Pengolahan data dengan cell based modelling

yaitu sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 seratus meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Pada penelitian ini jarak dari garis pantai diklasifikasi menjadi lima kelas yaitu 200 m; 200-500 m; 500- 1000; 1000-1500 m dan 1500 m. 6. Jarak dari sungai Jarak dari sungai merupakan parameter yang mempengaruhi tingkat resiko tsunami. Tsunami yang memasuki kanal banjirsungai akan mengakibatkan kerusakan yang lebih besar karena adanya pemusatan energi tsunami sehingga semakin mendorong tsunami masuk lebih jauh ke daratan. Contohnya Tsunami California yang melewati kanal-kanal pengendali banjir dapat masuk ke daratan sampai 1 mil 1,802 km. Oleh karena itu, perlu dilakukan buffer dari sungai. Pada penelitian ini buffer dari sungai dilakukan pada jarak 100 m; 100-200 m; 200-300 m; 300-500 m; dan 500 m.

3.8 Pengolahan data dengan cell based modelling

Cell based modelling selanjutnya disingkat CBM merupakan metode yang digunakan dalam pengolahan data pada penelitian ini. Oleh karena itu, berbagai parameter kerentanan tersebut di atas harus dikonversi ke bentuk raster. Untuk parameter topografi, input layer data berupa data line contour yang selanjutnya diolah menjadi data set TIN Triangulated Irregular Network. Data set TIN adalah suatu struktur data yang digunakan untuk model permukaan seperti ketinggian yang berbentuk jejaring triangular ESRI, 2002. Besar kecilnya ukuran segitiga pada data TIN tergantung dari banyaknya data. Semakin banyak data, semakin rapatkecil ukuran segitiga yang menunjukkan interpolasi yang detail. Hasil TIN berupa topografi yang smooth dengan kenampakan informasi yang cukup detail. Selanjutnya data TIN tersebut dikonversi ke raster dengan fungsi convert feature to raster pada menu 3D Analyst. Selanjutnya dilakukan pengkelasan sesuai matriks untuk mendapatkan kelas elevasi daratan. Untuk data kemiringan langsung diturunkan dari data elevasi dengan fungsi Slope Surface Analyst pada menu Spatial Analyst sehingga sudah berformat raster. Selanjutnya tinggal diklasifikasi berdasarkan matriks. Untuk morfologi pantai, penulis tidak mendapatkan data spasial digital morfologi pantai. Oleh karena itu, input data morfologi diambil dengan cara melakukan on screen digitize pada peta batimetri Dishidros TNI AL skala 1:200.000. Sebelum dilakukan proses digitasi, terlebih dahulu dilakukan konversi peta analog ke format digital melaui proses scanning, registrasi peta menggunakan software Global Mapper 10, transformasi koordinat dan kemudian baru dilakukan proses digitasi. Pada pembuatan peta morfologi, dilakukan buffering area satu 1 km dari garis pantai. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa batas limpasan tsunami ke daratan tidak sampai sejauh 1 km. Digitasi dilakukan dengan teknik visual pada kenampakan daerah pantai bertipe pantai teluk V, teluk U, tanjung, pantai lurus dan non teluktanjung. Selanjutnya data tersebut dikonversi ke format raster dan dikelaskan berdasarkan kriteria yang ditetapkan. Input data penggunaan lahan sudah dalam bentuk digital spasial. Untuk mendapatkan data yang benar, dilakukan proses re-editing data landuse mengacu juga pada kenampakan pada citra satelit. Tahap selanjutnya adalah mengkonversi data ke dalam bentuk raster dan dilakukan pengkelasan. Pada pembuatan buffer zone untuk jarak dari garis pantai dan sungai, dilakukan buffering dan reclassify. Selanjutnya dikonversi ke format data raster dan dikelaskan berdasarkan matriks. Selain pengolahan di atas juga dilakukan pemetaan batimetri dari peta batimetri dengan cara digitize on screen dan outputnya berupa point kedalaman. Selanjutnya diinterpolasi dengan metode Natural Neighbours. Metode ini merupakan metode interpolasi yang paling efektif jika sel inputnya cukup banyak, sehingga akan dihasilkan peta batimetri yang mirip dengan kondisi real di alam dan hasilnya juga lebih smooth. Pada pengolahan data raster di ArcGIS 9.1, seluruh output cell size adalah 30x30 m. Pemilihan resolusi spasial tersebut mengikuti resolusi spasial citra Landsat7ETM+ supaya mudah dalam overlay raster. Gambaran desain fisik penentuan tingkat resiko tsunami selengkapnya disajikan pada Gambar 13. Gambar 13. Desain penentuan tingkat resiko tsunami Parameter Kerawanan Parameter Kerentanan Overlay Peta Resiko Tsunami Kab. Sikka Analisis resiko tsunami Analisis seismisita s Daerah rawan tsunami Kerentanan lingkungan Kerentanan sosial kependudukan infrastruktur Pemukiman infrastruktur Elevasi Landuse Morfometri Jarak dari garis pantai Jarak dari sungai Slope Analisis spasial yang digunakan untuk penentuan resiko tsunami menggunakan metode CBM, baik untuk pengkelasan maupun untuk overlay setiap parameter yang diperoleh. Seluruh parameter yang digunakan akan berformat grid yang terdiri atas sekumpulan sel. Setiap sel memiliki nilai tertentu yang besarnya tergantung dari besarnya nilai masing-masing parameter. Sel-sel tersebut kemudian dikelompokkan berdasarkan nilainya ke dalam lima kelas zona, yaitu kelas resiko sangat tinggi, resiko tinggi, resiko sedang, resiko rendah dan resiko sangat rendah. Pengelompokkan sel dalam data raster ini mengikuti operasi zonal function karena setiap sel akan dikodekan berdasarkan kriteria yang membentuk suatu zona. Setiap zona akan memiliki kisaran nilai parameter sebagaimana yang terdapat dalam Tabel 5. Selanjutnya dilakukan proses overlay seluruh parameter penentu resiko tsunami dengan sistem pembobotan dan skoring. Tabel 5. Matriks Resiko Tsunami No Parameter Bobot Resiko Sangat Tinggi Skor Resiko Tinggi Skor Resiko Sedang Skor Resiko Rendah Skor Resiko Sangat Rendah Skor Kerawanan 1 Run up tsunami m 20 16 5 6-16 4 2-6 3 0.75-2 2 0.75 1 Kerentanan 2 Elevasi m 15 10 5 10-25 4 25-50 3 50-100 2 100 1 3 Slope 15 10 5 10-20 4 20-30 3 30-40 2 40 1 4 Morfometri pantai 15 Teluk V 5 Teluk U 4 Tanjung 3 Lurus 2 Non teluk tanjung 1 5 Landuse 10 Pemukiman, sawah, mangrove, hutan rawa 5 Kebun 4 Ladang tegalan 3 Semak belukar, rumput tanah kosong 2 Hutan, batuan cadas dan gamping 1 6 Jarak dari garis pantai m 15 0-200 5 200-500 4 500- 1000 3 1000-1500 2 1500 1 7 Jarak dari sungai m 10 0-100 5 100-200 4 200-300 3 300-500 2 500 1 Jumlah bobot x skor 100 5 4 3 2 1 Sumber : UU RI No.27 Tahun 2007; Bappeda Kab. Sikka 2006; Bakosurtanal-Pusat Studi Bencana Alam UGM 2002; Diposaptono dan Budiman 2006; modifikasi berdasar konsultasi pakar dan pembimbing

3.9 Matriks tingkat resiko tsunami Kabupaten Sikka