PENELITIAN PENDAHULUAN HASIL DAN PEMBAHASAN

56

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan ekstruder yang digunakan pada penelitian utama. Parameter proses ekstrusi ditentukan untuk memperoleh kondisi proses optimum yang akan digunakan pada penelitian utama. Parameter proses ekstrusi untuk masing-masing ekstruder berbeda, menyesuaikan spesifikasi dari masing-masing alat.

1. Persiapan Bahan

Penelitian ini menggunakan sorgum dengan varietas Kawali yang diperoleh dari petani di Bojonegoro, Jawa Tengah. Varietas ini banyak digunakan di beberapa daerah penghasil sorgum. Selain itu, varietas ini mudah dibiakkan dan memiliki potensi hasil yang tinggi. Proses penyosohan pada biji sorgum menyebabkan terlepasnya lapisan pericarp, tegmen, sebagian besar lapisan aleuron dan embrio sehingga secara tidak langsung mengikis pula berbagai komponen gizi dan komponen bioaktif sorgum Suarni, 2004. Penyosohan yang terlalu lama menyebabkan lapisan aleuron terkikis bahkan hilang sehingga menurunkan kandungan nutrisi dan senyawa aktif di dalamnya. Waktu penyosohan 20 detik pada penelitian ini dipilih berdasarkan tingkat efisiensi penyosohan terhadap aktivitas antioksidan setelah disosoh dan penerimaan panelis Yanuar, 2009. Sorgum yang disosoh 20 detik menghasilkan rendemen sebesar 94.56 dari berat biji awal. Penepungan dilakukan terhadap biji sorgum baik yang disosoh maupun biji yang tidak disosoh menggunakan disc mill dengan saringan 60 mesh. Hasil penepungan kemudian diayak dengan menggunakan automatic siever dengan ukuran ayakan yang digunakan adalah 100 mesh. Rendemen grits yang diperoleh hasil penepungan dan pengayakan yaitu sebesar 61.97 dari berat biji awal sorgum, sedangkan rendemen grits yang diperoleh dari hasil penyosohan, penepungan dan pengayakan yaitu sebesar 58.60 dari berat biji awal sorgum. 57

2. Penentuan Kadar Air Awal Bahan

Kadar air bahan sangat penting karena mempunyai hubungan erat dengan sifat garing dan kerenyahan produk Muchtadi et al.,1988. Kadar air yang baik untuk bahan ekstrusi sebaiknya berkisar 11-14 Trisnamurti, 1980. Berdasarkan pengukuran diperoleh hasil kadar air awal bahan grits sorgum yang tidak disosoh sebesar 12.7, sedangkan kadar air sorgum yang disosoh sebesar 12.9. Kadar air grits sorgum tersebut masuk ke dalam kisaran kadar air yang baik untuk produk ekstrusi. Kisaran penambahan air sebanyak ±70 ml dan ±63 ml dalam 3 kg grits dilakukan untuk membuat kadar air bahan grits sorgum sosoh dan tidak sosoh menjadi 15, sedangkan penambahan air ±100 ml dan ± 93 ml dalam 3 kg grits dilakukan untuk membuat kadar air awal bahan grits sorgum sosoh dan tidak sosoh menjadi 16. Kadar air awal biji sorgum tidak sosoh sebesar 11.42 , sedangkan kadar air awal biji sorgum yang disosoh sebesar 10.42 .

3. Penentuan Ekstruder yang Digunakan

3.1. Ekstruder Ulir Tunggal

Untuk menghasilkan output produksi yang maksimal pada ekstruder ulir tunggal maka bahan harus dapat bergerak dengan bebas pada permukaan ulir dan menempel sebanyak mungkin pada permukaan barrel. Bentuk bahan sorgum yang digunakan pada penelitian ini yaitu biji sorgum yang tidak disosoh dan biji sorgum yang disosoh. Suhu yang digunakan adalah 100 o C, 120 o C, dan 140 o C. Hasil percobaan menggunakan ekstruder ulir tunggal dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil percobaan menggunakan ekstruder ulir tunggal Bentuk Bahan Suhu 100 o C 120 o C 140 o C Sosoh M M HM Tidak Sosoh M M HM Keterangan : M = bahan menempel di ulir, ekstruder macet HM = bahan hangus di dalam ulir 58 Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan suhu 100 o C baik menggunakan sorgum sosoh maupun tidak sosoh, tidak dapat menghasilkan produk ekstrusi. Biji sorgum menempel pada ulir dan tidak mengalir. Gesekan antara bahan dan ulir serta bahan dengan barrel tidak terjadi karena diameter biji sorgum yang terlalu kecil. Adanya gesekan mempengaruhi drag flow yang dapat mengalirkan bahan menuju cetakan Pratama, 2007. Hasil penelitian menggunakan suhu 120 o C juga memberikan hasil yang tidak berbeda dengan penggunaan suhu 100 o C. Bahan yang seharusnya mengalir di dalam ulir tidak dapat mengalir, menempel di ulir sehingga menyebabkan ekstruder macet. Ukuran biji sorgum yang cukup kecil sulit untuk menghasilkan gesekan antara bahan dengan barel dan bahan hanya menempel pada ulir. Akibat sorgum terakumulasi cukup banyak di dalam ulir menyebabkan adanya penumpukan pada ujung cetakan ekstruder. Bahan yang tidak dapat terdorong keluar menuju cetakan dikarenakan terjadinya arus balik yang membuat bahan mengalir kembali ke arah masuk bahan. Ekstruder kemudian berhenti berjalan dan macet total karena bahan terus dipaksa berputar dengan ujung yang sudah menyumbat. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa bahan baik sosoh maupun tidak sosoh yang diberi perlakuan suhu 140 o C ketika keluar dari cetakan memberikan penampakan gosonghangus. Semakin lama proses dijalankan yang terjadi produk yang keluar dari cetakan adalah lelehan produk yang berbau hangus. Proses yang semakin lama menyebabkan semua bahan menjadi gosong dan berubah menjadi cairan panas berbau hangus dan terakumulasi menempel di dalam ulir dan ujung cetakan sehingga yang terjadi ekstruder menjadi macet. Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa sorgum tidak dapat dibentuk menjadi produk menggunakan ekstruder collet ulir tunggal. Ukuran biji sorgum yang cukup kecil menyulitkan adanya gesekan biji dengan barel dan kecenderungan biji hanya menempel pada ulir, terakumulasi sehingga menyebabkan penghambatan pada ujung cetakan. Ekstruder ulir tunggal mengandalkan pada drag flow untuk menggerakkan 59 bahan dalam barrel dan menghasilkan tekanan pada cetakan. Agar bahan terdorong maju maka bahan tidak boleh ikut berputar dengan ulir. Jika bahan yang diolah menempel pada ulir dan tergelincir dari permukaan barrel, maka tidak ada produk yang dihasilkan dari ekstruder karena bahan ikut berputar bersama ulir tanpa terdorong ke depan Pratama, 2007. Biji sorgum sebagai bahan baku pembuatan produk ekstrusi menggunakan ekstruder ulir tunggal tidak dapat digunakan karena bahan ikut berputar bersama ulir walaupun menggunakan suhu yang berbeda-beda. Pergerakan aliran bahan di dalam ekstruder ulir tunggal akibat dari gesekan antara ulir dan dinding barrel. Gesekan biji sorgum dengan barel hampir tidak dapat terjadi karena biji sorgum memiliki diameter cukup kecil, sehingga biji hanya menempel di ulir tanpa mengalir menuju cetakan.

3.2. Ekstruder Ulir Ganda

Percobaan selanjutnya adalah menggunakan ekstruder ulir ganda. Beberapa parameter dapat diatur melalui ekstruder ini diantaranya suhu proses, kecepatan putar screw, kecepatan pemasukan bahan dan kecepatan putar pisau. Namun ekstruder ini tidak dilengkapi dengan alat pengukur tekanan sehingga tidak dapat diketahui besar tekanan di dalam laras barrel serta tidak dapat mengatur besar tekanan yang diinginkan. Penelitian menggunakan 4 parameter berupa bentuk penyosohan, kadar air, suhu proses, dan kecepatan putar ulir. Hasil percobaan menggunakan ekstruder ulir ganda dapat dilihat pada Tabel 8 berikut. Berdasarkan Tabel 8 , diperoleh hasil bahwa dengan kecepatan ulir 373 rpm, semua produk tidak dapat keluar dari ekstruder pada suhu 130oC dan 140oC, serta hangus pada suhu 150oC. Kecepatan ulir yang terlalu rendah 373Hz menghasilkan spesifik energi mekanik yang kurang efektif untuk menghasilkan tekanan yang cukup membuat bahan dapat mengembang ketika keluar dari cetakan dan menghasilkan produk ekstrusi. 60 Tabel 8. Hasil percobaan menggunakan ekstruder ulir ganda Keterangan produk hasil : M = ekstruder berhenti bekerja sebelum produk keluar dari ekstruder macet SM = sebagian produk keluar dari cetakan, produk basah, kemudian ekstruder berhenti bekerja macet K = sebagian produk keluar dari cetakan, tekstur renyah, kemudian ekstruder berhenti bekerja macet KS = produk keluar sebagian dari cetakan, tekstur keras, kemudian ekstruder berhenti bekerja macet KK = produk keluar dengan lancar, tekstur keras, ekstruder berhenti bekerja macet KH = produk keluar sebagian namun hangus, kemudian ekstuder berhenti bekerja macet H = produk hangus di dalam ekstruder, kemudian ekstruder berhenti bekerja macet Pada suhu ekstruder 130 o C, sebagian besar produk tidak dapat keluar dari cetakan dan macet di dalam ekstruder. Suhu proses yang terlalu rendah menyebabkan pati mengalami gelatinisasi sebagian dan selebihnya terjadi proses peleburan pati Muchtadi, 1988. Jika proses perubahan tersebut tidak terjadi, bahan akan sulit keluar dari cetakan. Bahan yang seharusnya mengalami pemasakan menjadi bahan yang bersifat plastiskenyal Holmes, 2007 tidak terjadi sehingga menyebabkan penumpukan bahan pada ujung cetakan akibat ulir terus mendorong bahan. Penumpukan inilah yang menyebabkan ekstruder berhenti bekerja macet. Pada kadar air 15 dan 16 dengan kecepatan ulir 411 rpm dan 467 rpm, sebagian produk dapat keluar namun menghasilkan produk yang basah dan tidak mengembang. Ekstuder kemudian berhenti bekerja macet setelah sebagian produk tersebut keluar. Pada kondisi kadar air 15 dan 16 dengan Bentuk Bahan Kadar air Suhu 130 °C Suhu 140°C Suhu 150°C 373 rpm 411 rpm 467 rpm 373 rpm 411 rpm 467 rpm 373 rpm 411 rpm 467 rpm Sosoh 13 M M M M K K H H H 15 M SM SM M KS KS H KH KH 16 M SM SM M KK KK H KH KH Tidak sosoh 13 M M M M K K H H H 15 M SM SM M KS KS H KH KH 16 M SM SM M KK KK H KH KH 61 suhu 130 o C kandungan air yang terkandung di bahan sangat sedikit menguap sehingga produk dihasilkan basah dan tidak membentuk gelembung udara yang akan menyebabkan mengembangnya produk hasil ekstrusi. Bahan yang belum berada di kondisi optimum untuk proses ekstrusi tersebut menyebabkan penyumbatan pada ujung cetakan sehingga terjadi penumpukan bahan pada ujung cetakan dan ekstruder berhenti bekerja macet. Semua produk dengan suhu 150 o C menghasilkan produk yang hangusgosong. Hal ini dikarenakan suhu proses yang terlalu tinggi menyebabkan produk yang dihasilkan hangus di dalam ekstruder walaupun ada sebagian produk yang dapat keluar namun produk yang dihasilkan gosong kecepatan ulir 411 rpm dan 467 rpm Suhu 140 o C dengan kecepatan putar ulir 411 rpm dan 467 rpm dapat menghasilkan produk ekstrusi yang cukup mengembang. Kadar air 13 menghasilkan produk ekstrusi dengan tekstur renyah dan mengembang. Namun sebelum seluruh bahan keluar, ekstruder berhenti bekerja. Kadar air yang cukup rendah menyebabkan pemasakan adonan terjadi di dalam ekstruder. Produk menjadi matang di dalam ulir yang dapat menyebabkan penyumbatan pada ujung ulir. Hal ini menyebabkan ekstruder berhenti bekerja sebelum seluruh produk keluar. Peningkatan suhu yang tajam sesaat sebelum bahan keluar dari bagian die yang diikuti oleh penurunan suhu yang cepat setelah bahan keluar dari die akan menyebabkan terjadinya pengembangan adonan makanan yang diekstrusi Baianu, 1992. Kadar air 15 dan 16 dapat menghasilkan produk ekstrusi namun dengan tekstur yang dihasilkan basah. Saat didiamkan pada suhu ruang, tektur produk menjadi semakin keras. Pada kadar air 15, ekstruder berhenti bekerja sebelum semua produk keluar dari cetakan, sedangkan pada kadar air 16, produk dapat keluar dengan lancar dari cetakan. Dari penelitian pendahuluan diperoleh kondisi proses yang dapat memberikan produk dengan tekstur yang baik renyah adalah dengan kadar air 13, suhu 140 o C dan kecepatan putar ulir 411 rpm dan 467 rpm. Namun ekstruder berhenti bekerja macet sebelum seluruh produk keluar dari cetakan. Penambahan pelumas dapat digunakan untuk melicinkan ulir dan 62 menyebabkan proses ekstrusi berjalan lancar. Menurut Ahza 1996 yang diacu oleh Melianawati 1998, jika lemak berada dalam kondisi bebas tidak terikat dengan bahan lain, maka ia dapat berfungsi sebagai pelumas dalam laras dengan cara mengurangi konversi energi mekanis. Selama proses ekstrusi, lemak bersama pati akan membentuk struktur baru , yaitu kompleks antara amilosa dan asam oleat Polina, 1995. Struktur baru yang terbentuk tersebut dapat mengurangi derajat pengembangan dari produk ekstrusi sehingga harus diminimalir penggunaannya. Selain itu, penambahan lemak yang terlalu banyak dapat membuat penampakan dari ekstrudat yang berminyak. Lemak yang digunakan pada penelitian ini adalah margarin yang bertujuan selain sebagai pelumas juga digunakan untuk memperbaiki cita rasa dan aroma produk. Penggunaan minyak yang memiliki fraksi oleat lebih banyak dibandingkan margarin menghasilkan produk dengan derajat pengembangan lebih rendah dibandingkan menggunakan margarin. Adanya emulsifier pada margarin dapat memperbaiki karakteristik produk dengan membantu proses pengembangan dan menghasilkan tekstur produk yang lebih kering dibandingkan dengan menggunakan minyak pada konsentrasi yang sama. Penambahan margarin diusahakan seminimal mungkin agar produk yang dihasilkan tidak memberikan penampakan berminyak. Hasil percobaan menggunakan margarin ditunjukan pada Tabel 9 berikut. Tabel 9 . Pengaruh penambahan margarin terhadap ekstrudat Perlakuan Penambahan Margarin per 3 kg bahan 1.67 3,33 5,00 sosoh M L L tidak sosoh M L L Keterangan: M = ekstruder berhenti bekerja sebelum bahan keluar seluruhnya macet L = ekstruder bekerja dengan lancar hingga bahan keluar seluruhnya lancar 63 Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa dengan penambahan margarin sebanyak 1.67 50 gram dalam 3 kg bahan produk masih belum seluruhnya dapat keluar dari ekstruder. Penambahan margarin sebanyak sebesar 3.3 100 gram dalam 3 kg bahan dan 5 150 gram dalam 3 kg bahan menghasilkan produk yang dapat keluar dengan lancar dari ekstruder. Namun penambahan margarin sebanyak 5 menyebabkan penampakan dari produk yang berminyak. Oleh karena itu, diperoleh optimasi penambahan margarin yang diperlukan sebanyak 3.33 atau 100 gram dalam 3 kg bahan grits sorgum. Dari hasil penelitian pendahuluan dapat diketahui bahwa bahan baku grits sorgum dapat menghasilkan produk ekstrusi menggunakan ekstruder ulir ganda. Adapun hasil yang diperoleh untuk kondisi optimum proses ekstrusi ialah: Kecepatan ulir : 22 Hz 411 rpm dan 25 Hz 467 rpm Kecepatan pemasukan bahan : 21 Hz 392 rpm dan 24 Hz 448 rpm Kadar air : 13 Suhu : T1=70 o C; T2=100 o C; T3=140 o C Kecepatan pisau : 17-18 Hz

B. PENELITIAN UTAMA