Aktor Retailer Manajemen Risiko Rantai Pasok Sayuran Organik (Studi Kasus PT. X Cisarua, Bogor, Jawa Barat)

47 peningkatan efisiensi keputusan pengiriman pasokan oleh petani dalam memenuhi permintaan aktor retailer. Pemberian insentif terhadap biaya tambahan yang terjadi karena risiko kekurangan pasokan dapat menurunkan inefisiensi dalam bentuk penentuan jumlah pasokan dan budidaya yang berlebihan. Hasil penyeimbangan pada Tabel 17menunjukkan jumlah keputusan petani yang optimal dalam menghadapi risiko kekurangan pasokan. Keputusan petani sebelum penyeimbangan risiko rata-rata 188 Kg lebih tinggi pada semua jenis sayuran. Selisih tertinggi terdapat padajenis wortel sebesar 613 Kg sedangkan selisih terkecil terdapat pada jenis Pakcoi Hijau sebesar 85 Kg. Keputusan petani untuk pemenuhan pasokan setelah pengelolaan risiko menunjukkan selisih pasokan yang lebih rendah dengan rata-rata 121 Kg daripada sebelumnya yaitu sebesar rata-rata 188 Kg. Penurunan selisih pasokan sebelum dan sesudah penyeimbangan risiko pada jenis sayuran Wortel mencapai 350 Kg yaitu dari 613 Kg menjadi 263 Kg. Berdasarkan pencapaian tersebut menunjukkan bahwa insentif terhadap biaya yang timbul akibat risiko kekurangan pasokan pada aktor petani yang diberikan aktor retailer dapat menurunkan inefisiensi permintaan dan pengiriman psaokan dalam rantai pasok. Berdasarkan perhitungan dengan insentif biaya sebesar 20 dari biaya yang timbul apabila terjadi kekurangan pasokan sebesar 35-45 pada aktor perusahaan dan petanitetap memberikan keuntungan bagi seluruh aktor dalam rantai pasok. Jumlah keputusan budidaya paling tepat dan optimal dipandang dari sisi risiko,permintaan dan pengirimanpasokan terhadap margin pendapatan langsung, serta keuntungan yang diperoleh saat ini dapat dilihat pada Tabel 15, Tabel 16 dan Tabel 17. Tabel 17. Penyeimbangan pasokan pada aktor petani Jenis Sayuran Permintaan Retailer � KgBulan Jumlah Pasokan � � KgBulan Pasokan Optimal � ∗ KgBulan Wortel 1.900 2.513 2.163 Tomat buah 450 621 577 Broccoli 400 625 528 Caysim 390 609 528 Bayam hijau 350 483 462 Jagung manis 330 436 429 Bayam merah 300 414 405 Buncis 300 414 408 Selada cos 300 414 413 Petsai 300 469 361 Pakcoi hijau 250 345 333 Berdasarkan hasil penyeimbangan permintaan dan pasokan setelah penerapan mekanisme pengelolaan risiko pada aktor petani menunjukkan adanya peningkatan efisiensi keputusan pengiriman pasokan oleh petani dalam memenuhi permintaan aktor retailer. Pemberian insentif terhadap biaya tambahan yang terjadi karena risiko kekurangan pasokan dapat menurunkan inefisiensi dalam bentuk penentuan jumlah pasokan dan budidaya yang berlebihan. Mekanisme 48 yang digunakan dianggap dapat memberikan peningkatan permintaan dan pengiriman retailer serta memberikan jaminan terhadap risiko yang dihadapi petani dan perusahaan. Mekanisme tersebut dianggap mampu mengurangi dampak marginalisasi yang terjadi antar aktor dalam bentuk inefisiensi permintaan dan pasokan Li et al., 2013. Penyeimbangan Keuntungan dan Biaya Parameter pencapaian pengelolaan risiko rantai pasok selain keseimbangan pasokan dan permintaan adalah keuntungan dalam rantai pasok. Nilai keuntungan diperoleh dari selisih antara biaya keseluruhan yang dikeluarkan dalam permintaan pasokan maupun pemenuhan pasokan sayuran terhadap pendapatan yang diperoleh dari sayuran yang terjual kepada konsumen. Penyeimbangan keputusan permintaan dan pasokan berdampak pada keuntungan aktor dalam rantai pasok. Berdasarkan hasil penilaian keuntungan aktor pada seluruh sayuran sebelum dan sesudah pengelolaan risiko dapat diketahui seberapa besar pencapaian pengelolaan rantai pasok dalam parameter keuntungan tiap aktor dan biaya yang timbul karena karena kejadian risiko kekurangan pasokan. Keuntungan aktor tidak dapat dinyatakan dengan tepat karena dipengaruhi oleh faktor biaya yang timbul dari kejadian risiko. Keuntungan yang diperoleh dinyatakan dalam istilah nilai harapan expected value.

1. Aktor Retailer

Konsekuensi penyeimbangan permintaan pasokan retailer dalam menghadapi permintaan konsumen adalah peningkatan permintaan pasokan retailer kepada perusahaan terhadap permintaan konsumen. Peningkatan tersebut didasari oleh kemampuan retailer dalam memperoleh margin pendapatan yang lebih besar dari aktor lain. Pendapatan aktor retailer juga dapat digunakan untuk memberikan insentif atas biaya yang timbul karena risiko kekurangan pasokan petani dan perusahaan dalam memenuhi permintaan retailer. Peningkatan jumlah permintaan pasokan dan pemberian insentif tidak menurunkan perolehan keuntungan aktor retailer. Nilai harapan aktor retailer juga mengalami peningkatan seperti terlihat pada Tabel 18. Peningkatan nilai harapan keutungan retailer juga diikuti dengan penurunan jumlah keuntungan yang hilang karena permintaan konsumen yang terabaikan. Melalui mekanisme yang diajukan permintaan konsumen lebih bisa dipenuhi daripada kondisi sebelumnya. Keputusan retailer untuk menambah jumlah pasokan dari perusahaan akan lebih menguntungkan bagi retailer. Nilai harapan keuntungan aktor retailer sebelum pengelolaan risiko rata-rata mencapai Rp. 4.661.136,36 dan mengalami kenaikan menjadi Rp. 5.084.320,24 atau naik dengan rata-rata sebesar Rp. 423.183,88. Penambahan jumlah pasokan untuk memenuhi permintaan konsumen tidak mengurangi nilai harapan keutungan aktor retailer. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan jumlah yang dilakukan masih dalam batas yang terjangkau dari sisi margin yang didapat dan tidak merugikan retailer.