Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa terdapat hubungan positif antara NDVIEVI dengan fase pertumbuhan padi. Hal ini menunjukkan bahwa
NDVIEVI hasil ekstraksi dari citra MODIS dapat digunakan untuk menduga produktivitas padi.
Konsepsi Penelitian Yang Dilaksanakan
Berdasarkan hasil kajian terhadap beberapa pustaka tersebut di atas, terdapat beberapa hal yang dapat diambil sebagai referensi dalam memberikan
konsepsi pelaksanaan penelitian, antara lain : 1. Penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan merupakan bagian dari
penetapan perencanaan tata ruang wilayah kabupatenkota. Penetapan Kawasan ini akan digunakan sebagai upaya pengendalian pemanfaatan ruang
dan sebagai dasar peraturan zonasi.
2. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian
yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna
menghasilkan pangan pokok bagi kedaulatan dan ketahanan pangan
nasional. Pada penelitian ini lahan pertanian pangan dikhususkan pada lahan pertanian padi sawah, karena produksi padi beras merupakan cerminan
langsung ketersediaan pangan masyarakat Indonesia. 3. Produktifitas lahan pertanian pangan dapat dikatakan berkelanjutan jika hasil
produktifitas lahan dapat bertahan dan bisa juga meningkat dari waktu ke waktu tanpa terjadinya penurunan kwalitas degradasi lahan dan lingkungan.
4. Berdasar pada referensi yang ada, setidaknya terdapat 9 parameter dalam pemilihan dan penetapan Kawasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
LPPB. Parameter tersebut antara lain : produktifitas pertanian, kesesuaian lahan, kelayakan ekonomi, jaringan infrastruktur, potensi teknis lahan, luasan
kesatuan hamparan, indeks penanaman, kondisi aktual dan aspek kebijakan. Dari ke sembilan parameter ini, jika ditelaah berdasar pada batasan yang ada,
terlihat bahwa potensi teknis lahan mempunyai makna yang sama redundan
dengan kesesuaian lahan. Dari ke 8 delapan parameter ini, 2 parameter yaitu kondisi aktual dan aspek kebijakan merupakan parameter untuk
pertimbangan penetapan zonasi LPPB. Sedangkan 6 lainnya, yaitu produktifitas pertanian, kesesuaian lahan, kelayakan ekonomi, jaringan
infrastruktur, luasan kesatuan hamparan lahan dan indeks penanaman termasuk dalam parameter pemilihan LPPB.
5. Pemilihan dan pendeliniasian kawasan pertanian padi sawah berkelanjutan secara visual akan didekati dengan metodologi penginderaan jauh dengan
estimasi produktivitas padi. Prediksi produktivitas padi didekati berdasarkan pada karakter spektral vegatasi yang tergambar pada citra berupa indeks
vegetasi EVI. Dengan anggapan bahwa pada setiap nilai indeks vegetasi yang secara visual tergambar pada citra merupakan cerminan faktor-faktor
yang mempengaruhinya, yaitu daya dukung wilayah baik geobiofisik, sosial- ekonomi maupun kebijakan.
6. Dalam mencari model dalam pemilihan dan pendeliniasian kawasan lahan pertanian padi sawah berkelanjutan ini perlu diketahui juga adanya
keterkaitan antara nilai indeks vegetasiproduktivitas pertanian dengan semua parameter yang mempengaruhinya.
7. Dari hasil penelitian ini pada akhirnya diharapkan dapat diformulasikan bagaimana kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan dan bagaimana
kawasan lainnya, serta bagaimana strategi dan tata cara pendeliniasiannya menggunakan analisis spasial metode penginderaan jauh dan SIG.
Kerangka Pemikiran
Berdasar tujuan penelitian dan hasil telaah pustaka disusun kerangka pemikiran penelitian Teknik Pemilihan Kawasan Lahan Pertanian Padi Sawah
Berkelanjutan di Kabupaten Karawang sebagaimana diagram alir berikut.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
METODE PENELITIAN
Kerangka Pendekatan Penelitian
Pelaksanaan penelitian secara umum dapat dibagi dalam 4 tahapan, yaitu persiapan, perolehan data, analisis dan penyajian hasil. Persiapan merupakan
tahapan untuk preparasi data. Tahap Perolehan Data terdiri dari tiga kegiatan yaitu pengumpulan data sekunder, ekstraksi data penginderaan jauh dan pengumpulan
data lapangan. Analisis mencakup pengolahan dan pengujian data untuk mendapatkan peubah variable yang berpengaruh nyata terhadap pemilihan
LPPB. Sedangkan tahap penyajian hasil merupakan penyusunan metodeteknik dalam pemilihan LPPB. Kerangka penelitian ini dapat disusun menjadi diagram
alir sebagaimana yang dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.
Gambar 2. Diagram Alir Kerangka Penelitian
Persiapan
Penyajian Hasil
Perolehan Data
Analisis
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2010 – Juni 2010. Secara geografis wilayah penelitian terletak pada zone UTM 48 Selatan, pada posisi
koordinat 739653, 9322363 hingga 776465, 9281150 dengan luas wilayah 108.782 hektar. Wilayah ini secara administratif termasuk dalam kabupaten
Karawang, provinsi Jawa Barat. Wilayah penelitian diliput oleh 23 kecamatan. Pemilihan wilayah ini didasarkan pada alasan bahwa kabupaten Karawang
termasuk wilayah lumbung padi provinsi Jawa Barat yang didukung dengan kawasan pertanian padi sawah yang luas, produktivitasnya cukup tinggi dan
secara geobiofisik wilayah ini cukup bervariasi. Batas wilayah penelitian didasarkan pada batas fisik lahan dengan pendekatan unit lahan.
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini dilaksanakan dalam 3 tahap, yaitu :
Koleksi Data Sekunder
Koleksi data sekunder dimaksudkan untuk memperoleh data spasial dan data atribut pendukung penelitian. Koleksi data sekunder diupayakan dapat
diperoleh pada instansi pemilik data seperti Departemen Pertanian RI, Balai Besar Penelitian Pertanian dan Sumber Daya Lahan Pertanian BBPPSLP, Dinas
Pertanian, dan Dinas Bina Marga dan Pengairan, BAPPEDA, BMG dan BPS yang ada di kabupaten Karawang.
Ekstraksi Data Citra Penginderaan Jauh
Pada penelitian ini digunakan data utama berupa data hasil ekstraksi dari citra MODIS series dan citra ALOS. Guna pemakaian citra dibantu juga dengan
peta dasar berupa peta garis hasil pemetaan fotogrammetris, yaitu Peta Lahan Baku Sawah skala 1 : 10.000. Melalui data citra ini diupayakan secara optimal
penyadapan data produktivitas lahan pertanian padi sawah dan pendukung lainnya, seperti indeks penanaman, infrastruktur irigasi, dan jalan, luasan
kesatuan hamparan lahan dan kondisi aktual. Data produktivitas dan indeks penanaman diperoleh dari data citra MODIS series, sedangkan data lainnya seperti
infrastruktur berupa jalan, irigasi, luasan kesatuan hamparan lahan dan data kondisi aktual diupayakan dari data ALOS.
Pengecekan Lapangan dan Wawancara
Guna keperluan survei lapangan dilaksanakan teknik sampling Stratified Purposive. Proporsi sampel didasarkan pada jumlah pixel citra MODIS,
sedangkan pengambilannya diambil secara proporsional terhadap setiap strata unit lahan yang disusun dari penggunaan lahan sawah, status irigasi dan jenis tanah.
Survei lapangan dilaksanakan dengan dua cara yaitu groundchecking dan wawancara. Groundchecking pada daerah sampel untuk mengidentifikasi,
mengecek kebenaran dan melengkapi data lain yang diperoleh dari kegiatan ekstraksi citra. Sedangkan wawancara responden dimaksudkan untuk memperoleh
data produktivitas aktual lahan padi sawah dan untuk menilai kelayakan secara ekonomi. Responden yang dipilih adalah dari petani atau kelompok tani.
Secara keseluruhan data yang diperlukan dalam penelitian ini, beserta cara perolehannya dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Data yang Dipakai dan Cara Perolehannya
Metode Analisis
Guna mencapai tujuan dan mengetahui hasil penelitian, dilaksanakan beberapa analisis yang dapat disusun diagram alir sebagai berikut :
NO JENIS DATA
CARA PEROLEHANINSTANSI KELUARAN YANG DAPAT DIPEROLEH
I DATA SEKUNDER
A Data Spasial
1 Peta Fotogrammetris LB 1 : 10.000 Dinas Pertanian, Ditjen BPTP Deptan RI
Peta Dasar, Penggunaan Lahan, Batas Adm. 2 Citra Satelit MODIS Series dan ALOS
Proyek KKP3T Deptan - IPB 2009 Data EVI, LKHL, IP,IS dan PL
3 Peta Kesesuaian Lahan Dinas Pertanian Kab., BBPPSLP Deptan RI Kesesuaian Lahan Padi Sawah
4 Peta Jaringan Irigasi Dinas Bina Marga dan Pengairan
J. Irigasi, Klasifikasi Irigasi Sawah 5 Peta Infrastruktur
Dinas Bina Marga dan Pengairan J. Jalan, aksesibilitas
B Data Atribut
1 RTRW Kab. Karawang BAPPEDA kab. Karawang
Arahan Pemanfaatan Lahan Kebijakan 2 Data Iklim
Dinas Pertanian kab. Kararawang Curah Hujan, Musim tanam
3 Kab. Karawang Dalam Angka BPS kab. Karawang
Untuk berbagai penggunaan
II DATA LAPANGAN A Data Aktual
1 Produktivitas Lahan Wawancara dg Petani, Kelompok Tani
Produktivitas Lahan Aktual 2 Biaya Produksi Pertanian
Wawancara dg Petani, Kelompok Tani Kesesuaian Ekonomi Lahankelayakan
B Data Kondisi lapangan
1 Kondisi Existing Groundchecking
Penggunaan Lahan, LKHL dan Infrastruktur
Gambar 4. Kerangka Analisis Penelitian
Keterangan Gambar : D.Sc
= data sekunder KL
= kesesuaian lahan Inf
= infrastruktur jalan dan irigasi PL
= penggunaan lahan AKSE
= analisis kelayakan secara ekonomi IP
= indeks penanaman PLPPS = produktivitas lahan pertanian padi sawah
Analisis Citra
Citra ALOS Advanced Land Observing Satellite
Analisis citra ALOS dilaksanakan dengan Non Parametric Methods.
Analisis ini dimaksudkan untuk memperoleh data infrastruktur jalan dan irigasi, penggunaan lahan dan luasan kesatuan hamparan lahan sawah lahan baku
sawah. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan dapat digambarkan dengan diagram alir berikut :
Gambar 5. Tahapan Kegiatan Penyadapan dan Analisis dari Citra ALOS Pada tahap awal pelaksanaan penyadapan data, citra ALOS yang diperoleh
perlu dikoreksi untuk menghilangkan kesalahan akibat distorsi geometrik, berupa jarak, luas, arah dan sudut. Pelaksanaan koreksi geometri dibantu dengan peta
dasar yang mempunyai kontrol bumi yang baik, dalam hal ini digunakan peta hasil kegiatan fotogrammetris yaitu Peta Lahan Baku Sawah skala 1 : 10.000
Departemen Pertanian RI. Pada pelaksanaan koreksi geometri ini hingga didapat
Citra ALOS Koreksi Citra
Pemrosesan Citra Ekstraksi Data
Manuskript Data Parameter
Ceking Lapangan
Editing Data
Evaluasi Kemam. Penyadapan
Data Data Parameter
Kemampuan Penyadapan Data
kesalahan transformasi Root Mean Square = 0,05 atau 0,5 pixel. Pelaksanaan koreksi geometri citra dibantu dengan perangkat lunak ERDAS Imagine 9.3.
Kegiatan selanjutnya adalah pemrosesan citra, suatu kegiatan yang digunakan untuk mwmpwrbaiki kualitas gambar agar lebih tajam. Kegiatan
pemrosesan citra yang dilaksanakan berupa penajaman citra ALOS dengan manipulasi kontras
dan filtering .
Pemrosesan citra dibantu dengan perangkat lunak ERDAS Imagine 9.3.
Kegiatan ekstraksi data penggunaan lahan dilaksanakan secara visual dengan digitasi on screen menggunakan perangkat lunak Auto Cad Map.
Pengenalan masing-masing obyek didasarkan pola tanggap spektral dan karakteristik dasar obyek lainnya yang dapat dikenali dan tergambar dari citra
ALOS. Pengenalan ini dibantu dengan menggunakan unsur-unsur interpretasi berupa karakteristik dasar yang bisa dikenali dari citra berupa ronawarna, tekstur,
pola, ukuran, bentuk, bayangan dan situs. Dalam ekstraksi data ini dibantu juga dengan data penggunaan lahan lama tahun 2003.
Hasil ekstraksi data penggunaan lahan yang didalamnya terdapat juga data infrastruktur dan luas kesatuan hamparan lahan lahan baku sawah di wujudkan
dalam bentuk manuskript peta sementara. Peta sementara ini selanjutnya dibawa ke lapangan untuk dijadikan sebagai bahan untuk kegiatan pengecekan lapangan.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui kebenaran hasil ekstraksi dan kondisi sesungguhnya setiap obyek di lapangan. Banyaknya obyek yang di cek di
lapangan diambil secara Stratified pada setiap populasi obyek. Hasil ceking lapangan yang diperoleh digunakan untuk editing hasil ekstraksi data penggunaan
lahan dan evaluasi kemampuan citra ALOS dalam menyajikan data parameter. Citra MODIS Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer
Pada penelitian ini digunakan citra MODIS Terra MOD09A1 dan citra MODIS Aqua MYD09A1. Citra ini mempunyai proyeksi Sinusoidal dengan luas
cakupan area 1200 x 1200 km², mempunyai 7 kanal spektral yaitu kanal spektral 1 sampai dengan kanal spektral 7 dan mempunyai resolusi spasial 500 m. Produk
citra ini telah dikoreksi atmosferik terhadap gas, awan tipis dan aerosol Xiao et al 2006, Heidina 2010.
Citra MODIS Terra Aqua yang digunakan merupakan citra yang diakusisi pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 series 5 tahun, yang dapat dirinci
sebagaimana tabel berikut : Tabel 5. Citra MODIS Terra Aqua Yang Digunakan
Analisis citra MODIS dilaksanakan dengan Parametric Methods. Analisis
ini dimaksudkan untuk pemetaan produktivitas dan indeks penanaman padi sawah dengan pendekatan melalui indeks vegetasi EVI. Nilai EVI diperoleh dari nilai
reflektansi kanal spektral merah red, kanal inframerah dekat NIR dan kanal
No. Kode
Tgl. Akuisisi No.
Kode Tgl. Akuisisi
No. Kode
Tgl. Akuisisi
1 MOD09A1.A2005033
02-Feb-05 50
MOD09A1.A2007009 09-Jan-07
99 MOD09A1.A2008209
27-Jul-08 2
MOD09A1.A2005049 18-Feb-05
51 MOD09A1.A2007073
14-Mar-07 100 MOD09A1.A2008217
04-Agust-08 3
MOD09A1.A2005057 26-Feb-05
52 MOD09A1.A2007089
30-Mar-07 101 MOD09A1.A2008225
12-Agust-08 4
MOD09A1.A2005065 06-Mar-05
53 MOD09A1.A2007121
01-Mei-07 102 MOD09A1.A2008233
20-Agust-08 5
MOD09A1.A2005097 07-Apr-05
54 MOD09A1.A2007129
09-Mei-07 103 MOD09A1.A2008241
28-Agust-08 6
MOD09A1.A2005105 15-Apr-05
55 MOD09A1.A2007137
17-Mei-07 104 MOD09A1.A2008249
05-Sep-08 7
MOD09A1.A2005113 23-Apr-05
56 MOD09A1.A2007145
25-Mei-07 105 MOD09A1.A2008257
13-Sep-08 8
MOD09A1.A2005129 09-Mei-05
57 MOD09A1.A2007153
02-Jun-07 106 MOD09A1.A2008265
21-Sep-08 9
MOD09A1.A2005137 17-Mei-05
58 MOD09A1.A2007161
10-Jun-07 107 MOD09A1.A2008273
29-Sep-08 10
MOD09A1.A2005145 25-Mei-05
59 MOD09A1.A2007169
18-Jun-07 108 MOD09A1.A2008281
07-Okt-08 11
MOD09A1.A2005153 02-Jun-05
60 MOD09A1.A2007177
26-Jun-07 109 MOD09A1.A2008289
15-Okt-08 12
MOD09A1.A2005161 10-Jun-05
61 MOD09A1.A2007185
04-Jul-07 110 MOD09A1.A2008297
23-Okt-08 13
MOD09A1.A2005169 18-Jun-05
62 MOD09A1.A2007193
12-Jul-07 111 MOD09A1.A2008305
31-Okt-08 14
MOD09A1.A2005177 26-Jun-05
63 MOD09A1.A2007201
20-Jul-07 112 MOD09A1.A2008313
08-Nop-08 15
MOD09A1.A2005185 04-Jul-05
64 MOD09A1.A2007209
28-Jul-07 113 MOD09A1.A2008321
16-Nop-08 16
MOD09A1.A2005193 12-Jul-05
65 MOD09A1.A2007217
05-Agust-07 114 MOD09A1.A2008329
24-Nop-08 17
MOD09A1.A2005201 20-Jul-05
66 MOD09A1.A2007225
13-Agust-07 115 MOD09A1.A2008337
02-Des-08 18
MOD09A1.A2005209 28-Jul-05
67 MOD09A1.A2007233
21-Agust-07 116 MOD09A1.A2008345
10-Des-08 19
MOD09A1.A2005217 05-Agust-05
68 MOD09A1.A2007241
29-Agust-07 117 MOD09A1.A2008353
18-Des-08 20
MOD09A1.A2005225 13-Agust-05
69 MOD09A1.A2007249
06-Sep-07 118 MOD09A1.A2008361
26-Des-08 21
MOD09A1.A2005233 21-Agust-05
70 MOD09A1.A2007265
22-Sep-07 22
MOD09A1.A2005241 29-Agust-05
71 MOD09A1.A2007321
17-Nop-07 119 MOD09A1.A2009001
01-Jan-09 23
MOD09A1.A2005257 14-Sep-05
72 MOD09A1.A2007329
25-Nop-07 120 MOD09A1.A2009065
05-Mar-10 24
MOD09A1.A2005265 22-Sep-05
121 MOD09A1.A2009073 13-Mar-10
25 MOD09A1.A2005273
30-Sep-05 73
MOD09A1.A2008001 01-Jan-08
122 MOD09A1.A2009081 21-Mar-10
26 MOD09A1.A2005305
01-Nop-05 74
MOD09A1.A2008009 09-Jan-08
123 MOD09A1.A2009105 14-Apr-10
27 MOD09A1.A2005313
09-Nop-05 75
MOD09A1.A2008017 17-Jan-08
124 MOD09A1.A2009113 22-Apr-09
76 MOD09A1.A2008025
25-Jan-08 125 MOD09A1.A2009121
30-Apr-10 28
MYD09A1.A2006041 10-Feb-06
77 MOD09A1.A2008033
02-Feb-08 126 MOD09A1.A2009137
16-Mei-10 29
MYD09A1.A2006065 06-Mar-06
78 MOD09A1.A2008041
10-Feb-08 127 MOD09A1.A2009145
24-Mei-10 30
MYD09A1.A2006097 07-Apr-06
79 MOD09A1.A2008049
18-Feb-08 128 MOD09A1.A2009153
01-Jun-10 31
MYD09A1.A2006121 01-Mei-06
80 MOD09A1.A2008057
26-Feb-08 129 MOD09A1.A2009161
09-Jun-10 32
MYD09A1.A2006129 09-Mei-06
81 MOD09A1.A2008065
05-Mar-08 130 MOD09A1.A2009169
17-Jun-10 33
MYD09A1.A2006161 10-Jun-06
82 MOD09A1.A2008073
13-Mar-08 131 MOD09A1.A2009177
25-Jun-10 34
MYD09A1.A2006169 18-Jun-06
83 MOD09A1.A2008081
21-Mar-08 132 MOD09A1.A2009185
03-Jul-10 35
MYD09A1.A2006177 26-Jun-06
84 MOD09A1.A2008089
29-Mar-08 133 MOD09A1.A2009193
11-Jul-10 36
MYD09A1.A2006185 04-Jul-06
85 MOD09A1.A2008097
06-Apr-08 134 MOD09A1.A2009201
19-Jul-10 37
MYD09A1.A2006193 12-Jul-06
86 MOD09A1.A2008105
14-Apr-08 135 MOD09A1.A2009209
27-Jul-10 38
MYD09A1.A2006201 20-Jul-06
87 MOD09A1.A2008113
22-Apr-08 136 MOD09A1.A2009217
04-Agust-10 39
MYD09A1.A2006209 28-Jul-06
88 MOD09A1.A2008121
30-Apr-08 137 MOD09A1.A2009225
12-Agust-10 40
MYD09A1.A2006217 05-Agust-06
89 MOD09A1.A2008129
08-Mei-08 138 MOD09A1.A2009233
20-Agust-10 41
MYD09A1.A2006225 13-Agust-06
90 MOD09A1.A2008137
16-Mei-08 139 MOD09A1.A2009241
28-Agust-10 42
MYD09A1.A2006233 21-Agust-06
91 MOD09A1.A2008145
24-Mei-08 140 MOD09A1.A2009249
05-Sep-10 43
MYD09A1.A2006241 29-Agust-06
92 MOD09A1.A2008153
01-Jun-08 141 MOD09A1.A2009257
13-Sep-10 44
MYD09A1.A2006249 06-Sep-06
93 MOD09A1.A2008161
09-Jun-08 142 MOD09A1.A2009265
21-Sep-10 45
MYD09A1.A2006257 14-Sep-06
94 MOD09A1.A2008169
17-Jun-08 143 MOD09A1.A2009289
15-Okt-09 46
MYD09A1.A2006265 22-Sep-06
95 MOD09A1.A2008177
25-Jun-08 144 MOD09A1.A2009345
10-Des-09 47
MYD09A1.A2006273 30-Sep-06
96 MOD09A1.A2008185
03-Jul-08 48
MYD09A1.A2006281 08-Okt-06
97 MOD09A1.A2008193
11-Jul-08 49
MYD09A1.A2006289 16-Okt-06
98 MOD09A1.A2008201
19-Jul-08
spektral biru blue. Persamaan EVI oleh Huete et al. 1997 diformulasikan dengan :
ρNIR – ρRED EVI = 2.5
ρNIR – C1ρRED-C2ρBLUE+L Keterangan :
ρ = nilai reflektan kanal spektral C = koefisien koreksi atmospheric aerosol scattering pada kanal spektral
merah berdasarkan kanal spektral biru C1 : 6, C2 : 7,5 L = soil effect adjustment factor 1
Indeks vegetasi diketahui melalui data citra MODIS series selama 5 tahun 2005 – 2009, dengan resolusi temporal 8 hari. Cara perolehan data produktivitas
dan indeks penanaman dapat digambarkan pada diagram alir berikut.
Gambar 6. Ekstraksi Data Produktivitas Pertanian
Analisis Kelayakan Secara Ekonomi
Analisis ini pada dasarnya merupakan kesesuaian lahan pertanian pangan secara ekonomi. Evalusi kesesuaiankelayakan lahan secara ekonomi dilaksanakan
dengan cara analisis nilai ekonomi lahan berdasar pada data lapangan yang diperoleh. Kelayakan secara ekonomi dapat diukur dari cost produksi dan benefit
yang diperoleh dari volume produksi lahan. Kapasitas lahan yang mempunyai ratio benefit dan cost BCR berada di atas BEP dan mempunyai margin minimal
sama dengan kebutuhan hidup minimal tiap keluarga petani yang dianggap memenuhi syarat untuk dilanjutkan.
EVI
Grafik Produktivitas Ekstraksi C. MDS
Citra MODIS Sr.
EVIn Sampling
Groundtruth Prod
. Ak. Anal. Korelasi
EVIos Persamaan Relasional
Keterangan : EVIn = EVI new 2009
EVIos = EVI olds 2005 – 2008 Data Indeks Penanaman
Analisis Penentuan Parameter Yang Digunakan Untuk Deliniasi LPPB
Paramater yang akan digunakan untuk pembuatan model diketahui dari signifikansi dan sumbangan terbesar dari masing-masing variabel penjelas Xi,
berupa kesesuaian lahan, kelayakan secara ekonomi, infrastruktur, luasan kesatuan hamparan lahan, indeks penanaman dan aspek kebijakan RTRWK dengan
variabel tujuan Y berupa produktifitas lahan pertanian pangan. Selanjutnya dideskripsikan keterkaitan antara keberlanjutan lahan dengan semua parameter
yang digunakan. Dalam pelaksanaan analisis ini akan digunakan metode analisis Hayashi 1. Penggunaan metode analisis ini dengan pertimbangan bahwa 1.
analisis ditujukan untuk menduga parameter koefisien keterkaitan antara variabel- variabel penjelas Explanatory Variables dengan satu variabel tujuan, 2. untuk
menunjukkan variabel-variabel penjelas mana saja yang paling nyata Significant kaitannya dengan variabel tujuan. Selain itu pertimbangannya adalah variabel
penjelasnya independent variable yang digunakan dalam penelitian ini merupakan campuran antara data nominal dan data ordinal, sedang variabel
tujuannya dependent variable berupa data kuantitatif. Sehingga untuk memudahkan analisis variabel penjelas diseragamkan dengan jalan kuantifikasi
menjadi data kategorik. Algoritma pokok dari Analisis Kuantifikasi Hayashi ini dapat diformulasikan dengan model matematis :
y = ∆a +
ε
di mana:
y : vektor data variabel tujuan ukuran n
×1 ∆ : matriks data variabel-variabel penjelas ukuran nxC di mana C =
a : vektor parameter skor untuk kategori-kategori dari variabel-variabel
penjelas ukuran C ×1
ε : vektor parameter eror pendugaan ukuran n×1 Sumber : Tanaka et al. 1992, Saefulhakim 1996
Dari hasil analsis yang diperoleh selanjutnya diformulasikan paramater apa saja yang mempunyai pengaruh nyata untuk penentuan LPPB.
Uji Keberlanjutan
Analisis ini dilaksanakan untuk mengetahui aspek keberlanjutan dalam pemanfaatan lahan. Keberlanjutan dapat dicapai melalui pemanfaatan lahan untuk
produksi secara optimal. Penggunaan lahan optimal jika sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lahan. Uji keberlanjutan ini dapat diketahui dari dari
grafik yang dibuat dan matriks yang diperoleh dari hasil analisis, di sini dapat diperlihatkan dan diidentifikasi karakteristik parameter unit lahan padi sawah
yang berkelanjutan.
Pembuatan Model Penetapan dan Pendeliniasian LPPB
Berdasarkan hasil analisis uji keberlanjutan, selanjutnya dilaksanakan analisis spasial dan dikenali suatu model lahan pertanian padi sawah
berkelanjutan. Melalui identifikasi gejala spasial LPPB yang dapat dinampakkan pada suatu citra. Dari pola gejala spasial yang diamati pada citra, teknik
penginderaan jauhSIG dapat dibangun dalam pemilihan dan pendelinasian kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan.
KONDISI WILAYAH PENELITIAN
Kondisi Geografis Topografi
Wilayah penelitian memiliki ketinggian tempat paling rendah 0 m dpal dari permukaan air laut di wilayah utara yaitu sekitar pantai tempuran dan tertinggi
217,5 m dpal yang berada di perbukitan wilayah selatan Ciampel. Sebagian besar wilayah 74,8 merupakan dataran aluvial yang relatif datar dengan kemiringan
lereng antara 0 – 3 . Sebagian kecil lainnya di wilayah selatan merupakan dataran kaki gunung Gede-Pangrango memiliki topografi berombak seluas 14,3
, bergelombang seluas 8,4 dan berbukit seluas 2,4 . Secara rinci kondisi topografi wilayah penelitian ini dapat disajikan pada Gambar 7 berikut.
Gambar 7. Kondisi Topografi dan Lereng Wilayah Penelitian
Geologi
Berdasarkan data geologi dari Puslitbang Geologi Kementrian ESDM, wilayah penelitian sebagian besar tersusun dari batuan sedimen clastic, fine,
claystone yang merupakan endapan banjir yang terbentuk pada jaman Holosen. Adapun di sekitar wilayah pantai Tempuran merupakan batuan sedimen clastic,
medium, sands yang terbentuk dari endapan laut dangkal pada jaman Pleistosen dan batuan sedimen aluvium dari endapan laut dangkal pada jaman Holosen.
Iklim
Wilayah penelitian sebagian besar merupakan dataran rendah, sebagaimana umumnya wilayah di kabupaten Karawang pada bulan Januari sampai dengan
April bertiup angin Muson Tenggara, kecepatan angin berkisar antara 30 – 35 kmjam, lamanya tiupan antara 5 – 7 jam. Temperatur udara rata-rata 27 ºC,
tekanan udara rata-rata 0,01 milibar, penyinaran matahari 66 dengan kelembaban nisbi sebesar 80 . Curah hujan tahunan berkisar antara 1.100 –
3.200 mmtahun RPP Kab. Karawang – Dinas Pertanian KP 2009. Berdasar data curah hujan untuk wilayah penelitian dapat dijelaskan bahwa
curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Pebruari, tertinggi terjadi di kecamatan Purwosari sebesar 668 mmbulan dengan lama hujan 22 hari, sedangkan curah
hujan terendah tanpa hari hujan jatuh pada bulan Agustus terjadi di hampir di seluruh wilayah penelitian.
Data curah hujan bulanan rata-rata wilayah penelitian selama 5 tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6. Data Curah Hujan Bulanan Rata-Rata Tahun 2005 - 2009
CH HH
CH HH
CH HH
CH HH
CH HH
CH HH
CH HH
CH HH
CH HH
CH HH
CH HH
CH HH
2005 332,0 14,6
263,6 9,5 211,6
9,4 92,5 5,9 67,1
3,6 77,1 4,0 31,9
1,9 22,1 1,1 34,4
1,2 149,5 5,3 284,1
8,1 95,2
5,4 2006
422,6 16,0 248,0 11,1 193,8
8,1 143,2 7,7 88,3
5,2 25,3 1,7 20,4
0,7 1,2
0,2 0,0
0,0 20,0 1,6 69,0
4,9 235,0 10,7 2007
149,4 7,7
445,6 15,3 208,9 11,4 151,5 8,2 45,1
4,8 70,5 4,3
2,4 0,4 11,9
0,4 19,2 1,6 69,9
3,9 123,2 8,2 264,1 12,0
2008 273,1 17,0
472,0 19,0 225,0 12,0 168,0 8,0 20,0
3,0 3,0
1,0 9,0 1,0
- -
31,0 1,0 13,0
3,0 51,0 3,0 252,0 13,0
2009 426,0 14,4
402,5 15,1 212,4 9,0 142,8
7,3 110,0 5,8 74,4
2,9 12,7 0,8
0,4 0,1 44,9
2,8 65,6 4,0 172,8
9,6 173,9 10,0 Jumlah
1.603,0 69,6 1.831,7 70,0 1.051,6 49,9 697,9 37,0 330,4 22,3 250,3 13,8 76,4 4,7 35,6
1,7 129,4 6,5 317,9 17,7 700,1 33,7 1.020,1 51,1
Rata-rata 320,6 13,9
366,3 14,0 210,3 10,0 139,6 7,4 66,1
4,5 50,1 2,8 15,3
0,9 7,1
0,3 25,9 1,3 63,6
3,5 140,0 6,7 204,0 10,2
Keterangan : Sumber : Laporan Tahunan Dinas Pertanian kab. Karawang
CH = Curah Hujan mm HH = Hari hujan hari
TAHUN JANUARI
PEBRUARI MARET
APRIL NOPEMBER DESEMBER
MEI JUNI
JULI AGUSTUS SEPTEMBE OKTOBER
Tanah
Berdasarkan pada Peta Satuan Tanah skala 1 : 50.000 yang dikeluarkan oleh Puslittanak pada tahun 1996, wilayah penelitian mempunyai 6 jenis tanah dalam
kategori great group Soil Taxonomi 1998, yaitu a. Endoaquents, b. Tropofluvents, c. Tropaquepts, d. Eutropepts, e. Dystropepts, dan f.
Hapludolls.
Gambar 8. Peta Jenis Tanah Wilayah Penelitian
Wilayah penelitian yang merupakan wilayah pertanian padi sawah didominasi oleh tanah-tanah Tropaquepts. Wilayah ini umumnya merupakan
dataran aluvialfluvial, solum dalam, endapan liat, bertekstur halus, laju infiltrasi rendah, tidak masam dan bersifat isohipertermik. Tanah-tanah Eutropepts dan
Dystropepts umumnya menempati daerah yang lebih tinggi yaitu pada wilayah berombak hingga berbukit, tanah-tanah Tropofluvent dan Endoaquents berada di
lembah sempit sekitar sungai, sedangkan tanah-tanah Hapludolls mempunyai penyebaran yang terbatas. Penyebaran jenis tanah di wilayah penelitian dapat
dilihat pada Gambar 8.
Kesesuaian Lahan
Berdasarkan data kesesuaian lahan aktual untuk pertanian padi sawah yang diperoleh dari Puslittanak 1995, menunjukkan bahwa di wilayah penelitian tidak
dijumpai adanya kelas Sangat Sesuai S1. Wilayah pertanian padi sawah umumnya mempunyai kelas kesesuaian lahan Cukup Sesuai S2, dan sebagian
lagi mempunyai kelas kesesuaian lahan Sesuai Marginal S3. Lahan dengan kelas cukup sesuai mempunyai faktor pembatas media perakaran r, retensi hara f dan
hara tersedia n. Kelas kesesuaian lahan sesuai marginal mempunyai pembatas kemudahan pengelolaan tanah p, media perakaran r, retensi hara f, hara
tersedia n dan keadaan terrain s. Untuk bagian selatan wilayah penelitian yang mempunyai wilayah pertanian padi sawah yang relatif sempit, serta wilayah di
sekitar sempadan sungai di bagian utara mempunyai kelas kesuaian lahan Sesuai Marginal S3 dan Tidak Sesuai N. Faktor pembatasanya umumnya berupa
bahaya banjir b, media perakaran r, retensi hara f, hara tersedia n, keadaan terrain s, tingkat bahaya erosi e dan salinitas c.
Berdasarkan luasannya, wilayah penelitian yang mempunyai kelas kesesuaian lahan S2 seluas 60.701 hektar atau setara dengan 55,8 dari luas
wilayah penelitian, S3 seluas 43.062 hektar atau setara dengan 39,59 dari luas wilayah, N1 dengan luas 2.623 hektar atau setara dengan 2,41 dari luas wilayah
dan N2 seluas 2.395 hektar atau setara dengan 2,2 dari luas wilayah. Penyebaran kelas kesesuaian lahan ini dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 9. Peta Sub-Kelas Kesesuaian Lahan Wilayah Penelitian
Arahan Kebijakan
Berkenaan dengan arahan kebijakan pola pemanfaatan ruang terdapat 3 sumber arahan kebijakan yaitu RTRWN, RTRWP Jawa Barat dan RTRWK
Karawang. Dari ketiganya mengindikasikan bahwa kabupaten Karawang termasuk wilayah andalan penyangga DKI dan sekitarnya, dengan sektor
unggulan pertanian, industri, perikanan, pertambangan dan pariwisata. Kebijakan ini yang memberikan arahan dalam pemanfaatan ruang, pengembangan sistem
pusat-pusat permukiman, pengembangan kawasan tertentu dan pengembangan sistem prasarana wilayah.
Jika kita mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karawang 2003 – 2013, arahan pola pemanfaatan ruang untuk kawasan lindung terletak di
kawasan gunung Sanggabuana, kawasan konservasi terletak pada kawasan hutan lindung KPH Perhutani di kecamatan Pangkalan dan Telukjambe. Kawasan
lindung juga terletak pada sempadan sungai, sempadan pantai, kawasan mata air, danau, dan hutan bakau. Kawasan budidaya terdiri dari kawasan pertanian dan
non pertanian. Kawasan pertanian terdiri dari kawasan penyangga, tanaman tahunan untuk lokasi wilayah-wilayah industri, pertanian lahan kering pada
komplek ekologi hulu dan tengah bagian hulu, pertanian lahan basah didominasi oleh sawah dengan prasarana irigasi teknis dalam pelayanan Tarum Barat, Tarum
Timur, Tarum Utara, saluran bendung Cebeet, bendung Barugbug dan bendung Pucang. Perikanan diarahkan pada ekologi pesisir pantai utara, peternakan di
wilayah kecamatan Pangkalan. Kawasan Permukinan umumnya terletak pada kawasan perkotaan yang tumbuh pada koridor jalan antara Jakarta – Purwakarta,
sedangkan permukiman perdesaan tersebar pada pedesaan yang terpadu dengan budidaya pertanian.
Sedangkan dari sisi struktur ruang ditandai dengan adanya penataan Pusat Kegiatan Wilayah PKW yang diarahkan di kota Cikampek dan kota Karawang,
Pusat Kegiatan Lokal PKL diarahkan di kecamatan Rengasdengklok, Lemahabang, Batujaya, Klari, Pangkalan dan Cilamaya. Penataaan ini akan
dilengkapi juga dengan pengembangan sarana dan prasarana seperti Pelabuhan Udara Sekunder, Terminal, Rumah Sakit, TPA, Pasar Induk, Perguruan Tinggi
maupun Permukiman.
Gambar 10. Arahan Pola Pemanfaatan Ruang Berdasar RTRWK Karawang 2003 -2013
Dalam prasarana jalan diupayakan adanya pembukaan akses antar wilayah di bagian utara dan selatan, yaitu dengan peningkatan status jalan serta pembuatan
jalan negara baru. Pembuatan jalan negara baru antara lain jalan lingkar kota Karawang, akses jalan tol Karawang Barat-Telukjambe, jembatan Citarum Utara
di Batujaya dan Jembatan Telukjambe yang keduanya mengakses ke Bekasi. Sedangkan peningkatan status jalan kabupaten menjadi jalan provinsi yaitu pada
jalan Badami-Pangkalan-Jonggol. Secara detil gambaran Rencana Tata Ruang
Wilayah ini dapat dilihat pada gambar berikut. Penggunaan Lahan
Data penggunaan lahan diperoleh dari hasil penyadapan data dari citra ALOS AVNIR-2 akuisisi 30 Juni 2009. Hasil penyadapan data ini disempurnakan
dengan hasil identifikasi lapangan yang dilaksanakan pada bulan April - Juni 2010. Dari hasil penyadapan data ini diketahui bahwa hampir separuh dari
wilayah penelitian digunakan untuk lahan sawah. Sawah Irigasi Teknis seluas 50.276 hektar atau 46, 2 dari luas wilayah penelitian, Sawah Irigasi Semi
Teknis seluas 487, 2 hektar atau 0,45 dari luas wilayah penelitian, Sawah Tadah Hujan seluas 2.320 hektar atau 2,13 dari luas wilayah penelitian dan
Sawah Pasang Surut seluas 1.399 hektar atau 1,29 dari luas wilayah penelitian. Penggunan lahan lain yang cukup luas antara lain permukiman seluas 17.490
hektar 16,08 , kebun campuran seluas 11.901 hektar 10,9 , semak belukar seluas 10.054 hektar 9,2 , kawasan industri seluas 5.284 hektar 4,86 dan
ladangtegalan seluas 3.518 hektar 3,23 . Adapun penggunaan lahan lainnya mempunyai luasan yang kecil. Secara rinci luas penggunaan lahan wilayah
penelitian dapat disajikan pada Tabel 5. Penggunaan lahan sawah terletak pada wilayah dataran beririgasi teknis
yang menempati sebagian besar wilayah utara penelitian. Sedangkan bagian selatan yang bertopografi berombak hingga bergelombang yang tanpa dilengkapi
irigasi teknis umumnya merupakan tanaman untuk lahan kering, wilayah industri, semak belukar maupun hutan lindung.
Tabel 7. Luas Penggunaan Lahan Wilayah Penelitian
Seacara spasial kenampakan dan penyebaran penggunaan di wilayah penelitian dapat diperlihatkan pada Gambar 11.
No. Penggunaan Lahan
Luas ha
1 Sawah Irigasi Teknis
50.276,86 46,22
2 Sawah Irigasi Semi Teknis
487,22 0,45
3 Sawah Tadah Hujan
2.320,76 2,13
4 Sawah Pasang Surut
1.399,66 1,29
5 LadangTegalan
3.518,21 3,23
6 Kebun Campuran
11.901,71 10,94
7 Semak_Belukar
10.054,07 9,24
8 Hutan
2.558,50 2,35
9 TamanRuang Terbuka
73,18 0,07
10 Lapangan Olah Raga
433,95 0,40
11 Permukiman
17.490,34 16,08
12 Perkantoran
49,36 0,05
13 Perdagangan
77,71 0,07
14 Jasa Lainnya
131,38 0,12
15 Kawasan Industri
5.284,04 4,86
16 KolamEmpang
250,21 0,23
17 Tambak
715,66 0,66
18 Danau_Rawa
294,18 0,27
19 Saluran Irigasi Primer
323,66 0,30
20 Saluran Irigasi Sc -Tr
95,96 0,09
21 Sungai
781,41 0,72
22 Jalan Tol
81,53 0,07
23 Jalan Arteri
83,42 0,08
24 Jalan Kolektor
99,04 0,09
108.782,00 100,00
J u m l a h
Gambar 11. Penggunaan Lahan Wilayah Penelitian
Luasan Kesatuan Hamparan Lahan LKHL Luasan Kesatuan Hamparan Lahan merupakan sebaran dan luasan hamparan
lahan yang menjadi satu kesatuan sistem produksi pertanian padi sawah yang terkait. Data Luasan Kesatuan Hamparan Lahan merupakan turunan dari data penggunaan
lahan, di mana hamparan lahan sawah terbagi dalam kesatuan-kesatuan sistem produksi yang dibatasi oleh jaringan jalan atau sistem irigasi. Data ini diperoleh
dari citra ALOS AVNIR-2. Pada penelitian ini LKHL diklasifikasikan menjadi 5 klas, yaitu LKHL Luas
dengan kesatuan luasan 50 hektar, LKHL Agak Luas dengan kesatuan luasan antara 20 – 50 hektar, LKHL Sedang dengan kesatuan luasan antara 10 – 20
hektar, LKHL Agak Sempit dengan kesatuan luasan antara 2 -10 hektar dan LKHL Sempit mempunyai kesatuan luasan 2 hektar.
Sesuai dengan kondisi topografi wilayah yang sebagian besar datar, dengan kesesuaian lahan aktual cukup sesuai untuk sawah, dengan jenis tanah tropaquept
didukung dengan jaringan irigasi dan jalan yang memadai, dimana wilayah demikian sangat cocok untuk penggunaan lahan sawah. Kondisi demikian
menyebabkan sebagian besar wilayah penelitian mempunyai Luasan Kesatuan Hamparan Lahan yang luas. Wilayah yang mempunyai LKHL luas menempati
sebagian besar 95 wilayah penelitian. Wilayah yang mempunyai Luasan Kesatuan Hamparan Lahan yang sempit
berada pada wilayah yang bertopografi berombak hingga bergelombang, mempunyai kesesuaian lahan aktual sesuai marginal atau tidak sesuai dengan jenis
tanah yang kurang mendukung Hapludols, Dystropepts dan tidak dilengkapi dengan jaringan irigasi. Wilayah ini terletak di bagian selatan wilayah penelitian.
Wilayah yang mempunyai LKHL Agak Luas meliputi 2,3 wilayah penelitian, dengan LKHL Sedang meliputi 1,2 wilayah penelitian, LKHL Agak Sempit
meliputi 0,1 wilayah penelitian dan LKHL meliputi 0,1 wilayah penelitian. Klasifikasi Luasan Kesatuan Hamparan Lahan wilayah penelitian dapat
diperlihatkan pada Gambar 12 berikut.
Gambar 12. Klasifikasi Luasan Kesatuan Hamparan Lahan Wilayah Penelitian
Kondisi Infrastruktur Sistem Jaringan Transportasi Wilayah
Sesuai dengan Undang-Undang nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan, di wilayah penelitian terdapat dua klas fungsi jalan yang menghubungkan Karawang
dengan wilayah lainnya. Pertama, Jalan Tol Jakarta – Cikampek dan Jalan Tol Cipularang, dengan akses tol di Karawang Barat, Karawang Timur, Dawuan dan
Cikampek. Kedua, Jalan Arteri yang merupakan jalan lintas Jakarta – Pantura, Purwakarta dan Subang. Pada lintas ini terdapat 3 buah terminal, yaitu terminal
Karawang, Terminal Klari dan Terminal Cikampek. Selain itu akses penghubung Karawang dengan daerah lain adalah jaringan rel Kereta Api. Dalam jaringan
transportasi Kereta Api ini terdapat beberapa stasiun yang disinggahi kereta-kereta ekonomi ke arah Semarang, Yogyakarta dan Surabaya, KRD Purwakarta dan
Kereta Api Bisnis jurusan Bandung. Stasiun tersebut adalah Karawang, Klari dan Cikampek.
Jalan yang menghubungkan antar Pusat Kegiatan Lolak PKL satu dengan Pusat Kegiatan Lokal lainnya berupa Jalan Kolektor. Beberapa dari jalan ini juga
menghubungkan kota PKL dengan kabupaten lainnya, seperti Bogor Purwakarta dan Subang. Kota PKL dengan kota-kota kecamatan sekitarnya dihubungkan
dengan Jalan Lokal Lingkungan, sedangkan antara kota kecamatan dengan desa- desa sekitarnya dihubungkan dengan Jalan Lingkungan dan Jalan Lainnya.
Aksessibilitas antar wilayah di wilayah penelitian cukup baik, baik antara kota Karawang atau Cikampek yang mempunyai status PKW dengan kota-kota
PKL di bawahnya, antara PKL dengan kota kecamatan atau desa-desa yang secara struktur berada di bawahnya. Begitu juga antara kota kecamatan atau desa dengan
wilayah pertanian padi sawah di pedesaan umumnya telah mempunyai aksessibilyas yang baik. Kondisi sistem jaringan transportasi wilayah penelitian
dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 13. Sistem Jaringan Transportasi Wilayah
Sebaran Status Irigasi
Pada wilayah penelitian mengalir beberapa sungai yang cukup besar diantaranya Citarum, Cibeet, Ci Geuntis, Ci Talahap, Ci Patunjang, Ci Bulan-
Bulan dan Ci Wadas. Sungai-sungai ini mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sistem irigasi di wilayah penelitian. Adapun sebaran
sistem irigasi yang ada di wilayah penelitian berupa Irigasi Teknis, Irigasi Semi Teknis, Irigasi SederhanaTadah Hujan dan Irigasi yang dipengaruhi oleh pasang
surut air laut. Sawah dengan prasarana irigasi teknis mendapat pelayanan Saluran Induk
Tarum Barat dan Tarum Timur yang berasal dari Bendungan Curug, Tarum Utara yang mendapat sumber air dari Bendungan Walahar, serta Saluran Induk dari
bendung Cibeet. Sawah yang mendapatkan pengairan dari irigasi teknis ini mencapai 92,34 . Sawah yang mendapatkan pelayanan irigasi semi teknis
berada di bagian selatan kecamatan Pangkalan. Wilayah ini merupakan Daerah Irigasi Bendung Waru yang saat ini tidak berfungsi karena mengalami kerusakan
jebol. Irigasi SederhanaTadah Hujan meliputi wilayah bagian selatan yang mempunyai topografi berombak tanpa prasarana jaringan irigasi. Wilayah ini
mendapatkan air dari hujan, atau dengan cara pompanisasi dari air sungai yang berada di bawahnya atau sumur-sumur yang telah dibuat. Sedangkan di bagian
utara wilayah penelitian sekitar pantai Tempuran merupakan daerah yang mendapat pengaruh pasang surut air laut.
Selain itu terdapat anomali dalam sistem irigasi di beberapa wilayah penelitian. Di babakan Tamiang desa Lemahmulya kecamatan Majalaya
merupakan wilayah yang berada di samping Saluran Induk Tarum Utara merupakan sawah tadah hujan dikarenakan mempunyai ketinggian tempat lebih
tinggi dari saluran irigasi. Di kampung Tamelang desa Bengle kecamatan Majalaya dan desa Lemahduku kecamatan Tempuran yang merupakan wilayah
irigasi teknis ternyata mempunyai sawah tadah hujan, oleh karena sesuatu hal air tidak dapat mecapai wilayah ini. Anomali lain adalah adanya daerah-daerah yang
merupakan langganan banjir di musim hujan. Wilayah yang merupakan langganan banjir adalah wilayah yang berada di sekitar aliran sungai besar, wilayah hilir
outlet dari sistem irigasi atau daerah cekungan. Wilayah ini antara lain berada di kecamatan Telukjambe Barat, Pedes dan Cilebar.
Sebaran sawah berdasarkan sistem irigasinya dapat diperlihatkan pada gambar berikut :
Gambar 14. Sebaran Status Irigasi Sawah
Sumber Peta : Dinas Bina Marga dan Pengairan; Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan Kab. Karawang, dilengkapi dengan survei lapangan tahun 2010.
Kelayakan Secara Ekonomi
Kelayakan Secara Ekonomi diketahui dari analisis usaha pertanian padi sawah. Kelayakan secara ekonomi ini diukur dari cost dari produksi dan benefit
yang diperoleh dari volume produksi lahan. Data yang digunakan untuk analisis diperoleh dari hasil wawancara di lapangan. Data yang digunakan untuk
menghitung cost dan benefit dari pengusahaan lahan untuk padi sawah, sebagaimana tabel berikut :
Tabel 8. Data Lapangan Yang Digunakan Untuk Menghitung BCR
Berdasar atas data lapangan yang diperoleh memperlihatkan bahwa pada hampir seluruh wilayah sampel sebagian besar mempunyai irigasi teknis, pola
penanaman berupa padi-padi-bera atau dengan indeks penanaman rata-rata 200 dan bibit yang ditanam adalah varietas Ciherang. Produktifitas padi sawah
I KARAKTERISTIK SAWAH
1 Statuskondisi Irigasi 2 Pola penanaman sawah dalam 1 tahun
3 Indeks Penanaman Padi 4 Jenis bibit yang ditanam
5 Produktivitas perhektar perpanen
II BIAYA PRODUKSI
1 Kebutuhan Benih Padi 2 Kebutuhan Pupuk
a. Kimia b. Kandang Hijau
c. Pestisida 3 Biaya Pengolahan
a. Pengolahan Tanah b. Persemaian
c. Plastik Buat Persemaian d. Bambuajir
e. Tanam f. Pemupukan
g. Penyemprotan h. Penyiangan
i. Pembersihan Pematang j. Biaya Panen Bawon = 16 x 6 ton
4 Biaya Pemeliharaan a. Alat pertanian
b. Sewa hewan untuk Pengolahan Tanah c. Biaya Pengangkutan
d. Sewa Lahan
5 Biaya Lainnya a. Pengairan IPAIR, P3A
b. PBB c. IRTDRutin Desa
d. Lainnya
III PENDAPATAN PANEN PADI SAWAH IV LABA BERSIH PERHEKTAR PERPANEN
V BCR Benefit Cost Ratio
wilayah penelitian dapat disajikan pada tabel terlampir. Untuk sistem usaha tani di wilayah penelitian rata-rata hampir sama. Biaya produksi didominasi dengan
biaya pengolahan lahan yang diikuti dengan biaya pemeliharaan serta kebutuhan pupuk dan obat hama, sedangkan biaya bibit dan biaya lainnya boleh dikatakan
seragam. Biaya pengolahan lahan pada wilayah sekitar perkotaan lebih tinggi dibanding wilayah pertanian di perdesaan. Biaya pengolahan lahan umumnya
mencapai 50 dari biaya produksi. Sedangkan biaya pemupukan dan pengobatan tergantung pada potensi teknis lahan kesesuaian dan daerah endemi hama. Pada
wilayah yang mempunyai daya dukung rendah umumnya memerlukan pemupukan lebih dari wilayah lainnya, begitu juga dengan wilayah yang menjadi
endemi hama akan memerlukan biaya pengobatan lebih dari wilayah lainnya. Biaya pemeliharaan juga cukup besar, sekitar 20 dari biaya produksi. Adapun
biaya lainnya cukup kecil sekitar 2 dari biaya produksi, kecuali pada wilayah sawah tadah hujan yang menggunakan pompa untuk irigasi, atau daerah yang
dikenakan iuran rutin desa cukup besar. Faktor-faktor ini yang mempengaruhi tinggi-rendahnya Benefit Cost Ratio BCR. Kondisi wilayah beserta BCR
wilayah penelitian dapat disajikan seperti pada Tabel 9 berikut. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar wilayah 72,5
mempunyai nilai BCR antara 1,5 – 2, wilayah yang mempunyai nilai BCR di atas 2 sebesar 22,5 dan di bawah 1,5 masing-masing 5 . Bila diambil angka
produktivitas rata-rata 6,12 tonha dan BCR = 1,791, maka para petani di wilayah penelitian akan mendapat penghasilan rata-rata Rp. 1.793.970,-bulan. Dengan
angka produktivitas demikian, discount factor 12 , BCR 1 dan nilai NPV 0, menunjukkan bahwa usaha tani di wilayah penelitian dapat dilanjutkan, jika
penghasilan rata-rata petani di wilayah penelitian dibandingkan kebutuhan hidup minimum menurut Soyogo 1988, dimana kebutuhan per-KKtahun adalah
sebesar Rp. 9.375.000,- , atau Kebutuhan Hidup Minimum KHM Jawa Barat sebesar Rp. 1.000.000,- per bulan 2008 atau kebutuhan hidup minimum menurut
tanggapan para petani sebesar Rp. 1.500.000,-bulan, maka pendapatan petani dengan luas lahan 1 hektar di wilayah penelitan masih dianggap cukup layak.
Sesuai dengan perhitungan tersebut di atas maka Break Event Point BEP dari kelayakan secara ekonomi adalah BCR = 1,497.
Tabel 9. Lokasi Survei, Potensi Lahan dan BCR
No Kelas
Fungsi Prod.
Spl Kes. Lahan
Jalan Bibit
Pupuk Olah
Pelihara Lainnya tonha 1
Kp. Parungpung, Parungsari, Telukjambe Barat S2fn
Lainnya Irigasi Teknis
1,00 23,07
56,12 16,65
3,16 6,39
1,59 2
Kp. Pasirjengkol, Karangmulya, Telukjambe Barat S2fn
Kolektor Irigasi Teknis
1,68 23,74
53,20 19,95
1,44 6,70
1,61 3
Kp. Jatimulya, Wanakerta, Telukjambe Barat S2fn
Lainnya Irigasi Teknis
1,68 10,67
55,92 28,07
3,65 6,19
2,09 4
Babakan Toge, Tanjungmekar, Karawang Barat S2fn
Arteri Irigasi Teknis
1,30 26,54
49,03 21,70
1,43 6,11
1,59 5
Kp. Buher, Karangpawitan, Karawang Barat S2fn
Lokal Irigasi Teknis
1,09 27,16
47,48 22,69
1,53 5,92
1,61 6
Kp. Kaceot, Tunggakjati, Karawang Barat S2fn
Kolektor Tadah Hujan
1,10 19,43
49,63 23,02
6,81 6,04
1,67 7
Kp. Cilele, Sekarwangi, Rawamerta S2fn
Lokal Irigasi Teknis
1,21 13,72
57,01 25,23
2,83 6,37
1,93 8
Kp. Krajan, Pasirkaliki, Rawamerta S2fn
Lainnya Irigasi Teknis
1,26 12,38
57,19 26,23
2,94 6,51
2,05 9
Kp. Kamurangjati, Panyingkiran, Rawamerta S2fn
Kolektor Irigasi Teknis
1,28 11,23
57,75 26,74
2,99 6,53
2,09 10 Kp. Krajan 1, Sukamerta, Rawamerta
S2fn Kolektor
Irigasi Teknis 0,27
20,94 54,04
22,71 2,04
6,56 1,79
11 Kp. Ciluwo, Cadaskertajaya, Talagasari S3n
Lainnya Irigasi Teknis
1,32 24,76
49,48 21,93
2,50 6,01
1,58 12 Kp. Sindangpalay, Pasirmukti, Talagasari
S2fn Lokal
Irigasi Teknis 1,21
29,47 47,24
20,12 1,92
5,81 1,40
13 Kp. Tamelang, Bengle, Majalaya S2fn
Lainnya Tadah Hujan
2,57 14,28
56,15 21,39
5,61 6,97
2,24 14 Babakan Tamiang, Lemahmulya, Majalaya
S2fn Lainnya
Tadah Hujan 1,00
19,74 48,14
20,93 10,19
6,40 1,61
15 Karangmulya 1, Lemahmulya, Majalaya S3n
Lokal Irigasi Teknis
1,49 17,84
54,08 24,85
1,74 6,15
1,84 16 Kp. Jati 2, Jatilaksana, Pangkalan
S2rfns Kolektor
Ir. Semi Teknis 1,04
20,74 51,28
21,73 5,21
6,60 1,72
17 Kp. Kereteg, Tamansari, Pangkalan S3rn
Kolektor Tadah Hujan
1,01 11,37
62,28 21,04
4,29 6,73
1,70 18 Kp. Nambolamping, Mulyasari, Pangkalan
S2fn Lokal
Tadah Hujan 0,95
6,16 45,63
9,74 27,52
6,35 1,69
19 Kp. Tegalluhur, Sukamakmur, Telukjambe Timur S3n
Lainnya Irigasi Teknis
1,48 15,48
53,72 24,64
4,68 6,33
1,87 20 Kp. Kaum, Mulyasari, Ciampel
S2fn Lokal
Irigasi Teknis 1,16
17,17 55,30
24,26 2,10
6,41 1,87
21 Kp. Kedungwaru, Kutapohaci, Ciampel S2fn
Lokal Irigasi Teknis
0,61 13,87
57,92 25,40
2,20 6,10
1,86 22 Kp. Tanjung, Plawad, Karawang Timur
S3n Lainnya
Irigasi Teknis 1,10
14,64 58,60
23,07 2,58
6,59 1,82
23 Kp. Jarakah, lemahduku, Tempuran S2fn
Lainnya Irigasi Teknis
1,17 17,38
51,66 24,41
5,37 6,36
1,86 24 Kp. Wagirkumbang, Purwajaya, Tempuran
S3rns Kolektor
Irigasi Teknis 1,68
17,95 50,14
28,05 2,17
6,17 2,60
25 Kp. Sumurgede, Muarajaya, Tempuran S2fn
Lokal Pasangsurut
2,28 14,60
54,05 18,97
10,10 2,50
1,42 26 Kp. Cikuntul Timur, Cikuntul, Tempuran
S2fn Lokal
Irigasi Teknis 1,54
11,47 71,13
12,82 3,04
6,51 2,50
27 Kp. Babaway, lemahmukti, Lemahabang S2fn
Kolektor Irigasi Teknis
1,72 16,30
51,55 28,70
1,72 6,03
2,08 28 Kp. Kedaung, Karangtanjung, Lemahabang
S2rfn Kolektor
Irigasi Teknis 1,20
11,04 61,47
24,99 1,30
6,35 1,90
29 Babakan Wadas, Parakan, Tirtamulya S2fn
Kolektor Irigasi Teknis
1,45 8,96
57,51 30,27
1,82 6,40
2,33 30 Kp. Koja, Mulyasejati, Ciampel
S3rns Lainnya
Tadah Hujan 1,27
28,09 44,88
21,12 4,65
4,00 1,27
31 Bedahmenggala, Ciluwo, Telagasari S2rfn
Lainnya Irigasi Teknis
1,07 21,37
52,39 22,39
2,78 6,49
1,74 32 Kp. Tangkil, Citarik, Tirtamulya
S2rfn Lainnya
Irigasi Teknis 1,16
18,53 54,22
24,25 1,84
6,05 1,76
33 Telukmungkal, Tanjungmekar, Karawang Barat S2fn
Arteri Irigasi Teknis
1,10 15,47
55,10 22,96
5,37 6,34
1,66 34 Bakandukuh, Sukasari, Purwasari
S2fn Lainnya
Irigasi Teknis 1,10
17,53 57,16
23,05 1,15
6,02 1,66
35 Darawolong, Purwasari S2fn
Lokal Irigasi Teknis
1,21 17,95
54,33 25,15
1,36 5,98
1,81 36 Sindangkarya, Kutawaluya
S3n Kolektor
Irigasi Teknis 1,75
20,51 51,51
24,30 1,94
5,62 1,64
37 Kelapadua, Jatimulya, Pedes S3n
Lokal Irigasi Teknis
1,74 19,52
43,96 28,99
5,80 5,71
1,66 38 Kp. Cikande, Cikande, Cilebar
S2fn Lainnya
Irigasi Teknis 1,14
24,03 48,80
22,88 3,15
6,19 1,41
39 Kp. Cikangkung, Ciptamargi, Cilebar S2fn
Lainnya Irigasi Teknis
1,04 20,11
47,67 30,34
0,85 6,13
1,59 40 Sukaratu, Cilebar
S3n Lokal
Irigasi Teknis 1,24
23,11 46,18
24,74 4,74
6,20 1,53
244,82 71,64
6,12 1,791
Sistem Irigasi Struktur Biaya Produksi
Lokasi BCR
Jumlah Rata - rata
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemanfaatan Metode Penginderaan Jauh Dalam Penyadapan Data Parameter
Penyadapan Data Dari Citra ALOS
Klasifikasi Obyek Non Parametrik Pada penelitian ini digunakan citra ALOS yang dihasilkan oleh sensor
AVNIR-2. Sensor AVNIR-2 adalah suatu pencitra multispektral dengan 4 saluran spektral pada daerah spektral tampak dan inframerah dekat untuk pengamatan
daratan dan zona garis pantai. Keempat saluran spektral dari sensor AVNIR-2 tersebut adalah: Saluran 1 : 0,42 - 0,50 µm Biru , Saluran 2 : 0,52 - 0,60 µm
Hijau , Saluran 3 : 0,61 - 0,69 µm Merah, Saluran 4 : 0,76 - 0,89 µm Infra merah dekat JAXA 2004, Osawa 2004, Ito 2005, NASDA 2006, Sitanggang
2008. Data citra yang dihasilkan ALOS berupa picture element pixel dengan resolusi spasial 10 meter mempunyai nilai reflektansi masing-masing obyek di
permukaan bumi. ALOS dihasilkan menggunakan sistem sensor detektor elektronik menggunakan spektrum tampak mata dan perluasannya. Obyek-obyek
yang ditunjukkan pada citra ALOS AVNIR-2 secara visual tergambar seperti sebenarnya.
Cara penyadapan data parameter dari citra ALOS dilaksanakan secara Non Parametrik. Masing-masing obyek dikenali atas dasar pola tanggap spektral nilai
reflektan dan karakteristik dasar obyek lainnya yang dapat dikenali dan tergambar dari citra ALOS. Pengenalan obyek berdasarkan pada karakteristik
dasar obyek yang bisa dikenali dari citra berupa ronawarna, tekstur, pola, ukuran, bentuk, bayangan dan situs.
Karakteristik dasar yang dikenal dengan unsur-unsur interpretasi oleh Lillesand – Kiefer dalam Sutanto 1993 didefinisikan sebagai berikut :
Ronawarna : berkaitan dengan warnaderajat keabuan suatu obyek pada foto,atau besarnya nilai tanggap spektral dari masing-masing obyek Misal: pada citra
ALOS rumah berwarna merah bata, vegetasi berwarna kehijauan, jalan aspal keabuan, dst..
Tekstur : merupakan frekuensi perubahan rona pada citra fotografik. Tekstur dihasilkan oleh kumpulan unit kenampakan yang mungkin terlalu kecil
apabila dibedakan secara individual pada foto udara, seperti daun tumbuhan dan bayangannya.
Pola : Berkaitan langsung terhadap susunan keruangan spasial arrangement
obyek. Misalnya : perumahan mempunyai pola teratur, sedangkan perkampungan mempunyai pola tidak teratur.
Ukuran obyek pada citra dapat menjadi pertimbangan akan ukuran obyek terhadap
ukurannya di lapangan. Seperti ukuran bangunan jika kurang dari 200 m² dapat diasosiasikan dengan rumah, namun jika lebih besar dari itu dapat
diasosiasikan dengan penggunaan lain seperti kantor, industri, dll.
Bentuk adalah merupakan konfigurasi atau kerangka dari obyek tunggal. Bentuk
beberapa obyek demikian mencirikan sehingga beberapa obyek dapat dikenali langsung dari bentuknya. Seperti : Kantor mempunyai bentuk yang khas
berbeda dengan rumah. Bayangan dapat menguntungkan dalam memberikan gambaran profil obyek,
namun dapat merugikan jika menutupi obyek lainnya, sehingga obyek yang ditutupi tidak dapat dikenali.
Situs adalah lokasi suatu obyek terhadap obyek-obyek yang lain. Misalnya : pola
sungai meander menandakan bahwa lokasi tersebut merupakan dataran. Metodologi dan Teknologi Penginderaan Jauh Dalam Penyadapan Data
Kenampakan obyek yang secara visual tergambar pada citra ALOS pada dasarnya merupakan hasil rekaman perlakuan masing-masing obyek terhadap
energi yang diterimanya. Hasil rekaman ini pada citra ditunjukkan dengan ronawarna dan tekstur. Masing
masing obyek yang tergambar pada citra mempunyai karakter
ronawarna dan tekstur yang spesifik. Karakter dasar obyek
ronawarna merupakan unsur yang paling awal level 1 dapat
Gambar 15. Karakteritik Obyek pada Citra
dikenali pada citra. Seperti tumbuhan berwarna hijau, rumah tinggal berwarna merah bata, laut berwarna biru, gudang berwarna perak cerah, dan seterusnya.
Pada tahap berikutnya setiap jenis tutupan lahan dapat dibedakan
dengan karakteristik dasar tekstur. Tumbuhan yang bertektur kasar,
menunjukkan tumbuhan yang mempunyai tajuk yang lebar
tanaman keras, semakin halus semakin
kecil ukuran tajuk pohonnya, seperti tanaman palawija,
padi ataupun rumput hilalang. Proses pengenalan selanjutnya berkaitan dengan karakteristik dasar penciri
obyek, dapat menggunakan gabungan karakteristik dasar penciri ataupun penciri tunggal dari karakteristik dasar berupa pola, ukuran, bentuk, bayangan ataupun
situs. Sebagai contoh obyek yang berwarna kehijauan, tekstur halus menunjukkan tumbuhan rendah dan kecil bisa palawija, padi ataupun rumput ilalang, namun
dengan adanya galengan maka dapat disimpulkan bahwa tumbuhan tersebut adalah tanaman palawija ataupun padi. Kepastian penggunaan lahan dapat diambil
dengan penciri utama seperti padi sawah dilengkapi dengan asosiasi jaringan irigasi dan adanya genangan air irigasi. Demikian juga dengan pengenalan obyek
lainnya, seperti perkantoran mempunyai ukuran bangunan yang lebih besar dari permukiman, pertokoan terletak pada daerah perdagangan, industri dapat dikenali
dengan bangunan besar yang mencerminkan pergudangan dan akses jalan yang baik menuju ke jalan-jalan utama baik jalan arteri ataupun jalan tol, tambak
mempunyai ronawarna hijau kebiruan, dibatasi dengan guludan yang cukup tinggi dari pematang sawah, terletak di wilayah pesisir, sudah terdapat pengaruh
pasang surut, dan seterusnya. Gambar 16. Kenampakan Tekstur pada Citra
Terdapat Perbedaan Tekstur
Jaringan Irigasi
Dengan cara dan teknik penginderaan jauh seperti ini masing-masing penggunaan lahan dapat dikenali dengan baik, begitu juga dengan data ketersediaan
infrastruktur seperti jaringan jalan dan jaringan irigasi. Adapun data luasan kesatuan hamparan lahan merupakan turunan dari data penggunaan lahan sawah.
Ketelitian dalam pengenalan obyek interpretasi pada citra untuk masing- masing interpreter akan berbeda, karena setiap interpreter mempunyai ketajaman
observasi, imajinasi dan kesabaran serta pengetahuan dasar tentang obyek yang ditaksir berbeda. Menurut Lillesand dan Kiefer 1987 keberhasilan pengenalan
obyek interpretasi pada citra dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain latihan dan pengalaman interpreter, sifat obyek yang dikenali serta kualitas fotografi citra
yang digunakan. Selanjutnya Munibah 2005 juga menambahkan bahwa keberhasilan interpreter dalam pengenalan obyek juga dipengaruhi oleh
kedekatankeakraban antara obyek yang akan diinterpretasi dengan interpreter. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa dengan menggunakan cara dan
teknik penginderaan jauh secara visual Citra ALOS AVNIR-2 yang mempunyai
karakteristik seperti tersebut di atas mampu menyajikan data penggunaan lahan
yang didalamnya terdapat juga data infrastruktur dan luas kesatuan hamparan lahan sawah.
Penyadapan Data Dari Citra MODIS
Enhanced Vegetation Index EVI dan masa pertumbuhan padi sawah Setiap karakter spektral yang tergambar pada citra mencerminkan karakter
obyek, begitu juga dengan karakter spektral pada tiap tutupan vegetasi. Tingkat kehijauan indeks vegetasi suatu tanaman merupakan karakter obyek dalam
Gambar 17. Kenampakan Karakter Dasar
Penciri Obyek
Wilayah Perdagangan
Lapangan Golf Wilayah Industri
Jalan Tol
menyikapi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan dari sumber tenaga. Menurut As-Syakur 2008 Enhanced Vegetation Index EVI merupakan
penajaman indek vegetasi yang dilakukan dengan cara koreksi radiometrik dari pengaruh kondisi lahan tanah dan kerapatan kanopi dan aerosol yang terdeteksi
oleh band biru serta posisi penyinaran matahari. EVI diketahui lebih sensitif terhadap perubahan biomasa selama vegetatif
yang lama, serta tahan terhadap efek atmosfir dan kanopi Huete et al, 1997. Hal ini ditunjukkan pada penelitian-penelitian sebelumnya Gao 2000 menunjukkan
bahwa EVI lebih peka terhadap perubahan struktur kanopi tanaman yang terjadi selama fase pertumbuhan tanaman.
Dari hasil pengamatan data EVI hasil ekstraksi dari citra MODIS selama periode satu tahun yang dikorelasikan dengan data sistem usaha tani aktual
beserta masa penanamannya diperoleh hasil bahwa pada dasarnya nilai EVI berkaitan erat dengan tingkat kehijauan tanaman. Nilai EVI rendah menunjukkan
bahwa tingkat kehijauan tanaman pada masa itu rendah, artinya di lapangan tutupan vegetasinya sedikit, sebaliknya nilai EVI tinggi menunjukkan bahwa
tutupan vegetasi lebih rapat. Sesuai dengan periodisasi pengolahan padi sawah dapat diperlihatkan bahwa pada masa pengolahan tanah, dimana lahan selalu
digenangi air dan tanpa vegetasi menunjukkan bahwa nilai EVI yang rendah. Nilai EVI terendah terlihat ketika usia 17 – 32 hari, dimana waktu itu sawah sedang
digenangi air pada musim tanam. Setelah masa itu nilai EVI beranjak naik seiring dengan masa pertumbuhan padi, hingga mencapai puncak pada usia padi 91 – 98
hari. Pada selang umur tersebut padi berada pada masa vegetatif maksimum, awal generatif dan pembungaan. Pada masa ini terjadi peningkatan kadar klorofil yang
signifikan pada daun dan peningkatan jumlah biomas tanaman. Setelah masa ini usia 105 hari nilai EVI mulai mengalami penurunan yang signifikan hingga
masa pengolahan tanah berikutnya. Gejala ini seiring dengan penurunan tingkat kehijauan tanaman, pada usia tersebut terjadi penurunan jumlah hijau daun,
tumbuhan sudah mulai menguning dan kadar kloropil menurun. Gejala ini dapat dilihat pada grafik hubungan antara nilai EVI dan masa pertumbuhan padi sawah
sebagaimana Gambar 18 berikut.
Gambar 18. Hubungan Nilai EVI dan Masa Pertumbuhan Padi sawah Dalam penelitian terdahulu Wahyunto et al. 2006 menyimpulkan bahwa
fase pertumbuhan tanaman yang mempunyai hubungan erat dengan produktivitas tanaman padi adalah pada fase awal generatif pinnacle initiation yaitu pada saat
tanaman padi sedang produksi. Kenampakan sawah pada masa awal pengolahan tanah, tanaman padi ditanam replanting sampai berumur 4 MST Minggu
Setelah Tanam masih didominasi kenampakan air, sehingga mempunyai nilai indeks vegetasi yang rendah bahkan negatif. Seiring dengan umur tanaman, nilai
indeks vegetasi bertambah tinggi positif dan mencapai puncaknya pada fase awal generatif umur 10 – 11 MST kemudian akan menurun lagi pada fase
pengisian bulir, dan seterusnya sampai fase panen. Heidina 2010 memperoleh kesimpulan senada bahwa terdapat korelasi antara nilai EVI dengan produktifitas
tanaman padi akan meningkat seiring dengan peningkatan umur tanaman padi. Pada selang umur tanaman padi 27 – 74 hari sawah selalu digenangi oleh air
irigasi menunjukkan nilai EVI yang rendah. Badan air yang terekam pada citra mengakibatkan korelasi negatif. Korelasi negatif berarti semakin tinggi nilai EVI
semakin rendah produktivitas padi begitu sebaliknya. Korelasi positif antara EVI dan produktivitas padi diperoleh pada umur tanaman 83 – 120 hari, dan korelasi
positif tertinggi pada umur tanaman 91 - 98 hari. Pada selang umur tersebut padi berada pada masa vegetatif maksimum, awal generatif dan pembungaan. Pada
masa ini terjadi peningkatan kadar klorofil yang signifikan pada daun dan peningkatan jumlah biomas tanaman.
E V
I
Periode Masa Pengolahan Padi Sawah
masa 1 X musim tanam
Picpoint Veg.
Gen. Rep.
55 120
Berdasarkan dengan pemahaman tersebut di atas maka dapatlah dikatakan
bahwa nilai EVI pada umur tanaman padi 91 - 98 umur 10 – 11 MST dapat digunakan untuk menduga produktivitas tanaman padi sawah yang akan
dihasilkan pada saat panen. Pada umur demikian dalam grafik nilai EVI
merupakan picpoint. Dengan demikian, guna mengetahui besarnya produktivitas
padi sawah dapat didekati dengan mengetahui keterkaitan antara besarnya nilai EVI pada posisi picpoint dengan produktivitas padi sawah aktual.
Keterkaitan nilai EVI dengan produktivitas padi sawah Keterkaitan nilai EVI dengan produktivitas padi sawah diketahui dari nilai
EVI picpoint citra MODIS tahun 2009 yang dicarikan korelasinya dengan hasil produksi padi aktual pada periode yang sesuai pada masing-masing titik sampel
melalui survei lapangan. Korelasi antara nilai EVI dan produksi padi sawah aktual diketahui menggunakan uji statistik Regresi.
Tabel 10. Nilai EVI dan Produktivitas Padi Sawah Aktual 2009
Dari hasil uji korelasi ini diperoleh bahwa terdapat hubungan yang positif cukup kuat antara nilai EVI dengan produktivitas padi sawah, hal ini ditunjukkan
dengan nilai koefisien korelasi r = +0,8189 dan nilai koefisien regresi r² = 0,6706. Dari hasil uji ini diperoleh juga bahwa antara produktivitas padi sawah
dengan nilai EVI mempunyai hubungan yang dapat dipresentasikan dengan persamaan
Y = 2,9785 + 6,0751X. Dimana Y merupakan produktivitas padi
Nilai Produk.
Nilai Produk.
EVI tonha
EVI tonha
1 0.5535
7,20 21
0.5921 6,00
2 0.4837
6,20 22
0.7152 7,20
3 0.4829
6,10 23
0.5786 6,50
4 0.4664
6,00 24
0.3050 4,00
5 0.3716
5,40 25
0.4453 2,50
6 0.6128
6,10 26
0.5692 6,50
7 0.5342
6,20 27
0.4056 5,50
8 0.5619
6,50 28
0.5208 6,50
9 0.5666
6,20 29
0.5292 5,80
10 0.5039
6,10 30
0.4155 4,00
11 0.4383
6,00 31
0.5243 6,50
12 0.5475
7,00 32
0.5316 6,50
13 0.5608
6,50 33
0.4938 6,80
14 0.5148
6,50 34
0.4567 6,00
15 0.6678
7,20 35
0.4882 6,00
16 0.6592
6,50 36
0.3628 5,00
17 0.7395
7,10 37
0.3867 5,00
18 0.5273
6,50 38
0.5827 6,50
19 0.5390
5,50 39
0.4419 5,00
20 0.6797
7,00 40
0.4081 5,00
No. S. No. S.
sawah tonha dan X merupakan nilai EVI. Korelasi antara produktivitas padi sawah dengan nilai EVI dapat diperlihatkan pada gambar berikut.
Gambar 19. Grafik Hubungan Antara Nilai EVI dan Produktivitas Padi Sawah
Aktual Persamaan dari hasil uji regeresi ini selanjutnya digunakan untuk
mengetahui besarnya produktivitas tanaman padi sawah pada tahun-tahun sebelumnya 2005 – 2008.
Hasil Pengukuran Produktivitas Padi Sawah melalaui citra MODIS Nilai produktivitas padi sawah diperoleh dari rata-rata hasil panen selama 5
tahun 2005-2009. Dimana nilai produktivitas tiap kali panen diketahui dengan jalan memasukkan nilai EVI tiap panen yang diperoleh dari citra MODIS ke
dalam persamaan Prod = 2,9785 + 6,0751Nilai EVI. Selanjutnya semua nilai
produksi tiap lahan dijumlahkan, kemudian dibagi dengan jumlah panen tiap lahan. Hasil pengukuran produktivitas padi sawah dari nilai EVI di wilayah
penelitian dapat disajikan pada tabel berikut :
Tabel 11. Hasil Perhitungan Produktivitas Padi Sawah dari Nilai EVI
Dari hasil perbandingan antara produktivitas padi sawah aktual yang diperoleh dari survei lapangan dengan produktivitas hasil perhitungan dari nilai
EVI diperoleh hasil adanya simpangan rata-rata sebesar 7,63 atau terdapat perbedaan produktivitas sebesar 0,24 tonhamusim. Pada produktivitas yang
diperoleh dari hasil perhitungan nilai EVI rata-rata lebih tinggi dari nilai produktivitas aktual. Simpangan tertinggi pada lokasi sawah irigasi pasang surut
Sampel no. 25, diikuti dengan sawah pada lokasi sampel 24, 30, 40, 39, 12, 19, 15, 37, 36 dan 1. Sedangkan yang lainnya mempunyai simpangan yang relatif
kecil.
Nomor 1
2 3
1 2
3 1
2 3
1 2
3 1
2 3
Prod. Panen
Rerata Prod. 1
5,95 6,96
6,25 6,07
5,78 6,81
6,19 6,92
5,71 7,20
63,85 10
6,39 2
6,08 6,65
6,42 6,25
7,23 6,77
7,18 7,25
7,03 6,20
67,05 10
6,70 3
5,56 6,30
5,51 5,78
7,17 5,56
6,10 6,87
6,93 6,10
61,89 10
6,19 4
5,40 5,92
6,05 5,80
7,02 6,53
5,80 6,46
6,00 54,98
9 6,11
5 5,94
6,27 6,28
5,71 6,20
6,59 5,05
6,42 5,91
5,35 5,40
65,12 11
5,92 6
6,73 6,80
6,19 5,99
5,19 5,81
5,63 6,43
5,56 6,10
60,42 10
6,04 7
6,73 6,29
6,29 6,66
6,00 6,77
6,04 6,20
50,98 8
6,37 8
6,22 7,30
5,60 6,44
6,70 7,29
6,15 6,88
6,04 6,50
65,13 10
6,51 9
6,84 7,17
6,97 6,32
5,95 6,74
5,80 6,75
6,20 58,74
9 6,53
10 6,09
7,08 6,06
7,48 7,55
5,10 6,56
6,61 6,30
7,24 6,10
72,17 11
6,56 11
6,14 6,12
6,39 6,37
5,30 6,20
5,55 5,97
6,00 54,05
9 6,01
12 5,62
5,38 5,16
5,78 6,81
5,27 5,54
5,39 6,08
5,88 7,00
63,92 11
5,81 13
7,74 7,47
6,69 6,88
6,64 7,11
6,73 7,31
6,66 6,50
69,73 10
6,97 14
6,50 6,45
6,88 6,25
6,14 6,54
5,94 6,50
51,19 8
6,40 15
6,26 5,90
5,85 6,27
6,76 5,21
5,90 5,15
7,04 7,20
61,53 10
6,15 16
6,80 6,65
6,09 6,81
7,29 5,60
6,73 6,07
6,80 7,24
6,50 72,57
11 6,60
17 6,45
7,19 6,32
7,12 7,27
5,73 6,10
6,71 6,58
7,42 7,10
74,00 11
6,73 18
6,75 6,43
6,30 6,34
5,65 6,73
5,82 6,64
6,50 57,15
9 6,35
19 7,02
6,77 6,64
6,67 5,99
6,68 6,50
6,09 5,47
5,50 63,33
10 6,33
20 6,86
6,97 5,47
6,70 6,95
5,80 5,98
6,62 5,10
7,11 7,00
70,55 11
6,41 21
6,55 6,77
6,73 6,54
6,09 6,12
5,64 5,65
4,86 6,00
60,96 10
6,10 22
6,41 6,86
6,20 7,22
7,49 5,29
6,33 6,11
6,02 7,32
7,20 72,46
11 6,59
23 5,86
6,73 5,69
6,82 6,25
6,05 6,50
6,10 6,32
7,08 6,50
69,91 11
6,36 24
6,61 6,44
6,49 6,94
5,61 6,46
6,53 6,46
4,00 55,54
9 6,17
25 6,28
6,53 5,86
7,03 5,63
6,69 6,60
6,28 6,87
2,50 60,28
10 6,03
26 6,13
6,77 6,35
6,92 6,14
6,84 6,33
6,21 6,88
6,50 65,06
10 6,51
27 6,15
6,28 5,59
6,67 6,59
5,55 6,00
5,57 6,39
5,50 60,28
10 6,03
28 6,60
6,73 6,36
5,86 5,58
6,48 6,02
6,33 7,05
6,50 63,52
10 6,35
29 6,48
6,67 6,20
6,23 6,55
6,89 6,39
6,51 6,32
5,80 64,04
10 6,40
30 6,52
6,44 5,23
6,35 6,36
5,41 6,67
6,31 5,06
6,24 4,00
64,60 11
5,87 31
6,44 6,69
5,27 7,31
7,46 5,65
6,93 6,44
6,25 6,50
64,93 10
6,49 32
6,32 6,09
5,50 6,02
6,17 5,14
6,77 5,74
6,21 6,50
60,46 10
6,05 33
6,93 7,09
5,91 6,62
6,53 6,91
5,41 5,49
5,92 5,40
7,02 6,80
76,02 12
6,34 34
6,60 6,47
6,87 5,64
6,05 5,79
5,53 5,83
5,41 6,00
60,19 10
6,02 35
5,99 6,21
5,55 5,79
6,29 5,79
6,22 6,44
6,08 5,42
6,00 65,78
11 5,98
36 5,72
5,34 5,56
5,90 5,81
5,51 5,78
5,99 5,00
50,61 9
5,62 37
5,84 6,02
5,39 5,10
6,01 5,72
6,05 6,29
5,59 5,83
5,00 62,82
11 5,71
38 5,93
6,33 6,58
6,35 6,29
6,28 5,66
5,90 6,04
6,50 61,86
10 6,19
39 6,84
6,07 5,67
5,77 6,52
6,66 6,38
6,26 5,00
55,18 9
6,13 40
6,41 6,22
5,75 6,27
6,61 6,42
6,89 5,00
49,58 8
6,20 2006
Produktivitas tonha 2007
Produktivitas tonha 2008
Sampel 2005
Produktivitas tonha 2009
Produktivitas tonha Produktivitas tonha
REKAPITULASI Jumlah
Tabel 12. Perbandingan Antara Produktivitas Aktual dan Produktivitas dari Citra MODIS
Apabila kita memperhatikan nilai bias yang diselaraskan dengan kondisi aktual di lapangan, dapat disampaikan beberapa hal berkaitan dengan simpangan
tersebut, bahwa : a. Satu nilai EVI merupakan nilai satu pixel MODIS yang mewakili ukuran 500
m x 500 m 25 ha di lapangan, artinya nilai tersebut mewakili rata-rata nilai EVI dari wilayah seluas 25 ha tersebut. Selain itu nilai EVI merupakan
cerminan tingkat kehijauan tanaman. Nilai EVI rendah menunjukkan bahwa tingkat kehijauan tanaman pada masa itu rendah, artinya di lapangan tutupan
vegetasinya sedikit, sebaliknya nilai EVI tinggi menunjukkan bahwa tutupan vegetasi banyak. Pada lokasi sampel 25, 24 dan 30, pada ukuran pixel tersebut
merupakan lokasi sawah yang bercampur dengan penggunaan lain seperti kebun campuran, semak dan belukar yang mempunyai nilai EVI lebih tinggi
dari sawah. Sehingga walaupun nilai EVI rata-rata satu pixel tinggi, namun kenyataan lapangan menunjukkan produktivitas padi sawahnya relatif rendah,
tidak selaras dengan nilai EVI dari pixel tersebut.
No. No.
Sampel Aktual
Citra Simp.
Sampel Aktual
Citra Simp.
1 7,20
6,39 11,25
21 6,00
6,10 -1,67
2 6,20
6,70 -8,06
22 7,20
6,59 8,47
3 6,10
6,19 -1,48
23 6,50
6,36 2,15
4 6,00
6,11 -1,83
24 4,00
6,17 -54,25
5 5,40
5,92 -9,63
25 2,50
6,03 -141,20
6 6,10
6,04 0,98
26 6,50
6,51 -0,15
7 6,20
6,37 -2,74
27 5,50
6,03 -9,64
8 6,50
6,51 -0,15
28 6,50
6,35 2,31
9 6,20
6,53 -5,32
29 5,80
6,40 -10,34
10 6,10
6,56 -7,54
30 4,00
5,87 -46,75
11 6,00
6,01 -0,17
31 6,50
6,49 0,15
12 7,00
5,81 17,00
32 6,50
6,05 6,92
13 6,50
6,97 -7,23
33 6,80
6,34 6,76
14 6,50
6,40 1,54
34 6,00
6,02 -0,33
15 7,20
6,15 14,58
35 6,00
5,98 0,33
16 6,50
6,60 -1,54
36 5,00
5,62 -12,40
17 7,10
6,73 5,21
37 5,00
5,71 -14,20
18 6,50
6,35 2,31
38 6,50
6,19 4,77
19 5,50
6,33 -15,09
39 5,00
6,13 -22,60
20 7,00
6,41 8,43
40 5,00
6,20 -24,00
240,60 250,22
-305,14 6,015
6,26 -7,63
PRODUKTIVITAS PRODUKTIVITAS
J u m l a h R a t a - r a t a
Gambar 20. Kenampakan Obyek Yang Mengalami Bias Hubungan Antara Nilai EVI dan Produktivitas Padi sawah
b. Nilai EVI yang digunakan adalah nilai EVI pada umur tanaman padi 91 – 98 picpoint, masa vegetatif maksimum, awal generatif dan pembungaan. Angka
produktivitas diperoleh 22 hari kemudian. Pada masa setelah picpoint banyak hal yang mempengaruhi keberhasilan panen, termasuk adanya gangguan hama
ataupun kesalahan dalam pengolahan lahan seperti kekeringan, banjir, dan lain- lain. Pada lokasi sampel 40, 39, 12, dan 1 merupakan wilayah yang mengalami
gangguan sebelum panen berupa gangguan hama. Sedangkan lokasi sampel 19, 15, 37, dan 36 mengalami gangguan pengolahan lahan sebelum panen yaitu
irigasi yang berlebihan atau banjir. Gejala seperti ini dapat diketahui dari bentuk grafik parabolik tidak sempurna ideal seperti gambar berikut.
Gambar 21. Grafik nilai EVI Yang Mengalami Gangguan Produksi Padi Sawah
Citra MODIS Citra
Kondisi Lapangan
Bentuk Parabolik tidak sempurna
E V
I
Masa Pengolahan Lahan
Namun demikian jika dilihat secara umum terlihat bahwa terdapat adanya hubungan yang positif cukup kuat antara nilai EVI dengan produktivitas padi
sawah yang ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi r = +0,8189 dan nilai koefisien regresi r² = 0,6706, dan simpangan rata-rata sebesar 7,63 atau
terdapat perbedaan produktivitas hanya sebesar 0,24 tonhamusim. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa nilai EVI dari citra MODIS pada picpoint
dapat digunakan untuk memprediksi menghitung produktivitas padi sawah dalam kurun waktu tertentu.
Hasil Pengukuran Indeks Penanaman melalui citra MODIS Nilai EVI yang diperoleh dari citra MODIS pada resolusi temporal 8 hari
selama satu tahun jika diwujudkan dalam grafik akan memperlihatkan gelombang yang menunjukkan periodisasi pengolahan sawah. Nilai negatif hingga nilai nol
0 menunjukkan bahwa lahan dalam genangan air. Nilai positif menunjukkan bahwa lahan sawah telah ditumbuhi tanaman padi. Nilai EVI meningkat
bersamaan dengan masa pertumbuhan padi. Nilai EVI pada picpoint menunjukkan bahwa padi berada pada masa vegetatif maksimum, dan akan menurun hingga
masa panen dan kembali nol negatif ketika masa pengolahan lahan. Jumlah undulan pada grafik nilai EVI yang ditandai dengan picpoint menunjukkan berapa
kali jumlah masa tanam padi sawah di suatu lahan pada kurun waktu tertentu. Seperti pada contoh Gambar 22 berikut dapat dilihat bahwa dalam masa 5 tahun
terdapat sepuluh undulan yang mempunyai picpoint, sehingga untuk mengetahui indeks penanaman pada wilayah tersebut adalah 10 picpoint dibagi 5 tahun
menjadi 2. Jadi indeks penanaman di wilayah tersebut 200.
Gambar 22. Cara Pengukuran Indeks Penanaman dari Grafik
2005 2006
2007 2008
2009
E V
I
masa pertumbuhan padi
Berdasarkan nilai EVI yang diperoleh dari citra MODIS series antara tahun 2005 - 2009 dengan resolusi temporal 8 hari diperoleh hasil perhitungan Indeks
Penanaman sebagaimana yang tertera pada Tabel 13 berikut. Dari tabel tersebut dapat dibaca bahwa antara nilai Indeks Penanaman Aktual dengan nilai Indeks
Penanaman yang diperoleh dari Citra MODIS nyaris hampir sama. Simpangan antara keduanya sebesar 3,63 atau setara dengan nilai indeks penanaman
sebesar 10 persen. Simpangan lebih disebabkan oleh generalisasi dari kelompok tani yang berada pada sebuah pixel yang ukuran lapangannya mencapai 25 ha.
Keseragaman dalam sistem usaha tani yang diterapkan dalam sebuah pixel tersebut harus dapat terwakili oleh responden yang diambil untuk di wawancarai.
Selain itu kelengkapan urutan runut dari data citra MODIS mulai awal tahun hingga akhir tahun sesuai dengan resolusi temporalnya merupakan kunci
ketelitian dari pengamatan indeks penanaman. Jika terdapat data citra MODIS yang tidak lengkap maka kondisi lapangan pada waktu yang bersangkutan tidak
dapat diamati. Guna mengantisipasi hal tersebut maka diperlukan adanya kontrol data lapangan, melalui data indeks penanaman lapangan aktual. Data ini diperoleh
dengan metode sampling, dengan pemilihan responden yang dapat mewakili kelompok tani yang berada pada pixel yang mempunyai ukuran lapangan 25 ha
tersebut. Tabel 13. Perbandingan Antara Indeks Penanaman Aktual dan Indeks
Penanaman dari Citra MODIS
No. No.
Sampel Aktual
Citra Simp.
Sampel Aktual
Citra Simp.
1 250
200 20,00
21 300
200 33,33
2 300
200 33,33
22 200
220 -10,00
3 200
200 0,00
23 200
220 -10,00
4 200
180 10,00
24 200
180 10,00
5 200
220 -10,00
25 200
200 0,00
6 200
200 0,00
26 200
200 0,00
7 200
160 20,00
27 200
200 0,00
8 200
200 0,00
28 200
200 0,00
9 200
180 10,00
29 200
200 0,00
10 200
220 -10,00
30 250
220 12,00
11 200
180 10,00
31 200
200 0,00
12 200
220 -10,00
32 200
200 0,00
13 200
200 0,00
33 200
240 -20,00
14 200
160 20,00
34 200
200 0,00
15 200
200 0,00
35 200
220 -10,00
16 200
220 -10,00
36 200
180 10,00
17 200
220 -10,00
37 200
220 -10,00
18 200
180 10,00
38 200
200 0,00
19 200
200 0,00
39 200
180 10,00
20 300
220 26,67
40 200
160 20,00
8.400 8.000
145,33 210
200 3,63
J u m l a h R a t a - r a t a
INDEKS PENANAMAN INDEKS PENANAMAN
Penentuan Parameter Yang Digunakan Untuk Pemilihan Lahan Pertanian Padi Sawah Berkelanjutan LPPB
Parameter Yang Digunakan Untuk Pemilihan LPPB
Sesuai dengan hasil resensi dari pustaka terpilih diketahui bahwa untuk penentuan LPPB, setidaknya terdapat sembilan parameter yang perlu diketahui
seberapa besar pengaruh dan peranannya. Kesembilan parameter tersebut antara lain Produktivitas Padi Sawah, Kelayakan Secara Ekonomi BCR, Indeks
Penanaman, kelas Kesesuaian Lahan, Sistem Irigasi, Jaringan Jalan, Luasan Kesatuan Hamparan Lahan LKHL, Penggunaan Lahan dan Arahan RTRW.
Berdasarkan pada UU 41 tahun 2009 yang dimaksud Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok
bagi kedaulatan dan ketahanan pangan nasional. Berdasarkan UU 32 tahun 2009 yang dimaksud berkelanjutan harus memenuhi 3 aspek yaitu sesuai secara fisik,
layak secara ekonomi dan diterima secara sosial. Dengan demikian yang dimaksud LPPB adalah suatu kawasan budidaya yang merupakan lahan yang
sesuai secara fisik untuk pertanian padi sawah, layak secara ekonomi untuk diusahakan untuk pertanian padi sawah dan diterima secara sosial untuk dijadikan
sebagai lahan pertanian padi sawah. Dari uraian tersebut maka parameter yang digunakan dapat digolongkan
menjadi tiga kelompok sebagai berikut. Tabel 14. Parameter yang Digunakan Untuk Penentuan LPPB
NO. JENIS PARAMETER KODE NO.
JENIS PARAMETER KODE
A C
I Kesesuaian Lahan
1 S1 I
LKHL 1
Sempit 2
2 S2 1
2 Agak Sempit
2 - 9 1
3 S3 2
3 Sedang
10 - 19 1
4 N1 4
Agak Luas 20 - 50
2 5 N2
5 Luas
50 3
II Sistem Irigasi
1 Irigasi Teknis 1
II Penggunaan Lahan 1
Sawah Irigasi Teknis 2 Irigasi Semi Teknis
2 2
Sawah Irigasi Semi Teknis 3 Tadah Hujan
2 3
Sawah Tadah Hujan 4 Pasang Surut
4 Sawah Pasang Surut
III Jaringan Jalan 1 Jalan Tol
5 dst.
2 Jalan Arteri 1
III Arahan RTRWK 1
Hutan Lindung 3 Jalan Kolektor
2 2
Hutan Produksi 4 Jalan LokalLingkungan
3 3
Kawasan Industri 5 Jalan Lainnya
4 4
Kawasan Industri Terpadu IV Produktivitas
5 Zona Industri
1 B
6 Kota Industri
I Indeks Penanaman
1 200 7
Lapangan Golf 2 200 - 249
1 8
Pengembangan Kota Kecamatan 2
3 250 - 299 2
9 Pengembangan Wisata Pemakaman
4 300 2
10 Permukiman dan Bangunan 3
II BC Ratio
1 1 11 Pertanian Lahan Basah
4 2 1 - 1,5
1 12 Pertanian Lahan Kering
5 3 1,5 - 2
2 13 Situ_Rawa
4 2 3
14 Kawasan Pelabuhan Samudera DITERIMA SECARA SOSIAL
SESUAI SECARA FISIK KELAS PARAMETER
LAYAK SECARA EKONOMI Nilai dalam tonhamusim
KELAS PARAMETER
Data Yang Diperoleh Dapat Mewakili Model Lapangan
Pada penentuan LPPB ini digunakan 9 paramater variabel. Dari ke sembilan data paramater tersebut, 2 paramater yaitu kesesuaian lahan dan aspek
kebijakan RTRWK berupa data sekunder, 6 parameter diekstraksi dari data citra satelit penginderaan jauh dan cek lapangan, yaitu produktivitas, indeks
penanaman, penggunaan lahan, jaringan jalan, sistem irigasi dan LKHL. Sedangkan data untuk menghitung kelayakan ekonomi BC Ratio dibantu dengan
data yang diperoleh dari survei lapangan. Guna pelaksanaan survei lapangan baik untuk groundchecking maupun untuk pencarian data primer dilaksanakan
pemilihan sampel secara Stratified Purposive dari unit lahan yang dibentuk dari parameter penggunaan lahan, jenis tanah dan sistem irigasi dengan proporsi 1
dari jumlah pixel citra MODIS. Dari pengambilan sampel ini diperoleh sampel unit lahan sebanyak 40 buah dengan proporsi sebagai berikut.
Tabel 15. Komposisi Sampel Untuk Survei Lapangan
Sesuai dengan data perbandingan antar nilai produktivitas dan indeks penanaman aktual dengan data yang diperoleh dari citra diketahui bahwa dari ke
empat puluh sampel ini terdapat dua sampel yang menyebabkan bias yang cukup besar, yaitu sampel nomor 25 yang berlokasi di kampung Sumurgede desa
Muarajaya kecamatan Tempuran dan sampel nomor 30 yang berlokasi di kampung Koja, desa Mulyasejati kecamatan Ciampel. Akibat perbedaan kondisi
wilayah yang cukup drastis dengan wilayah lainnya, data hasil analisis ke dua
No. Great Group
Status Irigasi Luas ha
Stratified Str. Purposive
1 Dystropepts
Pasang Surut 3,7
0,01 2
Dystropepts Irigasi Semi Teknis
121,7 0,24
3 Dystropepts
Irigasi Teknis 358,2
0,70 4
Dystropepts Tadah Hujan
420,6 0,82
1 5
Endoaquents Irigasi Teknis
21,3 0,04
6 Endoaquents
Tadah Hujan 39,4
0,08 7
Eutropepts Irigasi Semi Teknis
360,4 0,70
1 8
Eutropepts Irigasi Teknis
1.802,5 3,52
2 2
9 Eutropepts
Tadah Hujan 209,8
0,41 1
10 Tropaquepts
Pasang Surut 1.388,5
2,71 1
1 11
Tropaquepts Irigasi Teknis
42.922,6 83,73
34 30
12 Tropaquepts
Tadah Hujan 1.809,0
3,53 2
2 13
Tropofluvents Irigasi Semi Teknis
51,3 0,10
14 Tropofluvents
Irigasi Teknis 1.240,1
2,42 1
1 15
Tropofluvents Tadah Hujan
512,6 1,00
1 51.261,7
100 40
40 Jumlah
wilayah ini tidak dapat mencerminkan kondisi lapangan yang sesungguhnya. Dengan demikian ke dua data sampel tersebut dapat diabaikan. Selain itu akibat
dari sistem sampling yang ditetapkan maka semua sampel seragam berada pada lahan sawah, terjadi redundan dengan parameter sistem irigasi, sehingga variabel
penggunaan lahan tidak dapat diikutkan dalam analisis. Dengan demikian maka sampel yang digunakan untuk analisis Hayashi ini berjumlah 38 yang tersusun
atas 1 variabel tujuan dan 7 variabel penjelas. Berdasarkan dari analisis Hayashi memberikan hasil bahwa koefisien
korelasi berganda determinasi = R² sebesar 0,529 dan dengan Standar Error sebesar 0,1979. Nilai koefisien korelasi berganda demikian merupakan petunjuk
bahwa data yang diperoleh dapat memberikan gambaran skala kuantitatif tentang sejauh mana model yang digunakan fit dengan data. Sedangkan dari nilai standar
errror menunjukkan model yang bagus. Hal ini berarti bahwa data yang diperoleh telah dapat untuk menggambarkan kenyataan lapangan. Apabila dilihat dari selisih
antara observed data dan predicted data mempunyai rataan residual dengan nilai nol, maka dapat dikatakan bahwa keragaman data dianggap baik.
Keterkaitan Antara Produktivitas dengan Variabel Penjelas
Pada penelitian ini produktivitas padi sawah merupakan indikator utama aspek keberlanjutan yang digunakan untuk mengenali karakteritik variabel
lainnya. Produktivitas merupakan variabel yang secara visual dapat dikenali dari citra penginderaan jauh, dan dengan karakteristik gejala yang dikenali dapat
digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik variabel lainnya. Suatu contoh dengan mengenali produktivitas padi sawah pada sutu lahan dari citra
penginderaan jauh, dapat dikenali juga nilai indeks penanaman, dengan bantuan biaya produksi dapat dikenali nilai BCR, kemudian dari grafik yang dibuat dapat
digunakan untuk mengenali karakteristik fisik lahan termasuk indikasi adanya degradasi lahan.
Keterkaitan antara produktivitas dengan variabel penjelas didekati dengan analisis Hayashi 1. Dari hasil analisis ini diperoleh nilai koefisien korelasi antar
variabel R = 0,7274 dan koefisien korelasi determinasi = R² sebesar 0,5291. Hal ini menunjukkan bahwa dari analisis yang dilaksanakan dianggap sudah
dapat menggambarkan struktur hubungan antar variabel. Dari hasil analisis ini diperoleh skor baku masing-masing kategori sebagai berikut.
Tabel 16. Skor Baku Masing-Masing Kategori dari Variabel Penjelas
Informasi dari Tabel 16 ini memberikan gambaran skala kuantitatif tentang arti pentingnya tiap-tiap variabel penjelas dan setiap kategori terhadap variabel tujuan.
Dengan selang kepercayaan 99
ρ
= 0,01 diperoleh batas nilai absolut r = 0,3445. Jika selang kepercayaan diturunkan menjadi 95
ρ
= 0,05 diperoleh batas nilai absolut r = 0,2558. Dengan standarisasi nilai r ini dan berdasar atas
nilai korelasi parsial dari masing-masing variabel dan Skor dari masing-masing kategori dapat dikemukakan beberapa hal sebagai berikut bahwa :
1. Berdasar atas nilai korelasi parsial bahwa produktivitas lahan pertanian padi sawah mempunyai hubungan yang nyata dan selaras dengan kelayakan secara
ekonomi. Dan dari nilai Skor diperlihatkan bahwa semakin tinggi nilai BCR, semakin tinggi juga produktivitas lahan padi sawah. Hal ini berarti semakin
tinggi produktivitas semakin layak lahan tersebut dapat digunakan untuk lahan pertanian padi sawah.
1 - 1,5
2
-0,1981 1,5 - 2
28
-0,0265 2
8
0,1424 200 - 249
34 -0,0251
250 4
0,2129 S2
29 0,0172
S3 9
-0,0553 Irigasi Teknis
32 -0,0355
Tadah Hujan 6
0,1893 Jalan Arteri
2 0,0704
Jalan Kolektor 11
-0,0096 Jalan LokalLingkungan
11 -0,1059
Jalan Lainnya 14
0,0807 Agak Sempit - Sedang
2 0,0741
Agak Luas 2
0,3572 Luas
34 -0,0254
Zona Industri 3
-0,3226 Pengem. Kota Kecamatan
3 0,2202
Permukiman Bangunan 10
-0,0217 Pertanian Lahan Basah
20 0,0079
Pertanian Lahan Kering 2
0,1831 0,7274
0,5291 0,506
0,4833 0,225
0,3479 0,090
0,3596
0,383 0,3371
Arahan RTRW
Koefisien Korelasi, R Koefisien Determinasi, R
²
0,169 0,3797
0,238 0,3116
0,073 0,1507
BC Ratio Indeks Penanaman
Kesesuaian Lahan Sistem Irigasi
Jaringan Jalan
LKHL VARIABEL
KATEGORI FREKUENSI
SKOR RANGE
KORELASI PARSIAL
2. Berdasar atas nilai korelasi parsial dengan selang kepercayaan 99 produktivitas lahan pertanian padi sawah tidak mempunyai hubungan yang
nyata dengan Indeks Penanaman IP, namun jika selang kepercayaan diturunkan menjadi 95 diperoleh batas nilai absolut r = 0,2558 maka
produktivitas lahan pertanian padi sawah mempunyai hubungan dengan Indeks Penanaman IP. Hal ini menunjukkan bahwa keterkaitan hubungan antara
produktivitas dengan IP tidak terlalu nyata. Sedangkan dari nilai Skor kategori diperlihatkan bahwa produktivitas hanya mempunyai hubungan yang selaras
pada lahan yang mempunyai IP 250. Sedangkan pada lahan dengan IP 250 mempunyai hubungan yang tidak selaras terbalik untuk menggambarkan
produktivitas. Hal ini berarti bahwa IP kurang dapat untuk menggambarkan produktivitas lahan padi sawah.
3. Kelas kesesuaian lahan yang merupakan parameter sesuai secara fisik mempunyai hubungan yang tidak selaras dengan produktivitas. Hal ini sangat
dimungkinkan karena wilayah penelitian sebagian besar mempunyai kelas kesesuaian lahan hampir seragam S2, dimana faktor pembatasnya umumnya
berupa media perakaran r, retensi hara f dan hara tersedia n. Semasa faktor pembatasnya ini dapat dipenuhi maka secara potensial lahan di daerah ini
mempunyai kesesuaian lahan yang relatif sama, yang membedakan hanyalah Sistem Usaha Tani dalam mengoptimalkan dalam produktivitas lahan. Dengan
adanya kesesuaian lahan yang seragam ini maka pengaruh kesesuaian lahan pada produktivitas pada penelitian ini tidak dapat dilihat. Dengan demikian
faktor kesesuaian lahan pada wilayah penelitian ini tidak dapat digunakan untuk melihat pengaruhnya terhadap produktivitas.
4. Sistem irigasi mempunyai hubungan nyata dengan produktivitas pada lahan sawah beririgasi sederhana tadah hujan. Dimana justru lahan sawah dengan
irigasi sederhana umumnya mempunyai produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan irigasi teknis. Perlu diingat bahwa pada wilayah
penelitian mempunyai sistem irigasi yang sudah bagus dan mapan. Sebenarnya pada sawah beririgasi teknis ketersediaan air cenderung melimpah. Pada sawah
irigasi sederhana tadah hujan penggunaan air irigasinya hanya sesuai kebutuhan sangat optimal, selain itu pola tanam pada lahan ini umumnya
berpola Padi-Padi-Bera atau Padi-Padi-Palawija, pada kondisi demikian akan memberikan kesempatan terjadinya konservasi tanah dan air. Tanah akan
mempunyai unsur hara dan bahan organik yang terpelihara, PH tanah terjaga, tidak terjadi akumulasi senyawa tertentu pada perakaran yang merugikan
tanaman, tidak terjadi kejenuhan tanah oleh air dan pemanfaatan sumberdaya air lebih efisien.
5. Kelas dan fungsi jalan mempunyai hubungan yang selaras dengan produktivitas yaitu pada kategori jalan lainnya jalan lahan usaha tani dan
jalan arteri. Dengan dipenuhinya jalan asses utama arteri dan adanya jalan lahan usaha tani akan mendorong produktifitas lahan padi sawah. Justru
dengan pembukaan asses jalan lainnya kolektor dan lingkungan akan dimungkinkan adanya fragmentasi lahan atau backwash effect.
6. Produktivitas mempunyai hubungan nyata dengan Luasan Kesatuan Hamparan Lahan LKHL pada luasan agak luas 20 -50 ha dan sedang hingga sempit
10-20 ha, sedangkan pada LKHL 50 ha justru mempunyai hubungan yang terbalik dengan produktivitas, artinya semakin luas LKHL maka semakin
rendah produktivitasnya. Hal ini bisa dimungkinkan karena pada lahan yang sangat luas akan rawan adanya hama, rawan kelangsungan ketersediaan air
terutama dalam masa awal tanam atau masa produksi. 7. Arahan Kebijakan Pemerintah daerah lewat RTRWK untuk lahan pertanian
dan pengembangan kota kecamatan mempunyai hubungan nyata dengan produktivitas. Hal ini berarti dukungan pemerintah daerah dalam arahan untuk
lahan pertanian akan dapat memacu produktivitas lahan pertanian padi sawah. Namun untuk arahan berupa non pertanian permukiman, zona industri, dan
lain-lain memperburuk produktivitas lahan pertanian padi sawah. Dari uraian di atas dapat ditarik suatu simpulan bahwa produktivitas lahan
pertanian padi sawah tinggi jika mempunyai BCR 2, sistem irigasi tadah hujan optimal, didukung dengan jalan lahan usaha tani dan arteri, luasan kesatuan
hamparan lahan 10 - 50 ha dan mempunyai arahan RTRWK sebagai lahan pertanian basah dan kering dan sebagai pengembangan kota kecamatan.
Korelasi Antar Parameter
Keterkaitan antar variabel diketahui dari matriks korelasi antar variabel hasil analisis Hayashi. Korelasi ini digunakan untuk mengukur taraf nyata masing-
masing variabel parameter. Dari analisis ini diperoleh matrik korelasi sebagai berikut :
Tabel 17. Matriks Korelasi antar Variabel yang telah Dikwalifikasi
Dari informasi tabel ini dapat digambarkan skala kuantitatif struktur hubungan antar variabel sebagai berikut bahwa :
1. Produktivitas mempunyai korelasi positif terhadap semua variabel, namun mempunyai hubungan yang nyata terhadap Sistem Irigasi, Luasan Kesatuan
Hamparan Lahan LKHL dan BCR. Hal ini mempunyai arti bahwa dengan sistem irigasi yang baik akan mendapatkan produktivitas yang tinggi,
sebaliknya jika sistem irigasinya buruk akan memperoleh produktivitas padi sawah yang rendah. Begitu juga dengan LKHL, semakin luas LKHL maka
akan memperoleh produktivitas yang tinggi. Jika pernyataan ini dihubungkan dengan hasil korelasi antar variabel penjelas dengan vaiabel tujuan maka akan
diperoleh hasil bahwa Sistem Irigasi yang baik adalah irigasi yang optimal, artinya irigasi yang menggunakan air yang dapat memberikan kesempatan
adanya kegiatan konservasi tanah dan air. Kondisi ini dapat dicapai dengan sistem pola tanam Padi-Padi-Palawija dan Sistem Usaha Tani yang ramah
lingkungan. Sedangkan untuk areal LKHL yang dapat mengoptimalkan produktivitas padi sawah adalah lahan-lahan yang mempunyai areal LKHL
antara 10 – 50 ha. BCR mempunyai korelasi nilai nyata pada taraf 0,05. Hal
Produktivi tas
BC Ratio Indeks
Penanama n
Kesesuaia n Lahan
Sistem Irigasi
Jaringan Jalan
LKHL Arahan
RTRW y
x1 x2
x3 x4
x5 x6
x7 Produktivitas
y 1,0000
BC Ratio x1
0,3190 1,0000
Indeks Penanaman x2
0,1550 -0,1100
1,0000 Kesesuaian Lahan
x3 0,2030
0,0520 0,1910
1,0000 Sistem Irigasi
x4 0,3700
0,0080 -0,1490
0,0710 1,0000
Jaringan Jalan x5
0,2520 0,0860
-0,1570 0,0840
0,0250 1,0000
LKHL x6
0,3640 0,1430
0,2770 0,0920 0,3560
-0,0450 1,0000
Arahan RTRW x7
0,2410 -0,0460
-0,2170 -0,0980
-0,0130 -0,0150
-0,3720 1,0000
Batas Nilai Absolut r yang nyata pada taraf 0,05 = 0,2558 Batas Nilai Absolut r yang nyata pada taraf 0,01 = 0,3445
ini menunjukkan bahwa walaupun lebih kecil nialai koerelasinya dari yang lain, masih terdapat korelasi positif antara BCR dengan produktivitas padi
sawah, artinya dengan nilai BCR yang tinggi akan mendapatkan produktivitas yang tinggi juga, begitu juga dengan produktivitas yang tinggi akan
menghasilkan nilai BCR yang tinggi juga. 2. Sistem irigasi mempunyai korelasi positif dengan LKHL. Hal ini mempunyai
arti bahwa dengan adanya sistem irigasi yang baik akan membuka kesempatan masyarakat untuk mengusahakan lahan padi sawah, sehingga LKHL semakin
luas. Sebaliknya jika sistem irigasinya kurang tidak baik maka masyarakat enggan untuk mengusahakan lahan padi sawah, dan LKHL akan lebih sempit.
Jika pernyataan ini dihubungkan dengan hasil korelasi antar variabel penjelas dengan vaiabel tujuan maka akan diperoleh hasil bahwa lahan yang
mempunyai produktivitas optimal adalah lahan-lahan yang mempunyai LKHL antara 10 – 50 ha. Jadi untuk memperoleh hasil maksimum sebaiknya setiap
tali air dari sistem irigasi yang ada harus dapat diatur sedemikian rupa dapat mengairi lahan padi sawah maksimal 50 ha.
3. LKHL mempunyai hubungan nyata terbalik dengan Arahan RTRW, artinya semakin luas LKHL maka semakin tidak sesuai dengan arahan RTRW, atau
semakin sempit LKHL maka semakin sesuai dengan arahan RTRW. Hal ini berarti Pemerintah Daerah menghendaki adanya pengaturan adanya LKHL ini.
Jika pernyataan ini dihubungkan dengan hasil korelasi antar variabel penjelas dengan vaiabel tujuan maka dapat dikatakan bahwa arahan kebijakan Pemda
ini akan positif terhadap produktivitas padi sawah jika peruntukan lahan untuk pertanian dan pengembangan kota kecamatan.
4. Terdapat hubungan antara Indeks Penanaman dengan LKHL, walaupun pada korelasi nilai nyata pada taraf 0,05. Korelasi positif ini lebih rendah dari
korelasi-korelasi lainnya. Hal ini berarti semakin tinggi IP semakin luas juga LKHL, begitu sebaliknya. Namun variabel IP bukan merupakan parameter
yang mempunyai korelasi nyata langsung dengan produktivitas. Dari uraian di atas dapatlah ditarik beberapa pernyataan bahwa dari ke 9
sembilan parameter yang digunakan untuk pemilihan LPPB ini, hanya 4 empat parameter yang mempunyai keterkaitan langsung satu dengan yang lainnya, yaitu
Produktivitas, Sistem Irigasi, LKHL dan BCR. Sedangkan arahan RTRW tidak berhubungan langsung, hanya sebagai penentu akhir aspek kebijakan dalam
pemilihan LPPB.
Mengenali Parameter Lahan Pertanian Padi Sawah Berkelanjutan
Dari hasil analisis tersebut di atas terdapat hal yang dapat dikemukakan berkaitan dengan LPPB ini, antara lain bahwa:
1. Produktivitas padi sawah merupakan gambaran hasil interaksi dari hasil kombinasi antara kondisi fisik lahan dan sistem usaha tani. Variabel ini
merupakan parameter yang mempunyai pengaruh terhadap penentuan LPPB. Data produktivitas padi sawah dinyatakan dalam ukuran tonhamusim. Data
Produktivitas dapat diperoleh dari hasil ekstraksi citra MODIS Terra-Aqua yang diakusisi secara series.
2. Sistem Irigasi merupakan variabel penopang apakah lahan dapat digunakan menjadi lahan padi sawah atau tidak, karena setiap usaha lahan padi sawah
memerlukan air irigasi untuk menggarap lahan padi sawah. Pada penelitian ini sistem irigasi dibedakan menjadi Irigasi Teknis IT, Irigasi Semi Teknis IST,
Irigasi Sederhana Tadah HujanTH dan Irigasi Pasang Surut IPS. Namun berdasarkan hasil analisis, sistem irigasi hanya dapat dibedakan menjadi
Beririgasi dan Tidak beririgasi. Yang disebut lahan beririgasi adalah IT, IST dan TH, sedangkan disebut lahan tidak beririgasi adalah wilayah Pasut IPS
dan Lebak. Data Sistem Irigasi dapat dikenali dari citra ALOS AVNIR-2. 3.
BC Ratio merupakan penentu kelayakan LPPB secara ekonomi. BCR diukur dari cost dari produksi dan benefit yang diperoleh dari volume produksi lahan.
Guna mengukur BCR diperlukan data produktivitas, indeks penanaman dan data cost dari suatu pengusahan lahan padi sawah. Data produktivitas dan
indeks penanaman dapat diperoleh dari hasil ekstraksi dari MODIS Terra-Aqua yang diakusisi secara series, sedangkan data cost pengusahan lahan padi sawah
diperoleh dari data lapangan. 4. Suatu lahan dapat diupayakan masyarakat untuk padi sawah jika lahan tersebut
secara fisik sesuai dan secara ekonomi dikatakan layak. Gejala bahwa masyarakat dapat menerima dalam pengupayaan lahan padi sawah ini dapat
dicerminkan dengan luasan kesatuan hamparan lahan LKHL. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa LKHL merupakan indikasi pengusahan lahan padi sawah diterima secara sosial. Data LKHL dapat diekstraksi dan dideliansi
dari citra ALOS AVNIR-2.
Karakteristik LPPB
Berdasar pada hasil analisis yang dilaksanakan, serta mengacu pada pengertian LPPB yaitu sebagai suatu kawasan budidaya yang merupakan lahan
yang sesuai secara fisik untuk pertanian padi sawah, layak secara ekonomi untuk diusahakan untuk pertanian padi sawah dan diterima secara sosial untuk dijadikan
sebagai lahan pertanian padi sawah. Dengan demikian dapat dikatakan kawasan lahan pertanian padi sawah bisa dikatakan berkelanjutan jika memenuhi kriteria
sesuai secara fisik, yang bisa dicerminkan dari produktivitas di atas 4,5 tonha standar produktivitas P. Jawa, BBSDLP 2006, tidak pernah mengalami
penurunan yang sigificant selama 5 tahun terakhir. Dengan tidak adanya penurunan produktivitas yang drastis berarti lahan tersebut belum mengalami
adanya penurunan potensi atau degradasi lahan. Sesuai secara fisik didukung juga dengan sistem irigasi yang optimal. Sistem Irigasi yang optimal adalah sistem
irigasi yang menggunakan air yang dapat memberikan kesempatan adanya kegiatan konservasi tanah dan air. Hal ini dapat dicapai dengan sistem pola tanam
Padi-Padi-Palawija dan Sistem Usaha Tani yang ramah lingkungan. Kelayakan secara ekonomi dapat dilihat dari nilai BCR di atas BEP yaitu pada lahan-lahan
yang mempunyai BCR 1,497. Pada lahan yang mempunyai hasil demikian berarti petani dengan lahan 1 ha telah dapat hidup cukup layak di daerah
penelitian. Sedangkan kriteria diterima sosial dapat diindikasikan dari LKHL. LKHL merupakan cerminan dari masyarakat mau menerima pengusahaan lahan
tersebut untuk padi sawah. Pengusahaan lahan padi sawah akan dapat dilaksanakan jika kondisi geofisik dan secara ekonomi dianggap memenuhi
kriteria yang dipahami oleh masyarakat. Semakin luas LKHL berarti masyarakat semakin menerima akan pengusahaan lahan padi sawah tersebut.
Kriteria Penentu Pemilihan LPPB
Dari pengertian bahwa LPPB adalah suatu lahan pertanian padi sawah beririgasi teknis, semi teknis, sederhana tadah hujan, yang mempunyai
produktivitas diatas 4,5 tonha, mempunyai BCR 1,497 dan mempunyai LKHL 10 ha maka disusun kriteria untuk memilih LPPB sebagaimana tabel berikut :
Tabel 18. Kriteria Penentu LPPB
Berdasarkan dari kriteria tersebut kawasan lahan pertanian sawah dibedakan menjadi 7 tujuh kelas sebagaimana uraian berikut :
1. LPPB 1 merupakan bidang lahan pertanian beririgasi, mempunyai