TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Pustaka merupakan upaya memperjelas batasan permasalahan, memberikan referensi, serta mengkaji konsepsi penelitian. Berkenaan dengan
judul penelitian, beberapa hal yang perlu mendapatkan telaahan dari pustaka dapat
dijelaskan sebagaimana uraian berikut : Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
Pandangan dari sisi Perundangan
Dalam Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan pada pasal 19 dijelaskan bahwa penetapan lahan
pertanian pangan berkelanjutan merupakan bagian dari penetapan perencanaan tata ruang wilayah kabupatenkota. Penetapan Kawasan ini akan digunakan
sebagai dasar peraturan zonasi. Selanjutnya berkenaan dengan istilah lahan pertanian pangan berkelanjutan
ini, pada Undang Undang No. 41 2009 dapat dijelaskan beberapa definisi terkait, yaitu :
a. Lahan adalah bagian daratan dari permukaan bumi sebagai suatu lingkungan
fisik yang meliputi tanah beserta segenap faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaannya seperti iklim, relief, aspek geologi dan hidrologi yang
terbentuk secara alami maupun akibat pengaruh manusia.
b. Lahan Pertanian adalah bidang lahan yang digunakan untuk usaha
pertanian.
c. Pertanian pangan adalah usaha manusia untuk mengelola lahan dan
agroekosistem dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen untuk mencapai kedaulatan dan ketahanan pangan serta
kesejahteraan rakyat.
d. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian
yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan kedaulatan pangan
nasional Pasal 1 angka 3.
Pada pasal 5 disebutkan bahwa Lahan Pertanian Pangan yang ditetapkan
sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dapat berupa:
Lahan beririgasi; Lahan reklamasi rawa pasang surut dan nonpasang surut lebak; danatau
Lahan tidak beririgasi. e.
Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah lahan potensial
yang dilindungi pemanfaatannya agar kesesuaian dan ketersediannya tetap terkendali untuk dimanfaatkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan
pada masa yang akan datang Pasal 1 angka 4.
f. Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah wilayah budidaya
pertanian pada wilayah perdesaan yang memiliki hamparan lahan pertanian pangan berkelanjutan dan atau hamparan lahan cadangan pertanian pangan
berkelanjutan serta unsur penunjangnya dengan fungsi utama untuk mendukung kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan nasional Pasal 1
angka 7. Produktifitas lahan pertanian pangan dapat dikatakan berkelanjutan jika
hasil produktifitas lahan dapat bertahan dan bisa juga meningkat dari waktu ke waktu tanpa terjadinya penurunan kwalitas degradasi lahan dan lingkungan.
Pada pasal 3 UU PLPPB disebutkan bahwa Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan diselenggarakan dengan tujuan:
a. melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan; b. menjamin tersedianya lahan pertanian pangan secara berkelanjutan;
c. mewujudkan kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan; d. melindungi kepemilikan lahan pertanian pangan milik petani;
e. meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan petani dan masyarakat; f.
meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani; g. meningkatkan penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang layak;
h. mempertahankan keseimbangan ekologis; dan i.
mewujudkan revitalisasi pertanian. Sedangkan pada pasal 9 UU PLPPB diisyaratkan bahwa lahan pertanian
pangan yang sudah ada dan yang potensial dapat direncanakan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan yang didasarkan atas kriteria :
a. kesesuaian lahan; b. ketersediaan infrastruktur;
c. penggunaan lahan; d. potensi teknis lahan; dan atau
e. luasan kesatuan hamparan lahan. Referensi dari penelitian yang ada
Sofyan Ritung et al. 2007 melaksanakan desk study untuk penyusunan
kriteria pertanian lahan abadi lahan kering dan lahan beririgasi dengan memanfaatkan data hasil-hasil penelitian yang telah dilaksanakan oleh
Puslitbangtanak dan instansi lainnya, yang disertai dengan verifikasi lapangan.
Penetapan lahan pertanian abadi ini menggunakan kriteria Biofisik. Lahan
pertanian dibedakan menjadi dua, yaitu lahan beririgasi dan lahan kering. Lahan berigasi adalah lahan sawah yang sumber airnya berasal dari sistem irigasi. Lahan
yang digolongkan ke dalam lahan beririgasi sawah antara lain adalah sawah irigasi, sawah tadah hujan, sawah pasang surut dan lebak. Parameter yang
digunakan yang digunakan untuk penetapan lahan sawah abadi ada 3 yaitu : a. Status Irigasi
b. Indeks Penanaman IP padi c. Produktivitas padi sawah rata-rata tahunan P
Hasil penetapan lahan pertanian abadi untuk sawah dari penelitian tersebut dibedakan menjadi 4 klasifikasi, yaitu Lahan Utama Abadi LAU I sd IV,
sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1. Kriteria Lahan Sawah Abadi Aktual
1 ≥ 200
≥ P LU-I = LAU-I
2 ≥ 200
P LU-II = LAU-II
3 200
≥ P LU-II = LAU-II
4 200
P LU-II = LAU-II
5 ≥ 200
P LU-III = LAU-III
6 ≥ 200
P LU-IV = LAU-IV
7 200
≥ P LU-IV = LAU-IV
8 200
P LU-IV = LAU-IV
Produktivitas tanaman padi P : Jawa, Bali dan NTB = 4,5 tonha Sumetera dan Sulawesi = 4,0 tonha
Kalimantan = 3,0 tonha LAU = lahan sawah abadi utama BBSDLP, 2006
LU = lahan sawah utama Puslitbangtanak, 2003 - 2004 LS = lahan sawah sekunder Puslitbangtanak, 2003 - 2004
Model Status Irigasi
Keterangan Beririgasi
Tadah hujan, pasang surut,
lebak Termasuk irigasi teknis, semi
teknis dan sederhana Sawah berteras dan berfungsi
sebagai riparian zones diarahkan sebagai lahan abadi
utama Indeks Pertanaman
IP - Padi Produktivitas
Padi Sawah Kelas
Sumber : Ritung et al 2007
Pertanian lahan kering yang dimaksud adalah lahan kering yang sudah digunakan baik untuk tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan. Lahan
kering dibedakan berdasarkan persyaratan agroekosistemnya yakni ketinggian tempat m dpl dan kondisi iklim tipe hujan. Kritteria yang digunakan terdiri
atas : a. Topografi elevasi dan lereng
b. Iklim basah dan kering c. Keadaan tahan jenis tanah, kedalaman efektif dan tekstur tanah
d. Penggunaan lahan Hasil penetapan lahan pertanian kering ini dibedakan untuk tanaman tahunan dan
tanaman pangan musiman sebagaimana tabel berikut. Tabel 2. Kriteria Lahan Pertanian Abadi Tanaman Tahunan
Sumber : Ritung et al 2007
Tabel 3. Kriteria Lahan Pertanian Pangan Semusim Lahan Kering
Sumber : Ritung et al 2007
NO. Parameter
Dataran Rendah 700 m dpl Dataran Tinggi ≥ 700 m dpl
1 Lereng
a. Tan. Semusim : 15 a. Tan. Semusim : 30 pada Andisols atau
15 pada tanah lainnya b. Tan. Tahunan : 40
b. Tan. Tahunan : 40 2
Kedalaman Tanah ≥ 50 cm
≥ 50 cm 3
Tekstur Tanah Semua kelas, kecuali pasir dan
Semua kelas, kecuali pasir dan berbatu 15
berbatu 15 4
Bahan Induk Tanah a. Tan. Semusim : Volkan, aluvium
a. Tan. Semusim : Volkan, aluvium b. Tan. Tahunan : Volkan, sedimen,
b. Tan. Tahunan : Volkan, sedimen, aluvium
aluvium
Beberapa hal yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain : a. Parameter kriteria lahan pertanian abadi untuk sawah sudah cukup valid untuk
diaplikasikan. Kriteria tersebut terdiri dari status irigasi, indeks pertanaman IP dan produktivitas.
b. Konsep kriteria lahan pertanian abadi tanaman pangan semusim lahan kering yang dihasilkan terdiri dari 5 faktor kondisi lahan dan 2 faktor penggunaan,
yaitu : lereng, jenis tanah, kedalaman tanah, tekstur tanah, iklim, penggunaan lahan dan peruntukan lahan.
c. Penerapan aplikasi kriteria penetapan lahan pertanian abadi pada lahan sawah dan lahan kering dengan skala tinjau.
Referensi lainnya
Menurut Rustiadi pada tahun 2007 menyampaikan bahwa terdapat beberapa pertimbangan dalam penetapan lahan pangan abadi berkelanjutan, yaitu :
a. Mempertimbangkan kesesuaian lahan b. Mempertimbangkan kondisi eksiting
c. Tidak dipaksakan bagi semua daerah, melainkan harus didasarkan oleh adanya kriteria.
d. Mempertimbangkan keseimbangan ekosistem dan daya dukung alam dan lingkungan.
e. Terbatas pada lahan dengan intensitas tanam 2 kalitahun dengan produktivitas lebih dari 4,5 tonha.
f. Mencakup lahan sawah maupun lahan kering, lahan pasang surut dan pinggir sungai.
g. Untuk sawah diutamakan beririgasi, atau non irigasi dengan luas hamparan di atas 2 ha.
Dari kajian ini terdapat beberapa kriteria yang secara umum dapat digunakan untuk penetapan lahan pangan berkelanjutan, dan perlu untuk diuji,
yaitu kesesuaian lahan, kondisi aktual penggunaan lahan, intensitas tanam indeks penanaman dan sistem irigasi.
Prediksi Produktivitas Pertanian
Pada dasarnya semua obyek di permukaan bumi mempunyai karakter tertentu dalam menyikapi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan dari
sumber tenaga. Setiap karakter spektral yang tergambar pada citra mencerminkan karakter obyek, begitu juga dengan karakter spektral pada tiap tutupan vegetasi.
Karakter spektral pada vegetasi merupakan cerminan fisik vegetasi, tingkat pertumbuhan, dan lingkungan ekologi permukaan lahan.
Telah banyak penelitian yang dilaksanakan berkaitan dengan prediksi produksi pertanian melalui penginderaan jauh, diantaranya Zhongxin Chen et al.
2008 yang telah menggunakan penginderaan jauh untuk pemantauan dan manajemen pertanian. Wahyunto et al. 2006 mengadakan pendugaan
produktivitas tanaman sawah melalui analisis citra satelit Landsat. Pendugaan produktivitas didekati dari nilai NDVI normalized difference vegetation indeks.
Prediksi hasil tanaman pertanian dapat dilakukan dengan mengidentifikasi tingkat kehijauan suatu tanaman dengan menggunakan metode rasio
perbandingan band inframerah dan inframerah dekat, yang dikenal dengan NDVI. NDVI merupakan suatu pembagian dari gelombang yang dipantulkan
oleh vegetasi dengan gelombang yang diserap oleh tanaman yaitu gelombang infrared dekat dengan gelombang merah, dan penjumlahan dan pengurangannya
dari tiap-tiap gelombang merupakan suatu normalisasi dari irradians Shorts 2006, As-Syakur 2008.
Formulasi lain yang dikembangkan berupa indeks vegetasi terkoreksi Enhanced Vegetation Index. Penajaman indeks vegetasi dilakukan dengan cara
koreksi radiometrik dari pengaruh kondisi lahan tanah dan kerapatan kanopi dan aerosol yang terdeteksi oleh band biru serta posisi penyinaran matahari. Dengan
menggunakan metode tersebut dapat dimonitor perkembangan tanaman pertanian mulai dari masa tanam, pemeliharaan hingga produksi. Sehingga produksi hasil
pertanian secara kualitas dan kuantitas dapat diprediksi dengan baik Shorts 2006, As-Syakur 2008.
Secara spesifik penelitian Heidina 2010 menggunakan MODIS Aqua dan Terra untuk mengetahui produktifitas padi di kecamatan Ciasem Subang. Fase
Pertumbuhan padi diamati menggunakan nilai NDVI dan EVI hasil ekstraksi citra.
Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa terdapat hubungan positif antara NDVIEVI dengan fase pertumbuhan padi. Hal ini menunjukkan bahwa
NDVIEVI hasil ekstraksi dari citra MODIS dapat digunakan untuk menduga produktivitas padi.
Konsepsi Penelitian Yang Dilaksanakan
Berdasarkan hasil kajian terhadap beberapa pustaka tersebut di atas, terdapat beberapa hal yang dapat diambil sebagai referensi dalam memberikan
konsepsi pelaksanaan penelitian, antara lain : 1. Penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan merupakan bagian dari
penetapan perencanaan tata ruang wilayah kabupatenkota. Penetapan Kawasan ini akan digunakan sebagai upaya pengendalian pemanfaatan ruang
dan sebagai dasar peraturan zonasi.
2. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian
yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna
menghasilkan pangan pokok bagi kedaulatan dan ketahanan pangan
nasional. Pada penelitian ini lahan pertanian pangan dikhususkan pada lahan pertanian padi sawah, karena produksi padi beras merupakan cerminan
langsung ketersediaan pangan masyarakat Indonesia. 3. Produktifitas lahan pertanian pangan dapat dikatakan berkelanjutan jika hasil
produktifitas lahan dapat bertahan dan bisa juga meningkat dari waktu ke waktu tanpa terjadinya penurunan kwalitas degradasi lahan dan lingkungan.
4. Berdasar pada referensi yang ada, setidaknya terdapat 9 parameter dalam pemilihan dan penetapan Kawasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
LPPB. Parameter tersebut antara lain : produktifitas pertanian, kesesuaian lahan, kelayakan ekonomi, jaringan infrastruktur, potensi teknis lahan, luasan
kesatuan hamparan, indeks penanaman, kondisi aktual dan aspek kebijakan. Dari ke sembilan parameter ini, jika ditelaah berdasar pada batasan yang ada,
terlihat bahwa potensi teknis lahan mempunyai makna yang sama redundan
dengan kesesuaian lahan. Dari ke 8 delapan parameter ini, 2 parameter yaitu kondisi aktual dan aspek kebijakan merupakan parameter untuk
pertimbangan penetapan zonasi LPPB. Sedangkan 6 lainnya, yaitu produktifitas pertanian, kesesuaian lahan, kelayakan ekonomi, jaringan
infrastruktur, luasan kesatuan hamparan lahan dan indeks penanaman termasuk dalam parameter pemilihan LPPB.
5. Pemilihan dan pendeliniasian kawasan pertanian padi sawah berkelanjutan secara visual akan didekati dengan metodologi penginderaan jauh dengan
estimasi produktivitas padi. Prediksi produktivitas padi didekati berdasarkan pada karakter spektral vegatasi yang tergambar pada citra berupa indeks
vegetasi EVI. Dengan anggapan bahwa pada setiap nilai indeks vegetasi yang secara visual tergambar pada citra merupakan cerminan faktor-faktor
yang mempengaruhinya, yaitu daya dukung wilayah baik geobiofisik, sosial- ekonomi maupun kebijakan.
6. Dalam mencari model dalam pemilihan dan pendeliniasian kawasan lahan pertanian padi sawah berkelanjutan ini perlu diketahui juga adanya
keterkaitan antara nilai indeks vegetasiproduktivitas pertanian dengan semua parameter yang mempengaruhinya.
7. Dari hasil penelitian ini pada akhirnya diharapkan dapat diformulasikan bagaimana kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan dan bagaimana
kawasan lainnya, serta bagaimana strategi dan tata cara pendeliniasiannya menggunakan analisis spasial metode penginderaan jauh dan SIG.
Kerangka Pemikiran
Berdasar tujuan penelitian dan hasil telaah pustaka disusun kerangka pemikiran penelitian Teknik Pemilihan Kawasan Lahan Pertanian Padi Sawah
Berkelanjutan di Kabupaten Karawang sebagaimana diagram alir berikut.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
METODE PENELITIAN
Kerangka Pendekatan Penelitian
Pelaksanaan penelitian secara umum dapat dibagi dalam 4 tahapan, yaitu persiapan, perolehan data, analisis dan penyajian hasil. Persiapan merupakan
tahapan untuk preparasi data. Tahap Perolehan Data terdiri dari tiga kegiatan yaitu pengumpulan data sekunder, ekstraksi data penginderaan jauh dan pengumpulan
data lapangan. Analisis mencakup pengolahan dan pengujian data untuk mendapatkan peubah variable yang berpengaruh nyata terhadap pemilihan
LPPB. Sedangkan tahap penyajian hasil merupakan penyusunan metodeteknik dalam pemilihan LPPB. Kerangka penelitian ini dapat disusun menjadi diagram
alir sebagaimana yang dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.
Gambar 2. Diagram Alir Kerangka Penelitian
Persiapan
Penyajian Hasil
Perolehan Data
Analisis
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2010 – Juni 2010. Secara geografis wilayah penelitian terletak pada zone UTM 48 Selatan, pada posisi
koordinat 739653, 9322363 hingga 776465, 9281150 dengan luas wilayah 108.782 hektar. Wilayah ini secara administratif termasuk dalam kabupaten
Karawang, provinsi Jawa Barat. Wilayah penelitian diliput oleh 23 kecamatan. Pemilihan wilayah ini didasarkan pada alasan bahwa kabupaten Karawang
termasuk wilayah lumbung padi provinsi Jawa Barat yang didukung dengan kawasan pertanian padi sawah yang luas, produktivitasnya cukup tinggi dan
secara geobiofisik wilayah ini cukup bervariasi. Batas wilayah penelitian didasarkan pada batas fisik lahan dengan pendekatan unit lahan.
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini dilaksanakan dalam 3 tahap, yaitu :
Koleksi Data Sekunder
Koleksi data sekunder dimaksudkan untuk memperoleh data spasial dan data atribut pendukung penelitian. Koleksi data sekunder diupayakan dapat
diperoleh pada instansi pemilik data seperti Departemen Pertanian RI, Balai Besar Penelitian Pertanian dan Sumber Daya Lahan Pertanian BBPPSLP, Dinas
Pertanian, dan Dinas Bina Marga dan Pengairan, BAPPEDA, BMG dan BPS yang ada di kabupaten Karawang.
Ekstraksi Data Citra Penginderaan Jauh
Pada penelitian ini digunakan data utama berupa data hasil ekstraksi dari citra MODIS series dan citra ALOS. Guna pemakaian citra dibantu juga dengan
peta dasar berupa peta garis hasil pemetaan fotogrammetris, yaitu Peta Lahan Baku Sawah skala 1 : 10.000. Melalui data citra ini diupayakan secara optimal
penyadapan data produktivitas lahan pertanian padi sawah dan pendukung lainnya, seperti indeks penanaman, infrastruktur irigasi, dan jalan, luasan
kesatuan hamparan lahan dan kondisi aktual. Data produktivitas dan indeks penanaman diperoleh dari data citra MODIS series, sedangkan data lainnya seperti
infrastruktur berupa jalan, irigasi, luasan kesatuan hamparan lahan dan data kondisi aktual diupayakan dari data ALOS.
Pengecekan Lapangan dan Wawancara
Guna keperluan survei lapangan dilaksanakan teknik sampling Stratified Purposive. Proporsi sampel didasarkan pada jumlah pixel citra MODIS,
sedangkan pengambilannya diambil secara proporsional terhadap setiap strata unit lahan yang disusun dari penggunaan lahan sawah, status irigasi dan jenis tanah.
Survei lapangan dilaksanakan dengan dua cara yaitu groundchecking dan wawancara. Groundchecking pada daerah sampel untuk mengidentifikasi,
mengecek kebenaran dan melengkapi data lain yang diperoleh dari kegiatan ekstraksi citra. Sedangkan wawancara responden dimaksudkan untuk memperoleh
data produktivitas aktual lahan padi sawah dan untuk menilai kelayakan secara ekonomi. Responden yang dipilih adalah dari petani atau kelompok tani.
Secara keseluruhan data yang diperlukan dalam penelitian ini, beserta cara perolehannya dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Data yang Dipakai dan Cara Perolehannya
Metode Analisis
Guna mencapai tujuan dan mengetahui hasil penelitian, dilaksanakan beberapa analisis yang dapat disusun diagram alir sebagai berikut :
NO JENIS DATA
CARA PEROLEHANINSTANSI KELUARAN YANG DAPAT DIPEROLEH
I DATA SEKUNDER
A Data Spasial
1 Peta Fotogrammetris LB 1 : 10.000 Dinas Pertanian, Ditjen BPTP Deptan RI
Peta Dasar, Penggunaan Lahan, Batas Adm. 2 Citra Satelit MODIS Series dan ALOS
Proyek KKP3T Deptan - IPB 2009 Data EVI, LKHL, IP,IS dan PL
3 Peta Kesesuaian Lahan Dinas Pertanian Kab., BBPPSLP Deptan RI Kesesuaian Lahan Padi Sawah
4 Peta Jaringan Irigasi Dinas Bina Marga dan Pengairan
J. Irigasi, Klasifikasi Irigasi Sawah 5 Peta Infrastruktur
Dinas Bina Marga dan Pengairan J. Jalan, aksesibilitas
B Data Atribut
1 RTRW Kab. Karawang BAPPEDA kab. Karawang
Arahan Pemanfaatan Lahan Kebijakan 2 Data Iklim
Dinas Pertanian kab. Kararawang Curah Hujan, Musim tanam
3 Kab. Karawang Dalam Angka BPS kab. Karawang
Untuk berbagai penggunaan
II DATA LAPANGAN A Data Aktual
1 Produktivitas Lahan Wawancara dg Petani, Kelompok Tani
Produktivitas Lahan Aktual 2 Biaya Produksi Pertanian
Wawancara dg Petani, Kelompok Tani Kesesuaian Ekonomi Lahankelayakan
B Data Kondisi lapangan
1 Kondisi Existing Groundchecking
Penggunaan Lahan, LKHL dan Infrastruktur
Gambar 4. Kerangka Analisis Penelitian
Keterangan Gambar : D.Sc
= data sekunder KL
= kesesuaian lahan Inf
= infrastruktur jalan dan irigasi PL
= penggunaan lahan AKSE
= analisis kelayakan secara ekonomi IP
= indeks penanaman PLPPS = produktivitas lahan pertanian padi sawah
Analisis Citra
Citra ALOS Advanced Land Observing Satellite
Analisis citra ALOS dilaksanakan dengan Non Parametric Methods.
Analisis ini dimaksudkan untuk memperoleh data infrastruktur jalan dan irigasi, penggunaan lahan dan luasan kesatuan hamparan lahan sawah lahan baku
sawah. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan dapat digambarkan dengan diagram alir berikut :
Gambar 5. Tahapan Kegiatan Penyadapan dan Analisis dari Citra ALOS Pada tahap awal pelaksanaan penyadapan data, citra ALOS yang diperoleh
perlu dikoreksi untuk menghilangkan kesalahan akibat distorsi geometrik, berupa jarak, luas, arah dan sudut. Pelaksanaan koreksi geometri dibantu dengan peta
dasar yang mempunyai kontrol bumi yang baik, dalam hal ini digunakan peta hasil kegiatan fotogrammetris yaitu Peta Lahan Baku Sawah skala 1 : 10.000
Departemen Pertanian RI. Pada pelaksanaan koreksi geometri ini hingga didapat
Citra ALOS Koreksi Citra
Pemrosesan Citra Ekstraksi Data
Manuskript Data Parameter
Ceking Lapangan
Editing Data
Evaluasi Kemam. Penyadapan
Data Data Parameter
Kemampuan Penyadapan Data
kesalahan transformasi Root Mean Square = 0,05 atau 0,5 pixel. Pelaksanaan koreksi geometri citra dibantu dengan perangkat lunak ERDAS Imagine 9.3.
Kegiatan selanjutnya adalah pemrosesan citra, suatu kegiatan yang digunakan untuk mwmpwrbaiki kualitas gambar agar lebih tajam. Kegiatan
pemrosesan citra yang dilaksanakan berupa penajaman citra ALOS dengan manipulasi kontras
dan filtering .
Pemrosesan citra dibantu dengan perangkat lunak ERDAS Imagine 9.3.
Kegiatan ekstraksi data penggunaan lahan dilaksanakan secara visual dengan digitasi on screen menggunakan perangkat lunak Auto Cad Map.
Pengenalan masing-masing obyek didasarkan pola tanggap spektral dan karakteristik dasar obyek lainnya yang dapat dikenali dan tergambar dari citra
ALOS. Pengenalan ini dibantu dengan menggunakan unsur-unsur interpretasi berupa karakteristik dasar yang bisa dikenali dari citra berupa ronawarna, tekstur,
pola, ukuran, bentuk, bayangan dan situs. Dalam ekstraksi data ini dibantu juga dengan data penggunaan lahan lama tahun 2003.
Hasil ekstraksi data penggunaan lahan yang didalamnya terdapat juga data infrastruktur dan luas kesatuan hamparan lahan lahan baku sawah di wujudkan
dalam bentuk manuskript peta sementara. Peta sementara ini selanjutnya dibawa ke lapangan untuk dijadikan sebagai bahan untuk kegiatan pengecekan lapangan.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui kebenaran hasil ekstraksi dan kondisi sesungguhnya setiap obyek di lapangan. Banyaknya obyek yang di cek di
lapangan diambil secara Stratified pada setiap populasi obyek. Hasil ceking lapangan yang diperoleh digunakan untuk editing hasil ekstraksi data penggunaan
lahan dan evaluasi kemampuan citra ALOS dalam menyajikan data parameter. Citra MODIS Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer
Pada penelitian ini digunakan citra MODIS Terra MOD09A1 dan citra MODIS Aqua MYD09A1. Citra ini mempunyai proyeksi Sinusoidal dengan luas
cakupan area 1200 x 1200 km², mempunyai 7 kanal spektral yaitu kanal spektral 1 sampai dengan kanal spektral 7 dan mempunyai resolusi spasial 500 m. Produk
citra ini telah dikoreksi atmosferik terhadap gas, awan tipis dan aerosol Xiao et al 2006, Heidina 2010.
Citra MODIS Terra Aqua yang digunakan merupakan citra yang diakusisi pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 series 5 tahun, yang dapat dirinci
sebagaimana tabel berikut : Tabel 5. Citra MODIS Terra Aqua Yang Digunakan
Analisis citra MODIS dilaksanakan dengan Parametric Methods. Analisis
ini dimaksudkan untuk pemetaan produktivitas dan indeks penanaman padi sawah dengan pendekatan melalui indeks vegetasi EVI. Nilai EVI diperoleh dari nilai
reflektansi kanal spektral merah red, kanal inframerah dekat NIR dan kanal
No. Kode
Tgl. Akuisisi No.
Kode Tgl. Akuisisi
No. Kode
Tgl. Akuisisi
1 MOD09A1.A2005033
02-Feb-05 50
MOD09A1.A2007009 09-Jan-07
99 MOD09A1.A2008209
27-Jul-08 2
MOD09A1.A2005049 18-Feb-05
51 MOD09A1.A2007073
14-Mar-07 100 MOD09A1.A2008217
04-Agust-08 3
MOD09A1.A2005057 26-Feb-05
52 MOD09A1.A2007089
30-Mar-07 101 MOD09A1.A2008225
12-Agust-08 4
MOD09A1.A2005065 06-Mar-05
53 MOD09A1.A2007121
01-Mei-07 102 MOD09A1.A2008233
20-Agust-08 5
MOD09A1.A2005097 07-Apr-05
54 MOD09A1.A2007129
09-Mei-07 103 MOD09A1.A2008241
28-Agust-08 6
MOD09A1.A2005105 15-Apr-05
55 MOD09A1.A2007137
17-Mei-07 104 MOD09A1.A2008249
05-Sep-08 7
MOD09A1.A2005113 23-Apr-05
56 MOD09A1.A2007145
25-Mei-07 105 MOD09A1.A2008257
13-Sep-08 8
MOD09A1.A2005129 09-Mei-05
57 MOD09A1.A2007153
02-Jun-07 106 MOD09A1.A2008265
21-Sep-08 9
MOD09A1.A2005137 17-Mei-05
58 MOD09A1.A2007161
10-Jun-07 107 MOD09A1.A2008273
29-Sep-08 10
MOD09A1.A2005145 25-Mei-05
59 MOD09A1.A2007169
18-Jun-07 108 MOD09A1.A2008281
07-Okt-08 11
MOD09A1.A2005153 02-Jun-05
60 MOD09A1.A2007177
26-Jun-07 109 MOD09A1.A2008289
15-Okt-08 12
MOD09A1.A2005161 10-Jun-05
61 MOD09A1.A2007185
04-Jul-07 110 MOD09A1.A2008297
23-Okt-08 13
MOD09A1.A2005169 18-Jun-05
62 MOD09A1.A2007193
12-Jul-07 111 MOD09A1.A2008305
31-Okt-08 14
MOD09A1.A2005177 26-Jun-05
63 MOD09A1.A2007201
20-Jul-07 112 MOD09A1.A2008313
08-Nop-08 15
MOD09A1.A2005185 04-Jul-05
64 MOD09A1.A2007209
28-Jul-07 113 MOD09A1.A2008321
16-Nop-08 16
MOD09A1.A2005193 12-Jul-05
65 MOD09A1.A2007217
05-Agust-07 114 MOD09A1.A2008329
24-Nop-08 17
MOD09A1.A2005201 20-Jul-05
66 MOD09A1.A2007225
13-Agust-07 115 MOD09A1.A2008337
02-Des-08 18
MOD09A1.A2005209 28-Jul-05
67 MOD09A1.A2007233
21-Agust-07 116 MOD09A1.A2008345
10-Des-08 19
MOD09A1.A2005217 05-Agust-05
68 MOD09A1.A2007241
29-Agust-07 117 MOD09A1.A2008353
18-Des-08 20
MOD09A1.A2005225 13-Agust-05
69 MOD09A1.A2007249
06-Sep-07 118 MOD09A1.A2008361
26-Des-08 21
MOD09A1.A2005233 21-Agust-05
70 MOD09A1.A2007265
22-Sep-07 22
MOD09A1.A2005241 29-Agust-05
71 MOD09A1.A2007321
17-Nop-07 119 MOD09A1.A2009001
01-Jan-09 23
MOD09A1.A2005257 14-Sep-05
72 MOD09A1.A2007329
25-Nop-07 120 MOD09A1.A2009065
05-Mar-10 24
MOD09A1.A2005265 22-Sep-05
121 MOD09A1.A2009073 13-Mar-10
25 MOD09A1.A2005273
30-Sep-05 73
MOD09A1.A2008001 01-Jan-08
122 MOD09A1.A2009081 21-Mar-10
26 MOD09A1.A2005305
01-Nop-05 74
MOD09A1.A2008009 09-Jan-08
123 MOD09A1.A2009105 14-Apr-10
27 MOD09A1.A2005313
09-Nop-05 75
MOD09A1.A2008017 17-Jan-08
124 MOD09A1.A2009113 22-Apr-09
76 MOD09A1.A2008025
25-Jan-08 125 MOD09A1.A2009121
30-Apr-10 28
MYD09A1.A2006041 10-Feb-06
77 MOD09A1.A2008033
02-Feb-08 126 MOD09A1.A2009137
16-Mei-10 29
MYD09A1.A2006065 06-Mar-06
78 MOD09A1.A2008041
10-Feb-08 127 MOD09A1.A2009145
24-Mei-10 30
MYD09A1.A2006097 07-Apr-06
79 MOD09A1.A2008049
18-Feb-08 128 MOD09A1.A2009153
01-Jun-10 31
MYD09A1.A2006121 01-Mei-06
80 MOD09A1.A2008057
26-Feb-08 129 MOD09A1.A2009161
09-Jun-10 32
MYD09A1.A2006129 09-Mei-06
81 MOD09A1.A2008065
05-Mar-08 130 MOD09A1.A2009169
17-Jun-10 33
MYD09A1.A2006161 10-Jun-06
82 MOD09A1.A2008073
13-Mar-08 131 MOD09A1.A2009177
25-Jun-10 34
MYD09A1.A2006169 18-Jun-06
83 MOD09A1.A2008081
21-Mar-08 132 MOD09A1.A2009185
03-Jul-10 35
MYD09A1.A2006177 26-Jun-06
84 MOD09A1.A2008089
29-Mar-08 133 MOD09A1.A2009193
11-Jul-10 36
MYD09A1.A2006185 04-Jul-06
85 MOD09A1.A2008097
06-Apr-08 134 MOD09A1.A2009201
19-Jul-10 37
MYD09A1.A2006193 12-Jul-06
86 MOD09A1.A2008105
14-Apr-08 135 MOD09A1.A2009209
27-Jul-10 38
MYD09A1.A2006201 20-Jul-06
87 MOD09A1.A2008113
22-Apr-08 136 MOD09A1.A2009217
04-Agust-10 39
MYD09A1.A2006209 28-Jul-06
88 MOD09A1.A2008121
30-Apr-08 137 MOD09A1.A2009225
12-Agust-10 40
MYD09A1.A2006217 05-Agust-06
89 MOD09A1.A2008129
08-Mei-08 138 MOD09A1.A2009233
20-Agust-10 41
MYD09A1.A2006225 13-Agust-06
90 MOD09A1.A2008137
16-Mei-08 139 MOD09A1.A2009241
28-Agust-10 42
MYD09A1.A2006233 21-Agust-06
91 MOD09A1.A2008145
24-Mei-08 140 MOD09A1.A2009249
05-Sep-10 43
MYD09A1.A2006241 29-Agust-06
92 MOD09A1.A2008153
01-Jun-08 141 MOD09A1.A2009257
13-Sep-10 44
MYD09A1.A2006249 06-Sep-06
93 MOD09A1.A2008161
09-Jun-08 142 MOD09A1.A2009265
21-Sep-10 45
MYD09A1.A2006257 14-Sep-06
94 MOD09A1.A2008169
17-Jun-08 143 MOD09A1.A2009289
15-Okt-09 46
MYD09A1.A2006265 22-Sep-06
95 MOD09A1.A2008177
25-Jun-08 144 MOD09A1.A2009345
10-Des-09 47
MYD09A1.A2006273 30-Sep-06
96 MOD09A1.A2008185
03-Jul-08 48
MYD09A1.A2006281 08-Okt-06
97 MOD09A1.A2008193
11-Jul-08 49
MYD09A1.A2006289 16-Okt-06
98 MOD09A1.A2008201
19-Jul-08
spektral biru blue. Persamaan EVI oleh Huete et al. 1997 diformulasikan dengan :
ρNIR – ρRED EVI = 2.5
ρNIR – C1ρRED-C2ρBLUE+L Keterangan :
ρ = nilai reflektan kanal spektral C = koefisien koreksi atmospheric aerosol scattering pada kanal spektral
merah berdasarkan kanal spektral biru C1 : 6, C2 : 7,5 L = soil effect adjustment factor 1
Indeks vegetasi diketahui melalui data citra MODIS series selama 5 tahun 2005 – 2009, dengan resolusi temporal 8 hari. Cara perolehan data produktivitas
dan indeks penanaman dapat digambarkan pada diagram alir berikut.
Gambar 6. Ekstraksi Data Produktivitas Pertanian
Analisis Kelayakan Secara Ekonomi
Analisis ini pada dasarnya merupakan kesesuaian lahan pertanian pangan secara ekonomi. Evalusi kesesuaiankelayakan lahan secara ekonomi dilaksanakan
dengan cara analisis nilai ekonomi lahan berdasar pada data lapangan yang diperoleh. Kelayakan secara ekonomi dapat diukur dari cost produksi dan benefit
yang diperoleh dari volume produksi lahan. Kapasitas lahan yang mempunyai ratio benefit dan cost BCR berada di atas BEP dan mempunyai margin minimal
sama dengan kebutuhan hidup minimal tiap keluarga petani yang dianggap memenuhi syarat untuk dilanjutkan.
EVI
Grafik Produktivitas Ekstraksi C. MDS
Citra MODIS Sr.
EVIn Sampling
Groundtruth Prod
. Ak. Anal. Korelasi
EVIos Persamaan Relasional
Keterangan : EVIn = EVI new 2009
EVIos = EVI olds 2005 – 2008 Data Indeks Penanaman
Analisis Penentuan Parameter Yang Digunakan Untuk Deliniasi LPPB
Paramater yang akan digunakan untuk pembuatan model diketahui dari signifikansi dan sumbangan terbesar dari masing-masing variabel penjelas Xi,
berupa kesesuaian lahan, kelayakan secara ekonomi, infrastruktur, luasan kesatuan hamparan lahan, indeks penanaman dan aspek kebijakan RTRWK dengan
variabel tujuan Y berupa produktifitas lahan pertanian pangan. Selanjutnya dideskripsikan keterkaitan antara keberlanjutan lahan dengan semua parameter
yang digunakan. Dalam pelaksanaan analisis ini akan digunakan metode analisis Hayashi 1. Penggunaan metode analisis ini dengan pertimbangan bahwa 1.
analisis ditujukan untuk menduga parameter koefisien keterkaitan antara variabel- variabel penjelas Explanatory Variables dengan satu variabel tujuan, 2. untuk
menunjukkan variabel-variabel penjelas mana saja yang paling nyata Significant kaitannya dengan variabel tujuan. Selain itu pertimbangannya adalah variabel
penjelasnya independent variable yang digunakan dalam penelitian ini merupakan campuran antara data nominal dan data ordinal, sedang variabel
tujuannya dependent variable berupa data kuantitatif. Sehingga untuk memudahkan analisis variabel penjelas diseragamkan dengan jalan kuantifikasi
menjadi data kategorik. Algoritma pokok dari Analisis Kuantifikasi Hayashi ini dapat diformulasikan dengan model matematis :
y = ∆a +
ε
di mana:
y : vektor data variabel tujuan ukuran n
×1 ∆ : matriks data variabel-variabel penjelas ukuran nxC di mana C =
a : vektor parameter skor untuk kategori-kategori dari variabel-variabel
penjelas ukuran C ×1
ε : vektor parameter eror pendugaan ukuran n×1 Sumber : Tanaka et al. 1992, Saefulhakim 1996
Dari hasil analsis yang diperoleh selanjutnya diformulasikan paramater apa saja yang mempunyai pengaruh nyata untuk penentuan LPPB.
Uji Keberlanjutan
Analisis ini dilaksanakan untuk mengetahui aspek keberlanjutan dalam pemanfaatan lahan. Keberlanjutan dapat dicapai melalui pemanfaatan lahan untuk
produksi secara optimal. Penggunaan lahan optimal jika sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lahan. Uji keberlanjutan ini dapat diketahui dari dari
grafik yang dibuat dan matriks yang diperoleh dari hasil analisis, di sini dapat diperlihatkan dan diidentifikasi karakteristik parameter unit lahan padi sawah
yang berkelanjutan.
Pembuatan Model Penetapan dan Pendeliniasian LPPB
Berdasarkan hasil analisis uji keberlanjutan, selanjutnya dilaksanakan analisis spasial dan dikenali suatu model lahan pertanian padi sawah
berkelanjutan. Melalui identifikasi gejala spasial LPPB yang dapat dinampakkan pada suatu citra. Dari pola gejala spasial yang diamati pada citra, teknik
penginderaan jauhSIG dapat dibangun dalam pemilihan dan pendelinasian kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan.
KONDISI WILAYAH PENELITIAN
Kondisi Geografis Topografi
Wilayah penelitian memiliki ketinggian tempat paling rendah 0 m dpal dari permukaan air laut di wilayah utara yaitu sekitar pantai tempuran dan tertinggi
217,5 m dpal yang berada di perbukitan wilayah selatan Ciampel. Sebagian besar wilayah 74,8 merupakan dataran aluvial yang relatif datar dengan kemiringan
lereng antara 0 – 3 . Sebagian kecil lainnya di wilayah selatan merupakan dataran kaki gunung Gede-Pangrango memiliki topografi berombak seluas 14,3
, bergelombang seluas 8,4 dan berbukit seluas 2,4 . Secara rinci kondisi topografi wilayah penelitian ini dapat disajikan pada Gambar 7 berikut.
Gambar 7. Kondisi Topografi dan Lereng Wilayah Penelitian
Geologi
Berdasarkan data geologi dari Puslitbang Geologi Kementrian ESDM, wilayah penelitian sebagian besar tersusun dari batuan sedimen clastic, fine,
claystone yang merupakan endapan banjir yang terbentuk pada jaman Holosen. Adapun di sekitar wilayah pantai Tempuran merupakan batuan sedimen clastic,
medium, sands yang terbentuk dari endapan laut dangkal pada jaman Pleistosen dan batuan sedimen aluvium dari endapan laut dangkal pada jaman Holosen.
Iklim
Wilayah penelitian sebagian besar merupakan dataran rendah, sebagaimana umumnya wilayah di kabupaten Karawang pada bulan Januari sampai dengan
April bertiup angin Muson Tenggara, kecepatan angin berkisar antara 30 – 35 kmjam, lamanya tiupan antara 5 – 7 jam. Temperatur udara rata-rata 27 ºC,
tekanan udara rata-rata 0,01 milibar, penyinaran matahari 66 dengan kelembaban nisbi sebesar 80 . Curah hujan tahunan berkisar antara 1.100 –
3.200 mmtahun RPP Kab. Karawang – Dinas Pertanian KP 2009. Berdasar data curah hujan untuk wilayah penelitian dapat dijelaskan bahwa
curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Pebruari, tertinggi terjadi di kecamatan Purwosari sebesar 668 mmbulan dengan lama hujan 22 hari, sedangkan curah
hujan terendah tanpa hari hujan jatuh pada bulan Agustus terjadi di hampir di seluruh wilayah penelitian.
Data curah hujan bulanan rata-rata wilayah penelitian selama 5 tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6. Data Curah Hujan Bulanan Rata-Rata Tahun 2005 - 2009
CH HH
CH HH
CH HH
CH HH
CH HH
CH HH
CH HH
CH HH
CH HH
CH HH
CH HH
CH HH
2005 332,0 14,6
263,6 9,5 211,6
9,4 92,5 5,9 67,1
3,6 77,1 4,0 31,9
1,9 22,1 1,1 34,4
1,2 149,5 5,3 284,1
8,1 95,2
5,4 2006
422,6 16,0 248,0 11,1 193,8
8,1 143,2 7,7 88,3
5,2 25,3 1,7 20,4
0,7 1,2
0,2 0,0
0,0 20,0 1,6 69,0
4,9 235,0 10,7 2007
149,4 7,7
445,6 15,3 208,9 11,4 151,5 8,2 45,1
4,8 70,5 4,3
2,4 0,4 11,9
0,4 19,2 1,6 69,9
3,9 123,2 8,2 264,1 12,0
2008 273,1 17,0
472,0 19,0 225,0 12,0 168,0 8,0 20,0
3,0 3,0
1,0 9,0 1,0
- -
31,0 1,0 13,0
3,0 51,0 3,0 252,0 13,0
2009 426,0 14,4
402,5 15,1 212,4 9,0 142,8
7,3 110,0 5,8 74,4
2,9 12,7 0,8
0,4 0,1 44,9
2,8 65,6 4,0 172,8
9,6 173,9 10,0 Jumlah
1.603,0 69,6 1.831,7 70,0 1.051,6 49,9 697,9 37,0 330,4 22,3 250,3 13,8 76,4 4,7 35,6
1,7 129,4 6,5 317,9 17,7 700,1 33,7 1.020,1 51,1
Rata-rata 320,6 13,9
366,3 14,0 210,3 10,0 139,6 7,4 66,1
4,5 50,1 2,8 15,3
0,9 7,1
0,3 25,9 1,3 63,6
3,5 140,0 6,7 204,0 10,2
Keterangan : Sumber : Laporan Tahunan Dinas Pertanian kab. Karawang
CH = Curah Hujan mm HH = Hari hujan hari
TAHUN JANUARI
PEBRUARI MARET
APRIL NOPEMBER DESEMBER
MEI JUNI
JULI AGUSTUS SEPTEMBE OKTOBER
Tanah
Berdasarkan pada Peta Satuan Tanah skala 1 : 50.000 yang dikeluarkan oleh Puslittanak pada tahun 1996, wilayah penelitian mempunyai 6 jenis tanah dalam
kategori great group Soil Taxonomi 1998, yaitu a. Endoaquents, b. Tropofluvents, c. Tropaquepts, d. Eutropepts, e. Dystropepts, dan f.
Hapludolls.
Gambar 8. Peta Jenis Tanah Wilayah Penelitian
Wilayah penelitian yang merupakan wilayah pertanian padi sawah didominasi oleh tanah-tanah Tropaquepts. Wilayah ini umumnya merupakan
dataran aluvialfluvial, solum dalam, endapan liat, bertekstur halus, laju infiltrasi rendah, tidak masam dan bersifat isohipertermik. Tanah-tanah Eutropepts dan
Dystropepts umumnya menempati daerah yang lebih tinggi yaitu pada wilayah berombak hingga berbukit, tanah-tanah Tropofluvent dan Endoaquents berada di
lembah sempit sekitar sungai, sedangkan tanah-tanah Hapludolls mempunyai penyebaran yang terbatas. Penyebaran jenis tanah di wilayah penelitian dapat
dilihat pada Gambar 8.
Kesesuaian Lahan
Berdasarkan data kesesuaian lahan aktual untuk pertanian padi sawah yang diperoleh dari Puslittanak 1995, menunjukkan bahwa di wilayah penelitian tidak
dijumpai adanya kelas Sangat Sesuai S1. Wilayah pertanian padi sawah umumnya mempunyai kelas kesesuaian lahan Cukup Sesuai S2, dan sebagian
lagi mempunyai kelas kesesuaian lahan Sesuai Marginal S3. Lahan dengan kelas cukup sesuai mempunyai faktor pembatas media perakaran r, retensi hara f dan
hara tersedia n. Kelas kesesuaian lahan sesuai marginal mempunyai pembatas kemudahan pengelolaan tanah p, media perakaran r, retensi hara f, hara
tersedia n dan keadaan terrain s. Untuk bagian selatan wilayah penelitian yang mempunyai wilayah pertanian padi sawah yang relatif sempit, serta wilayah di
sekitar sempadan sungai di bagian utara mempunyai kelas kesuaian lahan Sesuai Marginal S3 dan Tidak Sesuai N. Faktor pembatasanya umumnya berupa
bahaya banjir b, media perakaran r, retensi hara f, hara tersedia n, keadaan terrain s, tingkat bahaya erosi e dan salinitas c.
Berdasarkan luasannya, wilayah penelitian yang mempunyai kelas kesesuaian lahan S2 seluas 60.701 hektar atau setara dengan 55,8 dari luas
wilayah penelitian, S3 seluas 43.062 hektar atau setara dengan 39,59 dari luas wilayah, N1 dengan luas 2.623 hektar atau setara dengan 2,41 dari luas wilayah
dan N2 seluas 2.395 hektar atau setara dengan 2,2 dari luas wilayah. Penyebaran kelas kesesuaian lahan ini dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 9. Peta Sub-Kelas Kesesuaian Lahan Wilayah Penelitian
Arahan Kebijakan
Berkenaan dengan arahan kebijakan pola pemanfaatan ruang terdapat 3 sumber arahan kebijakan yaitu RTRWN, RTRWP Jawa Barat dan RTRWK
Karawang. Dari ketiganya mengindikasikan bahwa kabupaten Karawang termasuk wilayah andalan penyangga DKI dan sekitarnya, dengan sektor
unggulan pertanian, industri, perikanan, pertambangan dan pariwisata. Kebijakan ini yang memberikan arahan dalam pemanfaatan ruang, pengembangan sistem
pusat-pusat permukiman, pengembangan kawasan tertentu dan pengembangan sistem prasarana wilayah.
Jika kita mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karawang 2003 – 2013, arahan pola pemanfaatan ruang untuk kawasan lindung terletak di
kawasan gunung Sanggabuana, kawasan konservasi terletak pada kawasan hutan lindung KPH Perhutani di kecamatan Pangkalan dan Telukjambe. Kawasan
lindung juga terletak pada sempadan sungai, sempadan pantai, kawasan mata air, danau, dan hutan bakau. Kawasan budidaya terdiri dari kawasan pertanian dan
non pertanian. Kawasan pertanian terdiri dari kawasan penyangga, tanaman tahunan untuk lokasi wilayah-wilayah industri, pertanian lahan kering pada
komplek ekologi hulu dan tengah bagian hulu, pertanian lahan basah didominasi oleh sawah dengan prasarana irigasi teknis dalam pelayanan Tarum Barat, Tarum
Timur, Tarum Utara, saluran bendung Cebeet, bendung Barugbug dan bendung Pucang. Perikanan diarahkan pada ekologi pesisir pantai utara, peternakan di
wilayah kecamatan Pangkalan. Kawasan Permukinan umumnya terletak pada kawasan perkotaan yang tumbuh pada koridor jalan antara Jakarta – Purwakarta,
sedangkan permukiman perdesaan tersebar pada pedesaan yang terpadu dengan budidaya pertanian.
Sedangkan dari sisi struktur ruang ditandai dengan adanya penataan Pusat Kegiatan Wilayah PKW yang diarahkan di kota Cikampek dan kota Karawang,
Pusat Kegiatan Lokal PKL diarahkan di kecamatan Rengasdengklok, Lemahabang, Batujaya, Klari, Pangkalan dan Cilamaya. Penataaan ini akan
dilengkapi juga dengan pengembangan sarana dan prasarana seperti Pelabuhan Udara Sekunder, Terminal, Rumah Sakit, TPA, Pasar Induk, Perguruan Tinggi
maupun Permukiman.
Gambar 10. Arahan Pola Pemanfaatan Ruang Berdasar RTRWK Karawang 2003 -2013
Dalam prasarana jalan diupayakan adanya pembukaan akses antar wilayah di bagian utara dan selatan, yaitu dengan peningkatan status jalan serta pembuatan
jalan negara baru. Pembuatan jalan negara baru antara lain jalan lingkar kota Karawang, akses jalan tol Karawang Barat-Telukjambe, jembatan Citarum Utara
di Batujaya dan Jembatan Telukjambe yang keduanya mengakses ke Bekasi. Sedangkan peningkatan status jalan kabupaten menjadi jalan provinsi yaitu pada
jalan Badami-Pangkalan-Jonggol. Secara detil gambaran Rencana Tata Ruang
Wilayah ini dapat dilihat pada gambar berikut. Penggunaan Lahan
Data penggunaan lahan diperoleh dari hasil penyadapan data dari citra ALOS AVNIR-2 akuisisi 30 Juni 2009. Hasil penyadapan data ini disempurnakan
dengan hasil identifikasi lapangan yang dilaksanakan pada bulan April - Juni 2010. Dari hasil penyadapan data ini diketahui bahwa hampir separuh dari
wilayah penelitian digunakan untuk lahan sawah. Sawah Irigasi Teknis seluas 50.276 hektar atau 46, 2 dari luas wilayah penelitian, Sawah Irigasi Semi
Teknis seluas 487, 2 hektar atau 0,45 dari luas wilayah penelitian, Sawah Tadah Hujan seluas 2.320 hektar atau 2,13 dari luas wilayah penelitian dan
Sawah Pasang Surut seluas 1.399 hektar atau 1,29 dari luas wilayah penelitian. Penggunan lahan lain yang cukup luas antara lain permukiman seluas 17.490
hektar 16,08 , kebun campuran seluas 11.901 hektar 10,9 , semak belukar seluas 10.054 hektar 9,2 , kawasan industri seluas 5.284 hektar 4,86 dan
ladangtegalan seluas 3.518 hektar 3,23 . Adapun penggunaan lahan lainnya mempunyai luasan yang kecil. Secara rinci luas penggunaan lahan wilayah
penelitian dapat disajikan pada Tabel 5. Penggunaan lahan sawah terletak pada wilayah dataran beririgasi teknis
yang menempati sebagian besar wilayah utara penelitian. Sedangkan bagian selatan yang bertopografi berombak hingga bergelombang yang tanpa dilengkapi
irigasi teknis umumnya merupakan tanaman untuk lahan kering, wilayah industri, semak belukar maupun hutan lindung.
Tabel 7. Luas Penggunaan Lahan Wilayah Penelitian
Seacara spasial kenampakan dan penyebaran penggunaan di wilayah penelitian dapat diperlihatkan pada Gambar 11.
No. Penggunaan Lahan
Luas ha
1 Sawah Irigasi Teknis
50.276,86 46,22
2 Sawah Irigasi Semi Teknis
487,22 0,45
3 Sawah Tadah Hujan
2.320,76 2,13
4 Sawah Pasang Surut
1.399,66 1,29
5 LadangTegalan
3.518,21 3,23
6 Kebun Campuran
11.901,71 10,94
7 Semak_Belukar
10.054,07 9,24
8 Hutan
2.558,50 2,35
9 TamanRuang Terbuka
73,18 0,07
10 Lapangan Olah Raga
433,95 0,40
11 Permukiman
17.490,34 16,08
12 Perkantoran
49,36 0,05
13 Perdagangan
77,71 0,07
14 Jasa Lainnya
131,38 0,12
15 Kawasan Industri
5.284,04 4,86
16 KolamEmpang
250,21 0,23
17 Tambak
715,66 0,66
18 Danau_Rawa
294,18 0,27
19 Saluran Irigasi Primer
323,66 0,30
20 Saluran Irigasi Sc -Tr
95,96 0,09
21 Sungai
781,41 0,72
22 Jalan Tol
81,53 0,07
23 Jalan Arteri
83,42 0,08
24 Jalan Kolektor
99,04 0,09
108.782,00 100,00
J u m l a h
Gambar 11. Penggunaan Lahan Wilayah Penelitian
Luasan Kesatuan Hamparan Lahan LKHL Luasan Kesatuan Hamparan Lahan merupakan sebaran dan luasan hamparan
lahan yang menjadi satu kesatuan sistem produksi pertanian padi sawah yang terkait. Data Luasan Kesatuan Hamparan Lahan merupakan turunan dari data penggunaan
lahan, di mana hamparan lahan sawah terbagi dalam kesatuan-kesatuan sistem produksi yang dibatasi oleh jaringan jalan atau sistem irigasi. Data ini diperoleh
dari citra ALOS AVNIR-2. Pada penelitian ini LKHL diklasifikasikan menjadi 5 klas, yaitu LKHL Luas
dengan kesatuan luasan 50 hektar, LKHL Agak Luas dengan kesatuan luasan antara 20 – 50 hektar, LKHL Sedang dengan kesatuan luasan antara 10 – 20
hektar, LKHL Agak Sempit dengan kesatuan luasan antara 2 -10 hektar dan LKHL Sempit mempunyai kesatuan luasan 2 hektar.
Sesuai dengan kondisi topografi wilayah yang sebagian besar datar, dengan kesesuaian lahan aktual cukup sesuai untuk sawah, dengan jenis tanah tropaquept
didukung dengan jaringan irigasi dan jalan yang memadai, dimana wilayah demikian sangat cocok untuk penggunaan lahan sawah. Kondisi demikian
menyebabkan sebagian besar wilayah penelitian mempunyai Luasan Kesatuan Hamparan Lahan yang luas. Wilayah yang mempunyai LKHL luas menempati
sebagian besar 95 wilayah penelitian. Wilayah yang mempunyai Luasan Kesatuan Hamparan Lahan yang sempit
berada pada wilayah yang bertopografi berombak hingga bergelombang, mempunyai kesesuaian lahan aktual sesuai marginal atau tidak sesuai dengan jenis
tanah yang kurang mendukung Hapludols, Dystropepts dan tidak dilengkapi dengan jaringan irigasi. Wilayah ini terletak di bagian selatan wilayah penelitian.
Wilayah yang mempunyai LKHL Agak Luas meliputi 2,3 wilayah penelitian, dengan LKHL Sedang meliputi 1,2 wilayah penelitian, LKHL Agak Sempit
meliputi 0,1 wilayah penelitian dan LKHL meliputi 0,1 wilayah penelitian. Klasifikasi Luasan Kesatuan Hamparan Lahan wilayah penelitian dapat
diperlihatkan pada Gambar 12 berikut.
Gambar 12. Klasifikasi Luasan Kesatuan Hamparan Lahan Wilayah Penelitian
Kondisi Infrastruktur Sistem Jaringan Transportasi Wilayah
Sesuai dengan Undang-Undang nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan, di wilayah penelitian terdapat dua klas fungsi jalan yang menghubungkan Karawang
dengan wilayah lainnya. Pertama, Jalan Tol Jakarta – Cikampek dan Jalan Tol Cipularang, dengan akses tol di Karawang Barat, Karawang Timur, Dawuan dan
Cikampek. Kedua, Jalan Arteri yang merupakan jalan lintas Jakarta – Pantura, Purwakarta dan Subang. Pada lintas ini terdapat 3 buah terminal, yaitu terminal
Karawang, Terminal Klari dan Terminal Cikampek. Selain itu akses penghubung Karawang dengan daerah lain adalah jaringan rel Kereta Api. Dalam jaringan
transportasi Kereta Api ini terdapat beberapa stasiun yang disinggahi kereta-kereta ekonomi ke arah Semarang, Yogyakarta dan Surabaya, KRD Purwakarta dan
Kereta Api Bisnis jurusan Bandung. Stasiun tersebut adalah Karawang, Klari dan Cikampek.
Jalan yang menghubungkan antar Pusat Kegiatan Lolak PKL satu dengan Pusat Kegiatan Lokal lainnya berupa Jalan Kolektor. Beberapa dari jalan ini juga
menghubungkan kota PKL dengan kabupaten lainnya, seperti Bogor Purwakarta dan Subang. Kota PKL dengan kota-kota kecamatan sekitarnya dihubungkan
dengan Jalan Lokal Lingkungan, sedangkan antara kota kecamatan dengan desa- desa sekitarnya dihubungkan dengan Jalan Lingkungan dan Jalan Lainnya.
Aksessibilitas antar wilayah di wilayah penelitian cukup baik, baik antara kota Karawang atau Cikampek yang mempunyai status PKW dengan kota-kota
PKL di bawahnya, antara PKL dengan kota kecamatan atau desa-desa yang secara struktur berada di bawahnya. Begitu juga antara kota kecamatan atau desa dengan
wilayah pertanian padi sawah di pedesaan umumnya telah mempunyai aksessibilyas yang baik. Kondisi sistem jaringan transportasi wilayah penelitian
dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 13. Sistem Jaringan Transportasi Wilayah
Sebaran Status Irigasi
Pada wilayah penelitian mengalir beberapa sungai yang cukup besar diantaranya Citarum, Cibeet, Ci Geuntis, Ci Talahap, Ci Patunjang, Ci Bulan-
Bulan dan Ci Wadas. Sungai-sungai ini mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sistem irigasi di wilayah penelitian. Adapun sebaran
sistem irigasi yang ada di wilayah penelitian berupa Irigasi Teknis, Irigasi Semi Teknis, Irigasi SederhanaTadah Hujan dan Irigasi yang dipengaruhi oleh pasang
surut air laut. Sawah dengan prasarana irigasi teknis mendapat pelayanan Saluran Induk
Tarum Barat dan Tarum Timur yang berasal dari Bendungan Curug, Tarum Utara yang mendapat sumber air dari Bendungan Walahar, serta Saluran Induk dari
bendung Cibeet. Sawah yang mendapatkan pengairan dari irigasi teknis ini mencapai 92,34 . Sawah yang mendapatkan pelayanan irigasi semi teknis
berada di bagian selatan kecamatan Pangkalan. Wilayah ini merupakan Daerah Irigasi Bendung Waru yang saat ini tidak berfungsi karena mengalami kerusakan
jebol. Irigasi SederhanaTadah Hujan meliputi wilayah bagian selatan yang mempunyai topografi berombak tanpa prasarana jaringan irigasi. Wilayah ini
mendapatkan air dari hujan, atau dengan cara pompanisasi dari air sungai yang berada di bawahnya atau sumur-sumur yang telah dibuat. Sedangkan di bagian
utara wilayah penelitian sekitar pantai Tempuran merupakan daerah yang mendapat pengaruh pasang surut air laut.
Selain itu terdapat anomali dalam sistem irigasi di beberapa wilayah penelitian. Di babakan Tamiang desa Lemahmulya kecamatan Majalaya
merupakan wilayah yang berada di samping Saluran Induk Tarum Utara merupakan sawah tadah hujan dikarenakan mempunyai ketinggian tempat lebih
tinggi dari saluran irigasi. Di kampung Tamelang desa Bengle kecamatan Majalaya dan desa Lemahduku kecamatan Tempuran yang merupakan wilayah
irigasi teknis ternyata mempunyai sawah tadah hujan, oleh karena sesuatu hal air tidak dapat mecapai wilayah ini. Anomali lain adalah adanya daerah-daerah yang
merupakan langganan banjir di musim hujan. Wilayah yang merupakan langganan banjir adalah wilayah yang berada di sekitar aliran sungai besar, wilayah hilir
outlet dari sistem irigasi atau daerah cekungan. Wilayah ini antara lain berada di kecamatan Telukjambe Barat, Pedes dan Cilebar.
Sebaran sawah berdasarkan sistem irigasinya dapat diperlihatkan pada gambar berikut :
Gambar 14. Sebaran Status Irigasi Sawah
Sumber Peta : Dinas Bina Marga dan Pengairan; Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan Kab. Karawang, dilengkapi dengan survei lapangan tahun 2010.
Kelayakan Secara Ekonomi
Kelayakan Secara Ekonomi diketahui dari analisis usaha pertanian padi sawah. Kelayakan secara ekonomi ini diukur dari cost dari produksi dan benefit
yang diperoleh dari volume produksi lahan. Data yang digunakan untuk analisis diperoleh dari hasil wawancara di lapangan. Data yang digunakan untuk
menghitung cost dan benefit dari pengusahaan lahan untuk padi sawah, sebagaimana tabel berikut :
Tabel 8. Data Lapangan Yang Digunakan Untuk Menghitung BCR
Berdasar atas data lapangan yang diperoleh memperlihatkan bahwa pada hampir seluruh wilayah sampel sebagian besar mempunyai irigasi teknis, pola
penanaman berupa padi-padi-bera atau dengan indeks penanaman rata-rata 200 dan bibit yang ditanam adalah varietas Ciherang. Produktifitas padi sawah
I KARAKTERISTIK SAWAH
1 Statuskondisi Irigasi 2 Pola penanaman sawah dalam 1 tahun
3 Indeks Penanaman Padi 4 Jenis bibit yang ditanam
5 Produktivitas perhektar perpanen
II BIAYA PRODUKSI
1 Kebutuhan Benih Padi 2 Kebutuhan Pupuk
a. Kimia b. Kandang Hijau
c. Pestisida 3 Biaya Pengolahan
a. Pengolahan Tanah b. Persemaian
c. Plastik Buat Persemaian d. Bambuajir
e. Tanam f. Pemupukan
g. Penyemprotan h. Penyiangan
i. Pembersihan Pematang j. Biaya Panen Bawon = 16 x 6 ton
4 Biaya Pemeliharaan a. Alat pertanian
b. Sewa hewan untuk Pengolahan Tanah c. Biaya Pengangkutan
d. Sewa Lahan
5 Biaya Lainnya a. Pengairan IPAIR, P3A
b. PBB c. IRTDRutin Desa
d. Lainnya
III PENDAPATAN PANEN PADI SAWAH IV LABA BERSIH PERHEKTAR PERPANEN
V BCR Benefit Cost Ratio
wilayah penelitian dapat disajikan pada tabel terlampir. Untuk sistem usaha tani di wilayah penelitian rata-rata hampir sama. Biaya produksi didominasi dengan
biaya pengolahan lahan yang diikuti dengan biaya pemeliharaan serta kebutuhan pupuk dan obat hama, sedangkan biaya bibit dan biaya lainnya boleh dikatakan
seragam. Biaya pengolahan lahan pada wilayah sekitar perkotaan lebih tinggi dibanding wilayah pertanian di perdesaan. Biaya pengolahan lahan umumnya
mencapai 50 dari biaya produksi. Sedangkan biaya pemupukan dan pengobatan tergantung pada potensi teknis lahan kesesuaian dan daerah endemi hama. Pada
wilayah yang mempunyai daya dukung rendah umumnya memerlukan pemupukan lebih dari wilayah lainnya, begitu juga dengan wilayah yang menjadi
endemi hama akan memerlukan biaya pengobatan lebih dari wilayah lainnya. Biaya pemeliharaan juga cukup besar, sekitar 20 dari biaya produksi. Adapun
biaya lainnya cukup kecil sekitar 2 dari biaya produksi, kecuali pada wilayah sawah tadah hujan yang menggunakan pompa untuk irigasi, atau daerah yang
dikenakan iuran rutin desa cukup besar. Faktor-faktor ini yang mempengaruhi tinggi-rendahnya Benefit Cost Ratio BCR. Kondisi wilayah beserta BCR
wilayah penelitian dapat disajikan seperti pada Tabel 9 berikut. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar wilayah 72,5
mempunyai nilai BCR antara 1,5 – 2, wilayah yang mempunyai nilai BCR di atas 2 sebesar 22,5 dan di bawah 1,5 masing-masing 5 . Bila diambil angka
produktivitas rata-rata 6,12 tonha dan BCR = 1,791, maka para petani di wilayah penelitian akan mendapat penghasilan rata-rata Rp. 1.793.970,-bulan. Dengan
angka produktivitas demikian, discount factor 12 , BCR 1 dan nilai NPV 0, menunjukkan bahwa usaha tani di wilayah penelitian dapat dilanjutkan, jika
penghasilan rata-rata petani di wilayah penelitian dibandingkan kebutuhan hidup minimum menurut Soyogo 1988, dimana kebutuhan per-KKtahun adalah
sebesar Rp. 9.375.000,- , atau Kebutuhan Hidup Minimum KHM Jawa Barat sebesar Rp. 1.000.000,- per bulan 2008 atau kebutuhan hidup minimum menurut
tanggapan para petani sebesar Rp. 1.500.000,-bulan, maka pendapatan petani dengan luas lahan 1 hektar di wilayah penelitan masih dianggap cukup layak.
Sesuai dengan perhitungan tersebut di atas maka Break Event Point BEP dari kelayakan secara ekonomi adalah BCR = 1,497.
Tabel 9. Lokasi Survei, Potensi Lahan dan BCR
No Kelas
Fungsi Prod.
Spl Kes. Lahan
Jalan Bibit
Pupuk Olah
Pelihara Lainnya tonha 1
Kp. Parungpung, Parungsari, Telukjambe Barat S2fn
Lainnya Irigasi Teknis
1,00 23,07
56,12 16,65
3,16 6,39
1,59 2
Kp. Pasirjengkol, Karangmulya, Telukjambe Barat S2fn
Kolektor Irigasi Teknis
1,68 23,74
53,20 19,95
1,44 6,70
1,61 3
Kp. Jatimulya, Wanakerta, Telukjambe Barat S2fn
Lainnya Irigasi Teknis
1,68 10,67
55,92 28,07
3,65 6,19
2,09 4
Babakan Toge, Tanjungmekar, Karawang Barat S2fn
Arteri Irigasi Teknis
1,30 26,54
49,03 21,70
1,43 6,11
1,59 5
Kp. Buher, Karangpawitan, Karawang Barat S2fn
Lokal Irigasi Teknis
1,09 27,16
47,48 22,69
1,53 5,92
1,61 6
Kp. Kaceot, Tunggakjati, Karawang Barat S2fn
Kolektor Tadah Hujan
1,10 19,43
49,63 23,02
6,81 6,04
1,67 7
Kp. Cilele, Sekarwangi, Rawamerta S2fn
Lokal Irigasi Teknis
1,21 13,72
57,01 25,23
2,83 6,37
1,93 8
Kp. Krajan, Pasirkaliki, Rawamerta S2fn
Lainnya Irigasi Teknis
1,26 12,38
57,19 26,23
2,94 6,51
2,05 9
Kp. Kamurangjati, Panyingkiran, Rawamerta S2fn
Kolektor Irigasi Teknis
1,28 11,23
57,75 26,74
2,99 6,53
2,09 10 Kp. Krajan 1, Sukamerta, Rawamerta
S2fn Kolektor
Irigasi Teknis 0,27
20,94 54,04
22,71 2,04
6,56 1,79
11 Kp. Ciluwo, Cadaskertajaya, Talagasari S3n
Lainnya Irigasi Teknis
1,32 24,76
49,48 21,93
2,50 6,01
1,58 12 Kp. Sindangpalay, Pasirmukti, Talagasari
S2fn Lokal
Irigasi Teknis 1,21
29,47 47,24
20,12 1,92
5,81 1,40
13 Kp. Tamelang, Bengle, Majalaya S2fn
Lainnya Tadah Hujan
2,57 14,28
56,15 21,39
5,61 6,97
2,24 14 Babakan Tamiang, Lemahmulya, Majalaya
S2fn Lainnya
Tadah Hujan 1,00
19,74 48,14
20,93 10,19
6,40 1,61
15 Karangmulya 1, Lemahmulya, Majalaya S3n
Lokal Irigasi Teknis
1,49 17,84
54,08 24,85
1,74 6,15
1,84 16 Kp. Jati 2, Jatilaksana, Pangkalan
S2rfns Kolektor
Ir. Semi Teknis 1,04
20,74 51,28
21,73 5,21
6,60 1,72
17 Kp. Kereteg, Tamansari, Pangkalan S3rn
Kolektor Tadah Hujan
1,01 11,37
62,28 21,04
4,29 6,73
1,70 18 Kp. Nambolamping, Mulyasari, Pangkalan
S2fn Lokal
Tadah Hujan 0,95
6,16 45,63
9,74 27,52
6,35 1,69
19 Kp. Tegalluhur, Sukamakmur, Telukjambe Timur S3n
Lainnya Irigasi Teknis
1,48 15,48
53,72 24,64
4,68 6,33
1,87 20 Kp. Kaum, Mulyasari, Ciampel
S2fn Lokal
Irigasi Teknis 1,16
17,17 55,30
24,26 2,10
6,41 1,87
21 Kp. Kedungwaru, Kutapohaci, Ciampel S2fn
Lokal Irigasi Teknis
0,61 13,87
57,92 25,40
2,20 6,10
1,86 22 Kp. Tanjung, Plawad, Karawang Timur
S3n Lainnya
Irigasi Teknis 1,10
14,64 58,60
23,07 2,58
6,59 1,82
23 Kp. Jarakah, lemahduku, Tempuran S2fn
Lainnya Irigasi Teknis
1,17 17,38
51,66 24,41
5,37 6,36
1,86 24 Kp. Wagirkumbang, Purwajaya, Tempuran
S3rns Kolektor
Irigasi Teknis 1,68
17,95 50,14
28,05 2,17
6,17 2,60
25 Kp. Sumurgede, Muarajaya, Tempuran S2fn
Lokal Pasangsurut
2,28 14,60
54,05 18,97
10,10 2,50
1,42 26 Kp. Cikuntul Timur, Cikuntul, Tempuran
S2fn Lokal
Irigasi Teknis 1,54
11,47 71,13
12,82 3,04
6,51 2,50
27 Kp. Babaway, lemahmukti, Lemahabang S2fn
Kolektor Irigasi Teknis
1,72 16,30
51,55 28,70
1,72 6,03
2,08 28 Kp. Kedaung, Karangtanjung, Lemahabang
S2rfn Kolektor
Irigasi Teknis 1,20
11,04 61,47
24,99 1,30
6,35 1,90
29 Babakan Wadas, Parakan, Tirtamulya S2fn
Kolektor Irigasi Teknis
1,45 8,96
57,51 30,27
1,82 6,40
2,33 30 Kp. Koja, Mulyasejati, Ciampel
S3rns Lainnya
Tadah Hujan 1,27
28,09 44,88
21,12 4,65
4,00 1,27
31 Bedahmenggala, Ciluwo, Telagasari S2rfn
Lainnya Irigasi Teknis
1,07 21,37
52,39 22,39
2,78 6,49
1,74 32 Kp. Tangkil, Citarik, Tirtamulya
S2rfn Lainnya
Irigasi Teknis 1,16
18,53 54,22
24,25 1,84
6,05 1,76
33 Telukmungkal, Tanjungmekar, Karawang Barat S2fn
Arteri Irigasi Teknis
1,10 15,47
55,10 22,96
5,37 6,34
1,66 34 Bakandukuh, Sukasari, Purwasari
S2fn Lainnya
Irigasi Teknis 1,10
17,53 57,16
23,05 1,15
6,02 1,66
35 Darawolong, Purwasari S2fn
Lokal Irigasi Teknis
1,21 17,95
54,33 25,15
1,36 5,98
1,81 36 Sindangkarya, Kutawaluya
S3n Kolektor
Irigasi Teknis 1,75
20,51 51,51
24,30 1,94
5,62 1,64
37 Kelapadua, Jatimulya, Pedes S3n
Lokal Irigasi Teknis
1,74 19,52
43,96 28,99
5,80 5,71
1,66 38 Kp. Cikande, Cikande, Cilebar
S2fn Lainnya
Irigasi Teknis 1,14
24,03 48,80
22,88 3,15
6,19 1,41
39 Kp. Cikangkung, Ciptamargi, Cilebar S2fn
Lainnya Irigasi Teknis
1,04 20,11
47,67 30,34
0,85 6,13
1,59 40 Sukaratu, Cilebar
S3n Lokal
Irigasi Teknis 1,24
23,11 46,18
24,74 4,74
6,20 1,53
244,82 71,64
6,12 1,791
Sistem Irigasi Struktur Biaya Produksi
Lokasi BCR
Jumlah Rata - rata
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemanfaatan Metode Penginderaan Jauh Dalam Penyadapan Data Parameter
Penyadapan Data Dari Citra ALOS
Klasifikasi Obyek Non Parametrik Pada penelitian ini digunakan citra ALOS yang dihasilkan oleh sensor
AVNIR-2. Sensor AVNIR-2 adalah suatu pencitra multispektral dengan 4 saluran spektral pada daerah spektral tampak dan inframerah dekat untuk pengamatan
daratan dan zona garis pantai. Keempat saluran spektral dari sensor AVNIR-2 tersebut adalah: Saluran 1 : 0,42 - 0,50 µm Biru , Saluran 2 : 0,52 - 0,60 µm
Hijau , Saluran 3 : 0,61 - 0,69 µm Merah, Saluran 4 : 0,76 - 0,89 µm Infra merah dekat JAXA 2004, Osawa 2004, Ito 2005, NASDA 2006, Sitanggang
2008. Data citra yang dihasilkan ALOS berupa picture element pixel dengan resolusi spasial 10 meter mempunyai nilai reflektansi masing-masing obyek di
permukaan bumi. ALOS dihasilkan menggunakan sistem sensor detektor elektronik menggunakan spektrum tampak mata dan perluasannya. Obyek-obyek
yang ditunjukkan pada citra ALOS AVNIR-2 secara visual tergambar seperti sebenarnya.
Cara penyadapan data parameter dari citra ALOS dilaksanakan secara Non Parametrik. Masing-masing obyek dikenali atas dasar pola tanggap spektral nilai
reflektan dan karakteristik dasar obyek lainnya yang dapat dikenali dan tergambar dari citra ALOS. Pengenalan obyek berdasarkan pada karakteristik
dasar obyek yang bisa dikenali dari citra berupa ronawarna, tekstur, pola, ukuran, bentuk, bayangan dan situs.
Karakteristik dasar yang dikenal dengan unsur-unsur interpretasi oleh Lillesand – Kiefer dalam Sutanto 1993 didefinisikan sebagai berikut :
Ronawarna : berkaitan dengan warnaderajat keabuan suatu obyek pada foto,atau besarnya nilai tanggap spektral dari masing-masing obyek Misal: pada citra
ALOS rumah berwarna merah bata, vegetasi berwarna kehijauan, jalan aspal keabuan, dst..
Tekstur : merupakan frekuensi perubahan rona pada citra fotografik. Tekstur dihasilkan oleh kumpulan unit kenampakan yang mungkin terlalu kecil
apabila dibedakan secara individual pada foto udara, seperti daun tumbuhan dan bayangannya.
Pola : Berkaitan langsung terhadap susunan keruangan spasial arrangement
obyek. Misalnya : perumahan mempunyai pola teratur, sedangkan perkampungan mempunyai pola tidak teratur.
Ukuran obyek pada citra dapat menjadi pertimbangan akan ukuran obyek terhadap
ukurannya di lapangan. Seperti ukuran bangunan jika kurang dari 200 m² dapat diasosiasikan dengan rumah, namun jika lebih besar dari itu dapat
diasosiasikan dengan penggunaan lain seperti kantor, industri, dll.
Bentuk adalah merupakan konfigurasi atau kerangka dari obyek tunggal. Bentuk
beberapa obyek demikian mencirikan sehingga beberapa obyek dapat dikenali langsung dari bentuknya. Seperti : Kantor mempunyai bentuk yang khas
berbeda dengan rumah. Bayangan dapat menguntungkan dalam memberikan gambaran profil obyek,
namun dapat merugikan jika menutupi obyek lainnya, sehingga obyek yang ditutupi tidak dapat dikenali.
Situs adalah lokasi suatu obyek terhadap obyek-obyek yang lain. Misalnya : pola
sungai meander menandakan bahwa lokasi tersebut merupakan dataran. Metodologi dan Teknologi Penginderaan Jauh Dalam Penyadapan Data
Kenampakan obyek yang secara visual tergambar pada citra ALOS pada dasarnya merupakan hasil rekaman perlakuan masing-masing obyek terhadap
energi yang diterimanya. Hasil rekaman ini pada citra ditunjukkan dengan ronawarna dan tekstur. Masing
masing obyek yang tergambar pada citra mempunyai karakter
ronawarna dan tekstur yang spesifik. Karakter dasar obyek
ronawarna merupakan unsur yang paling awal level 1 dapat
Gambar 15. Karakteritik Obyek pada Citra
dikenali pada citra. Seperti tumbuhan berwarna hijau, rumah tinggal berwarna merah bata, laut berwarna biru, gudang berwarna perak cerah, dan seterusnya.
Pada tahap berikutnya setiap jenis tutupan lahan dapat dibedakan
dengan karakteristik dasar tekstur. Tumbuhan yang bertektur kasar,
menunjukkan tumbuhan yang mempunyai tajuk yang lebar
tanaman keras, semakin halus semakin
kecil ukuran tajuk pohonnya, seperti tanaman palawija,
padi ataupun rumput hilalang. Proses pengenalan selanjutnya berkaitan dengan karakteristik dasar penciri
obyek, dapat menggunakan gabungan karakteristik dasar penciri ataupun penciri tunggal dari karakteristik dasar berupa pola, ukuran, bentuk, bayangan ataupun
situs. Sebagai contoh obyek yang berwarna kehijauan, tekstur halus menunjukkan tumbuhan rendah dan kecil bisa palawija, padi ataupun rumput ilalang, namun
dengan adanya galengan maka dapat disimpulkan bahwa tumbuhan tersebut adalah tanaman palawija ataupun padi. Kepastian penggunaan lahan dapat diambil
dengan penciri utama seperti padi sawah dilengkapi dengan asosiasi jaringan irigasi dan adanya genangan air irigasi. Demikian juga dengan pengenalan obyek
lainnya, seperti perkantoran mempunyai ukuran bangunan yang lebih besar dari permukiman, pertokoan terletak pada daerah perdagangan, industri dapat dikenali
dengan bangunan besar yang mencerminkan pergudangan dan akses jalan yang baik menuju ke jalan-jalan utama baik jalan arteri ataupun jalan tol, tambak
mempunyai ronawarna hijau kebiruan, dibatasi dengan guludan yang cukup tinggi dari pematang sawah, terletak di wilayah pesisir, sudah terdapat pengaruh
pasang surut, dan seterusnya. Gambar 16. Kenampakan Tekstur pada Citra
Terdapat Perbedaan Tekstur
Jaringan Irigasi
Dengan cara dan teknik penginderaan jauh seperti ini masing-masing penggunaan lahan dapat dikenali dengan baik, begitu juga dengan data ketersediaan
infrastruktur seperti jaringan jalan dan jaringan irigasi. Adapun data luasan kesatuan hamparan lahan merupakan turunan dari data penggunaan lahan sawah.
Ketelitian dalam pengenalan obyek interpretasi pada citra untuk masing- masing interpreter akan berbeda, karena setiap interpreter mempunyai ketajaman
observasi, imajinasi dan kesabaran serta pengetahuan dasar tentang obyek yang ditaksir berbeda. Menurut Lillesand dan Kiefer 1987 keberhasilan pengenalan
obyek interpretasi pada citra dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain latihan dan pengalaman interpreter, sifat obyek yang dikenali serta kualitas fotografi citra
yang digunakan. Selanjutnya Munibah 2005 juga menambahkan bahwa keberhasilan interpreter dalam pengenalan obyek juga dipengaruhi oleh
kedekatankeakraban antara obyek yang akan diinterpretasi dengan interpreter. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa dengan menggunakan cara dan
teknik penginderaan jauh secara visual Citra ALOS AVNIR-2 yang mempunyai
karakteristik seperti tersebut di atas mampu menyajikan data penggunaan lahan
yang didalamnya terdapat juga data infrastruktur dan luas kesatuan hamparan lahan sawah.
Penyadapan Data Dari Citra MODIS
Enhanced Vegetation Index EVI dan masa pertumbuhan padi sawah Setiap karakter spektral yang tergambar pada citra mencerminkan karakter
obyek, begitu juga dengan karakter spektral pada tiap tutupan vegetasi. Tingkat kehijauan indeks vegetasi suatu tanaman merupakan karakter obyek dalam
Gambar 17. Kenampakan Karakter Dasar
Penciri Obyek
Wilayah Perdagangan
Lapangan Golf Wilayah Industri
Jalan Tol
menyikapi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan dari sumber tenaga. Menurut As-Syakur 2008 Enhanced Vegetation Index EVI merupakan
penajaman indek vegetasi yang dilakukan dengan cara koreksi radiometrik dari pengaruh kondisi lahan tanah dan kerapatan kanopi dan aerosol yang terdeteksi
oleh band biru serta posisi penyinaran matahari. EVI diketahui lebih sensitif terhadap perubahan biomasa selama vegetatif
yang lama, serta tahan terhadap efek atmosfir dan kanopi Huete et al, 1997. Hal ini ditunjukkan pada penelitian-penelitian sebelumnya Gao 2000 menunjukkan
bahwa EVI lebih peka terhadap perubahan struktur kanopi tanaman yang terjadi selama fase pertumbuhan tanaman.
Dari hasil pengamatan data EVI hasil ekstraksi dari citra MODIS selama periode satu tahun yang dikorelasikan dengan data sistem usaha tani aktual
beserta masa penanamannya diperoleh hasil bahwa pada dasarnya nilai EVI berkaitan erat dengan tingkat kehijauan tanaman. Nilai EVI rendah menunjukkan
bahwa tingkat kehijauan tanaman pada masa itu rendah, artinya di lapangan tutupan vegetasinya sedikit, sebaliknya nilai EVI tinggi menunjukkan bahwa
tutupan vegetasi lebih rapat. Sesuai dengan periodisasi pengolahan padi sawah dapat diperlihatkan bahwa pada masa pengolahan tanah, dimana lahan selalu
digenangi air dan tanpa vegetasi menunjukkan bahwa nilai EVI yang rendah. Nilai EVI terendah terlihat ketika usia 17 – 32 hari, dimana waktu itu sawah sedang
digenangi air pada musim tanam. Setelah masa itu nilai EVI beranjak naik seiring dengan masa pertumbuhan padi, hingga mencapai puncak pada usia padi 91 – 98
hari. Pada selang umur tersebut padi berada pada masa vegetatif maksimum, awal generatif dan pembungaan. Pada masa ini terjadi peningkatan kadar klorofil yang
signifikan pada daun dan peningkatan jumlah biomas tanaman. Setelah masa ini usia 105 hari nilai EVI mulai mengalami penurunan yang signifikan hingga
masa pengolahan tanah berikutnya. Gejala ini seiring dengan penurunan tingkat kehijauan tanaman, pada usia tersebut terjadi penurunan jumlah hijau daun,
tumbuhan sudah mulai menguning dan kadar kloropil menurun. Gejala ini dapat dilihat pada grafik hubungan antara nilai EVI dan masa pertumbuhan padi sawah
sebagaimana Gambar 18 berikut.
Gambar 18. Hubungan Nilai EVI dan Masa Pertumbuhan Padi sawah Dalam penelitian terdahulu Wahyunto et al. 2006 menyimpulkan bahwa
fase pertumbuhan tanaman yang mempunyai hubungan erat dengan produktivitas tanaman padi adalah pada fase awal generatif pinnacle initiation yaitu pada saat
tanaman padi sedang produksi. Kenampakan sawah pada masa awal pengolahan tanah, tanaman padi ditanam replanting sampai berumur 4 MST Minggu
Setelah Tanam masih didominasi kenampakan air, sehingga mempunyai nilai indeks vegetasi yang rendah bahkan negatif. Seiring dengan umur tanaman, nilai
indeks vegetasi bertambah tinggi positif dan mencapai puncaknya pada fase awal generatif umur 10 – 11 MST kemudian akan menurun lagi pada fase
pengisian bulir, dan seterusnya sampai fase panen. Heidina 2010 memperoleh kesimpulan senada bahwa terdapat korelasi antara nilai EVI dengan produktifitas
tanaman padi akan meningkat seiring dengan peningkatan umur tanaman padi. Pada selang umur tanaman padi 27 – 74 hari sawah selalu digenangi oleh air
irigasi menunjukkan nilai EVI yang rendah. Badan air yang terekam pada citra mengakibatkan korelasi negatif. Korelasi negatif berarti semakin tinggi nilai EVI
semakin rendah produktivitas padi begitu sebaliknya. Korelasi positif antara EVI dan produktivitas padi diperoleh pada umur tanaman 83 – 120 hari, dan korelasi
positif tertinggi pada umur tanaman 91 - 98 hari. Pada selang umur tersebut padi berada pada masa vegetatif maksimum, awal generatif dan pembungaan. Pada
masa ini terjadi peningkatan kadar klorofil yang signifikan pada daun dan peningkatan jumlah biomas tanaman.
E V
I
Periode Masa Pengolahan Padi Sawah
masa 1 X musim tanam
Picpoint Veg.
Gen. Rep.
55 120
Berdasarkan dengan pemahaman tersebut di atas maka dapatlah dikatakan
bahwa nilai EVI pada umur tanaman padi 91 - 98 umur 10 – 11 MST dapat digunakan untuk menduga produktivitas tanaman padi sawah yang akan
dihasilkan pada saat panen. Pada umur demikian dalam grafik nilai EVI
merupakan picpoint. Dengan demikian, guna mengetahui besarnya produktivitas
padi sawah dapat didekati dengan mengetahui keterkaitan antara besarnya nilai EVI pada posisi picpoint dengan produktivitas padi sawah aktual.
Keterkaitan nilai EVI dengan produktivitas padi sawah Keterkaitan nilai EVI dengan produktivitas padi sawah diketahui dari nilai
EVI picpoint citra MODIS tahun 2009 yang dicarikan korelasinya dengan hasil produksi padi aktual pada periode yang sesuai pada masing-masing titik sampel
melalui survei lapangan. Korelasi antara nilai EVI dan produksi padi sawah aktual diketahui menggunakan uji statistik Regresi.
Tabel 10. Nilai EVI dan Produktivitas Padi Sawah Aktual 2009
Dari hasil uji korelasi ini diperoleh bahwa terdapat hubungan yang positif cukup kuat antara nilai EVI dengan produktivitas padi sawah, hal ini ditunjukkan
dengan nilai koefisien korelasi r = +0,8189 dan nilai koefisien regresi r² = 0,6706. Dari hasil uji ini diperoleh juga bahwa antara produktivitas padi sawah
dengan nilai EVI mempunyai hubungan yang dapat dipresentasikan dengan persamaan
Y = 2,9785 + 6,0751X. Dimana Y merupakan produktivitas padi
Nilai Produk.
Nilai Produk.
EVI tonha
EVI tonha
1 0.5535
7,20 21
0.5921 6,00
2 0.4837
6,20 22
0.7152 7,20
3 0.4829
6,10 23
0.5786 6,50
4 0.4664
6,00 24
0.3050 4,00
5 0.3716
5,40 25
0.4453 2,50
6 0.6128
6,10 26
0.5692 6,50
7 0.5342
6,20 27
0.4056 5,50
8 0.5619
6,50 28
0.5208 6,50
9 0.5666
6,20 29
0.5292 5,80
10 0.5039
6,10 30
0.4155 4,00
11 0.4383
6,00 31
0.5243 6,50
12 0.5475
7,00 32
0.5316 6,50
13 0.5608
6,50 33
0.4938 6,80
14 0.5148
6,50 34
0.4567 6,00
15 0.6678
7,20 35
0.4882 6,00
16 0.6592
6,50 36
0.3628 5,00
17 0.7395
7,10 37
0.3867 5,00
18 0.5273
6,50 38
0.5827 6,50
19 0.5390
5,50 39
0.4419 5,00
20 0.6797
7,00 40
0.4081 5,00
No. S. No. S.
sawah tonha dan X merupakan nilai EVI. Korelasi antara produktivitas padi sawah dengan nilai EVI dapat diperlihatkan pada gambar berikut.
Gambar 19. Grafik Hubungan Antara Nilai EVI dan Produktivitas Padi Sawah
Aktual Persamaan dari hasil uji regeresi ini selanjutnya digunakan untuk
mengetahui besarnya produktivitas tanaman padi sawah pada tahun-tahun sebelumnya 2005 – 2008.
Hasil Pengukuran Produktivitas Padi Sawah melalaui citra MODIS Nilai produktivitas padi sawah diperoleh dari rata-rata hasil panen selama 5
tahun 2005-2009. Dimana nilai produktivitas tiap kali panen diketahui dengan jalan memasukkan nilai EVI tiap panen yang diperoleh dari citra MODIS ke
dalam persamaan Prod = 2,9785 + 6,0751Nilai EVI. Selanjutnya semua nilai
produksi tiap lahan dijumlahkan, kemudian dibagi dengan jumlah panen tiap lahan. Hasil pengukuran produktivitas padi sawah dari nilai EVI di wilayah
penelitian dapat disajikan pada tabel berikut :
Tabel 11. Hasil Perhitungan Produktivitas Padi Sawah dari Nilai EVI
Dari hasil perbandingan antara produktivitas padi sawah aktual yang diperoleh dari survei lapangan dengan produktivitas hasil perhitungan dari nilai
EVI diperoleh hasil adanya simpangan rata-rata sebesar 7,63 atau terdapat perbedaan produktivitas sebesar 0,24 tonhamusim. Pada produktivitas yang
diperoleh dari hasil perhitungan nilai EVI rata-rata lebih tinggi dari nilai produktivitas aktual. Simpangan tertinggi pada lokasi sawah irigasi pasang surut
Sampel no. 25, diikuti dengan sawah pada lokasi sampel 24, 30, 40, 39, 12, 19, 15, 37, 36 dan 1. Sedangkan yang lainnya mempunyai simpangan yang relatif
kecil.
Nomor 1
2 3
1 2
3 1
2 3
1 2
3 1
2 3
Prod. Panen
Rerata Prod. 1
5,95 6,96
6,25 6,07
5,78 6,81
6,19 6,92
5,71 7,20
63,85 10
6,39 2
6,08 6,65
6,42 6,25
7,23 6,77
7,18 7,25
7,03 6,20
67,05 10
6,70 3
5,56 6,30
5,51 5,78
7,17 5,56
6,10 6,87
6,93 6,10
61,89 10
6,19 4
5,40 5,92
6,05 5,80
7,02 6,53
5,80 6,46
6,00 54,98
9 6,11
5 5,94
6,27 6,28
5,71 6,20
6,59 5,05
6,42 5,91
5,35 5,40
65,12 11
5,92 6
6,73 6,80
6,19 5,99
5,19 5,81
5,63 6,43
5,56 6,10
60,42 10
6,04 7
6,73 6,29
6,29 6,66
6,00 6,77
6,04 6,20
50,98 8
6,37 8
6,22 7,30
5,60 6,44
6,70 7,29
6,15 6,88
6,04 6,50
65,13 10
6,51 9
6,84 7,17
6,97 6,32
5,95 6,74
5,80 6,75
6,20 58,74
9 6,53
10 6,09
7,08 6,06
7,48 7,55
5,10 6,56
6,61 6,30
7,24 6,10
72,17 11
6,56 11
6,14 6,12
6,39 6,37
5,30 6,20
5,55 5,97
6,00 54,05
9 6,01
12 5,62
5,38 5,16
5,78 6,81
5,27 5,54
5,39 6,08
5,88 7,00
63,92 11
5,81 13
7,74 7,47
6,69 6,88
6,64 7,11
6,73 7,31
6,66 6,50
69,73 10
6,97 14
6,50 6,45
6,88 6,25
6,14 6,54
5,94 6,50
51,19 8
6,40 15
6,26 5,90
5,85 6,27
6,76 5,21
5,90 5,15
7,04 7,20
61,53 10
6,15 16
6,80 6,65
6,09 6,81
7,29 5,60
6,73 6,07
6,80 7,24
6,50 72,57
11 6,60
17 6,45
7,19 6,32
7,12 7,27
5,73 6,10
6,71 6,58
7,42 7,10
74,00 11
6,73 18
6,75 6,43
6,30 6,34
5,65 6,73
5,82 6,64
6,50 57,15
9 6,35
19 7,02
6,77 6,64
6,67 5,99
6,68 6,50
6,09 5,47
5,50 63,33
10 6,33
20 6,86
6,97 5,47
6,70 6,95
5,80 5,98
6,62 5,10
7,11 7,00
70,55 11
6,41 21
6,55 6,77
6,73 6,54
6,09 6,12
5,64 5,65
4,86 6,00
60,96 10
6,10 22
6,41 6,86
6,20 7,22
7,49 5,29
6,33 6,11
6,02 7,32
7,20 72,46
11 6,59
23 5,86
6,73 5,69
6,82 6,25
6,05 6,50
6,10 6,32
7,08 6,50
69,91 11
6,36 24
6,61 6,44
6,49 6,94
5,61 6,46
6,53 6,46
4,00 55,54
9 6,17
25 6,28
6,53 5,86
7,03 5,63
6,69 6,60
6,28 6,87
2,50 60,28
10 6,03
26 6,13
6,77 6,35
6,92 6,14
6,84 6,33
6,21 6,88
6,50 65,06
10 6,51
27 6,15
6,28 5,59
6,67 6,59
5,55 6,00
5,57 6,39
5,50 60,28
10 6,03
28 6,60
6,73 6,36
5,86 5,58
6,48 6,02
6,33 7,05
6,50 63,52
10 6,35
29 6,48
6,67 6,20
6,23 6,55
6,89 6,39
6,51 6,32
5,80 64,04
10 6,40
30 6,52
6,44 5,23
6,35 6,36
5,41 6,67
6,31 5,06
6,24 4,00
64,60 11
5,87 31
6,44 6,69
5,27 7,31
7,46 5,65
6,93 6,44
6,25 6,50
64,93 10
6,49 32
6,32 6,09
5,50 6,02
6,17 5,14
6,77 5,74
6,21 6,50
60,46 10
6,05 33
6,93 7,09
5,91 6,62
6,53 6,91
5,41 5,49
5,92 5,40
7,02 6,80
76,02 12
6,34 34
6,60 6,47
6,87 5,64
6,05 5,79
5,53 5,83
5,41 6,00
60,19 10
6,02 35
5,99 6,21
5,55 5,79
6,29 5,79
6,22 6,44
6,08 5,42
6,00 65,78
11 5,98
36 5,72
5,34 5,56
5,90 5,81
5,51 5,78
5,99 5,00
50,61 9
5,62 37
5,84 6,02
5,39 5,10
6,01 5,72
6,05 6,29
5,59 5,83
5,00 62,82
11 5,71
38 5,93
6,33 6,58
6,35 6,29
6,28 5,66
5,90 6,04
6,50 61,86
10 6,19
39 6,84
6,07 5,67
5,77 6,52
6,66 6,38
6,26 5,00
55,18 9
6,13 40
6,41 6,22
5,75 6,27
6,61 6,42
6,89 5,00
49,58 8
6,20 2006
Produktivitas tonha 2007
Produktivitas tonha 2008
Sampel 2005
Produktivitas tonha 2009
Produktivitas tonha Produktivitas tonha
REKAPITULASI Jumlah
Tabel 12. Perbandingan Antara Produktivitas Aktual dan Produktivitas dari Citra MODIS
Apabila kita memperhatikan nilai bias yang diselaraskan dengan kondisi aktual di lapangan, dapat disampaikan beberapa hal berkaitan dengan simpangan
tersebut, bahwa : a. Satu nilai EVI merupakan nilai satu pixel MODIS yang mewakili ukuran 500
m x 500 m 25 ha di lapangan, artinya nilai tersebut mewakili rata-rata nilai EVI dari wilayah seluas 25 ha tersebut. Selain itu nilai EVI merupakan
cerminan tingkat kehijauan tanaman. Nilai EVI rendah menunjukkan bahwa tingkat kehijauan tanaman pada masa itu rendah, artinya di lapangan tutupan
vegetasinya sedikit, sebaliknya nilai EVI tinggi menunjukkan bahwa tutupan vegetasi banyak. Pada lokasi sampel 25, 24 dan 30, pada ukuran pixel tersebut
merupakan lokasi sawah yang bercampur dengan penggunaan lain seperti kebun campuran, semak dan belukar yang mempunyai nilai EVI lebih tinggi
dari sawah. Sehingga walaupun nilai EVI rata-rata satu pixel tinggi, namun kenyataan lapangan menunjukkan produktivitas padi sawahnya relatif rendah,
tidak selaras dengan nilai EVI dari pixel tersebut.
No. No.
Sampel Aktual
Citra Simp.
Sampel Aktual
Citra Simp.
1 7,20
6,39 11,25
21 6,00
6,10 -1,67
2 6,20
6,70 -8,06
22 7,20
6,59 8,47
3 6,10
6,19 -1,48
23 6,50
6,36 2,15
4 6,00
6,11 -1,83
24 4,00
6,17 -54,25
5 5,40
5,92 -9,63
25 2,50
6,03 -141,20
6 6,10
6,04 0,98
26 6,50
6,51 -0,15
7 6,20
6,37 -2,74
27 5,50
6,03 -9,64
8 6,50
6,51 -0,15
28 6,50
6,35 2,31
9 6,20
6,53 -5,32
29 5,80
6,40 -10,34
10 6,10
6,56 -7,54
30 4,00
5,87 -46,75
11 6,00
6,01 -0,17
31 6,50
6,49 0,15
12 7,00
5,81 17,00
32 6,50
6,05 6,92
13 6,50
6,97 -7,23
33 6,80
6,34 6,76
14 6,50
6,40 1,54
34 6,00
6,02 -0,33
15 7,20
6,15 14,58
35 6,00
5,98 0,33
16 6,50
6,60 -1,54
36 5,00
5,62 -12,40
17 7,10
6,73 5,21
37 5,00
5,71 -14,20
18 6,50
6,35 2,31
38 6,50
6,19 4,77
19 5,50
6,33 -15,09
39 5,00
6,13 -22,60
20 7,00
6,41 8,43
40 5,00
6,20 -24,00
240,60 250,22
-305,14 6,015
6,26 -7,63
PRODUKTIVITAS PRODUKTIVITAS
J u m l a h R a t a - r a t a
Gambar 20. Kenampakan Obyek Yang Mengalami Bias Hubungan Antara Nilai EVI dan Produktivitas Padi sawah
b. Nilai EVI yang digunakan adalah nilai EVI pada umur tanaman padi 91 – 98 picpoint, masa vegetatif maksimum, awal generatif dan pembungaan. Angka
produktivitas diperoleh 22 hari kemudian. Pada masa setelah picpoint banyak hal yang mempengaruhi keberhasilan panen, termasuk adanya gangguan hama
ataupun kesalahan dalam pengolahan lahan seperti kekeringan, banjir, dan lain- lain. Pada lokasi sampel 40, 39, 12, dan 1 merupakan wilayah yang mengalami
gangguan sebelum panen berupa gangguan hama. Sedangkan lokasi sampel 19, 15, 37, dan 36 mengalami gangguan pengolahan lahan sebelum panen yaitu
irigasi yang berlebihan atau banjir. Gejala seperti ini dapat diketahui dari bentuk grafik parabolik tidak sempurna ideal seperti gambar berikut.
Gambar 21. Grafik nilai EVI Yang Mengalami Gangguan Produksi Padi Sawah
Citra MODIS Citra
Kondisi Lapangan
Bentuk Parabolik tidak sempurna
E V
I
Masa Pengolahan Lahan
Namun demikian jika dilihat secara umum terlihat bahwa terdapat adanya hubungan yang positif cukup kuat antara nilai EVI dengan produktivitas padi
sawah yang ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi r = +0,8189 dan nilai koefisien regresi r² = 0,6706, dan simpangan rata-rata sebesar 7,63 atau
terdapat perbedaan produktivitas hanya sebesar 0,24 tonhamusim. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa nilai EVI dari citra MODIS pada picpoint
dapat digunakan untuk memprediksi menghitung produktivitas padi sawah dalam kurun waktu tertentu.
Hasil Pengukuran Indeks Penanaman melalui citra MODIS Nilai EVI yang diperoleh dari citra MODIS pada resolusi temporal 8 hari
selama satu tahun jika diwujudkan dalam grafik akan memperlihatkan gelombang yang menunjukkan periodisasi pengolahan sawah. Nilai negatif hingga nilai nol
0 menunjukkan bahwa lahan dalam genangan air. Nilai positif menunjukkan bahwa lahan sawah telah ditumbuhi tanaman padi. Nilai EVI meningkat
bersamaan dengan masa pertumbuhan padi. Nilai EVI pada picpoint menunjukkan bahwa padi berada pada masa vegetatif maksimum, dan akan menurun hingga
masa panen dan kembali nol negatif ketika masa pengolahan lahan. Jumlah undulan pada grafik nilai EVI yang ditandai dengan picpoint menunjukkan berapa
kali jumlah masa tanam padi sawah di suatu lahan pada kurun waktu tertentu. Seperti pada contoh Gambar 22 berikut dapat dilihat bahwa dalam masa 5 tahun
terdapat sepuluh undulan yang mempunyai picpoint, sehingga untuk mengetahui indeks penanaman pada wilayah tersebut adalah 10 picpoint dibagi 5 tahun
menjadi 2. Jadi indeks penanaman di wilayah tersebut 200.
Gambar 22. Cara Pengukuran Indeks Penanaman dari Grafik
2005 2006
2007 2008
2009
E V
I
masa pertumbuhan padi
Berdasarkan nilai EVI yang diperoleh dari citra MODIS series antara tahun 2005 - 2009 dengan resolusi temporal 8 hari diperoleh hasil perhitungan Indeks
Penanaman sebagaimana yang tertera pada Tabel 13 berikut. Dari tabel tersebut dapat dibaca bahwa antara nilai Indeks Penanaman Aktual dengan nilai Indeks
Penanaman yang diperoleh dari Citra MODIS nyaris hampir sama. Simpangan antara keduanya sebesar 3,63 atau setara dengan nilai indeks penanaman
sebesar 10 persen. Simpangan lebih disebabkan oleh generalisasi dari kelompok tani yang berada pada sebuah pixel yang ukuran lapangannya mencapai 25 ha.
Keseragaman dalam sistem usaha tani yang diterapkan dalam sebuah pixel tersebut harus dapat terwakili oleh responden yang diambil untuk di wawancarai.
Selain itu kelengkapan urutan runut dari data citra MODIS mulai awal tahun hingga akhir tahun sesuai dengan resolusi temporalnya merupakan kunci
ketelitian dari pengamatan indeks penanaman. Jika terdapat data citra MODIS yang tidak lengkap maka kondisi lapangan pada waktu yang bersangkutan tidak
dapat diamati. Guna mengantisipasi hal tersebut maka diperlukan adanya kontrol data lapangan, melalui data indeks penanaman lapangan aktual. Data ini diperoleh
dengan metode sampling, dengan pemilihan responden yang dapat mewakili kelompok tani yang berada pada pixel yang mempunyai ukuran lapangan 25 ha
tersebut. Tabel 13. Perbandingan Antara Indeks Penanaman Aktual dan Indeks
Penanaman dari Citra MODIS
No. No.
Sampel Aktual
Citra Simp.
Sampel Aktual
Citra Simp.
1 250
200 20,00
21 300
200 33,33
2 300
200 33,33
22 200
220 -10,00
3 200
200 0,00
23 200
220 -10,00
4 200
180 10,00
24 200
180 10,00
5 200
220 -10,00
25 200
200 0,00
6 200
200 0,00
26 200
200 0,00
7 200
160 20,00
27 200
200 0,00
8 200
200 0,00
28 200
200 0,00
9 200
180 10,00
29 200
200 0,00
10 200
220 -10,00
30 250
220 12,00
11 200
180 10,00
31 200
200 0,00
12 200
220 -10,00
32 200
200 0,00
13 200
200 0,00
33 200
240 -20,00
14 200
160 20,00
34 200
200 0,00
15 200
200 0,00
35 200
220 -10,00
16 200
220 -10,00
36 200
180 10,00
17 200
220 -10,00
37 200
220 -10,00
18 200
180 10,00
38 200
200 0,00
19 200
200 0,00
39 200
180 10,00
20 300
220 26,67
40 200
160 20,00
8.400 8.000
145,33 210
200 3,63
J u m l a h R a t a - r a t a
INDEKS PENANAMAN INDEKS PENANAMAN
Penentuan Parameter Yang Digunakan Untuk Pemilihan Lahan Pertanian Padi Sawah Berkelanjutan LPPB
Parameter Yang Digunakan Untuk Pemilihan LPPB
Sesuai dengan hasil resensi dari pustaka terpilih diketahui bahwa untuk penentuan LPPB, setidaknya terdapat sembilan parameter yang perlu diketahui
seberapa besar pengaruh dan peranannya. Kesembilan parameter tersebut antara lain Produktivitas Padi Sawah, Kelayakan Secara Ekonomi BCR, Indeks
Penanaman, kelas Kesesuaian Lahan, Sistem Irigasi, Jaringan Jalan, Luasan Kesatuan Hamparan Lahan LKHL, Penggunaan Lahan dan Arahan RTRW.
Berdasarkan pada UU 41 tahun 2009 yang dimaksud Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok
bagi kedaulatan dan ketahanan pangan nasional. Berdasarkan UU 32 tahun 2009 yang dimaksud berkelanjutan harus memenuhi 3 aspek yaitu sesuai secara fisik,
layak secara ekonomi dan diterima secara sosial. Dengan demikian yang dimaksud LPPB adalah suatu kawasan budidaya yang merupakan lahan yang
sesuai secara fisik untuk pertanian padi sawah, layak secara ekonomi untuk diusahakan untuk pertanian padi sawah dan diterima secara sosial untuk dijadikan
sebagai lahan pertanian padi sawah. Dari uraian tersebut maka parameter yang digunakan dapat digolongkan
menjadi tiga kelompok sebagai berikut. Tabel 14. Parameter yang Digunakan Untuk Penentuan LPPB
NO. JENIS PARAMETER KODE NO.
JENIS PARAMETER KODE
A C
I Kesesuaian Lahan
1 S1 I
LKHL 1
Sempit 2
2 S2 1
2 Agak Sempit
2 - 9 1
3 S3 2
3 Sedang
10 - 19 1
4 N1 4
Agak Luas 20 - 50
2 5 N2
5 Luas
50 3
II Sistem Irigasi
1 Irigasi Teknis 1
II Penggunaan Lahan 1
Sawah Irigasi Teknis 2 Irigasi Semi Teknis
2 2
Sawah Irigasi Semi Teknis 3 Tadah Hujan
2 3
Sawah Tadah Hujan 4 Pasang Surut
4 Sawah Pasang Surut
III Jaringan Jalan 1 Jalan Tol
5 dst.
2 Jalan Arteri 1
III Arahan RTRWK 1
Hutan Lindung 3 Jalan Kolektor
2 2
Hutan Produksi 4 Jalan LokalLingkungan
3 3
Kawasan Industri 5 Jalan Lainnya
4 4
Kawasan Industri Terpadu IV Produktivitas
5 Zona Industri
1 B
6 Kota Industri
I Indeks Penanaman
1 200 7
Lapangan Golf 2 200 - 249
1 8
Pengembangan Kota Kecamatan 2
3 250 - 299 2
9 Pengembangan Wisata Pemakaman
4 300 2
10 Permukiman dan Bangunan 3
II BC Ratio
1 1 11 Pertanian Lahan Basah
4 2 1 - 1,5
1 12 Pertanian Lahan Kering
5 3 1,5 - 2
2 13 Situ_Rawa
4 2 3
14 Kawasan Pelabuhan Samudera DITERIMA SECARA SOSIAL
SESUAI SECARA FISIK KELAS PARAMETER
LAYAK SECARA EKONOMI Nilai dalam tonhamusim
KELAS PARAMETER
Data Yang Diperoleh Dapat Mewakili Model Lapangan
Pada penentuan LPPB ini digunakan 9 paramater variabel. Dari ke sembilan data paramater tersebut, 2 paramater yaitu kesesuaian lahan dan aspek
kebijakan RTRWK berupa data sekunder, 6 parameter diekstraksi dari data citra satelit penginderaan jauh dan cek lapangan, yaitu produktivitas, indeks
penanaman, penggunaan lahan, jaringan jalan, sistem irigasi dan LKHL. Sedangkan data untuk menghitung kelayakan ekonomi BC Ratio dibantu dengan
data yang diperoleh dari survei lapangan. Guna pelaksanaan survei lapangan baik untuk groundchecking maupun untuk pencarian data primer dilaksanakan
pemilihan sampel secara Stratified Purposive dari unit lahan yang dibentuk dari parameter penggunaan lahan, jenis tanah dan sistem irigasi dengan proporsi 1
dari jumlah pixel citra MODIS. Dari pengambilan sampel ini diperoleh sampel unit lahan sebanyak 40 buah dengan proporsi sebagai berikut.
Tabel 15. Komposisi Sampel Untuk Survei Lapangan
Sesuai dengan data perbandingan antar nilai produktivitas dan indeks penanaman aktual dengan data yang diperoleh dari citra diketahui bahwa dari ke
empat puluh sampel ini terdapat dua sampel yang menyebabkan bias yang cukup besar, yaitu sampel nomor 25 yang berlokasi di kampung Sumurgede desa
Muarajaya kecamatan Tempuran dan sampel nomor 30 yang berlokasi di kampung Koja, desa Mulyasejati kecamatan Ciampel. Akibat perbedaan kondisi
wilayah yang cukup drastis dengan wilayah lainnya, data hasil analisis ke dua
No. Great Group
Status Irigasi Luas ha
Stratified Str. Purposive
1 Dystropepts
Pasang Surut 3,7
0,01 2
Dystropepts Irigasi Semi Teknis
121,7 0,24
3 Dystropepts
Irigasi Teknis 358,2
0,70 4
Dystropepts Tadah Hujan
420,6 0,82
1 5
Endoaquents Irigasi Teknis
21,3 0,04
6 Endoaquents
Tadah Hujan 39,4
0,08 7
Eutropepts Irigasi Semi Teknis
360,4 0,70
1 8
Eutropepts Irigasi Teknis
1.802,5 3,52
2 2
9 Eutropepts
Tadah Hujan 209,8
0,41 1
10 Tropaquepts
Pasang Surut 1.388,5
2,71 1
1 11
Tropaquepts Irigasi Teknis
42.922,6 83,73
34 30
12 Tropaquepts
Tadah Hujan 1.809,0
3,53 2
2 13
Tropofluvents Irigasi Semi Teknis
51,3 0,10
14 Tropofluvents
Irigasi Teknis 1.240,1
2,42 1
1 15
Tropofluvents Tadah Hujan
512,6 1,00
1 51.261,7
100 40
40 Jumlah
wilayah ini tidak dapat mencerminkan kondisi lapangan yang sesungguhnya. Dengan demikian ke dua data sampel tersebut dapat diabaikan. Selain itu akibat
dari sistem sampling yang ditetapkan maka semua sampel seragam berada pada lahan sawah, terjadi redundan dengan parameter sistem irigasi, sehingga variabel
penggunaan lahan tidak dapat diikutkan dalam analisis. Dengan demikian maka sampel yang digunakan untuk analisis Hayashi ini berjumlah 38 yang tersusun
atas 1 variabel tujuan dan 7 variabel penjelas. Berdasarkan dari analisis Hayashi memberikan hasil bahwa koefisien
korelasi berganda determinasi = R² sebesar 0,529 dan dengan Standar Error sebesar 0,1979. Nilai koefisien korelasi berganda demikian merupakan petunjuk
bahwa data yang diperoleh dapat memberikan gambaran skala kuantitatif tentang sejauh mana model yang digunakan fit dengan data. Sedangkan dari nilai standar
errror menunjukkan model yang bagus. Hal ini berarti bahwa data yang diperoleh telah dapat untuk menggambarkan kenyataan lapangan. Apabila dilihat dari selisih
antara observed data dan predicted data mempunyai rataan residual dengan nilai nol, maka dapat dikatakan bahwa keragaman data dianggap baik.
Keterkaitan Antara Produktivitas dengan Variabel Penjelas
Pada penelitian ini produktivitas padi sawah merupakan indikator utama aspek keberlanjutan yang digunakan untuk mengenali karakteritik variabel
lainnya. Produktivitas merupakan variabel yang secara visual dapat dikenali dari citra penginderaan jauh, dan dengan karakteristik gejala yang dikenali dapat
digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik variabel lainnya. Suatu contoh dengan mengenali produktivitas padi sawah pada sutu lahan dari citra
penginderaan jauh, dapat dikenali juga nilai indeks penanaman, dengan bantuan biaya produksi dapat dikenali nilai BCR, kemudian dari grafik yang dibuat dapat
digunakan untuk mengenali karakteristik fisik lahan termasuk indikasi adanya degradasi lahan.
Keterkaitan antara produktivitas dengan variabel penjelas didekati dengan analisis Hayashi 1. Dari hasil analisis ini diperoleh nilai koefisien korelasi antar
variabel R = 0,7274 dan koefisien korelasi determinasi = R² sebesar 0,5291. Hal ini menunjukkan bahwa dari analisis yang dilaksanakan dianggap sudah
dapat menggambarkan struktur hubungan antar variabel. Dari hasil analisis ini diperoleh skor baku masing-masing kategori sebagai berikut.
Tabel 16. Skor Baku Masing-Masing Kategori dari Variabel Penjelas
Informasi dari Tabel 16 ini memberikan gambaran skala kuantitatif tentang arti pentingnya tiap-tiap variabel penjelas dan setiap kategori terhadap variabel tujuan.
Dengan selang kepercayaan 99
ρ
= 0,01 diperoleh batas nilai absolut r = 0,3445. Jika selang kepercayaan diturunkan menjadi 95
ρ
= 0,05 diperoleh batas nilai absolut r = 0,2558. Dengan standarisasi nilai r ini dan berdasar atas
nilai korelasi parsial dari masing-masing variabel dan Skor dari masing-masing kategori dapat dikemukakan beberapa hal sebagai berikut bahwa :
1. Berdasar atas nilai korelasi parsial bahwa produktivitas lahan pertanian padi sawah mempunyai hubungan yang nyata dan selaras dengan kelayakan secara
ekonomi. Dan dari nilai Skor diperlihatkan bahwa semakin tinggi nilai BCR, semakin tinggi juga produktivitas lahan padi sawah. Hal ini berarti semakin
tinggi produktivitas semakin layak lahan tersebut dapat digunakan untuk lahan pertanian padi sawah.
1 - 1,5
2
-0,1981 1,5 - 2
28
-0,0265 2
8
0,1424 200 - 249
34 -0,0251
250 4
0,2129 S2
29 0,0172
S3 9
-0,0553 Irigasi Teknis
32 -0,0355
Tadah Hujan 6
0,1893 Jalan Arteri
2 0,0704
Jalan Kolektor 11
-0,0096 Jalan LokalLingkungan
11 -0,1059
Jalan Lainnya 14
0,0807 Agak Sempit - Sedang
2 0,0741
Agak Luas 2
0,3572 Luas
34 -0,0254
Zona Industri 3
-0,3226 Pengem. Kota Kecamatan
3 0,2202
Permukiman Bangunan 10
-0,0217 Pertanian Lahan Basah
20 0,0079
Pertanian Lahan Kering 2
0,1831 0,7274
0,5291 0,506
0,4833 0,225
0,3479 0,090
0,3596
0,383 0,3371
Arahan RTRW
Koefisien Korelasi, R Koefisien Determinasi, R
²
0,169 0,3797
0,238 0,3116
0,073 0,1507
BC Ratio Indeks Penanaman
Kesesuaian Lahan Sistem Irigasi
Jaringan Jalan
LKHL VARIABEL
KATEGORI FREKUENSI
SKOR RANGE
KORELASI PARSIAL
2. Berdasar atas nilai korelasi parsial dengan selang kepercayaan 99 produktivitas lahan pertanian padi sawah tidak mempunyai hubungan yang
nyata dengan Indeks Penanaman IP, namun jika selang kepercayaan diturunkan menjadi 95 diperoleh batas nilai absolut r = 0,2558 maka
produktivitas lahan pertanian padi sawah mempunyai hubungan dengan Indeks Penanaman IP. Hal ini menunjukkan bahwa keterkaitan hubungan antara
produktivitas dengan IP tidak terlalu nyata. Sedangkan dari nilai Skor kategori diperlihatkan bahwa produktivitas hanya mempunyai hubungan yang selaras
pada lahan yang mempunyai IP 250. Sedangkan pada lahan dengan IP 250 mempunyai hubungan yang tidak selaras terbalik untuk menggambarkan
produktivitas. Hal ini berarti bahwa IP kurang dapat untuk menggambarkan produktivitas lahan padi sawah.
3. Kelas kesesuaian lahan yang merupakan parameter sesuai secara fisik mempunyai hubungan yang tidak selaras dengan produktivitas. Hal ini sangat
dimungkinkan karena wilayah penelitian sebagian besar mempunyai kelas kesesuaian lahan hampir seragam S2, dimana faktor pembatasnya umumnya
berupa media perakaran r, retensi hara f dan hara tersedia n. Semasa faktor pembatasnya ini dapat dipenuhi maka secara potensial lahan di daerah ini
mempunyai kesesuaian lahan yang relatif sama, yang membedakan hanyalah Sistem Usaha Tani dalam mengoptimalkan dalam produktivitas lahan. Dengan
adanya kesesuaian lahan yang seragam ini maka pengaruh kesesuaian lahan pada produktivitas pada penelitian ini tidak dapat dilihat. Dengan demikian
faktor kesesuaian lahan pada wilayah penelitian ini tidak dapat digunakan untuk melihat pengaruhnya terhadap produktivitas.
4. Sistem irigasi mempunyai hubungan nyata dengan produktivitas pada lahan sawah beririgasi sederhana tadah hujan. Dimana justru lahan sawah dengan
irigasi sederhana umumnya mempunyai produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan irigasi teknis. Perlu diingat bahwa pada wilayah
penelitian mempunyai sistem irigasi yang sudah bagus dan mapan. Sebenarnya pada sawah beririgasi teknis ketersediaan air cenderung melimpah. Pada sawah
irigasi sederhana tadah hujan penggunaan air irigasinya hanya sesuai kebutuhan sangat optimal, selain itu pola tanam pada lahan ini umumnya
berpola Padi-Padi-Bera atau Padi-Padi-Palawija, pada kondisi demikian akan memberikan kesempatan terjadinya konservasi tanah dan air. Tanah akan
mempunyai unsur hara dan bahan organik yang terpelihara, PH tanah terjaga, tidak terjadi akumulasi senyawa tertentu pada perakaran yang merugikan
tanaman, tidak terjadi kejenuhan tanah oleh air dan pemanfaatan sumberdaya air lebih efisien.
5. Kelas dan fungsi jalan mempunyai hubungan yang selaras dengan produktivitas yaitu pada kategori jalan lainnya jalan lahan usaha tani dan
jalan arteri. Dengan dipenuhinya jalan asses utama arteri dan adanya jalan lahan usaha tani akan mendorong produktifitas lahan padi sawah. Justru
dengan pembukaan asses jalan lainnya kolektor dan lingkungan akan dimungkinkan adanya fragmentasi lahan atau backwash effect.
6. Produktivitas mempunyai hubungan nyata dengan Luasan Kesatuan Hamparan Lahan LKHL pada luasan agak luas 20 -50 ha dan sedang hingga sempit
10-20 ha, sedangkan pada LKHL 50 ha justru mempunyai hubungan yang terbalik dengan produktivitas, artinya semakin luas LKHL maka semakin
rendah produktivitasnya. Hal ini bisa dimungkinkan karena pada lahan yang sangat luas akan rawan adanya hama, rawan kelangsungan ketersediaan air
terutama dalam masa awal tanam atau masa produksi. 7. Arahan Kebijakan Pemerintah daerah lewat RTRWK untuk lahan pertanian
dan pengembangan kota kecamatan mempunyai hubungan nyata dengan produktivitas. Hal ini berarti dukungan pemerintah daerah dalam arahan untuk
lahan pertanian akan dapat memacu produktivitas lahan pertanian padi sawah. Namun untuk arahan berupa non pertanian permukiman, zona industri, dan
lain-lain memperburuk produktivitas lahan pertanian padi sawah. Dari uraian di atas dapat ditarik suatu simpulan bahwa produktivitas lahan
pertanian padi sawah tinggi jika mempunyai BCR 2, sistem irigasi tadah hujan optimal, didukung dengan jalan lahan usaha tani dan arteri, luasan kesatuan
hamparan lahan 10 - 50 ha dan mempunyai arahan RTRWK sebagai lahan pertanian basah dan kering dan sebagai pengembangan kota kecamatan.
Korelasi Antar Parameter
Keterkaitan antar variabel diketahui dari matriks korelasi antar variabel hasil analisis Hayashi. Korelasi ini digunakan untuk mengukur taraf nyata masing-
masing variabel parameter. Dari analisis ini diperoleh matrik korelasi sebagai berikut :
Tabel 17. Matriks Korelasi antar Variabel yang telah Dikwalifikasi
Dari informasi tabel ini dapat digambarkan skala kuantitatif struktur hubungan antar variabel sebagai berikut bahwa :
1. Produktivitas mempunyai korelasi positif terhadap semua variabel, namun mempunyai hubungan yang nyata terhadap Sistem Irigasi, Luasan Kesatuan
Hamparan Lahan LKHL dan BCR. Hal ini mempunyai arti bahwa dengan sistem irigasi yang baik akan mendapatkan produktivitas yang tinggi,
sebaliknya jika sistem irigasinya buruk akan memperoleh produktivitas padi sawah yang rendah. Begitu juga dengan LKHL, semakin luas LKHL maka
akan memperoleh produktivitas yang tinggi. Jika pernyataan ini dihubungkan dengan hasil korelasi antar variabel penjelas dengan vaiabel tujuan maka akan
diperoleh hasil bahwa Sistem Irigasi yang baik adalah irigasi yang optimal, artinya irigasi yang menggunakan air yang dapat memberikan kesempatan
adanya kegiatan konservasi tanah dan air. Kondisi ini dapat dicapai dengan sistem pola tanam Padi-Padi-Palawija dan Sistem Usaha Tani yang ramah
lingkungan. Sedangkan untuk areal LKHL yang dapat mengoptimalkan produktivitas padi sawah adalah lahan-lahan yang mempunyai areal LKHL
antara 10 – 50 ha. BCR mempunyai korelasi nilai nyata pada taraf 0,05. Hal
Produktivi tas
BC Ratio Indeks
Penanama n
Kesesuaia n Lahan
Sistem Irigasi
Jaringan Jalan
LKHL Arahan
RTRW y
x1 x2
x3 x4
x5 x6
x7 Produktivitas
y 1,0000
BC Ratio x1
0,3190 1,0000
Indeks Penanaman x2
0,1550 -0,1100
1,0000 Kesesuaian Lahan
x3 0,2030
0,0520 0,1910
1,0000 Sistem Irigasi
x4 0,3700
0,0080 -0,1490
0,0710 1,0000
Jaringan Jalan x5
0,2520 0,0860
-0,1570 0,0840
0,0250 1,0000
LKHL x6
0,3640 0,1430
0,2770 0,0920 0,3560
-0,0450 1,0000
Arahan RTRW x7
0,2410 -0,0460
-0,2170 -0,0980
-0,0130 -0,0150
-0,3720 1,0000
Batas Nilai Absolut r yang nyata pada taraf 0,05 = 0,2558 Batas Nilai Absolut r yang nyata pada taraf 0,01 = 0,3445
ini menunjukkan bahwa walaupun lebih kecil nialai koerelasinya dari yang lain, masih terdapat korelasi positif antara BCR dengan produktivitas padi
sawah, artinya dengan nilai BCR yang tinggi akan mendapatkan produktivitas yang tinggi juga, begitu juga dengan produktivitas yang tinggi akan
menghasilkan nilai BCR yang tinggi juga. 2. Sistem irigasi mempunyai korelasi positif dengan LKHL. Hal ini mempunyai
arti bahwa dengan adanya sistem irigasi yang baik akan membuka kesempatan masyarakat untuk mengusahakan lahan padi sawah, sehingga LKHL semakin
luas. Sebaliknya jika sistem irigasinya kurang tidak baik maka masyarakat enggan untuk mengusahakan lahan padi sawah, dan LKHL akan lebih sempit.
Jika pernyataan ini dihubungkan dengan hasil korelasi antar variabel penjelas dengan vaiabel tujuan maka akan diperoleh hasil bahwa lahan yang
mempunyai produktivitas optimal adalah lahan-lahan yang mempunyai LKHL antara 10 – 50 ha. Jadi untuk memperoleh hasil maksimum sebaiknya setiap
tali air dari sistem irigasi yang ada harus dapat diatur sedemikian rupa dapat mengairi lahan padi sawah maksimal 50 ha.
3. LKHL mempunyai hubungan nyata terbalik dengan Arahan RTRW, artinya semakin luas LKHL maka semakin tidak sesuai dengan arahan RTRW, atau
semakin sempit LKHL maka semakin sesuai dengan arahan RTRW. Hal ini berarti Pemerintah Daerah menghendaki adanya pengaturan adanya LKHL ini.
Jika pernyataan ini dihubungkan dengan hasil korelasi antar variabel penjelas dengan vaiabel tujuan maka dapat dikatakan bahwa arahan kebijakan Pemda
ini akan positif terhadap produktivitas padi sawah jika peruntukan lahan untuk pertanian dan pengembangan kota kecamatan.
4. Terdapat hubungan antara Indeks Penanaman dengan LKHL, walaupun pada korelasi nilai nyata pada taraf 0,05. Korelasi positif ini lebih rendah dari
korelasi-korelasi lainnya. Hal ini berarti semakin tinggi IP semakin luas juga LKHL, begitu sebaliknya. Namun variabel IP bukan merupakan parameter
yang mempunyai korelasi nyata langsung dengan produktivitas. Dari uraian di atas dapatlah ditarik beberapa pernyataan bahwa dari ke 9
sembilan parameter yang digunakan untuk pemilihan LPPB ini, hanya 4 empat parameter yang mempunyai keterkaitan langsung satu dengan yang lainnya, yaitu
Produktivitas, Sistem Irigasi, LKHL dan BCR. Sedangkan arahan RTRW tidak berhubungan langsung, hanya sebagai penentu akhir aspek kebijakan dalam
pemilihan LPPB.
Mengenali Parameter Lahan Pertanian Padi Sawah Berkelanjutan
Dari hasil analisis tersebut di atas terdapat hal yang dapat dikemukakan berkaitan dengan LPPB ini, antara lain bahwa:
1. Produktivitas padi sawah merupakan gambaran hasil interaksi dari hasil kombinasi antara kondisi fisik lahan dan sistem usaha tani. Variabel ini
merupakan parameter yang mempunyai pengaruh terhadap penentuan LPPB. Data produktivitas padi sawah dinyatakan dalam ukuran tonhamusim. Data
Produktivitas dapat diperoleh dari hasil ekstraksi citra MODIS Terra-Aqua yang diakusisi secara series.
2. Sistem Irigasi merupakan variabel penopang apakah lahan dapat digunakan menjadi lahan padi sawah atau tidak, karena setiap usaha lahan padi sawah
memerlukan air irigasi untuk menggarap lahan padi sawah. Pada penelitian ini sistem irigasi dibedakan menjadi Irigasi Teknis IT, Irigasi Semi Teknis IST,
Irigasi Sederhana Tadah HujanTH dan Irigasi Pasang Surut IPS. Namun berdasarkan hasil analisis, sistem irigasi hanya dapat dibedakan menjadi
Beririgasi dan Tidak beririgasi. Yang disebut lahan beririgasi adalah IT, IST dan TH, sedangkan disebut lahan tidak beririgasi adalah wilayah Pasut IPS
dan Lebak. Data Sistem Irigasi dapat dikenali dari citra ALOS AVNIR-2. 3.
BC Ratio merupakan penentu kelayakan LPPB secara ekonomi. BCR diukur dari cost dari produksi dan benefit yang diperoleh dari volume produksi lahan.
Guna mengukur BCR diperlukan data produktivitas, indeks penanaman dan data cost dari suatu pengusahan lahan padi sawah. Data produktivitas dan
indeks penanaman dapat diperoleh dari hasil ekstraksi dari MODIS Terra-Aqua yang diakusisi secara series, sedangkan data cost pengusahan lahan padi sawah
diperoleh dari data lapangan. 4. Suatu lahan dapat diupayakan masyarakat untuk padi sawah jika lahan tersebut
secara fisik sesuai dan secara ekonomi dikatakan layak. Gejala bahwa masyarakat dapat menerima dalam pengupayaan lahan padi sawah ini dapat
dicerminkan dengan luasan kesatuan hamparan lahan LKHL. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa LKHL merupakan indikasi pengusahan lahan padi sawah diterima secara sosial. Data LKHL dapat diekstraksi dan dideliansi
dari citra ALOS AVNIR-2.
Karakteristik LPPB
Berdasar pada hasil analisis yang dilaksanakan, serta mengacu pada pengertian LPPB yaitu sebagai suatu kawasan budidaya yang merupakan lahan
yang sesuai secara fisik untuk pertanian padi sawah, layak secara ekonomi untuk diusahakan untuk pertanian padi sawah dan diterima secara sosial untuk dijadikan
sebagai lahan pertanian padi sawah. Dengan demikian dapat dikatakan kawasan lahan pertanian padi sawah bisa dikatakan berkelanjutan jika memenuhi kriteria
sesuai secara fisik, yang bisa dicerminkan dari produktivitas di atas 4,5 tonha standar produktivitas P. Jawa, BBSDLP 2006, tidak pernah mengalami
penurunan yang sigificant selama 5 tahun terakhir. Dengan tidak adanya penurunan produktivitas yang drastis berarti lahan tersebut belum mengalami
adanya penurunan potensi atau degradasi lahan. Sesuai secara fisik didukung juga dengan sistem irigasi yang optimal. Sistem Irigasi yang optimal adalah sistem
irigasi yang menggunakan air yang dapat memberikan kesempatan adanya kegiatan konservasi tanah dan air. Hal ini dapat dicapai dengan sistem pola tanam
Padi-Padi-Palawija dan Sistem Usaha Tani yang ramah lingkungan. Kelayakan secara ekonomi dapat dilihat dari nilai BCR di atas BEP yaitu pada lahan-lahan
yang mempunyai BCR 1,497. Pada lahan yang mempunyai hasil demikian berarti petani dengan lahan 1 ha telah dapat hidup cukup layak di daerah
penelitian. Sedangkan kriteria diterima sosial dapat diindikasikan dari LKHL. LKHL merupakan cerminan dari masyarakat mau menerima pengusahaan lahan
tersebut untuk padi sawah. Pengusahaan lahan padi sawah akan dapat dilaksanakan jika kondisi geofisik dan secara ekonomi dianggap memenuhi
kriteria yang dipahami oleh masyarakat. Semakin luas LKHL berarti masyarakat semakin menerima akan pengusahaan lahan padi sawah tersebut.
Kriteria Penentu Pemilihan LPPB
Dari pengertian bahwa LPPB adalah suatu lahan pertanian padi sawah beririgasi teknis, semi teknis, sederhana tadah hujan, yang mempunyai
produktivitas diatas 4,5 tonha, mempunyai BCR 1,497 dan mempunyai LKHL 10 ha maka disusun kriteria untuk memilih LPPB sebagaimana tabel berikut :
Tabel 18. Kriteria Penentu LPPB
Berdasarkan dari kriteria tersebut kawasan lahan pertanian sawah dibedakan menjadi 7 tujuh kelas sebagaimana uraian berikut :
1. LPPB 1 merupakan bidang lahan pertanian beririgasi, mempunyai
produktivitas 4,5 tonha, BCR 1,497 dan dengan LKHL 10 ha. Kawasan ini merupakan wilayah lahan pertanian padi sawah berkelanjutan yang
sempurrna. Kawasan ini menempati sebagian besar wilayah penelitian, sangat potensial dan wajib untuk dilindungi dari alih fungsi lahan.
2. LPPB 2 merupakan bidang lahan pertanian beririgasi, mempunyai
produktivitas 4,5 tonha, BCR 1,497 dan LKHL 10 ha. Pada dasarnya kawasan ini sama dengan LPPB 1, hanya saja kelas ini menempati wilayah
yang sempit dan tersebar dengan luasan yang kecil di antara penggunaan lahan yang lainnya. Dengan luasan kawasan yang kecil, kelas ini rawan adanya alih
fungsi lahan, sehingga perlu perhatian khusus untuk perlindungan dalam alih fungsi lahan.
3. LPPB 3 pada dasarnya hampir sama dengan LPPB 1, bedanya pada LPPB 3
tidak beririgasi. Dengan potensi lahan yang cukup memadahi, apalagi kalau wilayah ini diupayakan jaringan irigasinya, wilayah ini akan bertambah baik
potensinya. Kawasan ini umumnya tersebar di daerah lebak.
4. LPPB 4 merupakan bidang lahan pertanian padi sawah yang beririgasi,
mempunyai produktivitas 4 tonha, LKHL 10 ha, hanya saja BCR 1,497. Hal ini menunjukkan bahwa untuk pengolahan lahan di wilayah ini
Produktivitas LKHL
tonha ha
1 4,5
1,497 10
KLPPB 1 2
4,5 1,497
10 KLPPB 2
3 4,5
1,497 10
KLPPB 4 4
4,5 1,497
10 KLPPB 5
5 4,5
1,497 10
Cad. KLPPB 6
4,5 1,497
10 Cad. KLPPB
7 4,5
1,497 10
KLPPB 3 8
4,5 1,497
10 Bukan KLPPB
9 Bukan KLPPB
Selain kombinasi di atas MODEL
BCR Sistem Irigasi
KLASIFIKASI
Tidak Berigasi Lebak, Pasut
Beririgasi IT, IST, TH
PARAMETER PENENTU
membutuhkan cost produksi yang lebih besar tidak seimbang dengan hasil panennya. Kondisi ini diakibatkan oleh beberapa sebab diantaranya kondisi
potensi fisik lahan, sistem usaha tani yang tidak sesuai, bisa juga karena sering terkena hama penyakit padi.
5. LPPB 5 merupakan bidang lahan pertanian padi sawah yang beririgasi,
mempunyai produktivitas 4 tonha, BCR 1,497 dan LKHL 10 ha. Kawasan lahan pertanian padi sawah seperti ini di wilayah penelitian tidak ada.
6. Cadangan LPPB merupakan bidang lahan pertanian padi sawah yang
potensial beririgasi, mempunyai pembatas produktivitas dan BCR di bawah nilai syarat LPPB. Namun karena sudah mempunyai modal sistem irigasi maka
perlu diupayakan keberlanjutannya dengan pengolahan lahan yang optimal melalui sistem usaha tani yang efisien.
7. Bukan LPPB merupakan bidang lahan pertanian padi sawah yang tidak
beririgasi, mempunyai produktivitas, BCR dan LKHL di bawah nilai syarat LPPB. Kawasan lahan seperti ini disarankan untuk dapat dialih-fungsikan
menjadi penggunaan lain agar lebih optimal, seperti untuk tambak, hutan produksi, atau yang lainnya.
Teknik Pengenalan LPPB Melalui Citra Penginderaan Jauh
Pada tahap awal kegiatan dilaksanakan penyadapan data penggunaan lahan dan sistem irigasi melalui citra satelit yang mempunyai resolusi spasial sedang ±
10 m seperti ALOS, SPOT, dst. Pada resolusi spasial demikian suatu obyek mempunyai kisaran nilai piksel yang cukup bervariasi, oleh karena itu
penyadapan data sebaiknya menggunakan cara interpretasi secara visual dengan pendekatan pola tanggap spektral dan karakteristik dasar penciri obyek berupa
ronawarna, tekstur, pola, ukuran, bentuk, bayangan dan situs. Data penggunaan lahan yang diperoleh selanjutnya dibedakan menjadi sawah dan non sawah. Data
sawah dibedakan menjadi sawah beririgasi dan sawah tidak beririgasi. Sawah beririgasi dapat dikenali dari adanya kenampakan sawah yang jenuh air dan
adanya jaringan irigasi atau sumber air yang terhubung dengan sawah tersebut. Data sawah yang dilengkapi dengan sistem irigasi dan jaringan jalan dari
penggunaan lahan digunakan untuk mengkelaskan data luasan kesatuan hamparan lahan LKHL.
Bersamaan dengan kegiatan ini dilaksanakan juga ekstraksi data EVI melalui citra satelit yang mempunyai resolusi spasial kecil dan resolusi temporal
baik Seperti MODIS. Data EVI dimaksudkan untuk mengetahui produktivitas padi sawah. Data produktivitas padi sawah didekati dengan mengetahui
keterkaitan antara besarnya nilai EVI pada posisi picpoint dengan produktivitas padi sawah aktual yang di peroleh dari survei lapangan. Keterkaitan ini diuji
dengan uji statistik korelasi. Persamaan yang didapat digunakan untuk menduga produktivitas padi sawah series tahun-tahun sebelumnya. Sedangkan Indeks
Penanaman diketahui dari jumlah picpoint dari undulan parobolik yang dinampakkan pada grafik antara nilai EVI dan periode waktu dari citra yang
digunakan. Grafik nilai EVI dengan periode waktu series beberapa tahun juga dapat digunakan untuk membaca gejala yang berkembang pada lahan sawah,
seperti perkembangan pertumbuhan padi, adanya gangguan terhadap tanaman padi, perkiraan gagal panen dan adanya degradasi lahan.
Survei lapangan dilaksanakan pada lokasi sampel dengan pendekatan unit lahan. Pengambilan sampel unit lahan secara Stratified Purposive yang disusun
dari data Penggunaan Lahan Sawah, Sistem Irigasi dan Jenis Tanah. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain berupa ground cecking data hasil interpertasi citra
dan wawancara untuk memperoleh data cost produksi dan data produktivitas aktual.
Sedangkan data BCR diperoleh dari hasil perhitungan dari data Produktivitas dan Indeks Penamanan yang diperoleh dari citra MODIS yang
dipadu dengan data Cost produksi dari lahan padi sawah yang diperoleh dari survei lapangan. Dalam menghitung BCR ini diketahui juga nilai BCR pada posisi
BEP untuk hidup para petani di wilayah penelitian. Kegiatan selanjutnya adalah penentuan kriteria yang digunakan untuk
klasifikasi LPPB di wilayah penelitian. Lahan sawah yang memenuhi kriteria yang ditentukan digolongkan menjadi LPPB. Pememilihan LPPB juga bisa
dilaksanakan dengan analisis spasial dengan Sistem Informasi Geografi SIG menggunakan dasar kriteria yang telah ditetapkan.
Pendekatan Metodologi pelaksanaan Teknik Pemilihan Lahan Pertanian Padi Sawah Berkelanjutan ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 23. Diagram Alir Teknik Pemilihan Lahan Pertanian Padi Sawah Berkelanjutan
Dari proses kegiatan Teknik Pemilihan Lahan Pertanian Padi Sawah Berkelanjutan ini diperoleh Peta hasil sebagaimana Peta Arahan Lahan Pertanian
Padi Sawah Berkelanjutan Wilayah Penelitian sebagai berikut.
Citra ALOS Citra MODIS
Data Sekunder
TanahKL Ekstraksi Data
Ekstraksi Data
Non Sawah Sawah
LKHL Sistem
Irigasi
Unit Lahan
EVI
Produk tivitas
Indeks Penanaman
Survei Lapangan
BCR P. Cost
P. Aktual
Analisis Spasial LPPB
Gambar 24. Peta Arahan Lahan Pertanian Padi Sawah Berkelanjutan Wilayah Penelitian
PETA ARAHAN LAHAN PERTANIAN PADI SAWAH BERKELANJUTAN
Cara lain dalam pengenalan LPPB melalui metode penginderaan jauh adalah melalui pembacaan grafik nilai EVI secara series atau grafik nilai produktivitas
secara series. Berdasar dari hasil analisis yang telah dilaksanakan bahwa produktivitas mempunyai korelasi yang nyata dengan sistem irigasi, BCR, LKHL
maupun dari aspek kebijakan RTRWK. Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya data produktivitas yang dapat disadap dari citra penginderaan jauh dan
digambarkan dalam grafik bisa digunakan untuk mencerminkan ke empat variabel aspek keberlanjutan tersebut. Keberlanjutan dapat dilihat dari bentuk grafik yang
konstan bertahan mendatar, cenderung naik atau jika ada fluktuasi namun tidak significant.
Gambar 25. Grafik Produktivitas dan Berbagai Kelas LPPB Aspek kesempurnaan bentuk parabolik dari grafik nilai EVI series juga dapat
digunakan untuk mengetahui perkembangan produktivitas, pertumbuhan tanaman padi, gangguan hama, dan menduga adanya degradasi lahan, seperti yang dapat
ditunjukkan pada Gambar 21 dan Gambar 22.
LPPB 1
LPPB 4 LPPB 3
LPPB 2
KESIMPULAN
Sesuai dengan tujuan penelitian dan hasil yang diperoleh dalam penelitian maka dapat disampaikan beberapa kesimpulan penelitian sebagai berikut :
1. Pada penelitian ini citra ALOS AVNIR-2 diketahui mampu menyajikan data penggunaan lahan, jaringan jalan, sistem irigasi dan Luasan Kesatuan
Hamparan Lahan LKHL. Pengenalan data ini melalui pola tanggap spektral dan karakteristik dasar penciri obyek. Guna pendugaan produktivitas padi
sawah dari citra MODIS Terra-Aqua dapat digunakan persamaan Prod = 2,9785 + 6,0751Nilai EVI,
sedangkan data Indeks Penanaman dapat diabaca dari grafik nilai EVI series. Dengan metode ini diketahui bahwa simpangan
antara data produktivitas aktual dengan data produktivitas dari citra sebesar 7,63 setara dengan perbedaan produktivitas sebesar 0,24 tonhamusim dan
perbedaan Indeks Penanaman aktual dengan hasil penyadapan dari citra MODIS sebesar 3,63 atau setara dengan nilai Indeks penanaman sebesar 10
persen. Berdasar nilai simpangan tersebut maka dapat dikatakan bahwa Citra MODIS Terra-Aqua series dapat digunakan untuk mengetahui Produktivitas
dan Indeks Penanaman padi sawah di suatu wilayah. 2. Dari uji signifikansi dengan selang kepercayaan 99 dan 95 diketahui
bahwa dari kesembilan parameter yang digunakan hanya terdapat empat parameter yang mempunyai keterkaitan langsung dengan LPPB yaitu
Produktivitas, Sistem Irigasi, BCR dan LKHL. Dari pemahaman ini dapat didefinisikan bahwa LPPB adalah hamparan lahan yang secara fisik sesuai
untuk pertanian padi sawah yang didukung dengan sistem irigasi dan mempunyai produktivitas diatas 4,5 tonha, layak secara ekonomi ditandai
dengan BCR 1,497 dan diterima secara sosial dapat dilihat dari kenampakan
LKHL 10 ha.
3. Teknik pemilihan lahan pertanian padi sawah berkelanjutan dapat dibangun melalui metode penginderaan jauh. Kegiatannya dimulai dari penyadapan data
parameter melalui citra, ceking lapangan, pembangunan kriteria sesuai kondisi lapangan, klasifikasi LPPB melalui analisis spasial dan penyajian hasil berupa
Peta LPPB.
SARAN
Berkenaan dengan kondisi lapangan yang ada dan guna menjaga adanya keberlangsungan dalam mengupayakan lahan pertanian padi sawah berkelanjutan
terdapat beberapa saran yang perlu disampaikan antara lain bahwa : 1. Perlu adanya normalisasi saluran irigasi di beberapa wilayah yang menjadi
lokasi genangan banjir di musim penghujan akibat adanya tidak berfungsinya saluran irigasi sebagaimana mestinya oleh karena beberapa sebab, baik akibat
dari saluran irigasi yang rusak atau outlet saluran irigasi yang terlalu kecil dan tidak sesuai dengan volume debit air yang ada. Selain itu juga pada lokasi-
lokasi yang tidak bisa terjamah oleh sistem irigasi. Kondisi demikian akan mengganggu sistem usaha tani dan produktivitas padi sawah.
2. Guna memberikan kesempatan adanya proses konservasi tanah dan air maka disarankan untuk pola tanam Padi-Padi-Palawija atau Padi-Palawija-Padi.
Dengan pola tanam demikian, dari sisi kelayakan ekonomi juga akan mempunyai nilai tambah melalui 1 satu kali panen palawija. Dengan
demikian perlunya disosialisasikan adanya pola tanam Padi-Padi-Palawija. 3. Sebaiknya wilayah yang telah ditetapkan dalam kawasan lahan pertanian padi
sawah berkelanjutan disarankan untuk ditetapkan menjadi zona pertanian dan tidak bisa dialih-fungsikan menjadi kawasan lainnya.
4. Kesesuaian lahan pada kawasan padi sawah di wilayah penelitian Cukup Sesuai dan Sesuai Marginal, dengan faktor pembatas retensi hara, media
perakaran dan hara tersedia. Dengan faktor pembatas demikian maka kesesuaian lahan yang ada secara potensial hampir seragam. Pada kondisi
demikian variabel kesesuaian lahan tidak dapat digunakan untuk mengenali aspek keberlanjutan di wilayah penelitian. Oleh karena itu perlu adanya
percobaan penggunaan faktor Kesesuaian Lahan ini pada wilayah yang mempunyai variasi kesesuaian lahan yang beragam guna melihat aspek
keberlanjutan.
GLOSSARY
Teknik Pemilihan adalah suatu prosedur yang mencakup berbagai tindakan
pemikiran, pola kerja, cara teknis dan tata langkah guna memerikan, memilih dan mendeliniasi lahan pertanian padi sawah berkelanjutan.
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah suatu bidang lahan pertanian
yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kedaulatan dan ketahanan pangan nasional
UU no.412009. Pada penelitian ini lahan pertanian pangan dikhususkan pada lahan pertanian padi sawah, karena produksi padi beras merupakan
cerminan langsung ketersediaan pangan masyarakat Indonesia.
Kawasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah wilayah budidaya
pertanian terutama pada wilayah perdesaan yang memiliki hamparan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan danatau hamparan Lahan Cadangan Pertanian
Pangan Berkelanjutan serta unsur penunjangnya dengan fungsi utama untuk mendukung kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional UU
no.412009.
Lahan Pertanian Padi Sawah oleh Puslitbangtanak 2003 didefinisikan sebagai
suatu tipe penggunaan lahan yang untuk pengelolaannya memerlukan genangan air. Oleh karena itu sawah selalu mempunyai permukaan datar atau
didatarkan dibuat teras, dan dibatasi oleh pematang untuk menahan genangan. Berdasarkan sumber air yang digunakan dan keadaan genangannya
sawah dibedakan menjadi sawah irigasi, sawah tadah hujan, sawah lebak dan sawah pasang surut.
Produktivitas Pertanian adalah produksi rata-rata suatu lahan sawah dalam
menghasilkan padi dalam periode waktu tertentu dan dinyatakan dalam tonhamusim.
EVI Enhanced Vegetation Index adalah penajaman indeks vegetasi yang
dilakukan dengan cara koreksi radiometrik dari pengaruh kondisi lahan tanah dan kerapatan kanopi dan aerosol yang terdeteksi oleh band biru serta posisi
penyinaran matahari. Dengan menggunakan metode tersebut dapat memonitor perkembangan tanaman pertanian mulai dari masa tanam,
pemeliharaan hingga produksi. Sehingga produksi hasil pertanian secara kualitas dan kuantitas dapat diprediksi dengan baik.
Indeks Penanaman adalah indeks penanaman padi sawah IP padi yang terdiri
dari lahan sawah yang ditanami padi berapa kali dalam setahun dan dinyatakan dalam persen Seperti 1X berarti 100, 2X berarti 200, dst.
Kesesuaian Lahan adalah lahan yang secara biofisik terutama dari aspek
kelerengan, iklim, sifat fisik, kimia, dan biologi cocok dikembangkan untuk pertanian pangan UU no.412009. Kesesuaian lahan yang dimaksud pada
penelitian ini kesesuaian lahan pada kondisi aktual, pada tingkat kelasSub
Kelas. Potensi Teknis Lahan
adalah lahan yang secara biofisik, terutama dari aspek topografilereng, iklim, sifat fisika, kimia, dan biologi tanah sesuai atau cocok
dikembangkan untuk pertanian UU no.412009.
Kelayakan Secara Ekonomi adalah kesesuaian lahan kuantitatif yang didasarkan
atas pertimbangan ekonomi, seperti input-output atau cost-benefit Pusltbang Tanah dan Agroklimat 2003.
Ketersediaan Infrastruktur adalah ketersediaan infrastruktur pendukung
pertanian pangan antara lain sistem irigasi, jalan usaha tani, dan jembatan UU
no.412009. Luasan Kesatuan Hamparan Lahan
adalah sebaran dan luasan hamparan lahan yang menjadi satu kesatuan sistem produksi pertanian yang terkait sehingga
tercapai skala ekonomi dan sosial budaya yang mendukung produktivitas dan efisiensi produk UU no.412009.
Penggunaan Lahan adalah bentuk penutupan permukaan lahan atau pemanfaatan
lahan baik yang merupakan bentukan alami maupun buatan manusia UU no.412009. Penggunaan lahan merupakan aspek bentuk peruntukan pemukaan
lahan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Undang – Undang Republik Indonesia nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Jakarta: Ditjen Penataan Ruang DPU.
Bupati Karawang. 2004. Peraturan Daerah Kabupaten Karawang nomor 19 tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karawang. Lembaran
Daerah Kabupaten Karawang nomor 19 Seri E. Chen Z, Li S, Ren J, Gong P, Zhang M, Wang L, Xiao, Jiang D. 2008. Monitoring
and Management of Agriculture with Remote Sensing. Advance in Land Remote Sensing Beijing. Springer Science Busines Media 15 : 397 – 421.
Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan. 2009. Rencana Pembangunan Pertanian Kabupaten Karawang. Laporan Akhir Penyusunan Rencana
Pembangunan Pertanian Kabupaten Karawang. Karawang : PT. Bina Matra Wahana.
Dirgahayu D dan Parwati. 2004. Identifikasi Tingkat Kehijauan Tanaman Padi Menggunakan EVI Enhanched Vegetation Index MODIS 250 M. Jakarta :
Bidang Pengembangan dan Pemanfaatan Penginderaan Jauh. Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan teknologi Penginderaan Jauh.
Dirgahayu D, Adhyani NL dan Nugraheni. 2005. Model Pertumbuhan Tanaman Padi Menggunakan data MODIS Untuk Pendugaan Umur Padi Sawah.
Proceding Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIVdi ITS Surabaya : 17 – 24. Djaenudin, Marwan, Subagjo dan Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan
Untuk Komoditas Pertanian. Bogor : Balai Penelitian Tanah – Puslibangtanak – BP3 Deptan.
Hardjowigeno S dan Widiatmaka, 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Lahan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Heidina F. 2010. Produksi dan Produktivitas Padi di Kecamatan Ciasem Kabupaten Subang. Skripsi. Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan
ITSL – IPB. Huete AR, Liu HQ, Batchily K and Van Leeuwen W. 1997. A Comparisons of
Vegetation Indices Global Set of TM Images for EOS MODIS. Remote Sensing of Environtment 59 : 440 - 451.
JAXA. 2007. ALOS User Handbook. Earth Observation Research Center. Japan Aerospace Exploration Agency JAXA.
Lillesand, TM. dan Kiefer, RW. 1993. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Menteri Hukum dan HAM. 2009. Undang – Undang Republik Indonesia nomor 41 tahun 2009 tentang Undang-Undang Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan. Jakarta. Pasaribu B. 2007. Implikasi Undang-Undang Lahan Pertanian Pangan Abadi
Terhadap Ketahanan Pangan Nasional. Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lahan dan Lingkungan Pertanian. Bogor : BBLSLP – Badan
Litbang Pertanian Departemen Pertanian. Hlm. 1 – 23. Pemkab Karawang. 2003. Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Karawang. Buku Analisis. Karawang : Bappeda kabupaten Karawang. Purwadhi FSH dan Sanjoto TB. 2010. Pengantar Interpretasi Citra Penginderaan
Jauh. Jakarta : LAPAN-UNES Ritung S, Supriatna, Hidayat A. 2007. Kriteria Biofisik Untuk Penetapan Lahan
Pertanian Abadi Dalam Mencegah Konversi Lahan Pertanian, Studi Kasus di Provinsi Jawa Barat dan Lampung. Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya
Lahan dan Lingkungan Pertanian. Bogor : BBPPSLP – Badan Litbang
Pertanian Departemen Pertanian. Hlm 311 – 322.
Ritung S, Hidayat, Wahyunto. 2008. Penyusunan Peta Lahan Abadi 15 Juta Hektar Lahan Sawah dan 15 Juta Hektar lahan Kering dan Reforma Agraria.
Laporan Akhir Penelitian. Bogor : BBPPSLP – Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian.
Rustiadi E, Wafda R. 2007. Urgensi Lahan Pertanian Pangan Abadi. Makalah Pertemuan Teknis Pengelolaan Lahan. Denpasar : Dirjen PLA Deptan.
Rustiadi E, Wafda R. 2007. Lahan Pertanian Pangan Abadi Sebagai Syarat Dalam Pembangunan Pertanian dan Peningkatan Kesejahteraan Rakyat. Makalah
Seminar Kebijakan Pengembangan Lahan Pertanian Abadi. Jakarta : P4W - Deptan.
Syakur AR dan Adnyana IWS. 2009. Analisis Indeks Vegetasi Menggunakan Citra ALOS AVNIR 2 dan Sistem Informasi Geografi SIG untuk Evalusi
Tata Ruang Kota Denpasar. Jurnal Bumi Lestari Voulem 9 no.1. Hlm 1 – 11. Sitanggang G dan Harini S. 2008. Klasifikasi Penutup LahanTanaman Pertanian
Sawah Menggunakan Data Optik ALOS AVNIR-2 DAN PRISM. Proceding PIT MAPIN XVII di Bandung : 168 – 183.
Sekolah Pascasarjana IPB. 2008. Pedoman Penyajian Karya Ilmiah. Edisi Kedua. Bogor : IPB Press.
Supranto. 2004. Analisis Multivariat, Arti dan Interpretasi. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
United States Departement of Agricultural. 1998. Keys to Soil Taxonomy. Eight Edition. Natural Recources Coservation Services.
Wahyunto, Widagdo, Heryanto B. 2006. Pendugaan Produktivitas Tanaman Padi Sawah Melalui Analisis Citra Satelit. Informatika Pertanian Volume 15 : 853
– 869.
Lampiran 1 Komposisi dan Lokasi Sampel Unit Lahan Wilayah Penelitian
KOMPOSISI SAMPEL UNIT LAHAN WILAYAH PENELITIAN
78
No. Great Group
Status Irigasi Luas ha
Stratified Str. Purposive
1 Dystropepts
Pasang Surut 3,7
0,01 2
Dystropepts Irigasi Semi Teknis
121,7 0,24
3 Dystropepts
Irigasi Teknis 358,2
0,70 4
Dystropepts Tadah Hujan
420,6 0,82
1 5
Endoaquents Irigasi Teknis
21,3 0,04
KOMPOSISI SAMPEL UNIT LAHAN WILAYAH PENELITIAN
6 Endoaquents
Tadah Hujan 39,4
0,08 7
Eutropepts Irigasi Semi Teknis
360,4 0,70
1 8
Eutropepts Irigasi Teknis
1.802,5 3,52
2 2
9 Eutropepts
Tadah Hujan 209,8
0,41 1
10 Tropaquepts Pasang Surut
1.388,5 2,71
1 1
11 Tropaquepts Irigasi Teknis
42.922,6 83,73
34 30
12 Tropaquepts Tadah Hujan
1.809,0 3,53
2 2
p q p
j 13 Tropofluvents
Irigasi Semi Teknis 51,3
0,10 14 Tropofluvents
Irigasi Teknis 1.240,1
2,42 1
1 15 Tropofluvents
Tadah Hujan 512,6
1,00 1
51.261,7 100
40 40
Jumlah
Gambar Lokasi Sampel Unit Lahan Wilayah Penelitian
78
78 78
78 Tropofluvents
Irigasi Teknis
1 Tropaquepts
Irigasi Teknis
30 Dystropepts
Irigasi Teknis
1 Eutropepts
Irigasi Teknis
2 Eutropepts
Irigasi Semi Teknis
1 Tropofluvents
Tadah Hujan
1 Eutropepts
Tadah Hujan
1 +1
Endoaquents Tadah
Hujan Tropaquepts
Pasangsurut 1
Tropaquepts Tadah
Hujan 2
40
78
Lampiran 2 Hasil Ekstraksi EVI Layer Stacking Citra MODIS tahun 2005 - 2009
Lampiran 2 Hasil Ekstraksi EVI Layer Stacking Citra MODIS tahun 2005 - 2009
Lampiran 2 Hasil Ekstraksi EVI Layer Stacking Citra MODIS tahun 2005 - 2009
82
Keterangan : P = produktivitas T = periode panen
SUL- 1
SUL- 3 SUL- 2
SUL- 4
SUL- 6 SUL- 5
SUL- 8 SUL- 7
P
T
P P
P P
P
P P
T
T T
T T
T T
83
SUL- 14 SUL- 9
SUL- 10
SUL- 11 SUL- 16
SUL- 17 SUL- 12
SUL- 15
SUL- 13 SUL- 18
P P
P
T
T T
P P
P P
P P
P T
T
T T
T T
T
84
SUL- 19
SUL- 21 SUL- 24
SUL- 20 SUL- 25
SUL- 2 7 SUL- 26
SUL- 23 SUL- 22
SUL- 2 8
P
T P
P
P P
P T
T T
T
P P
P P
T T
T T
T
Lampiran 4 Karakteristik Wilayah di lokasi sampel Unit Lahan
ID Y
X1 X2
X3 X4
X5 X6
X7 X8
S X
Y Produktifitas
tonha BCR
Indeks Penanaman
Klas Kes. Lahan
Sistem Irigasi
Jaringan Jalan
LKHL ha
Pengg. Lahan
Arahan RTRWK
1 748287
9302727 6,39
1,59 250
S2fn Irigasi
Teknis Lainnya
95,50 Sawah
Pertanian Lahan Basah
Kp. Parungpung, Parungsari, Telukjambe Barat
2 747525
9298534 6,70
1,61 300
S2fn Irigasi
Teknis Kolektor
462,43 Sawah
Pertanian Lahan Basah
Kp. Pasirjengkol, Karangmulya, Telukjambe Barat
3 745411
9294653 6,19
2,09 200
S2fn Irigasi
Teknis Lainnya
199,32 Sawah
Zona Industri
Kp. Jatimulya, Wanakerta, Telukjambe Barat
4 752630
9306037 6,11
1,59 200
S2fn Irigasi
Teknis Arteri
8.019,00 Sawah
Permukiman Babakan
Toge, Tanjungmekar, Karawang Barat 5
756016 9306831
5,92 1,61
200 S2fn
Irigasi Teknis
Lokal 8.019,00
Sawah Pertanian
Lahan Basah Kp.
Buher, Karangpawitan, Karawang Barat 6
752249 9310136
6,04 1,67
200 S2fn
LebakTadah Hujan
Kolektor 15,94
Sawah Zona
Industri Kp.
Kaceot, Tunggakjati, Karawang Barat 7
756242 9310864
6,37 1,93
200 S2fn
Irigasi Teknis
Lokal 8.019,00
Sawah Pertanian
Lahan Basah Kp.
Cilele, Sekarwangi, Rawamerta 8
759861 9308126
6,51 2,05
200 S2fn
Irigasi Teknis
Lainnya 8.019,00
Sawah Pengembangan
Kota Kecamatan Kp.
Krajan, Pasirkaliki, Rawamerta 9
761351 9311211
6,53 2,09
200 S2fn
Irigasi Teknis
Kolektor 8.603,60
Sawah Pertanian
Lahan Basah Kp.
Kamurangjati, Panyingkiran, Rawamerta 10
761687 9309206
6,56 1,79
200 S2fn
Irigasi Teknis
Kolektor 8.603,60
Sawah Pengembangan
Kota Kecamatan Kp.
Krajan 1, Sukamerta, Rawamerta 11
766728 9304896
6,01 1,58
200 S3n
Irigasi Teknis
Lainnya 9.426,00
Sawah Pertanian
Lahan Basah Kp.
Ciluwo, Cadaskertajaya, Talagasari 12
763860 9306029
5,81 1,40
200 S2fn
Irigasi Teknis
Lokal 756,90
Sawah Pertanian
Lahan Basah Kp.
Sindangpalay, Pasirmukti, Talagasari 13
759275 9300388
6,97 2,24
200 S2fn
Tadah Hujan
Lainnya 35,91
Sawah Permukiman
Kp. Tamelang, Bengle, Majalaya
14 761851
9299367 6,40
1,61 200
S2fn Tadah
Hujan Lainnya
58,68 Sawah
Permukiman Babakan
Tamiang, Lemahmulya, Majalaya 15
762910 9301255
6,15 1,84
200 S3n
Irigasi Teknis
Lokal 1.800,00
Sawah Permukiman
Karangmulya 1, Lemahmulya, Majalaya
16 745359
9282329 6,60
1,72 200
S2rfns Irigasi
Semi Teknis Kolektor
245,40 Sawah
Permukiman Kp.
Jati 2, Jatilaksana, Pangkalan 17
745868 9291224
6,73 1,70
200 S3rn
Tadah Hujan
Kolektor 8,40
Sawah Pertanian
Tanah Lahan Kering Kp.
Kereteg, Tamansari, Pangkalan 18
742177 9282221
6,35 1,69
200 S2fn
Tadah Hujan
Lokal 67,90
Sawah Pertanian
Lahan Basah Kp.
Nambolamping, Mulyasari, Pangkalan 19
750050 9302230
6,33 1,87
200 S3n
Irigasi Teknis
Lainnya 1.340,70
Sawah Permukiman
Kp. Tegalluhur, Sukamakmur, Telukjambe Timur
20 762091
9289251 6,41
1,87 300
S2fn Irigasi
Teknis Lokal
38,40 Sawah
Zona Industri
Kp. Kaum, Mulyasari, Ciampel
21 761218
9292504 6,10
1,86 300
S2fn Irigasi
Teknis Lokal
370,20 Sawah
Pertanian Lahan Basah
Kp. Kedungwaru, Kutapohaci, Ciampel
22 759859
9305494 6,59
1,82 200
S3n Irigasi
Teknis Lainnya
8.019,00 Sawah
Pertanian Lahan Basah
Kp. Tanjung, Plawad, Karawang Timur
23 766027
9313007 6,36
1,86 200
S2fn Irigasi
Teknis Lainnya
330,10 Sawah
Pertanian Lahan Basah
Kp. Jarakah, lemahduku, Tempuran
24 773750
9313564 6,17
2,60 200
S3rns Irigasi
Teknis Kolektor
2.970,00 Sawah
Pertanian Lahan Basah
Kp. Wagirkumbang, Purwajaya, Tempuran
25 775647
9316833 2,50
1,42 200
S2fn Pasangsurut
Lokal 373,00
Sawah Pertanian
Lahan Basah Kp.
Sumurgede, Muarajaya, Tempuran 26
772698 9316122
6,51 2,50
200 S2fn
Irigasi Teknis
Lokal 705,50
Sawah Pertanian
Lahan Basah Kp.
Cikuntul Timur, Cikuntul, Tempuran 27
772700 9310006
6,03 2,08
200 S2fn
Irigasi Teknis
Kolektor 2.970,00
Sawah Pertanian
Lahan Basah Kp.
Babaway, lemahmukti, Lemahabang 28
771338 9302591
6,35 1,90
200 S2rfn
Irigasi Teknis
Kolektor 2.174,00
Sawah Pengembangan
Kota Kecamatan Kp.
Kedaung, Karangtanjung, Lemahabang 29
773172 9298745
6,40 2,33
200 S2fn
Irigasi Teknis
Kolektor 6.170,00
Sawah Pertanian
Lahan Basah Babakan
Wadas, Parakan, Tirtamulya 30
761867 9284096
4,00 1,27
250 S3rns
Tadah Hujan
Lainnya 28,70
Sawah Pertanian
Tanah Lahan Kering Kp.
Koja, Mulyasejati, Ciampel 31
770060 9306168
6,49 1,74
200 S2rfn
Irigasi Teknis
Lainnya 2.139,00
Sawah Pertanian
Lahan Basah Bedahmenggala,
Ciluwo, Telagasari 32
770835 9297379
6,05 1,76
200 S2rfn
Irigasi Teknis
Lainnya 6.170,00
Sawah Permukiman
Kp. Tangkil, Citarik, Tirtamulya
33 754601
9304945 6,34
1,66 200
S2fn Irigasi
Teknis Arteri
585,20 Sawah
Permukiman Telukmungkal,
Tanjungmekar, Karawang Barat 34
767992 9294123
6,02 1,66
200 S2fn
Irigasi Teknis
Lainnya 6.170,00
Sawah Permukiman
Bakandukuh, Sukasari, Purwasari
35 765095
9297648 5,98
1,81 200
S2fn Irigasi
Teknis Lokal
6.170,00 Sawah
Permukiman Darawolong,
Purwasari 36
759279 9314333
5,62 1,64
200 S3n
Irigasi Teknis
Kolektor 8.019,00
Sawah Pertanian
Lahan Basah Sindangkarya,
Kutawaluya 37
759553 9321499
5,71 1,66
200 S3n
Irigasi Teknis
Lokal 8.603,60
Sawah Pertanian
Lahan Basah Kelapadua,
Jatimulya, Pedes 38
766061 9319730
6,19 1,41
200 S2fn
Irigasi Teknis
Lainnya 8.603,60
Sawah Pertanian
Lahan Basah Kp.
Cikande, Cikande, Cilebar 39
767524 9320134
6,13 1,59
200 S2fn
Irigasi Teknis
Lainnya 1.289,00
Sawah Pertanian
Lahan Basah Kp.
Cikangkung, Ciptamargi, Cilebar 40
762595 9315750
6,20 1,53
200 S3n
Irigasi Teknis
Lokal 8.603,60
Sawah Pertanian
Lahan Basah Sukaratu,
Cilebar Koordinat
LOKASI
244,82 71,64
8.400 6,1205
1,79095 210
29 0,725
9 0,225
2 0,05
40 38559150 18428601,83
1535716,819 139
1668000
Lampiran 5 Kuantifikasi data untuk bahan Analisis Hayashi
38 7
3 2
2 2
4 3
5 6,39
2 2
1 1
4 3
4 6,70
2 2
1 1
2 3
4 6,19
3 1
1 1
4 3
1 6,11
2 1
1 1
1 3
3 5,92
2 1
1 1
3 3
4 6,04
2 1
1 2
2 1
1 6,37
2 1
1 1
3 3
4 6,51
3 1
1 1
4 3
2 6,53
3 1
1 1
2 3
4 6,56
2 1
1 1
2 3
2 6,01
2 1
2 1
4 3
4 5,81
1 1
1 1
3 3
4 6,97
3 1
1 2
4 2
3 6,40
2 1
1 2
4 3
3 6,15
2 1
2 1
3 3
3 6,60
2 1
1 2
2 3
3 6,73
2 1
2 2
2 1
5 6,35
2 1
1 2
3 3
5 6,33
2 1
2 1
4 3
3 6,41
2 2
1 1
3 2
1 6,10
2 2
1 1
3 3
4 6,59
2 1
2 1
4 3
4 6,36
2 1
1 1
4 3
4 6,17
3 1
2 1
2 3
4 6,51
3 1
1 1
3 3
4 6,03
3 1
1 1
2 3
4 6,35
2 1
1 1
2 3
2 6,40
3 1
1 1
2 3
4 6,49
2 1
1 1
4 3
4 6,05
2 1
1 1
4 3
3 6,34
2 1
1 1
1 3
3 6,02
2 1
1 1
4 3
3 5,98
2 1
1 1
3 3
3 5,62
2 1
2 1
2 3
4 5,71
2 1
2 1
3 3
4 6,19
1 1
1 1
4 3
4 6,13
2 1
1 1
4 3
4 6,20
2 1
2 1
3 3
4
Keterangan :
Pada baris pertama kolom pertama tertulis 38, kolom kedua tertulis 7, kolom ketiga tertulis 3 dan seterusnya
Artinya : 38 menunujukkan ada 38 sampel, angka 7 artinya ada tujuh variabel yang digunakan,
angka 3 menunjukkan variabel pertama ada tiga kategori dan seterusnya
88
89
Lampiran 6 Hasil analisis kuntifikasi Hayashi QUANTIFICATION I
Number of Individuals = 38 Number of Items = 7
Number of Categories Items 1 = 3
Items 2 = 2 Items 3 = 2
Items 4 = 2 Items 5 = 4
Items 6 = 3 Items 7 = 5
Cross Table of Item-Categories 2 0 0 2 0 2 0 2 0 0 0 1 1 0 0 2 0 0 0 2
0 28 0 24 4 20 8 23 5 2 7 9 10 2 1 25 2 2 9 13 0 0 8 8 0 7 1 7 1 0 4 1 3 0 1 7 1 1 1 5
2 24 8 34 0 25 9 28 6 2 10 9 13 2 1 31 2 3 10 17 0 4 0 0 4 4 0 4 0 0 1 2 1 0 1 3 1 0 0 3
2 20 7 25 4 29 0 24 5 2 8 8 11 1 2 26 3 3 8 14 0 8 1 9 0 0 9 8 1 0 3 3 3 1 0 8 0 0 2 6
2 23 7 28 4 24 8 32 0 2 8 10 12 0 1 31 2 3 7 20 0 5 1 6 0 5 1 0 6 0 3 1 2 2 1 3 1 0 3 0
0 2 0 2 0 2 0 2 0 2 0 0 0 0 0 2 0 0 2 0 0 7 4 10 1 8 3 8 3 0 11 0 0 2 0 9 1 2 1 6
1 9 1 9 2 8 3 10 1 0 0 11 0 0 1 10 1 0 2 7 1 10 3 13 1 11 3 12 2 0 0 0 14 0 1 13 1 1 5 7
0 2 0 2 0 1 1 0 2 0 2 0 0 2 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 2 0 1 1 0 0 1 1 0 2 0 1 0 1 0
2 25 7 31 3 26 8 31 3 2 9 10 13 0 0 34 1 3 9 20 0 2 1 2 1 3 0 2 1 0 1 1 1 1 1 1 3 0 0 0
0 2 1 3 0 3 0 3 0 0 2 0 1 0 0 3 0 3 0 0 0 9 1 10 0 8 2 7 3 2 1 2 5 0 1 9 0 0 10 0
2 13 5 17 3 14 6 20 0 0 6 7 7 0 0 20 0 0 0 20 0 2 0 2 0 1 1 0 2 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0
90
2 2
1 1
2 1
1 1
1 2
Sum of Y for Item-Categories 12 175 51 213 26 183 56 199
39 12 70 68 89 13 13 212 19 19 63 124 13
91
Standardized category-scores and their ranges Item No. 1
Freq. Cat.score Range Partial cor. 1 : 2-0.198111 0 0.379653
2 : 28-0.026540 3 : 8 0.142417
Item No. 2 Freq. Cat.score Range Partial cor.
1 : 34-0.025050 0 0.311572 2 : 4 0.212928
Item No. 3 Freq. Cat.score Range Partial cor.
1 : 29 0.017174 0 0.150663 2 : 9-0.055338
Item No. 4 Freq. Cat.score Range Partial cor.
1 : 32-0.035496 0 0.347876 2 : 6 0.189313
Item No. 5 Freq. Cat.score Range Partial cor.
1 : 2 0.070377 0 0.359609 2 : 11-0.009590
3 : 11-0.105889 4 : 14 0.080680
Item No. 6 Freq. Cat.score Range Partial cor.
1 : 2 0.074125 0 0.337121 2 : 2 0.357215
3 : 34-0.025373 Item No. 7
Freq. Cat.score Range Partial cor.
92
1 : 3-0.322631 1 0.483281 2 : 3 0.220220
3 : 10-0.021668 4 : 20 0.007881
5 : 2 0.183144 Constant
term 6.2715793 Multiple correlation coefficient
R = 0.7274, R-square = 0.5291 Correlation matrix of of outside variable y and quantified items x1,...
y x 1 x 2 x 3 x 4 x 5 x 6 x 7 y : 1.000
x 1 : 0.319 1.000 x 2 : 0.155 -0.110 1.000
x 3 : 0.203 0.052 0.191 1.000 x 4 : 0.370 0.008 -0.149 0.071 1.000
x 5 : 0.252 0.086 -0.157 0.084 0.025 1.000 x 6 : 0.364 0.143 0.277 0.092 0.356 -0.045 1.000
x 7 : 0.214 -0.046 -0.217 -0.098 -0.013 -0.015 -0.372 1.000 Prediction
No. Observed Predicted Residual 1 : 6.390 6.503 : -0.113
2 : 6.700 6.413 : 0.287 3 : 6.190 6.103 : 0.087
4 : 6.110 6.225 : -0.115 5 : 5.920 6.078 : -0.158
6 : 6.040 6.168 : -0.128 7 : 6.370 6.078 : 0.292
8 : 6.510 6.646 : -0.136 9 : 6.530 6.344 : 0.186
10 : 6.560 6.387 : 0.173 11 : 6.010 6.192 : -0.182
12 : 5.810 5.907 : -0.097 13 : 6.970 7.012 : -0.042
93
14 : 6.400 6.460 : -0.060 15 : 6.150 5.976 : 0.174
16 : 6.600 6.370 : 0.230 17 : 6.730 6.602 : 0.128
18 : 6.350 6.478 : -0.128 19 : 6.330 6.163 : 0.167
20 : 6.410 6.368 : 0.042 21 : 6.100 6.316 : -0.216
22 : 6.590 6.192 : 0.398 23 : 6.360 6.265 : 0.095
24 : 6.170 6.271 : -0.101 25 : 6.510 6.247 : 0.263
26 : 6.030 6.344 : -0.314 27 : 6.350 6.387 : -0.037
28 : 6.400 6.344 : 0.056 29 : 6.490 6.265 : 0.225
30 : 6.050 6.235 : -0.185 31 : 6.340 6.225 : 0.115
32 : 6.020 6.235 : -0.215 33 : 5.980 6.049 : -0.069
34 : 5.620 6.102 : -0.482 35 : 5.710 6.006 : -0.296
36 : 6.190 6.093 : 0.097 37 : 6.130 6.265 : -0.135
38 : 6.200 6.006 : 0.194
ABSTRACT
MUYA AVICIENNA. Technique of Selection Sustainable Paddy Field Agricultural Land. Under direction of BOEDI TJAHJONO and ATANG
SUTANDI
Land use defeated from paddy field agricultural land to non agricultural land has reached an alarming level. In order to maintain national food sovereignty
required the protection of agricultural land by the establishment of sustainable paddy field agriculture land. For to realize the existence are need model methods
and techniques to selection, deliniation and zonation for sustainable paddy field agriculture land LPPB. Determination LPPB preceded by the parameters
selection and criteria determination by Hayashi analysis. From this test can be formulated that LPPB is an paddy field agricultural land irrigated of technical,
semi technical, simple rain fed, which has a productivity of over 4.5 tonnes ha, had a Benefit Cost Ratio BCR 1.497 and has
a Size of Unity Land Cover LKHL 10 ha. Irrigation systems and LKHL parameters data can be extract
from the ALOS AVNIR-2 imagery, the productivity data can be determined by the Enhanced Vegetation Index EVI data from MODIS Terra and Aqua series
2005-2009 imagery. The EVI on picpoint and productivity of paddy fields has a positive correlation with the equation Prod. = 2.9785 + 6.0751 EVI value. BCR
values obtained from the calculation of productivity and index investments obtained from MODIS imagery are combined with data from the production cost
of rice paddy land acquired from field surveys. LPPB selection techniques can be built through remote sensing methods. Activities starting from parameter data
extraction through the sattelite image, field survey, development of criteria according to field conditions, LPPB classifying through spatial analysis and
presentation of result in the LPPB maps. From this method was known that paddy field agricultural area can be diferences as LPPB1, LPPB2, LPPB3, LPPB4,
LPPB5, Reserve of LPPB and Non LPPB.
Keywords : zoning, sustainable paddy field, agricultural land defeated, remote sensing, MODIS, ALOS, Hayashi.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan akan ruang lahan dari tahun ke tahun mengalami pertumbuhan yang cukup cepat. Pertumbuhan ini sebagai akibat adanya ruang lahan yang
tidak bertambah, sementara laju pertumbuhan penduduk, ekonomi dan pembangunan terus meningkat, sehingga permintaan akan kebutuhan lahan terus
meningkat. Kondisi seperti ini membawa pada konflik kepentingan dalam pemakaian lahan.
Pada kenyataannya telah terjadi persaingan penguasaan yang tidak seimbang dalam penggunaan lahan, terutama sektor pertanian dan non pertanian.
Demi memaksimalkan land rent, lahan pertanian senantiasa dikalahkan untuk di- alih fungsikan menjadi kegunaan lain seperti permukiman, industri maupun
infrastruktur seperti jalan dan yang lainnya. Berdasar RTRWK Se-Indonesia saat ini saja, secara otomatis telah ada rencana alih fungsi lahan pertanian menjadi
lahan non pertanian secara sistematis sebanyak 3,1 juta hektar atau 40 dari luas sawah yang ada di Indonesia Data BPN 2004.
Dengan semakin meningkatnya pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi dan industri, mengakibatkan terjadinya degradasi, alih fungsi dan
fragmentasi lahan pertanian pangan yang mengancam daya dukung wilayah secara nasional untuk menjaga kedaulatan pangan. Menurut Apriantono 2009
laju besaran alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian di Indonesia dari tahun 1999 – 2002 diperkirakan mencapai 330.000 ha atau setara dengan
110.000 hatahun, sedangkan menurut data BPS tahun 2003 alih fungsi sawah ke non sawah mencapai 188.000 hatahun, atau dengan laju konversi mencapai 2,42
pertahun. Padahal jika dilihat dari sisi daya dukung lahannya, lahan untuk pertanian
pangan selalu memiliki daya dukung lahan yang paling baik, artinya lahan yang sesuai untuk pertanian pangan umumnya akan sesuai juga untuk semua
peruntukan non pertanian, sebaliknya lahan yang mempunyai daya dukung sesuai untuk non pertanian belum tentu dapat digunakan untuk lahan pertanian pangan.
Dengan demikian alih fungsi lahan selalu bergerak dari lahan pertanian menjadi lahan non pertanian, dan tidak sebaliknya. Padahal ketersediaan lahan yang
mempunyai kesesuaian daya dukungnya untuk lahan pertanian pangan sangat terbatas. Selanjutnya kondisi demikian membawa suatu tekanan terhadap
kapasitas sumberdaya yang ada. Pada tanggal 16 September 2009 Dewan Perwakilan Rakyat DPR telah
mengesyahkan Undang-Undang nomor 41 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan UU PLPPB. UU ini melengkapi UU No. 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang yang bertujuan mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berlandaskan wawasan nusantara dan
ketahanan nasional. Penetapan kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan merupakan bagian
dari penetapan perencanaan tata ruang wilayah kawasan perdesaan pada wilayah kabupaten. Penetapan kawasan ini akan digunakan sebagai dasar peraturan zonasi
UU No. 262007 dan UU No. 412009. Oleh karena itu untuk mewujudkannya dirasa perlu adanya suatu strategi dan model metode dan teknik pelaksanaan
yang efisien, efektif dan tepat guna dalam pemilihan, penetapan dan pendeliniasian lahan pertanian pangan berkelanjutan, khususnya untuk lahan padi
sawah yang merupakan sarana pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia.
Berkaitan dengan penetapan lahan pertanian berkelanjutan, pada tahun 2003 Puslitbangtanak pernah bekerjasama dengan Setjen Deptan untuk menyusun
kriteria biofisik untuk pemilihan dan penetapan lahan pertanian abadi berkelanjutan dengan memanfaatkan hasil-hasil penelitian Puslitbangtanak yang
telah ada. Penyusunan kriteria ini dilakukan dengan cara desk study melalui diskusi. Penetapan kriteria lahan abadi ini dimaksudkan untuk skala tinjau dengan
hanya mempertimbangkan aspek biofisik, adapun parameter lain yang terkait dengan kondisi lahan seperti kelayakan ekonomi, luasan kesatuan hamparan,
kondisi aktual maupun aspek kebijakan belum dijadikan sebagai pertimbangan. Selain itu dari berbagai penelitian yang telah dilaksanakan, menunjukkan
bahwa teknik penginderaan jauh mempunyai cara yang optimal dalam penyadapan, pemantauan, analisis dan penyajian data. Sejalan dengan
perkembangan teknologi, metodologi dan teknik dalam penginderaan jauh telah
merambah ke berbagai penggunaan, termasuk dalam manajamen, estimasi dan pemantauan produksi pertanian serta beberapa permodelan yang mendukungnya.
Berdasarkan pada uraian di atas, terdapat beberapa permasalahan yang yang dapat diangkat dan perlu diketahui, yaitu antara lain :
1. Sejauh mana metodologi dan teknologi penginderaan jauh dapat dimanfaatkan untuk mengetahui produktivitas lahan pertanian padi dan
menyadap data yang akan digunakan sebagai parameter untuk pemilihan lahan pertanian padi sawah berkelanjutan?
2. Faktor dan parameter apa saja yang mempunyai pengaruh dan seharusnya digunakan dalam pemilihan lahan pertanian padi sawah berkelanjutan?
3. Apakah model penginderaan jauh yang efisien dapat dibangun untuk pemilihan dan pendeliniasian kawasan potensial sebagai lahan pertanian padi
sawah berkelanjutan?
Tujuan Penelitian
Berdasar pada uraian di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Memanfaatkan metode dan teknik penginderaan jauh untuk menilai produktivitas lahan pertanian padi sawah beserta penyadapan data parameter
yang digunakan untuk pemilihan kawasan lahan pertanian padi sawah. 2. Menentukan parameter yang mempunyai pengaruh nyata dalam pemilihan
lahan pertanian padi sawah berkelanjutan. 3. Mendapatkan teknik untuk memilih dan mendeliniasi zonasi lahan pertanian
padi sawah berkelanjutan berdasarkan pada parameter terpilih.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif metode dan teknik dalam memilih dan mendeliniasi zonasi lahan pertanian padi sawah
berkelanjutan, yang menjadi bagian dari rangkaian penetapan perencanaan tata ruang wilayah kawasan perdesaan pada wilayah kabupaten.
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Pustaka merupakan upaya memperjelas batasan permasalahan, memberikan referensi, serta mengkaji konsepsi penelitian. Berkenaan dengan
judul penelitian, beberapa hal yang perlu mendapatkan telaahan dari pustaka dapat
dijelaskan sebagaimana uraian berikut : Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
Pandangan dari sisi Perundangan
Dalam Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan pada pasal 19 dijelaskan bahwa penetapan lahan
pertanian pangan berkelanjutan merupakan bagian dari penetapan perencanaan tata ruang wilayah kabupatenkota. Penetapan Kawasan ini akan digunakan
sebagai dasar peraturan zonasi. Selanjutnya berkenaan dengan istilah lahan pertanian pangan berkelanjutan
ini, pada Undang Undang No. 41 2009 dapat dijelaskan beberapa definisi terkait, yaitu :
a. Lahan adalah bagian daratan dari permukaan bumi sebagai suatu lingkungan
fisik yang meliputi tanah beserta segenap faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaannya seperti iklim, relief, aspek geologi dan hidrologi yang
terbentuk secara alami maupun akibat pengaruh manusia.
b. Lahan Pertanian adalah bidang lahan yang digunakan untuk usaha
pertanian.
c. Pertanian pangan adalah usaha manusia untuk mengelola lahan dan
agroekosistem dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen untuk mencapai kedaulatan dan ketahanan pangan serta
kesejahteraan rakyat.
d. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian
yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan kedaulatan pangan
nasional Pasal 1 angka 3.
Pada pasal 5 disebutkan bahwa Lahan Pertanian Pangan yang ditetapkan
sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dapat berupa:
Lahan beririgasi; Lahan reklamasi rawa pasang surut dan nonpasang surut lebak; danatau
Lahan tidak beririgasi. e.
Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah lahan potensial
yang dilindungi pemanfaatannya agar kesesuaian dan ketersediannya tetap terkendali untuk dimanfaatkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan
pada masa yang akan datang Pasal 1 angka 4.
f. Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah wilayah budidaya
pertanian pada wilayah perdesaan yang memiliki hamparan lahan pertanian pangan berkelanjutan dan atau hamparan lahan cadangan pertanian pangan
berkelanjutan serta unsur penunjangnya dengan fungsi utama untuk mendukung kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan nasional Pasal 1
angka 7. Produktifitas lahan pertanian pangan dapat dikatakan berkelanjutan jika
hasil produktifitas lahan dapat bertahan dan bisa juga meningkat dari waktu ke waktu tanpa terjadinya penurunan kwalitas degradasi lahan dan lingkungan.
Pada pasal 3 UU PLPPB disebutkan bahwa Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan diselenggarakan dengan tujuan:
a. melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan; b. menjamin tersedianya lahan pertanian pangan secara berkelanjutan;
c. mewujudkan kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan; d. melindungi kepemilikan lahan pertanian pangan milik petani;
e. meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan petani dan masyarakat; f.
meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani; g. meningkatkan penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang layak;
h. mempertahankan keseimbangan ekologis; dan i.
mewujudkan revitalisasi pertanian. Sedangkan pada pasal 9 UU PLPPB diisyaratkan bahwa lahan pertanian
pangan yang sudah ada dan yang potensial dapat direncanakan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan yang didasarkan atas kriteria :
a. kesesuaian lahan; b. ketersediaan infrastruktur;