Hal ini terutama disebabkan karena topografi wilayah utara Sikka lebih rendah daripada daerah selatan. Pengolahan data pada ArcGIS 9.1 dapat diketahui luas
daerah kerawanan tsunami yaitu pada Tabel 7 berikut. Tabel 7. Luasan daerah kerawanan tsunami
No. Tingkat kerawanan
Jumlah sel Luas m
2
Luas Ha
1 Sangat Tinggi
2 Tinggi
5.666 5.099.400
509,94 3
Sedang 34.102
30.691.800 306,18
4 Rendah
4.035 3.631.500
363,15 5
Sangat Rendah
Berdasarkan Tabel 7 di atas, diketahui bahwa luasan daerah kerawanan tinggi adalah 509,94 Ha; luasan daerah kerawanan sedang adalah 306,91 Ha;
dan luasan daerah kerawanan sedang adalah 363,15 Ha. Berdasarkan Skala Iida Tabel 4, diketahui bahwa sebagian besar tinggi
Tsunami Flores termasuk dalam skala menengah. Skala Iida ini merupakan skala yang digunakan sebagai acuan parameter kerawanan dalam kajian resiko
tsunami. Untuk mendapatkan tingkat resiko tsunami, maka parameter kerawanan akan diintegrasikan dengan data-data parameter kerentanan.
4.3 Analisis tingkat kerentanan tsunami di Kabupaten Sikka
Daerah yang berpotensi tinggi rawan tsunami, belum tentu memiliki tingkat resiko yang tinggi terhadap tsunami. Besar kecilnya resiko tsunami sangat
tergantung dari kondisi sosial, ekonomi, budaya, dan fisik lingkungan sekitarnya Diposaptono dan Budiman, 2006.
Pada penelitian ini, parameter kerentanan yang dikelaskan adalah parameter lingkungan, sedangkan parameter yang tidak
dikelaskan adalah parameter sosial kependudukan dan infrastruktur wilayah.
Kajian parameter kerentanan lingkungan yang mempengaruhi tingkat resiko tsunami di Kabupaten Sikka adalah sebagai berikut.
4.3.1 Elevasi daratan
Elevasi daratan merupakan parameter penting yang mempengaruhi tingkat kerentanan tsunami. Semakin rendah suatu daratan, akan mudah terkena
limpasan tsunami dan sebaliknya, semakin tinggi suatu daratan, maka jangkauan tsunami pun akan semakin rendah. Jadi, tinggi dan rendah suatu daratan,
sangat mempengaruhi jarak dan tinggi run up tsunami. Oleh karena itu, pada penelitian ini parameter topografi diberikan bobot sebesar 15.
Topografi Kabupaten Sikka terdiri atas daratan yang sempit di pesisir utara dan makin ke selatan wilayahnya berbukit-bukit dan bergunung-gunung,
sehingga banyak terdapat pantai curam dan terjal. Pemetaan topografi dalam penelitian ini dilakukan secara digital
menggunakan data topografi TIN yang disudah diubah ke dalam format raster. Pemetaan topografi pun dapat dilakukan dengan menggunakan data Digital
Elevation Model berformat raster. Untuk mempermudah dalam analisis topografi, penulis menggunakan
tampilan data raster dengan pemodelan cahaya sun angle shadding atau hillshade. Hillshade adalah suatu tampilan data raster dengan pencahayaan
matahari dari berbagai arah dan ketinggian sudut matahari. Efek dari tampilan hillshade adalah sisi permukaan yang terkena cahaya dan sisi yang tidak terkena
pencahayaan, sehingga mempermudah melihat cepat profil ketinggian ESRI, 2002.
Pada penelitian ini, pemodelan cahaya dilakukan dengan perangkat lunak ArcGIS 9.1 dengan azimuth sudut arah pencahayaan matahari 315º dan
elevation ketinggian pencahayaan matahari 45º dengan efek transparansi 67.
Peta topografi yang sudah dikelaskan berdasarkan matriks, kemudian dioverlay dengan peta hillshade tersebut. Pemodelan hillshade ini diterapkan
pada semua peta dalam penelitian ini, seperti yang sudah diaplikasikan pada peta daerah penelitian. Pemetaan elevasi dapat dilihat pada Gambar 18.
Berdasarkan Gambar 18 dapat diketahui Kabupaten Sikka merupakan daerah yang memiliki topografi yang kompleks mulai dari dataran rendah sampai
dengan topografi terjal yang mencapai ketinggian 1700 m di atas permukaan laut. Akan tetapi, secara umum dapat dilihat dari peta bahwa sebagian besar
wilayah Kabupaten Sikka berbukit-bukit topografi kasar. Hal ini ditandai dengan banyak terdapat dataran tinggi yang berbukit dan bergunung-gunung.
Daerah utara Sikka merupakan daerah yang cukup landai dibandingkan dengan daerah selatan. Hal ini ditandai yaitu warna-warna ketinggiaan rendah
lebih banyak terdapat di daerah utara daripada selatan. Kabupaten Sikka bagian utara terdiri atas daratan yang sempit dan makin ke selatan wilayahnya berbukit-
bukit dan bergunung. Untuk kajian resiko tsunami, topografi dibagi dalam lima kelas yaitu kelas
kerentanan sangat tinggi 10 m, kelas kerentanan tinggi 10-25 m, kerentanan sedang 25-50 m, kerentanan rendah 50-100 m dan kerentanan
sangat rendah 100 m.
Gambar 18. Peta kerentanan elevasi terhadap tsunami
Berdasarkan hasil perhitungan jumlah sel, dapat diketahui luasan wilayah per kelas kerentanan elevasi seperti pada Tabel 8.
Tabel 8. Luasan wilayah tingkat kerentanan elevasi
No Tingkat Kerentanan
Jumlah sel Luas m
2
Luas Ha
1 Sangat Tinggi
51.324 46.191.600
4.619,16 2
Tinggi 74.295
66.865.500 6.686,55
3 Sedang
65.731 59.157.900
5.915,79 4
Rendah 125.148
112.633.200 11.263,32
5 Sangat Rendah
1.438.329 1.294.496.100
129.449,60 Total
1.754.827 1.579.344.300
157.934,43
Berdasarkan hasil pemetaan klasifikasi topografi berdasarkan matriks resiko tsunami, dapat diketahui bahwa daerah yang ketinggiannya kurang dari 10 m
memiliki luas 4.649,16 Ha yang menyebar sepanjang pantai utara meliputi Kecamatan Talibura, Waigete, Kewapante, Alok, Maumere, dan Nita serta
sebagian kecil terlihat di sepanjang pesisir selatan Kecamatan Paga dan Bola. Wilayah dengan ketinggian 10-25 m memiliki luas 6.686,55 Ha juga masih
dominan berada pada pesisir utara dan sebagian di pesisir selatan. Untuk wilayah dengan ketinggian di atas 25-50 m dan 50-100 m masih
dominan terdapat di wilayah utara Kabupaten Sikka, sedangkan ketinggian 100 m menyebar rata pada bagian tengah Kabupaten Sikka. Secara umum, dapat
diketahui bahwa wilayah pesisir Kabupaten Sikka yang berelevasi rendah membuat tingkat kerentanan tsunami di daerah ini lebih tinggi daripada wilayah
selatan. Semakin rendah elevasi suatu daerah, maka tingkat kerentanan terhadap
bahaya tsunami semakin besar. Semakin besar tingkat kerentanan, maka semakin besar resikonya, dan sebaliknya. Oleh karena itu, peta topografi
merupakan peta penting dalam kajian resiko tsunami.
4.3.2 Kemiringan daratan slope
Kemiringan merupakan parameter penting dalam menentukan tingkat kerentanan tsunami di suatu daerah. Kemiringan daratan akan mempengaruhi
tinggi run up tsunami yang akan terjadi. Semakin curam suatu daratan, maka tinggi run up akan semakin rendah.
Satuan kemiringan daratan yang digunakan adalah dalam persentase . Range slope dalam persen berkisar dari 0-200. Nilai kemiringan 0
mengindikasikan flat areano slope area datar. Nilai kemiringan 100 mengindikasikan kemiringan area 45º dan nilai 200 menunjukkan vertical slope
Earth Resource Mapping Ltd, 2008. Peta slope Gambar 19 merupakan peta yang diturunkan dari peta topografi.
Pada waktu processing data, data topografi dijadikan input dalam algoritma matematis, yang dapat mengubah setiap nilai elevasi menjadi sebuah nilai baru
yang menggambarkan kemiringan lahan daratan dengan menggunakan fungsi surface analyst pada menu spatial analyst.
Pada kajian resiko tsunami ini, parameter kemiringan daratan juga dibagi ke dalam lima kelas kerentanan yaitu kelas kerentanan sangat tinggi 2,
kerentanan tinggi 2-10, kerentanan sedang 10-15, kerentanan rendah 15-40 dan kerentanan sangat rendah 40.
Hasil pemetaan slope Gambar 19 menunjukkan bahwa kondisi kemiringan tanah kelerengan di wilayah Kabupaten Sikka cukup bervariasi. Berdasarkan
laporan dari Kantor Bappeda Kabupaten Sikka 2005, kisaran kemiringan tanah di Kabupaten Sikka adalah dari 0 sampai dengan 70 dan didominasi oleh
kemiringan tanah yang lebih besar dari 40 dengan luas 81,167
Ha
atau sekitar 46,87 dari total luas wilayah Kabupaten Sikka.
Gambar 19. Peta kerentanan slope terhadap tsunami
Berdasarkan pengolahan data dengan ArcGIS 9.1 didapat luasan wilayah sebagaimana Tabel 9 di bawah ini.
Tabel 9. Luasan wilayah kerentanan slope
No Tingkat kerentanan
Jumlah sel Luas m
2
Luas Ha
1 Sangat Tinggi
74.995 67.495.500
6.749,55 2
Tinggi 187.314
168.582.600 16.858,26
3 Sedang
143.023 128.720.700
12.872,07 4
Rendah 710.134
639.120.600 63.912,06
5 Sangat Rendah
639.361 575.424.900
57.542,49 Total
1.754.827 1.579.344.300
157.934,43
Berdasarkan Tabel 9 di atas dapat dilihat bahwa daerah yang kerentanan sangat tinggi memiliki luas 6.749,55 Ha dan daerah yang kerentanannya tinggi
memiliki luas 16.858,26 Ha. Daerah yang berada pada kelas kerentanan sangat tinggi dan tinggi, sebagian besar berada pada wilayah pesisir utara.
Wilayahnya meliputi sebagian besar wilayah Kecamatan Alok, Maumere, Kewapante, Waigete, dan Talibura. Daerah ini akan merupakan daerah yang
resiko tsunaminya tinggi jika tidak ada upaya penataan ruang yang baik terutama yang menyangkut area padat penduduk dan basis ekonomi penting.
Berdasarkan hasil konsultasi dan studi literatur, diketahui bahwa penempatan kawasan pemukiman dapat dibagi dalam empat kelas kemiringan yaitu : 0-8º, 8-
25º, 25-35º dan lebih dari 35º. Daerah yang memiliki tingkat kerentanan sangat tinggi dan tinggi umumnya
terletak pada wilayah pesisir kabupaten dan dominan terlihat pada wilayah pesisir utara. Luas wilayah kerentanan sangat tinggi dan tinggi masing-masing
adalah 6.749,55 Ha dan 16.858,26 Ha.
Daerah kerentanan sedang meliputi daratan tengah sebagian Kecamatan Lela, Bola, Talibura, Waigete, Kewapante dan Alok. Daerah kerentanan sangat
rendah dan rendah, tersebar merata pada bagian tengah wilayah Kabupaten Sikka. Sehingga dapat diketahui bahwa daerah kerentanan rendah dan sangat
rendah adalah daerah yang hampir mendominasi wilayah Kabupaten Sikka yang dicirikan dengan wilayah perbukitan dan pegunungan.
Slope merupakan faktor penting yang menentukan sejauh mana limpasan tsunami ke daratan. Daerah yang memiliki slope yang landai merupakan daerah
yang beresiko tinggi terhadap tsunami. Oleh karena itu, slope dijadikan sebagai salah satu parameter penting dan diberikan bobot sama seperti elevasi yaitu
15.
4.3.3 Morfometri pantai
Bentuk morfometri pantai sangat berpengaruh besar terhadap tingkat energi tsunami yang akan terhempas ke daratan. Meskipun besaran gempa tektonik
yang mengakibatkan gelombang tsunami relatif kecil, tetapi jika morfometrinya mendukung untuk memberikan penguatan terhadap limpasan tsunami, maka
resiko korban jiwa dan kerusakan akan semakin besar. Hal ini juga didukung bilamana sedimen pantainya berupa pasir halus. Hal ini juga akan menambah
penguatan run up dan mengakibatkan jarak run up yang semakin jauh ke daratan Istiyanto et al., 2005. Oleh karena itu peta morfometri ini diberikan bobot
sebesar 15. Pada penelitian ini, bentuk morfometri pantai diklasifikasikan dalam lima
kelas yaitu teluk V, teluk U, tanjung, pantai lurus dan non teluk atau tanjung. Pemetaan morfometri pantai dilakukan dengan metode on screen digitize
berdasarkan hasil visualisasi manual kenampakan topografi daerah pesisir.
Untuk keakuratan data, hasil pemetaan tersebut juga dibandingkan dengan data citra satelit.
Pada pemetaan ini dilakukan teknik pembufferan sejauh 1.000 m dari garis pantai. Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa daerah limpasan tsunami tidak
akan sampai sejauh satu km dari garis pantai. Peta morfometri pantai disajikan pada Gambar 20.
Morfometri pantai berpengaruh terhadap besar kecilnya energi limpasan tsunami ke arah darat. Kabupaten Sikka memiliki morfometri yang unik.
Berdasarkan Gambar 20 dapat dilihat bahwa daerah utara Sikka umumnya didominasi oleh teluk, sedangkan daerah selatan merupakan daerah yang
didominasi oleh tanjung. Beberapa teluk yang terdapat di Kabupaten Sikka diantaranya yaitu Teluk
Maumere, Teluk Rung, Teluk Paga, Teluk Wodong, dan Teluk Pedang. Masing- masing teluk tersebut, memiliki bentuk yang berbeda, dimana ada yang
berbentuk U dan ada yang berbentuk V. Sedangkan beberapa tanjung yang terdapat di Kabupaten Sikka yaitu diantaranya Tanjung Wokar, Tanjung
Watuntou, Tanjung, dan Tanjung Watunkelahi. Selain teluk dan tanjung, terdapat juga daerah pesisir dengan morfometri pantai lurus.
Setiap morfometri pantai memberikan dampak yang berbeda terhadap limpasan gelombang tsunami di pantai. Pantai teluk V memiliki tingkat
kerentanan yang lebih tinggi dibandingkan pantai teluk U. Hal ini karena, pantai teluk V lebih memusatkan energi tsunami. Akan tetapi, secara umum pantai
yang berteluk memiliki tingkat kerentanan yang tinggi daripada tipe pantai yang lain. Hal ini karena morfometri pantai yang berbentuk teluk akan mempengaruhi
refraksi gelombang tsunami sehingga kecepatan dan energi gelombang tsunami bertambah. Akibatnya, akumulasi massa air yang terjadi akan meningkatkan
ketinggian serta kecepatan gelombang tsunami di pantai.
Gambar 20. Peta kerentanan morfologi terhadap tsunami
Jika tidak ada penghalang alami dan topografi pantainya landai, maka gelombang tsunami akan jauh masuk ke daratan.
Berbeda dengan pantai berteluk, pada pantai bertanjung akan menyebarkan energi gelombang tsunami, sehingga penjalaran dan tinggi run up pun lebih
rendah. Pada pantai yang lurus, energi merambat secara lurus tanpa ada pembelokan. Pantai tanjung termasuk ke dalam kerentanan sedang dan pantai
lurus termasuk ke dalam kerentanan rendah. Daerah di luar buffer satu km termasuk ke dalam daerah non teluk atau tanjung. Daerah ini dianggap sudah
tidak dipengaruhi oleh gelombang tsunami. Selain bentuk pantai, tipe pantai juga sangat mempengaruhi tingkat
kerentanan terhadap tsunami karena tipe pantai berpasir, berlumpur, berbatu, berkarang, atau berawa turut mempengaruhi run up tsunami. Pada penelitian
ini, penulis tidak mendapatkan data geomorfologi daerah Sikka. Akan tetapi, berdasarkan pengamatan di lapangan, sebagian besar daerah pesisir utara dan
selatan Kabupaten Sikka pantainya berupa batuan, pecahan karang, tetapi terdapat juga pasir halus sampai kasar dan ada yang berasal juga dari pecahan-
pecahan karang rubble.
4.3.4 Penggunaan lahan
Pemetaan penggunaan tanah pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data spasial dari Bappeda Kabupaten Sikka tahun 2005.
Berdasarkan data yang didapat diketahui bahwa jenis penggunaan tanah yang terdapat di wilayah Kabupaten Sikka terdiri dari beberapa jenis penggunaan
tanah yaitu batuan cadas, batuan gamping, hutan, hutan rawa, kebun, mangrove, pemukiman, rumputtanah kosong, sawah irigasi, semak belukar, dan
tegalanladang. Jenis penggunaan lahan di Kabupaten Sikka dapat dilihat pada Gambar 21.
Gambar 21. Peta jenis landuse di Kabupaten Sikka
Berdasarkan Gambar 21 di atas dapat diketahui luasan dari masing-masing landuse tersebut seperti Tabel 10 berikut.
Tabel 10. Luasan jenis landuse di Kabupaten Sikka
Landuse Jumlah sel
Luas m
2
Luas Ha
Batuan cadas 4.465
4.018.500 401,85
Batuan gamping 331
297.900 29,79
Hutan 232.081
208.872.900 20.887,29
Hutan rawa 2.974
2.676.600 267,66
Kebun 165.019
148.517.100 14.851,71
Mangrove 3.884
3.495.600 349,56
Pemukiman 29.593
26.633.700 2.663,37
Rumputtanah kosong 64.949
58.454.100 5.845,41
Sawah irigasi 17.012
15.310.800 1.531,08
Semakbelukar 722.044
649.839.600 64.983,96
Tegalanladang 511.711
460.539.900 46.053,99
Total 1.754.063
1.578.656.700 157865,67
Dari Tabel 10 dapat diketahui bahwa tipe penggunaan tanah di wilayah Kabupaten Sikka didominasi oleh jenis semak belukar, tegalanladang, hutan
belukar dan kebun. Dampak yang ditimbulkan oleh bencana tsunami terhadap masing-masing
landuse tidak sama. Hal ini karena masing-masing landuse memiliki tingkat reduksi tertentu saat terkena gelombang tsunami. Misal untuk sawah irigasi.
Sawah irigasi penting diketahui tingkat kerentanannya karena sawah merupakan sumber ekonomi pokok masyarakat. Apabila sawah irigasi terkena limpasan
tsunami, maka areal sawah tersebut akan tergenang air laut dan tanah sawah yang terkena air asin akan menjadi tanah mati. Dampaknya adalah areal sawah
tersebut tidak dapat digunakan lagi untuk bercocok tanam. Artinya, bencana tsunami dapat menyebabkan terjadi perubahan lahan. Oleh karena itu, perlu
dilihat tingkat kerentanan landuse terhadap tsunami. Pemetaan kerentanan landuse di Kabupaten Sikka dapat dilihat pada Gambar 22.
Gambar 22. Peta kerentanan landuse terhadap tsunami
Berdasarkan Gambar 22 dapat diketahui bahwa daerah yang termasuk ke dalam kerentanan sangat tinggi dan tinggi banyak terdapat di wilayah pesisir,
terutama pesisir utara Kecamatan Alok dan Kewapante. Hal ini karena pada daerah tersebut, banyak dimanfaatkan sebagai daerah pemukiman. Wilayah
dengan tingkat kerentanan sedang, rendah dan sangat rendah sebagian besar terdapat pada bagian tengah Kabupaten Sikka. Luas dari masing-masing kelas
kerentanan dapat terlihat pada Tabel 11 berikut. Tabel 11. Luasan tingkat kerentanan landuse
No Tingkat Kerentanan
Jumlah sel Luas m
2
Luas Ha
1 Sangat Tinggi
53.463 48.116.700
4.811,67 2
Tinggi 165.019
148.517.100 14.851,71
3 Sedang
511.711 460.539.900
46.053,99 4
Rendah 786.953
708.257.700 70.825,77
5 Sangat Rendah
236.917 213.225.300
21.322,53 Total
1.754.063 1.578.656.700
157.865,67
Tabel 11 di atas menunjukkan bahwa luasan tingkat kerentanan tinggi dan sangat tinggi berturut-turut adalah 14.851,71 Ha dan 4.811,67 Ha. Pada daerah
ini, tingkat resikonya akan semakin besar. Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat juga tingkat penggunaan lahan di Kabupaten Sikka sebagian besar berada pada
tingkat kerentanan sedang. Untuk kajian resiko tsunami, area pemukiman merupakan area yang paling
rentan. Sebagian besar daerah pemukiman terletak di daerah pesisir yang berpotensi besar terhadap bahaya tsunami. Penggunaan lahan yang tidak
banyak melibatkan manusia seperti hutan lebat, berada pada daerah yang aman. Oleh karena itu, penggunaan lahan pada kawasan pesisir harus memperhatikan
konsep penataan ruang yang berbasis bencana alam, dalam hal ini adalah bencana tsunami.
4.3.5 Jarak dari garis pantai
Mengingat tsunami bersifat merusak, maka dalam penataan ruang harus memperhatikan kawasan penyangga buffer zone. Jarak dari garis pantai
merupakan parameter penting dalam kajian resiko tsunami, sehingga diberi bobot 15. Berdasarkan kejadian Tsunami Flores, banyak warga pesisir yang
meninggal dunia dan berbagai sarana penting mengalami kerusakan karena berada di wilayah yang mudah terpapar tsunami. Oleh karena itu, pembuatan
jarak dari garis pantai merupakan salah satu faktor penting dalam analisis kerentanan tsunami.
Sebagian besar pemukiman dan sarana penting biasanya berada pada daerah pesisir yang sangat rentan terhadap tsunami. Hampir 140 juta penduduk
60 penduduk Indonesia tinggal di wilayah pesisir dan sekitar 80 dari industri Indonesia memanfaatkan sumberdaya pesisir Diposaptono dan Budiman, 2006.
Oleh karena itu, penataan ruang wilayah pesisir harus melihat konsep jarak dari garis pantai.
Pada penelitian ini pembuatan jarak dari garis pantai dilakukan dengan menggunakan data spasial garis pantai yang kemudian dilakukan buffering dan
dikelaskan sesuai dengan matriks resiko tsunami. Peta jarak dari garis pantai dapat dilihat pada Gambar 23.
Gambar 23. Peta jarak dari garis pantai
Berdasarkan Gambar 23 di atas dapat diketahui bahwa daerah yang berwarna merah tua menunjukkan daerah yang paling rentan terhadap tsunami
yang berada pada radius 200 m dari garis pantai. Daerah yang semakin dekat dengan pantai merupakan daerah yang paling rentan, dan sebaliknya.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, pemukiman yang rentan sekali terhadap tsunami yaitu pemukiman di daerah Wuring Kecamatan Alok. Desa
Wuring terletak dalam kawasan Teluk Maumere. Masyarakat pada daerah tersebut membangun rumahnya ke arah laut dan bahkan ada yang di laut. Areal
pemukiman tersebut semakin lama, semakin bertambah banyak, sehingga semakin menjorok ke laut.
Selain Wuring, areal pemukiman di daerah Desa Nangahale Kecamatan Talibura juga daerah-daerah pemukiman di pulau-pulau kecil Kabupaten Sikka,
umumnya dekat dengan pantai. Dasar pondasi untuk pemukiman di daerah pesisir tersebut banyak yang terbuat dari rubble sehingga sangat rentan bila
terhempas gelombang tsunami Lampiran 2. Oleh karena itu, penting sekali menerapkan penataan ruang yang baik untuk mengurangi resiko tsunami
khususnya di daerah pesisir.
4.3.6 Jarak dari sungai
Jarak dari sungai Gambar 24 juga merupakan parameter penting dalam kajian resiko tsunami. Pada umumnya tsunami yang melewati sungai akan
menimbulkan kerusakan yang besar. Pada daerah yang menyempit seperti sungai, akan terjadi peningkatan kecepatan dan ketinggian muka air karena
dengan debit massa air yang sama harus menjalar melalui celah yang sempit. Oleh karena itu, dalam penataan ruang harus memperhatikan jarak dari sungai.
Gambar 24. Peta jarak dari sungai
Pemetaan jarak dari sungai ini dibatasi sampai ketinggian 10 m di daratan sesuai dengan run up Tsunami Flores 10 m dan pemetaan dilakukan pada
sungai-sungai besar saja. Pada pemetaan di atas dapat dilihat bahwa Kabupaten Sikka memiliki
sedikit sungai-sungai besar. Pada umumnya sungai-sungai besar tersebut terdapat pada daerah selatan dan jarak antara sungai pun sangat berjauhan.
Berdasarkan literatur ilmiah, pada saat limpasan tsunami ke daratan, jika jarak antara dua sungai saling berdekatan akan menimbulkan kerusakan yang besar
karena terjadi akumulasi energi gelombang tsunami dan massa air. Penempatan area pemukiman padat pada zona paling aman dari bahaya
tsunami merupakan prioritas utama, sehingga harus diletakkan pada daerah yang jauh dari perkiraan jangkauan tsunami. Berdasarkan Gambar 23 di atas
dapat dilihat bahwa daerah yang berwarna merah merupakan daerah yang memiliki tingkat kerentanan tinggi terhadap tsunami. Area padat penduduk dan
area akonomi penting, sebaiknya berada pada jarak 100 m dari sungai.
4.4 Faktor-faktor pendukung tingkat kerentanan tsunami