau penyakit kulit lain.
Adanya penyimpangan dalam praktik higiene personal pekerja kantin diduga karena memiliki kebiasaan yang melekat dan sulit untuk diubah. Menurut
Taryoto 1991, kebiasaan merupakan tindakan yang secara otomatis dilakukan oleh seseorang pada suatu keadaan tertentu, tanpa atau dengan pemikiran yang
sangat terbatas. Untuk mengubah suatu kebiasaan diperlukan waktu yang panjang dan harus didukung dengan sarana yang memadai.
Kesadaran pentingnya higiene personal akan memengaruhi pekerja kantin untuk melakukan praktik sesuai dengan pengetahuannya. Pengetahuan diperlukan
sebelum melakukan suatu perbuatan secara sadar. Namun, perbuatan yang dikehendaki mungkin tidak akan berlangsung sampai seseorang mendapat
petunjuk yang cukup kuat untuk memicu motivasi berbuat berdasarkan pengetahuan tersebut WHO 2006.
Diharapkan kepada pihak kampus untuk meningkatkan sosialisasi mengenai penerapan kebijakan keamanan yaitu mengenai peraturan, sanksi, pengawasan
serta penyuluhan yang rutin kepada pengelola kantin dan pekerja kantin. Pihak kampus diharapkan untuk lebih memperhatikan praktik keamanan pangan pada
semua aspek, terutama pada higiene personal. Cara yang diberikan dapat berupa bantuan fasilitas dari pihak kampus kepada pengelola kantin dan pekerja kantin.
Diharapkan kepada semua pihak untuk dapat bekerjasama dalam melakukan pengawasan yang berhubungan dengan keamanan pangan jajanan di kampus.
Staphylococcus aureus sebagai Indikator Higiene Personal
Pekerja kantin merupakan salah satu sumber kontaminasi utama dalam
penyajian makanan. Penelitian ini menilai higiene personal pekerja kantin melalui
pengujian keberadaan S. aureus pada telapak tangan dan baju pekerja kantin. Staphylococcus aureus paling sering ditemukan pada tangan dan wajah manusia.
Pekerja kantin dapat mencemari bahan makanan atau daging sebesar 10
3
sampai 10
4
CFUcm² per menit oleh tangan, pakaian maupun alat-alat yang dipergunakan Eley 1992. Kehadiran bakteri ini pada makanan mencerminkan higiene pekerja
yang kurang baik.
Higiene Tangan Pekerja Kantin Berdasarkan Jumlah S. aureus
Tangan merupakan bagian tubuh yang paling banyak memungkinkan keberadaan bakteri S. aureus apabila seorang pekerja kantin tidak menjaga higiene
personal dengan baik. Tangan digunakan untuk keperluan bermacam-macam seperti menyentuh benda-benda, mengorek hidung, telinga, dan bagian tubuh
lainnya sehingga dapat menjadi tempat yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme Winarno 2004. Tingkat kontaminasi S. aureus pada tangan
pekerja kantin disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Tingkat kontaminasi S. aureus pada tangan pekerja kantin di dalam kampus IPB Dramaga
Tingkat kontaminasi Jumlah responden
Presentase Tidak ada
0.0 Jarang
10 25.6
Rendah 6
15.4 Tinggi
17 43.6
Sangat tinggi 6
15.4 Jumlah
39 100.0
Tabel 6 menunjukkan bahwa S. aureus terdapat pada tangan dari seluruh pekerja kantin 100, dengan tingkat kontaminasi yang berbeda-beda. Tingkat
kontaminasi S. aureus pada tangan pekerja kantin mayoritas masuk ke dalam kategori kontaminasi tinggi 43.6. Jumlah S. aureus pada tangan pekerja kantin
yang menangani makanan harus tidak ada atau 0 CFU untuk menunjukkan higiene personal yang baik CCD 2000. Menurut Jay 2000 S. aureus dapat dijumpai
dalam jumlah 10
3
−10
6
CFUcm
2
pada permukaan kulit yang lembab. Keberadaan S. aureus kemungkinan disebabkan tangan pekerja kantin tanpa
sadar menyentuh bagian tubuhnya seperti hidung, rambut dan bagian lain dari tubuh, peralatan kotor, pangan tercemar, baju, serta benda lain yang
terkontaminasi. Memegang uang secara langsung merupakan praktik yang biasa dilakukan oleh pekerja kantin. Uang merupakan sumber kontaminasi yang sering
tidak disadari oleh pekerja kantin Nuraida et al. 2009. Lap untuk mengeringkan tangan juga dapat terkontaminasi S. aureus Oller Mitchell 2009.
Hasil dari penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Kuswanti 2002 melaporkan bahwa, S. aureus dan bakteri koliform
terdapat pada tangan dari seluruh pekerja kantin 100 di kantin Sapta Darma Fakultas Teknologi Pertanian IPB Dramaga. Rizkiriani 2010 juga melaporkan
bahwa di kantin Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB, semua tangan pekerja kantin 100 mengandung S. aureus dengan kategori
banyak sekali 11 CFUcawan. Berbeda dengan hasil penelitian ini, Sari 2010 menunjukkan bahwa S. aureus positif pada tangan pekerja kantin 40 di kantin
lingkar kampus IPB. Dwintasari 2010 juga melaporkan tangan pekerja kantin di 5 dari total 8 kantin bubur ayam, positif mengandung S. aureus. Hal ini
menunjukkan bahwa penerapan higiene personal pekerja kantin yang menangani makanan belum dilaksanakan dengan baik dan benar serta belum ada perubahan
dari tahun ke tahun. Menurut Marriot 1999, kelenjar dalam kulit mengeluarkan sekresi
keringat dan minyak. Kulit berfungsi secara konstan mengatur pengeluaran keringat, minyak dan sel-sel yang mati ke bagian permukaan. Jika bahan-bahan
tersebut bercampur dengan bahan-bahan dari lingkungan sekitarnya, seperti debu, kotoran, lemak, dan sel-sel mati pada permukaan kulit akan membentuk suatu
lingkungan yang ideal untuk pertumbuhan mikroorganisme. Akibatnya mikroorganisme tersebut akan berpindah ke makanan apabila pekerja kantin tidak
mencuci tangan dengan benar. Menurut Winarno 1999 dianjurkan setiap kali keluar dari kamar mandi
atau kamar kecil sebaiknya tangan dibersihkan dengan air hangat dan sabun lalu dikeringkan menggunakan hand dryer. Marriot 1999 juga menjelaskan
penyebaran bakteri yang paling mudah adalah melalui kotoran yang berada pada kuku bagian dalam kuku. Menurut Lowbury et al. 1963 yang diacu dalam
Jenie 1988, mencuci tangan terutama dengan sabun dan disinfektan dapat membunuh banyak mikroorganisme. Hal ini disebabkan karena pada sabun
terdapat ikatan antara natrium atau kalium dengan asam lemak tinggi dan bersifat germisida sehingga dapat
menurunkan tegangan permukaan pada mikroorganisme, akibatnya mikroorganisme mudah terlepas dari kulit. Sabun
mengandung bahan aktif TCC dan triclosan serta Pipper Betle Leaf Oil, yaitu senyawa aktif yang bersifat antiseptik, sehingga dapat membunuh atau mencegah
pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan hidup. Antiseptik merupakan bahan
kimia yang mencegah multiplikasi mikroorganisme pada permukaan tubuh dengan cara membunuh mikroorganisme tersebut atau menghambat pertumbuhan
dan aktivitas metaboliknya.
Higiene Baju Pekerja Kantin Berdasarkan Jumlah S. aureus
Pekerja kantin yang menangani makanan seharusnya mengenakan baju khusus. Baju kotor dapat menjadi tempat mikroorganisme sehingga baju pekerja
kantin harus diganti setiap hari. Jumlah S. aureus pada baju pekerja kantin disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Tingkat kontaminasi S. aureus baju pekerja kantin di kampus IPB Dramaga
Tingkat kontaminasi Jumlah responden Presentase
Tidak ada 0.0
Jarang 21
53.8 Rendah
8 20.5
Tinggi 8
20.5 Sangat tinggi
2 5.2
Jumlah 39
100.0 Tabel 7 menunjukkan bahwa seluruh baju pekerja kantin 100
terkontaminasi S. aureus, dengan tingkat kontaminasi yang berbeda-beda. Tingkat kontaminasi S. aureus pada baju pekerja kantin mayoritas masuk ke dalam
kategori kontaminasi jarang 53.8. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Lues dan Tonder 2007 yang menunjukkan bahwa tingkat kontaminasi
S. aureus pada baju lebih rendah dibandingkan dengan tingkat kontaminasi S. aureus pada tangan pekerja kantin. Hal ini kemungkinan disebabkan S. aureus
bukan merupakan mikroorganisme normal pada baju seperti halnya di kulit. Kemungkinan baju hanya sebagai perantara perpindahan mikroorganisme yang
berasal dari tangan, badan, keringat, rambut, air, pangan tercemar, dan debu di udara. Mikroorganisme yang terdapat di udara biasanya melekat pada bahan padat
misalnya debu atau terdapat dalam droplet air yang mungkin dapat menempel pada baju Gobel Risco 2008. Selain itu, mekanisme penyebaran S. aureus
melalui udara yaitu bersin dan batuk akan memudahkan bakteri mengontaminasi baju pekerja kantin Gaman Sherington 1992.
Lidwell et al. 1974 melakukan studi yang dilakukan di rumah sakit London, yaitu efektifitas transfer S. aureus oleh pasien pembawa pada sistem
pernafasan ke baju tidur sebesar 5.6. Hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa terdapat 30 sistem pernafasan pengolah bahan pangan di Brazil yang
mengandung S. aureus, dan setelah dikonfirmasi lebih lanjut sebesar 31.71 mulut dan hidung sistem pernafasan manusia sehat merupakan pembawa
S. aureus. Hal ini memperlihatkan bahwa efektifitas perpindahan S. aureus melalui sistem pernafasan atau udara sistem pernafasan cukup besar Acco et al.
2003. Baju pekerja kantin yang menangani makanan sebaiknya dipilih model
yang dapat melindungi tubuh pada waktu memasak, mudah dicuci, menyerap keringat, terbuat dari bahan yang kuat, tidak panas, dan ukurannya nyaman
dipakai yakni tidak ketat atau terlalu longgar sehingga tidak mengganggu pada saat bekerja. Baju yang dipakai sebaiknya berwarna terang atau putih, sehingga
kotoran akan lebih mudah dideteksi jika terdapat pada baju, dan hendaknya menggunakan baju yang berlengan menutupi bahu dan ketiak pekerja.
Apron merupakan kain penutup baju yang digunakan sebagai pelindung agar baju tetap bersih. Menurut Moehyi 1992, baju yang digunakan pekerja
harus bersih dan tidak boleh digunakan sebagai lap tangan, apron harus ditanggalkan bila meninggalkan tempat pengolahan. Pakaian kerja yang bersih
akan menjamin sanitasi dan higiene pengolahan makanan karena tidak terdapat debu atau kotoran yang melekat pada pakaian yang secara tidak langsung dapat
menyebabkan pencemaran makanan.
Hubungan antara Jumlah S. aureus pada Tangan dan Baju Pekerja Kantin
Sebaran rataan jumlah S. aureus pada tangan dan baju pekerja kantin di kampus IPB Dramaga disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6 Sebaran jumlah S. aureus pada tangan dan baju pekerja kantin di dalam
kampus IPB Dramaga. Box plot menunjukkan rataan jumlah S. aureus pada tangan lebih tinggi
48.2±5.0 CFUcawan dibandingkan dengan rataan jumlah S. aureus pada baju 20.7±2.9 CFUcawan pekerja kantin. Gambar 6 memperlihatkan bahwa jumlah
S. aureus pada tangan lebih menyebar dengan jumlah yang lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah S. aureus pada baju pekerja kantin. Menurut
Hertzberger et al. 1982 S. aureus merupakan mikroorganisme normal yang terdapat di kulit manusia sehat, sehingga tidak menutup kemungkinan apabila
jumlah S. aureus pada tangan lebih tinggi. Selain itu, S. aureus bukan mikroorganisme normal di baju. Staphylococcus aureus banyak terdapat di udara,
tanah, debu, air yang mungkin dapat mencemari baju yang dipakai pekerja kantin sehingga positif mengandung S. aureus. Adanya kemungkinan terjadi kontaminasi
silang antara tangan terhadap baju pekerja atau sebaliknya disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Hubungan antara jumlah S. aureus pada tangan dan baju pekerja kantin di dalam kampus IPB Dramaga
Higiene Baju
P r
Tangan 0.536
0.102 Tabel 8 menunjukkan tidak terdapat korelasi yang bermakna antara dua
variabel yang diuji, yaitu jumlah S. aureus pada tangan dengan jumlah S. aureus pada baju pekerja kantin p0.05. Jumlah S. aureus pada tangan tidak
memengaruhi jumlah S. aureus pada baju pekerja kantin, begitupun sebaliknya.
Hasil uji korelasi tersebut menunjukkan bahwa jumlah S. aureus pada tangan dan baju pekerja kantin kemungkinan besar bukan karena adanya kontaminasi silang
dari baju pekerja ke tangan ataupun sebaliknya. Menurut Acco et al. 2003, efektifitas perpindahan S. aureus melalui sistem pernafasan atau udara sistem
pernafasan pada baju sebesar 5.6. Terdapat 30 sistem pernafasan pengolah bahan pangan di Brazil yang mengandung S. aureus, dan setelah dikonfirmasi
lebih lanjut sebesar 31.71 mulut dan hidung sistem pernafasan manusia sehat merupakan pembawa S. aureus.
Hasil uji korelasi ini berbeda dari penelitian yang dilakukan oleh Lues dan Tonder 2007, yang menyatakan keberadaan S. aureus di tangan dan baju
mempunyai korelasi yang sedang r=0.56 disebabkan oleh adanya konsekuensi atau akibat dari pekerja kantin yang memiliki tangan kotor dan sering memegang
baju kerja. Menurut Buckle et al. 1987 terdapat salah satu kebiasaan tangan yang tidak disadari saat mengolah makanan yaitu menyentuh dan meraba baju
kerja.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Staphylococcus aureus ditemukan pada semua tangan dan baju pekerja
kantin. Tingkat kontaminasi S. aureus pada tangan pekerja kantin masuk dalam kategori kontaminasi tinggi sedangkan pada baju pekerja kantin
termasuk dalam kategori kontaminasi jarang. 2.
Tidak terdapat korelasi antara keberadaan S. aureus pada tangan dan baju pekerja kantin P0.05.
3. Jumlah S. aureus pada tangan dan baju pekerja kantin di kampus IPB
Dramaga terkait dengan praktik higiene personal yang belum terlaksana dengan baik.
Saran
1. Pengamatan atau observasi langsung perlu diadakan untuk mengetahui
praktik higiene personal yang dilakukan oleh pekerja kantin. 2.
Pekerja kantin diharapkan lebih sadar dan peduli mengenai higiene personal dan sanitasi kantin, karena makanan yang ditangani menyangkut kesehatan
dari civitas akademika IPB.
DAFTAR PUSTAKA
Aarnisalo K, Tallavaara K, Wirtanen G, Maijala R, Raaska L. 2006. The hygienic working practices of maintenance personnel and equipment hygiene in the
Finnish food industry. J Food Cont 17: 1001–1011. Acco M, Ferreira FS, Henriques JAP, Tondo EC. 2003. Identification of multiple
strain of staphylococcus aureus colonizing nasal mucosa of food handlers. Food Microbiol 205: 489-493.
Adams MR, Moss MO. 2008. Food Microbiology. Ed ke-3. Cambridge: RSC Pub. Ash M. 2000. Staphylococcus aureus and staphylococcal enterotoxins. Di dalam:
Hocking AD, Glenda A, Ian J, Ken N, Peter S, editor. Foodborne Microorganisms of Public Health Significance. New South Wales: AISFT
Food Microbiology Group.
Asiagel. 2007. Prepared culture media catalogue. Philippines: Congressional Avenue Brgy
.
Bas M, Ersun AS, Kivanc G. 2006. The evaluation of food hygiene knowledge, attitude and practices of food handlers in food bussiness in Turkey. J Food
Cont 17:317-322. Bennett W, Amos WT. 1982. Staphylococcus aureus growth and toxin production
in nitrogen packed sandwiches. J Food Protect 45:157- 161. Bhatia A, Zahoor S. 2007. Staphylococcus aureus Enterotoksin: A Review. J Clin
Diag Res 1:188-197. Blackburn CDW, Mc Clure PJ. 2002. Foodborne Pathogens Hazard, Risk
Analysis and Control. England: Whoohead Pub. [BPOM RI] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2003.
Keputusan kepala badan pengawasan obat dan makanan republik Indonesia tentang pedoman cara produksi pangan yang baik untuk industri
rumah tangga CPPB-IRT. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
[BPOM RI] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2009. Rangkuman KLB keracunan 2008 berdasarkan penyebab keracunan.
Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. 2010. Hasil Sensus Penduduk
2010. Data Agregat Per KabupatenKota Provinsi DKI Jakarta.
Bremer PJ, Fletcher GC, Osborne C. 2004. Staphylococcus aureus. New Zealand: New Zealand Institute for Crop Food Research Limited.
Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wooton M. 1987. Ilmu Pangan. Adiono, Purnomo H, penerjemah. Jakarta: UI Pr. Terjemahan dari: Food Science.
Budisuari MA, Oktorina, Hanafi F. 2009. Hubungan antara karakteristik responden, keadaan wilayah, dengan pengetahuan, sikap terhadap
HIVAIDS pada masyarakat Indonesia. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan 12:362-369.
[CAC] Codex Alimentarius Commission. 2003. Recommended international code of practice general principles of food hygiene CACRCP 1-1969, Rev. 4.
[terhubung berkala]. http:www.fao.orgdocrep006y5307ey5307e02. htm [25 Juli 2012].
[CCD] Cleaning Consultancy Delft. 2000. RODAC [terhubung berkala]. http:www.ccd.nldownload wvsM-05-K-UK.pdf [6 Agustus 2012].
[CDC] Centers for Disease Control and Prevention. 1996. Surveillance for foodborne-disease outbreaks-United States, 1988-1992. Morbidity and
Mortality Weekly Report 45:1-55. Cook LF, Cook KF. 2006. Deadly Disease and Epidemics Staphylococcus
aureus Infection. Philadelphia: Chelsea House Pub. Cuprasitrut T, Srisorrachatr, Malai D. 2011. Food safety knowledge, attitude and
practice of food handlers and microbiological and chemical food quality assessment of food for making merit for monks in Ratchathewi District,
Bangkok. Asia J Publ Health 12: 27-34.
Dahlan SM. 2001. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.
[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2001. Kumpulan modul kursus penyehatan makanan bagi pengusaha makanan dan minuman.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Kumpulan modul
kursus higiene sanitasi makanan dan minuman. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Deshpande SS. 2002. Handbook of Food Toxicology. New York: Marcel Dekker. Dewanti, Hariyadi R. 2005. Mencegah Keracunan Makanan Siap Santap. Bogor:
Departemen Ilmu dan Tekhnologi Pangan Institut Pertanian Bogor. Dumairy. 2001. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Dwintasari V. 2010. Pertumbuhan Staphylococcus aureus pada ayam suwir serta korelasinya dengan status kebersihan tangan pekerja dan praktik
penanganan di warung bubur ayam [skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Egan MB, Raats MM, Grubb SM, Eves A, Lumbers ML, Dean MS, Adams MR. 2007. A review of food safety and food hygiene training studies in the
commercial sector. Food Cont 18: 1180–1190. Ehiri JE, Morris GP. 1996. Hygiene training and education of food handlers: Does
it work. Eco Food Nutr 35: 243-251. Eley AR. 1992. Microbial Food Poisioning. United Kingdom: Chapman Hall.
Fatima LI. 2002. Pengetahuan, sikap, dan tindakan food handler makanan
terhadap aspek keamanan pangan di uaha katering [skripsi]. Bogor: Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Forsythe SJ, Hayes PR. 1998. Food Hygiene, Microbiology and HACCP. Ed ke-3. Maryland: Aspen Pub.
Gaman PM, Sherrington KB. 1992. Pengantar Ilmu Pangan Untrisi dan Mikrobiologi. Ed ke-2. Yogyakarta: Gajah Mada University Pr.
Gaston G. 1999. Cleaning and Disinfecting System. Di dalam: Chesworth N, editor. Food Hygiene Auditing. Maryland: Aspen Pub.
Gentina, Fionaliza, Nelisna M. 2008. Laporan penyelidikan KLB keracunan pangan di Pangeran Beach Hotel. Padang, in pr.
Gobel B, Risco. 2008. Mikrobiologi Umum dalam Praktik. Makasar: Universitas Hasanuddin.
Hall J. 1999. Personnel hygiene standards. Di dalam: Chesworth N, editor. Food Hygiene Auditing. Maryland: An Aspen Publication. hlm 112-119.
Harrigan WE. 1998. Laboratory Methods in Food Microbiology. San Diego: Academic Pr.
Heritage. 2003. Bakteri Staphylococcus aureus [terhubung berkala]. http:www.bmb.leeds.ac.ukmbiologyugugteachdentaltutorialclassificati
on g pcexplain.htm. [10 Maret 2012].
Hertzberger SAB, Mossel DAA, Bijker PGH. 1982. Quantitative and identification of Staphylococcus aureus. Di dalam: Corry JEL, Roberts D,
Skinner FA, editor. Isolation and Identification Methods for Food Poisoning Organism. London: Academic Pr. hlm 165.
[HITM] Hospitality Institute of Technology and Management. 2006. Food Safety Hazards And Controls For The Home Food Preparer. Minnesota: HITM.
Hungu FT. 2007. Sifon, Pedang bermata Dua Bagi Perempuan. Yogyakarta: Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan, Universitas Gadjah Mada.
[ICMSF] The International Commission on Microbiological Specification for Foods. 1996. Microorganisms in Food. London: Black Academic
Professional. Jay JM. 1996. Modern Food Microbiology. Ed ke-5. New York: Chapman Hall.
Jay MJ. 2000. Modern Food Microbiology. Ed ke-6. Maryland: Aspen Pub. Jenie BSL. 1988. Sanitasi dalam Industri Makanan. Bogor: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Jenie BSL. 2000. Sanitasi dan higiene pengolahan pangan. Di dalam Hardinsyah dan Rimbawan, editor. Analisis Bahaya dan Pencegahan Keracunan
Pangan. Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Karabudak E, Bas M, Kiziltan G. 2008. Food safety in the home consumption of
meat in Turkey. J Food Contr 19: 320–327. [Kepmenkes RI] Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
715MenkesSKV. 2003. Persyaratan higiene sanitasi jasa boga [terhubung berkala]. http:dinkes sulsel.go.idnewimagespdfPeraturankmk20persy
aratan20hygiene20jasaboga20715-2003.pdf. [10 Mei 2012].
Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Gizi. Bogor: Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Kuswanti Y. 2002. Studi kondisi sanitasi kantin Fateta-IPB [skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Laurens JM. 2005. Arsitektur dan Perilaku Manusia. Jakarta: PT Grasindo.
Le Loir Y, Florence B, Michel G. 2003. Staphylococcus aureus and food
poisoning. J Gen Mol Res 21: 63-76.
Lidwell OM, Towers AG, Ballard J, Gladstone B. 1974. Transfer of microorganisms between nurses and patients in a clean air environment. J
Appl Bact 37: 649-656. Lues JFR, Tonder IV. 2007. The occurrens of indicator bacteria on hands and
aprons of food handlers in the delicatessen sections of a retail group. South Afrika: School of Agriculture and Environmental Sciences, Faculty of
Health and Environmental Sciences.
Lukman DW. 2009. Ancaman patogen pada pangan asal hewan. Majalah Food Rev IV 5: 42-47.
Lukman DW, RR Soejoedono. 2009. Uji sanitasi dengan metode RODAC. Di dalam: Penuntun Praktikum Higiene Pangan Asal Ternak. Bogor: Bagian
Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Lund BM, Toni C, Baird-Parker GW, Gould. 2000. The Microbiological Safety and Quality of Food. Ed ke-2. Maryland: Aspen Pub.
Marriot NG. 1999. Principle of Food Sanitation. Ed ke-4. Virginia: Aspen Pub. Marsaulina I. 2004. Studi tentang pengetahuan perilaku dan kebersihan penjamah
makanan pada tempat umum pariwisata di DKI Jakarta TMII, TIJA, TMR [skripsi]. Sumatra Utara: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Sumatera Utara.
Merchan IA, Parker RA. 1963. Veterinary Bacteriology and Virology. USA: Iowa State University.
Moehyi S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta: Bhratara.
Nee SO, Sani NA. 2011. Assessment of knowledge, attitudes, and practices KAP among food handlers at residential colleges and canteen regarding
food safety. Sains Malaysiana 400: 403-410. Nel S, Lues JFR, Buys EM, Venter P. 2004. The personal and general hygiene
practices in the deboning room of a high throughout red meat abattoir. J Food Contr 15: 571-578.
[NFSMI] National Food Service Management Institute. 2009. Personal Hygiene. Mississippi: The University of Mississippi.
Notoatmodjo S. 1990. Pengantar Perilaku Kesehatan. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.
Notoatmodjo S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
Nuraida L, Dewanti, Hariyadi R. 2009. Menuju Kantin Sehat di Sekolah. Bogor: Seafast Center.
Oller AR, Mitchell A. 2009. Staphylococcus aureus recovery from cotton towels. J Infect Dev Countries 33: 224-228.
Pinchuk VI, Beswick EJ, Reyes VE. 2010. Staphylococcal enterotoxins. Toxins Rev 2:2177-2197.
Pirsaheb M, Almasi A, Rezaee M. 2010. The special health education course effects on knowledge, attitude and practice of preparation, distribution and
sale centers food staff in Kermanshah. Iran J Health Environ 33: 299-307. Rahmawan O. 2001. Sumber Kontaminasi dan Teknik Sanitasi. Modul Dasar
Bidang Keahlian. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Ray B, Bhunia A. 2008. Fundamental Food Microbiology. Ed ke-4. London:
CRC Pr. Rizkiriani A. 2010. Aspek higiene dan sanitasi kantin Departemen Gizi
Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor [skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Mayarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor.
Robinson RK, Batt CA, Patel PD. 2000. Encyclopedia of Food Microbiology. Voloume ke-3. New York: Academic Pr.
Saksono L. 1986. Pengantar Sanitasi Makanan. Bandung: Penerbit Alumni. Sari F. 2004. Aspek higiene dan sanitasi di kantin asrama putra Tingkat Persiapan
Bersama TPB IPB [skripsi]. Bogor: Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Sari QA. 2010. Cemaran Staphylococcus aureus pada ayam olahan siap saji dan simulasi rekontaminasi dari udara [skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu
Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sardiman AM. 2009. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.
Schaechter M, Medoff G, Eisenstein BI. 1993. Mechanisms of Microbial Disease. Ed ke-2. London: Williams and Wilkins.
[SFC] Safe Food Crew. 2004. Food handling techniques-avoiding bare hand contact [terhubung berkala]. http:www.fsis.usda.gov. [20 Februari 2012].
Shapton DA, Shapton NF. 1993. Principles and Practises for the Safe Processing of Foods. Oxford: Butterworth-Heineman Ltd.
Slamet SJ. 2007. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Pr.
Stehulak N. 1998. Staphylococcus aureus, a most common cause. http:ohioline.osu.eduhyg-fact50005564.html [19 Juli 2012].
Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Suhendi H, Wahyu R. 2001. Pengantar Studi Sosiologi Keluarga. Bandung:
Pustaka Setia. Suprapti VY. 2004. Aspek higiene dan sanitasi di kantin asrama putri Tingkat
Persiapan Bersama TPB IPB [skripsi]. Bogor: Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Susanna D. 2003. Pemantauan kualitas makanan ketoprak dan gado-gado di lingkungan kampus UI Depok melalui pemeriksaan bakteriologis. Makara
Seri Kesehatan 71 : 21-29. Taryoto AH. 1991. Konsumsi bahan pangan suatu tinjauan sikap dan perilaku
individu. Majalah Pangan 2:9. [TPH] Toronto Public Health. 2004. Food Handler Certification Program.
Ed ke-4. Toronto: Toronto Public Health. Todar K. 2007. Textbook of bacteriology. http:www.textbookofbacteriology.net
[8 februari 2012]. [USFDA] United State Food and Drugs Administration. 2001. Bacteriological
analytical manual online chapter 12 Staphylococcus aureus [terhubung berkala]. http:www.cfsan.fda.gov [13 April 2012].
White B, Holah J, Mastert MA, Lelieveld. 1995. Hygiene in Food Processing. Cambridge: Woodhead Pub.
[WHO] World Health Organization. 2006. Penyakit Bawaan Makanan: Fokus Pendidikan Kesehatan. Jakarta: Kedokteran EGC.
Widyati, Yuliarsih. 2002. Higiene dan Sanitasi Umum dan Perhotelan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Winarno FG. 1993. Keamanan, gizi, dan khasiat makanan tradisional. Prosiding Seminar Pengembangan Pangan Tradisional dalam Rangka
Penganekaragaman Pangan. Jakarta: Kantor Menteri Negara Urusan Pangan.
Winarno FG. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pusaka Utama.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Gambaran kondisi kantin di dalam kampus IPB Dramaga
Gambar 7 Kondisi kantin unit Fakultas Perikanan IPB Dramaga.
Gambar 8 Kondisi kantin unit Rektorat IPB Dramaga.
Lampiran 2 Koloni S. aureus dari sampel tangan dan baju pekerja kantin di dalam kampus IPB Dramaga
Gambar 9 Gambar koloni S. aureus dari telapak tangan salah satu pekerja kantin di dalam kampus IPB Dramaga.
Gambar 10 Koloni S. aureus dari baju salah satu pekerja kantin di dalam kampus IPB Dramaga.
Lampiran 3 Hasil perhitungan jumlah S. aureus dengan Metode RODAC Tabel 9 Jumlah S. aureus pada tangan pekerja kantin di dalam kampus IPB
Dramaga
Kantin Jumlah S. aureus CFUcawan
1 27
2 17
3 61
4 69
5 5
6 6
7 62
8 170
9 18
10 14
11 51
12 25
13 11
14 66
15 10
16 149
17 16
18 55
19 78
20 55
21 14
22 3
23 74
24 146
25 35
26 139
27 8
28 22
29 3
30 40
31 25
32 51
33 173
34 2
35 31
36 5
37 8
38 129
39 8
Rata-rata 48.2
SD 48.2 ± 5.0
Lampiran 3 lanjutan
Tabel 10 Jumlah S. aureus pada baju pekerja kantin kampus IPB Dramaga
Kantin Jumlah S. aureus CFUcawan
1 30
2 37
3 9
4 53
5 2
6 9
7 9
8 105
9 1
10 52
11 13
12 11
13 14
14 16
15 10
16 10
17 5
18 6
19 7
20 1
21 7
22 28
23 4
24 4
25 16
26 36
27 18
28 1
29 1
30 27
31 12
32 150
33 7
34 9
35 9
36 8
37 46
38 16
39 7
Rata-rata 20.7
SD 20.7 ± 2.9
Lampiran 4 Kuesioner karakteristik dan aspek praktik higiene personal pekerja kantin
KAP TENTANG HIGIENE KANTIN DI DALAM KAMPUS IPB
No Kuisioner : Enumerator :
Waktu
: sd
KUISIONER PEKERJA KANTIN Pernyataan Persetujuan
Selamat pagisiang. Kami mahasiswa FKH IPB hendak melakukan wawancara mengenai higiene kantin di dalam kampus IPB. Kami akan menanyakan tentang
perilaku dan kebiasaan BapakIbu terkait dengan pekerjaan di kantin. Informasi ini akan membantu kami dalam menyelesaikan tugas akhir perkuliahan dan dapat
menjadi informasi untuk pencegahan keracunan makanan terkait dengan kebersihan pekerja dan produksi. Wawancara akan berlangsung sekitar ± 30
menit. Informasi yang BapakIbu berikan akan dijaga kerahasiaannya. Partisipasi di dalam wawancara ini bersifat sukarela dan kami berharap BapakIbu dapat
berpartisipasi karena informasi dari BapakIbu sangat penting. Apakah BapakIbu bersedia diwawancara?
□ Ya □ Tidak
Jika tidak, mohon berikan alasannya mengapa BapakIbu tidak bersedia diwawancara:
……………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………
A. DATA RESPONDEN A.1 Nama Pekerja