Petani Mendawai Manajemen Risiko Rantai Pasok Sayuran Organik (Studi Kasus PT. X Cisarua, Bogor, Jawa Barat)
15 produksi yang masuk dalam proses produksi hasil tersebut. Menurut
Simatupang dalam Dewi 2011 mendefinisikan nilai tambah sebagai penerimaan upah pekerja dan keuntungan pemilik modal atau nilai produksi dikurangi
pengeluaran barang antara. Perhitungan nilai tambah pada Simatupang dalam Dewi 2011tidak memperhitungkan unsur-unsur lain dalam proses pembentukan
nilai tambah, seperti bahan baku dan bahan penolong.
Sumber-sumber nilai tambah diperoleh dari pemanfaatan faktor-faktor produksi tenaga kerja, modal, sumber daya alam, dan manajemen untuk
menjamin agar produksi terus berjalan secara efektif dan efisien nilai tambah yang diciptakan perlu didistribusikan secara adil. Analisis nilai tambah dapat
dipandang sebagai usaha untuk melaksanakan prinsip-prinsip distribusi di atas dan berfungsi sebagai salah satu indikator keberhasilan sektor
agribisnis. Analisis ini merupakan metode perkiraan sejauh mana bahan baku yang mendapat perlakuan mengalami perubahan nilai. Nilai tambah dipengaruhi
oleh faktor teknis dan non teknis.
Menurut Hayami dalam Marimin dan Maghfiroh, 2010, nilai tambah dipengaruhi oleh faktor-faktor yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis
yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan, dan tenaga kerja. Faktor pasar yang berpengaruh adalah harga output, upah tenaga
kerja, harga bahan baku dan input lain. Besarnya nilai tambah karena proses pengolahan didapat dari pengurangan biaya bahan baku dan input lainnya
terhadap nilai produk yang dihasilkan, termasuk tenaga kerja. Nilai tambah menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemen yang dapat
dinyatakan sebagai berikut :
Nilai Tambah = f [K, B, T, U, H, h, L] 2
Dimana, K = Kapasitas Produksi
B = Bahan Baku yang digunakan T = Tenaga Kerja yang digunakan
U = Upah tenaga kerja H = Harga Output
Pengukuran Kinerja Rantai Pasok
Salah satu aspek fundamental dalam SupplyChainManagement SCM adalah manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan. Menurut Pujawan
2005, sistem pengukuran kinerja diperlukan untuk : 1 melakukan monitoring dan pengendalian, 2 mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada
rantai pasok, 3 mengetahui dimana posisi suatu organisasi relatif terhadap pesaing maupun terhadap tujuan yang ingin dicapai dan 4 menentukan arah
perbaikan untuk menciptakan keunggulan dalam bersaing.
Menurut Aranyam et al. 2006, terdapat beberapa metode yang telah dikembangkan untuk mengukur kineja SCM. Beberapa metode terbaik tersebut
antara lain: Supply Chain Council Operations Reference SCOR,
theBalancedScorecard BSC, Multi-CriteriaAnalysis, DataEnvelopmentAnalysis DEA, Life-Cycle Analysis dan Activity-BasedCosting. Pada studi ini pengukuran