PENELITIAN UTAMA HASIL DAN PEMBAHASAN

63 Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa dengan penambahan margarin sebanyak 1.67 50 gram dalam 3 kg bahan produk masih belum seluruhnya dapat keluar dari ekstruder. Penambahan margarin sebanyak sebesar 3.3 100 gram dalam 3 kg bahan dan 5 150 gram dalam 3 kg bahan menghasilkan produk yang dapat keluar dengan lancar dari ekstruder. Namun penambahan margarin sebanyak 5 menyebabkan penampakan dari produk yang berminyak. Oleh karena itu, diperoleh optimasi penambahan margarin yang diperlukan sebanyak 3.33 atau 100 gram dalam 3 kg bahan grits sorgum. Dari hasil penelitian pendahuluan dapat diketahui bahwa bahan baku grits sorgum dapat menghasilkan produk ekstrusi menggunakan ekstruder ulir ganda. Adapun hasil yang diperoleh untuk kondisi optimum proses ekstrusi ialah: Kecepatan ulir : 22 Hz 411 rpm dan 25 Hz 467 rpm Kecepatan pemasukan bahan : 21 Hz 392 rpm dan 24 Hz 448 rpm Kadar air : 13 Suhu : T1=70 o C; T2=100 o C; T3=140 o C Kecepatan pisau : 17-18 Hz

B. PENELITIAN UTAMA

Proses ekstrusi pada penelitian utama dilakukan menggunakan ekstruder ulir ganda dengan kondisi proses optimum yang diperoleh dari penelitian pendahuluan. Empat produk dapat dihasilkan menggunakan ekstruder ulir ganda diantaranya produk A ekstrudat dengan bahan baku sorgum sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan ulir ekstruder 411 rpm, produk B ekstrudat dengan bahan baku sorgum sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan ulir ekstruder 467 rpm, produk C ekstrudat dengan bahan baku sorgum tidak sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan ulir ekstruder 411 rpm dan produk D ekstrudat dengan bahan baku sorgum tidak sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan ulir ekstruder 467 rpm Secara umum, produk ekstrusi yang dihasilkan memiliki tekstur renyah, mengembang, berwarna putih hingga putih kecoklatan, dan berbentuk 64 agak lonjong sesuai dengan cetakan. Produk yang diperoleh dari proses ekstrusi selanjutnya dilakukan analisis fisik dan penentuan produk terbaik. Ekstrudat terbaik dipilih berdasarkan kombinasi skor tertinggi dari uji organoleptik dan aktifitas antioksidan. Produk terbaik kemudian dilakukan analisis proksimat, serat pangan dan kadar mineral Ca, Fe, dan Zn.

1. Uji Organoleptik

Penilaian organoleptik daya terima banyak digunakan untuk menilai mutu komoditas hasil pertanian dan makanan. Penilaian cara ini sering dilakukan karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Uji organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaanhedonik. Uji hedonik merupakan pengujian yang paling banyak digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan terhadap produk. Tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik. Panelis diminta untuk menilai keempat produk ekstrusi yang dihasilkan yaitu produk A, B, C, dan D, dari tingkat sangat tidak disukai nilai 1 hingga sangat disukai nilai 5 pada uji rating hedonik dengan tanpa membandingkan karakteristik antar produk. Karakteristik sensori yang diujikan melalui uji rating hedonik adalah rasa, aroma, teksur, dan kelengketan di mulut. Hasil rekapitulasi data uji rating hedonik yang diperoleh tersebut kemudian dianalisis menggunakan uji ragam ANOVA dan uji lanjut Duncan Test. Hasil uji rating hedonik ini bertujuan untuk menyeleksi dan mendapatkan produk terbaik berdasarkan penerimaan sensori yang selanjutnya dibandingkan dengan aktivitas antioksidan.

1.1. Rasa

Rasa merupakan faktor yang menentukan tingkat kesukaan konsumen pada produk pangan. Atribut rasa meliputi asin, asam, manis, pahit, dan umami. Sebagian dari atribut ini dapat terdeteksi pada kadar yang sangat rendah. Rasa dinilai dengan adanya tanggapan rangsangan kimiawi oleh indra pencicip lidah dan merupakan faktor yang paling penting dalam keputusan terakhir konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan. 65 Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa skor kesukaan tertinggi untuk parameter rasa adalah produk B sebesar 3.13. Produk A, C dan D memiliki skor kesukaan lebih rendah yaitu 2.97, 2.73 dan 2.73. Ketiganya berada pada taraf tidak suka hingga netral. Hasil uji rating hedonik terhadap atribut rasa ekstrudat dapat dilihat pada Gambar 15. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kesukaan dalam hal atribut rasa antar ekstrudat pada taraf signifikansi 0.05. Produk B berbeda nyata dalam hal rasa dengan produk C dan D pada taraf signifikansi 0.05. Produk A dan B tidak berbeda nyata dalam hal rasa pada taraf signifikansi 0.05. Produk C dan D juga menunjukan hal serupa, keduanya tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05. Hasil analisis ragam terhadap data rating hedonik atribut rasa dapat dilihat pada Lampiran 9. Secara umum ekstrudat dengan bahan baku sorgum sosoh memiliki skor yang lebih tinggi dibandingkan ekstrudat dengan bahan baku sorgum tidak disosoh dalam hal atribut rasa. Menurut Suarni 2004 kandungan tanin menurun drastis setelah penyosohan. Tanin menyebabkan rasa sepat sehingga tidak disukai konsumen Suarni, 2004. Rasa ekstrudat yang menggunakan sorgum tidak mengalami penyosohan agak pahit dibandingkan ekstrudat yang berasal dari sorgum sosoh. Rasa pahit tersebut disebabkan adanya tanin yang lebih banyak pada esktrudat yang tidak disosoh. 66 Keterangan : A : ekstrudat dengan bahan baku sorgum sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 411 rpm B : ekstrudat dengan bahan baku sorgum sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 467 rpm C : ekstrudat dengan bahan baku sorgum tidak sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 411 rpm D : ekstrudat dengan bahan baku sorgum tidak sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 467 rpm Gambar 15 . Skor kesukaan panelis terhadap atribut rasa ekstrudat Kecepatan ulir ekstruder yang digunakan tidak memberi pengaruh signifikan terhadap kesukaan rasa ekstrudat yang dihasilkan. Hal ini ditunjukan pada gambar 15, ekstrudat dengan perlakuan penyosohan yang sama namun dengan perlakuan kecepatan ulir ekstruder yang berbeda, tidak memberikan perbedaan nyata terhadap kesukaan panelis dalam hal atribut rasa. Berdasarkan atribut rasa, perlakuan penyosohan pada bahan baku sorgum yang digunakan dan kecepatan ulir ekstruder yang berbeda mempengaruhi penilaian panelis terhadap atribut rasa dari keempat ekstrudat. Ekstrudat yang dihasilkan menggunakan sorgum yang disosoh memberikan penerimaan rasa yang lebih baik dibandingkan ekstrudat yang dihasilkan menggunakan sorgum yang tidak disosoh. 2.97ab 3.13a 2.73b 2.73b 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 A B C D S ka la He d o n ik Perlakuan Uji Rating Hedonik Rasa 67

1.2 Warna

Penampakan produk pangan disukai atau tidak salah satunya melalui penampakan visual berupa warna. Produk ekstrusi yang dihasilkan berwarna putih hingga putih kecoklatan. Warna produk berasal dari warna asal bahan baku dan warna yang ditimbulkan akibat reaksi Mailard yang terjadi saat pemasakan produk. Hasil organoleptik kesukaan atribut warna menunjukan produk C, D dan A berturut-turut berada pada kisaran skor tidak suka hingga netral skor 2.77, 2.80 dan 2.93, sedangkan produk B memiliki skor tertinggi 3.03 yang berada pada skor kisaran netral hingga disukai. Nilai skor produk yang menggunakan bahan baku sorgum sosoh secara umum lebih besar dari produk yang menggunakan bahan baku sorgum tidak disosoh. Hasil uji rating hedonik terhadap atribut warna dapat dilihat pada Gambar 16. Hasil analisis ragam menunjukan tidak terdapat perbedaan kesukaan yang nyata dalam hal atribut warna di antara keempat ekstrudat pada taraf signifikansi 0.05. Hasil analisis ragam terhadap data rating hedonik atribut warna dapat dilihat pada Lampiran 10. Warna ekstrudat yang berasal dari bahan baku sorgum yang disosoh lebih putih dibandingkan warna ekstrudat yang berasal dari bahan baku sorgum yang tidak disosoh yang berwarna lebih cokelat. Penyosohan menghilangkan sebagian besar lapisan kulit ari dari sorgum Suarni, 2004 dan memberikan penampakan biji yang lebih putih. Biji sorgum sebelum disosoh memberikan penampakan berwarna putih agak kecoklatan sehingga berpengaruh terhadap produk akhir yang berwarna agak cokelat. Secara umum panelis lebih menyukai ekstrudat yang berasal dari sorgum yang disosoh dalam hal atribut warna karena warna ekstrudat yang berasal dari sorgum tidak disosoh lebih coklat dibandingkan sorgum yang disosoh lebih putih. 68 Keterangan : A : ekstrudat dengan bahan baku sorgum sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 411 rpm B : ekstrudat dengan bahan baku sorgum sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 467 rpm C : ekstrudat dengan bahan baku sorgum tidak sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 411 rpm D : ekstrudat dengan bahan baku sorgum tidak sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 467 rpm Gambar 16 Skor kesukaan panelis terhadap atribut warna ekstrudat Berdasarkan atribut warna, panelis memberikan penilaian yang tidak berbeda nyata terhadap keempat ekstrudat. Perlakuan penyosohan pada bahan baku sorgum yang digunakan dan kecepatan ulir ekstruder yang berbeda tidak mempengaruhi penilaian panelis terhadap atribut warna dari keempat ekstrudat.

1.3. Tekstur

Tekstur merupakan salah satu parameter kritis pada penerimaan keseluruhan suatu produk pangan. Tekstur merupakan salah satu atribut paling penting pada produk ekstrusi berupa makanan ringan. 2.93a 3.03a 2.77a 2.80a 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 A B C D S ka la He d o n ik Perlakuan Uji Rating Hedonik Warna 69 Hasil organoleptik kesukaan atribut tekstur menunjukan penerimaan keempat produk terletak pada kisaran netral-suka 3.1-3.63. Produk B dan D memiliki skor yang paling disukai panelis yaitu 3.63, sedangkan produk A dan C memiliki skor penerimaan terendah yaitu 3.1. Hasil uji rating hedonik terhadap atribut tekstur dapat dilihat pada Gambar 17. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata antar produk dalam hal atribut tekstur pada taraf signifikansi 0.05. Produk C berbeda nyata dengan produk A, B dan D dalam hal atribut tekstur pada taraf signifikansi 0.05. Hasil analisis ragam terhadap data rating hedonik atribut tekstur dapat dilihat pada Lampiran 11. Perlakuan penyosohan pada bahan baku sorgum dan kecepatan ulir ekstruder berpengaruh terhadap tekstur kerenyahan ekstrudat yang dihasilkan. Namun panelis menilai ekstrudat yang berasal dari sorgum sosoh dan tidak sosoh dengan kecepatan ulir ekstruder 467 rpm produk B dan D pada taraf tingkat kesukaan yang sama. Panelis memberikan penilaian yang lebih rendah pada ekstrudat yang berasal dari sorgum tidak sosoh dengan kecepatan ulir 411 rpm produk C. proses ekstrusi dengan kecepatan ulir ekstruder yang lebih tinggi menghasilkan produk yang lebih mekar dan lebih renyah dibandingkan kecepatan putar ulir lebih rendah. Hal inilah yang menyebabkan panelis lebih menyukai tekstur produk yang dihasilkan pada proses ekstrusi dengan kecepatan ulir ektruder lebih tinggi. Penelitian Apriani 2009 juga menunjukan pengaruh kecepatan ulir yang lebih tinggi menghasilkan ekstrudat yang lebih mekar dan renyah. 70 Keterangan : A : ekstrudat dengan bahan baku sorgum sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 411 rpm B : ekstrudat dengan bahan baku sorgum sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 467 rpm C : ekstrudat dengan bahan baku sorgum tidak sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 411 rpm D : ekstrudat dengan bahan baku sorgum tidak sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 467 rpm Gambar 17 . Skor kesukaan panelis terhadap atribut tekstur ekstrudat Berdasarkan atribut tekstur, dapat disimpulkan bahwa perlakuan penyosohan sorgum dan kecepatan putar ulir ekstruder mempengaruhi tekstur secara subjektif terhadap ekstrudat yang dihasilkan.

1.4. Kelengketan di Mulut

Kelengketan di mulut merupakan salah satu atribut penting dalam produk ekstrusi terutama makanan ringan. Produk yang terlalu lengket di mulut menyebabkan tingkat kesukaan konsumen semakin menurun. Kelengketan produk di mulut erat kaitannya dengan tingkat kelarutan dan penyerapan air ketika produk di dalam mulut. Hasil organoleptik kesukaan atribut kelengketan menunjukan produk A, B, C dan D berada pada kisaran skor netral hingga suka skor 3.5a 3.63a 3.1b 3.63a 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 A B C D S ka la He d o n ik Perlakuan Uji Rating Hedonik Tekstur 71 3.1, 3.03, 3.2 dan 3.17. Hasil uji rating hedonik terhadap kelengketan di mulut dapat dilihat pada Gambar 18. Hasil analisis ragam menunjukan tidak terdapat perbedaan kesukaan yang nyata pada produk A, B, C, dan D, dalam hal kelengketan pada taraf signifikansi 0.05. Hasil analisis ragam terhadap data rating hedonik atribut kelengketan dapat dilihat pada Lampiran 12. Keterangan : A : ekstrudat dengan bahan baku sorgum sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 411 rpm B : ekstrudat dengan bahan baku sorgum sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 467 rpm C : ekstrudat dengan bahan baku sorgum tidak sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 411 rpm D : ekstrudat dengan bahan baku sorgum tidak sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 467 rpm Gambar 18 . Skor kesukaan panelis terhadap atribut kelengketan di mulut ekstrudat Kelengketan produk ektrusi di mulut berhubungan dengan kemampuan ekstrudat untuk menyerap air indeks penyerapan air Melianawati, 1998. Penyerapan air yang lebih tinggi ketika produk berada di dalam mulut menyebabkan produk lebih lengket di mulut. Dengan semakin rendahnya indeks penyerapan air maka gaya adhesi antara produk dan air liur akan semakin rendah, sehingga produk akan 3.1a 3.03a 3.2a 3.17a 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 A B C D S ka la He d o n ik Produk Uji Rating Hedonik Kelengketan di Mulut 72 tetap lebih kompak atau tidak lengket ketika bersinggungan dengan benda lain. Dalam hal ini ektrudat dengan mulut panelis ketika ekstrudat ditelan tidak meninggalkan sisa di mulut. Gomez dan Aguilera 1983 menyatakan di samping mengalami proses gelatinisasi selama proses ekstrusi juga terjadi dekstrinisasi. Pati yang tergelatinisasi yang selanjutnya mengalami dekstrinisasi berperan dalam kelarutan di dalam air. Uji organoleptik terhadap atribut kelengketan menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata antar ekstrudat. Skor penerimaan keempat ekstrudat yang di atas 3 skor netral hingga suka menunjukan secara umum panelis menyukai kelengketan di mulut ekstrudat. Pengukuran indeks kelarutan dan penyerapan air dapat dilakukan untuk melihat pengaruh kelengketan objektif dan pemasakan dari setiap ekstrudat. Berdasarkan atribut kelengketan di mulut, panelis memberikan penilaian yang tidak berbeda nyata terhadap keempat ekstrudat. Perlakuan penyosohan pada bahan baku sorgum yang digunakan dan kecepatan ulir ekstruder yang berbeda tidak mempengaruhi penilaian panelis terhadap atribut kelengketan dari keempat ekstrudat.

2. Analisis Antioksidan Uji DPPH

Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan menggunakan metode DPPH 1,1-diphenyl1-2-picryl1-hidrazyl. Metode ini dikenal memiliki kepraktisan pelaksanaan dan waktu yang relatif cepat. DPPH 2,2- dyphenyl-1-picrylhydrazil merupakan senyawa radikal bebas yang stabil dalam larutan metanol yang berwarna ungu tua. Asam askorbat digunakan sebagai standar pada penelitian ini. Hasil pengujian dibaca sebagai mg vitamin C equivaleng sampel, dimana nilai tersebut menunjukkan kesetaraan aktivitas antioksidan 1 gram produk ekstrusi dengan vitamin C. Vitamin C digunakan sebagai pembanding terhadap aktivitas antioksidan dari ekstrak ekstrusi, dimaksudkan untuk mengetahui perbandingan kemampuan antioksidan ekstrak bila dinyatakan dalam daya peredaman 73 radikal bebas oleh vitamin C. Semakin tinggi konsentrasi dari vitamin C, semakin rendah nilai absorbansinya. Hasil analisis aktivitas antioksidan menunjukkan bahwa ekstrudat dengan bahan baku sorgum tidak disosoh produk C dan D memiliki aktivitas antioksidan yaitu 0,81 mg vitamin C eqg produk dan 0,85 mg vitamin C eqg produk lebih tinggi dibandingkan ekstrudat dengan bahan baku sorgum sosoh produk A dan B yang memberikan aktivitas antioksidan 0,59 mg vitamin C eqg produk dan 0,62 mg vitamin C eqg produk. Nilai aktivitas antioksidan tertinggi ada pada produk C dan nilai aktivitas antioksidan terendah ada pada produk B. Hasil aktivitas antioksidan keempat produk ditunjukan pada Gambar 19. Keterangan : A : ekstrudat dengan bahan baku sorgum sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 411 rpm B : ekstrudat dengan bahan baku sorgum sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 467 rpm C : ekstrudat dengan bahan baku sorgum tidak sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 411 rpm D : ekstrudat dengan bahan baku sorgum tidak sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 467 rpm Gambar 19. Aktivitas antioksidan berbagai perlakuan 0.62 0.59 0.85 0.81 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 1.00 A B C D A kti vit a s A n ti ok si d a n m g A E A C g p rod u k Perlakuan Aktivitas Antioksidan 74 Ekstrudat yang berasal dari sorgum yang disosoh memiliki nilai aktivitas antioksidan yang lebih rendah dibandingkan yang berasal dari sorgum yang tidak disosoh, sedangkan proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder yang lebih tinggi menghasilkan ekstrudat dengan nilai aktivitas antioksidan yang lebih rendah dibandingkan kecepatan putar ulir yang lebih rendah. Adanya penurunan aktivitas antioksidan sorgum setelah disosoh tersebut diduga karena ikut terbuangnya komponen fenolik pada bagian kulit. Menurut Suarni 2004, proses penyosohan pada biji sorgum menyebabkan terlepasnya lapisan pericarp, testa, sebagian besar lapisan aleuron dan embrio sehingga secara tidak langsung mengikis pula berbagai komponen gizi dan komponen bioaktif sorgum. Hal ini dipertegas oleh Earp et al 2004 yang menyatakan bahwa senyawa fenolik golongan tanin pada sorgum yang memiliki aktivitas antioksidan berada pada lapisan testanya. Kandungan senyawa fenolik golongan tanin yang terdapat pada lapisan testa dan perikarp biji sorgum kadarnya cukup tinggi yaitu berkisar antara 3,67- 5,4 Rooney et al., 1980. Oleh karena itu adanya proses penyosohan dapat menyebabkan penurunan aktivitas antioksidan karena banyak terbuangnya bagian kulit dimana banyak terdapat komponen fenolik yang berperan sebagai antioksidan. Pernyataan tersebut didukung oleh hasil penelitian Dykes dan Rooney 2006 yang melaporkan bahwa komponen fenolik pada sorgum selain berada pada endosperm juga berada pada bagian kulit, yaitu pada bagian perikarp dan testa. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yanuar 2009 menunjukan hasil serupa yang menunjukan bahwa nilai aktifitas antioksidan sorgum yang tidak disosoh lebih tinggi dibandingkan nilai aktifitas antioksidan sorgum yang disosoh. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa kecepatan putar ulir yang lebih tinggi menyebabkan nilai aktivitas antioksidan lebih rendah. Kecepatan putar ulir yang lebih tinggi menyebabkan gesekan antara bahan dengan bahan dan bahan dengan barrel semakin tinggi sehingga mengakibatkan peningkatan konsumsi energi dalam proses yang 75 menimbulkan panas. Kecepatan putar ulir yang lebih tinggi menimbulkan panas yang tinggi antar partikel bahan. Hal ini berpengaruh terhadap komponen fenol yang terkandung pada sorgum tanin yang sensitif terhadap adanya panas maka sehingga menyebabkan degradasi senyawa aktif yang terkandung di tanin semakin besar dan bersinergis terhadap penurunan nilai aktivitas antioksidan. Kecepatan ulir yang lebih tinggi menghasilkan residence time lebih rendah Davidson et al., 1983. Residence time yang lebih tinggi menyebabkan panas yang mengenai bahan akan lama dibandingkan residence time yang rendah. Namun pengaruh gesekan antar bahan dan dengan barel menimbulkan panas yang memberikan penurunan aktivitas antioksidan lebih signifikan dibandingkan pengaruh residence time dengan suhu proses pada penelitian dijaga pada 140 o C. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Miller 2004 yang menyatakan bahwa kecepatan ulir yang lebih tinggi menghasilkan gesekan yang tinggi sehingga menghasilkan suhu yang tinggi selama produksi. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan pengaruh kecepatan ulir yang lebih tinggi dan pengaruh penyosohan menurunkan aktifitas antioksidan dari produk. Jika dibandingkan dengan produk pangan lain, nilai antioksidan dari ekstrudat yang berasal dari sorgum yang tidak disosoh mendekati nilai antioksidan dari sukun per 100 gram produk 80 mg ekivalen vit C100 gram produk, sedangkan ekstrudat yang berasal dari sorgum yang disosoh memiliki nilai antioksidan yang mendekati nilai antioksidan dari arbei per 100 gram produk 60 mg ekivalen Vit C 100 gram produk Persagi, 2009.

3. Analisis Fisik

Analisis fisik meliputi water absorption index, water solubility index, kekerasan objektif, derajat gelatinisasi, dan rasio pengembangan.

3.1. Water Absorption Index WAI

Water Absorption Index WAI ialah berat gel yang diperoleh per gram bahan yang tidak larut. Secara umum, nilai WAI berbanding 76 terbalik dengan Water Solubility Index WSI. WAI dan WSI menunjukan indikator fungsional derajat pemasakan ekstrudat. Nilai Water Absorption Index WAI ekstrudat berbagai perlakuan ditunjukan pada Gambar 20. Berdasarkan hasil analisis, WAI ekstrudat berkisar antara 1,15 mlg sampai 3,79 mlg. Produk B memiliki nilai WAI terendah sebesar 1,15 mlg, sedangkan produk C memiliki nilai WAI terbesar sebesar 3,79 mlg. Keterangan : A : ekstrudat dengan bahan baku sorgum sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 411 rpm B : ekstrudat dengan bahan baku sorgum sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 467 rpm C : ekstrudat dengan bahan baku sorgum tidak sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 411 rpm D : ekstrudat dengan bahan baku sorgum tidak sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 467 rpm Gambar 20 . Water absorption index ekstrudat berbagai perlakuan Pengaruh proses ekstrusi pada kecepatan ulir yang lebih tinggi mempengaruhi nilai WAI yang semakin rendah. Hal ini dikarenakan pada kecepatan ulir yang lebih tinggi depolimerisasi rantai pati lebih banyak terjadi yang menyebabkan semakin banyak pati yang terlarut. 1.85 1.15 3.90 3.79 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 A B C D W a ter Abso rp ti o n I n d e x ml g Perlakuan Water Absorption Index 77 Semakin banyak pati yang terlarut menyebabkan penurunan nilai WAI dan peningkatan nilai WSI Wulandari, 1997. Penelitian produk ekstrusi yang dilakukan oleh Apriani 2009 juga menunjukan pada kecepatan putaran ulir yang lebih tinggi nilai WAI lebih rendah daripada pada produk yang menggunakan kecepatan ulir lebih rendah. Nilai WAI mengalami penurunan pada ekstrudat yang menggunakan sorgum yang disosoh dibandingkan dengan sorgum yang tidak disosoh. Sorgum yang mengalami perlakuan sosoh memiliki kandungan pati yang lebih banyak dan kandungan lemak yang lebih sedikit dibandingkan sorgum yang tidak disosoh Suarni, 2004. Semakin meningkat jumlah pati yang tergelatinisasi pada proses ekstrusi suhu dan tekanan tinggi menyebabkan semakin banyak pati yang mengalami dekstrinisasi. Pati yang lebih banyak tersebut berkontribusi terhadap semakin banyak pati yang terdekstrinisasi. Pati yang terdekstrinisasi ini yang berperan dalam penyerapan air. Semakin banyak pati yang terlarut menyebabkan penurunan nilai WAI dan peningkatan nilai WSI. Selain itu, kandungan lemak yang lebih tinggi berkontribusi terhadap penghambatan penyerapan air. Lemak membentuk lapisan pada bagian luar granula pati dan sekaligus menghambat penetrasi air ke granula Polina, 1995 . Penyosohan juga akan mengurangi kandungan lemak di dalam sorgum. Lemak akan membentuk suatu lapisan pada bagian luar granula pati dan sekaligus akan menghambat penetrasi air ke dalam granula. Penetrasi air yang lebih sedikit akan menghasilkan gelatinisasi yang rendah sehingga depolimerisasi partikel pati akan menurun. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa peningkatan kecepatan ulir ekstruder dan perlakuan penyosohan terhadap bahan baku sorgum menyebabkan penurunan nilai WAI ekstrudat.

3.2. Water Solubility Index WSI

Water Solubility Index WSI mengekspresikan persentase bahan kering yang diperoleh kembali dengan evaporasi supernatan dari perhitungan WAI dan hal ini berhubungan dengan jumlah molekul 78 terlarut. Keuntungan penggunaan WSI sebagai pengukuran degradasi adalah berkorelasi dengan ukuran molekul yang rendah dan derajat exodegradasi. WSI berkorelasi positif dengan derajat gelatinisasi. Menurut Rzedzicki et al., 2004, nilai WSI dipengaruhi oleh parameter proses, seperti kelembaban bahan dan temperatur ekstrusi. Peningkatan kelembaban bahan mentah menghasilkan viskositas yang lebih rendah pada massa liquid pemasakan ekstrusi yang selanjutnya mempengaruhi intensitas tekanan dalam proses yang semakin menurun sehingga menurunkan derajat dekstrinisasi polimer pati yang berkorelasi terhadap penurunan nilai WSI. Kadar air bahan pada penelitian ini ditetapkan sebesar 13 dan suhu proses dikunci pada suhu 140 o C sehingga kelembaban bahan serta suhu proses bukan faktor yang signifikan mempengaruhi hasil perhitungan nilai WSI pada penelitian ini. Hasil analisis menunjukan nilai Water Solubility Index WSI ekstrudat berkisar antara 0.036 g2ml hingga 0.070 g2ml. Nilai WSI tertinggi diperoleh pada produk B sedangkan nilai WSI terendah diperoleh produk C. Nilai Water Solubility Index WSI ekstrudat berbagai perlakuan ditunjukan pada Gambar 21. Ekstrudat yang berasal dari bahan baku sorgum yang disosoh memiliki nilai WSI lebih tinggi dibandingkan dengan sorgum yang tidak disosoh, sedangkan proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder yang lebih tinggi menghasilkan nilai WSI yang juga lebih tinggi dibandingkan kecepatan putar ulir yang lebih rendah. 79 Keterangan : A : ekstrudat dengan bahan baku sorgum sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 411 rpm B : ekstrudat dengan bahan baku sorgum sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 467 rpm C : ekstrudat dengan bahan baku sorgum tidak sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 411 rpm D : ekstrudat dengan bahan baku sorgum tidak sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 467 rpm Gambar 21 . Water solubility index ekstrudat berbagai perlakuan Hasil penelitian menunjukan bahwa semakin meningkatnya kecepatan putar ulir ekstruder, nilai WSI semakin besar. Lamanya waktu bahan berada dalam ekstruder bersamaan dengan pengaruh tekanan dan suhu tinggi, serta kekuatan aliran dapat memperkuat depolimerisasi rantai pati yang mengkontribusi peningkatan nilai WSI. Proses depolimerisasi terjadi lebih kuat pada kecepatan putar ulir ekstruder yang lebih tinggi menyebabkan peningkatan nilai WSI dibandingkan dengan sampel yang diekstrusi dengan kecepatan ulir yang lebih rendah Rzedzicki et al., 2004. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Lin et al., 2002 dan Apriani 2009 yang menunjukan hasil serupa yaitu nilai WSI meningkat dengan peningkatan kecepatan ulir. 0.058 0.070 0.036 0.042 0.000 0.010 0.020 0.030 0.040 0.050 0.060 0.070 0.080 A B C D Wate r S o lu b il ity In d e x g2m l Perlakuan Water Solubility Index 80 Ekstrudat yang berasal dari sorgum yang mengalami penyosohan memiliki nilai WSI yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrudat sorgum yang tidak mengalami penyosohan. Proses penyosohan pada biji sorgum menyebabkan terlepasnya lapisan pericarp, testa, sebagian besar lapisan aleuron dan embrio sehingga secara tidak langsung mengikis pula berbagai komponen gizi dan komponen bioaktif sorgum Suarni, 2004. Sorgum sosoh memiliki kandungan pati lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan pati yang tidak disosoh Suarni, 2004. Gomez dan Aguilera 1983 menyatakan di samping mengalami proses gelatinisasi selama proses ekstrusi juga terjadi dekstrinisasi. Bahwa yang berperan di dalam WSI adalah pati yang tergelatinisasi yang selanjutnya mengalami dekstrinisasi. Pati yang cenderung lebih banyak pada perlakuan penyosohan berkorelasi positif terhadap semakin banyaknya pati yang terdekstrinisasi sehingga meningkatkan nilai WSI. Sorgum mengandung serat tidak larut dalam jumlah tinggi, sedangkan kandungan serat larut dan β-glucan cukup rendah Rooney dan Serna, 2000. Karena serat banyak terbuang pada sorgum sosoh, meningkatkan kandungan bahan yang larut pada sorgum sosoh. Hal ini mempengaruhi peningkatan WSI pada ekstrudat yang berasal dari sorgum sosoh. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa peningkatan kecepatan ulir ekstruder dan perlakuan penyosohan terhadap bahan baku sorgum menyebabkan peningkatan nilai WSI ekstrudat.

3.3. Tekstur kekerasaan objektif

Kekerasan merupakan daya tahan bahan untuk pecah akibat gaya tekan yang diberikan. Sifat keras untuk menyatakan sifat benda atau produk pangan padat yang tidak bersifat deformasi. Tekstur produk merupakan salah satu atribut sensori terpenting pada produk ekstrusi Muchtadi et al., 2008. Tekstur berperan penting dalam penerimaan keseluruhan dari sebuah produk pangan dan merupakan kriteria penting bagi konsumen untuk menyatakan mutu dan kesegaran dari produk pangan, termasuk pada makanan ringan ekstrudat. Makanan ringan yang 81 disukai adalah makanan ringan yang bertekstur renyah, garing, tidak keras, dan tidak melempem. Menurut Tripalo et al., 2006 kelembaban bahan, kecepatan ulir, dan temperatur mempengaruhi kekerasan ekstrudat. Kelembaban memiliki efek paling signifikan terhadap kekerasan produk, namun rata- rata kecepatan pemasukan bahan feeder tidak memberi efek signifikan pada kekerasan produk ekstrudat. Kekerasan meningkat seiring peningkatan kadar air bahan. Hal ini dikarenakan pengurangan pengembangan disebabkan peningkatan kelembaban. Berdasarkan hasil analisis menggunakan texture analyzer, nilai kekerasan produk ekstrudat bervariasi antara 2.22 Kgf hingga 3.35 Kgf. Nilai kekerasan tertinggi diperoleh pada produk C sedangkan nilai kekerasan terendah diperoleh pada produk B. Tekstur kekerasan ekstrudat berbagai perlakuan dapat dilihat pada Gambar 22 Penggunaan bahan baku sorgum yang disosoh dan tidak disosoh serta kecepatan ulir yang berbeda mempengaruhi kekerasan ekstrudat yang dihasilkan. Ekstrudat yang berasal dari sorgum yang disosoh memiliki nilai kekerasan yang lebih rendah dibandingkan dengan ekstrudat yang menggunakan sorgum yang tidak disosoh, sedangkan ekstrudat dengan kecepatan putar ulir yang lebih tinggi menghasilkan tingkat kekerasan lebih rendah dibandingkan ekstrudat dengan kecepatan putar ulir yang lebih rendah. 82 Keterangan : A : ekstrudat dengan bahan baku sorgum sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 411 rpm B : ekstrudat dengan bahan baku sorgum sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 467 rpm C : ekstrudat dengan bahan baku sorgum tidak sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 411 rpm D : ekstrudat dengan bahan baku sorgum tidak sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 467 rpm Gambar 22 . Nilai kekerasan objektif berbagai perlakuan Kecepatan putar ulir yang lebih tinggi menghasilkan produk yang lebih mekar dan porous sehingga kekerasan produk lebih menurun. Kekerasan yang menurun tersebut menyebabkan kerenyahan produk semakin baik. Menurut Tripalo et al.,2006, kecepatan ulir dan temperatur memiliki efek negatif terhadap kekerasan. Peningkatan kecepatan ulir menurunkan nilai kekerasan produk. Kecepatan putar ulir yang lebih cepat membentuk tekstur produk yang lebih mekar sehingga kekerasan berkurang. Penelitian sejenis produk ektrusi yang dilakukan oleh Apriani 2009 menunjukan hasil serupa yaitu dengan meningkatnya kecepatan ulir, tekstur kekerasan produk ekstrusi mengalami penurunan. 2.83 2.22 3.35 3.08 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 A B C D K e ke rasan K g f Perlakuan Kekerasan objektif 83 Proses penyosohan mengikis lapisan kulit ari yang mengandung berbagai komponen gizi. Dykes dan Rooney 2006 menyatakan bahwa pada bagian kulit ari dari sorgum terdapat berbagai komponen gizi seperti lemak, protein, vitamin dan mineral. Selain itu, kandungan serat paling banyak juga terdapat pada lapisan kulit ari FAO, 2010. Sorgum yang mengalami penyosohan memiliki kandungan serat dan protein yang lebih rendah dibandingkan produk yang tidak mengalami penyosohan Suarni, 2004. Menurut Noguchi et al,. 1981 dengan adanya protein akan terbentuk matriks pada produk ekstrusi yang menyerupai serat dan dapat meningkatkan kekerasan produk ekstrusi. Serat mengurangi pengembangan produk ekstrusi dan dapat bertindak sebagai bulking agent Huber, 2001. Peningkatan lemak dan serat kasar menyebabkan produk ekstrusi cenderung untuk tidak mengembang sehingga tekstur yang dihasilkannya keras dan tidak porous. Produk yang kurang mengembang cenderung akan membentuk teksur yang lebih padat dan tidak mekar sehingga produk akan lebih keras. Oleh karena itu, penggunaan sorgum yang disosoh menyebabkan nilai kekerasan dari ekstrudat yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan estrudat yang berasal dari sorgum yang tidak disosoh. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa peningkatan kecepatan ulir ekstruder dan perlakuan penyosohan terhadap bahan baku sorgum menyebabkan menurunkan kekerasan dan meningkatkan kerenyahan ekstrudat yang dihasilkan.

3.4. Derajat Gelatinisasi

Derajat gelatinisasi didefinisikan sebagai ratio antara pati yang tergelatinisasi dengan total pati dari produk yang dihitung dengan metode spektrofotometer dengan mengukur kompleks pati-iodin yang terbentuk dari suspensi contoh sebelum dan sesudah dilarutkan dalam alkali Wooton et al., 1971. Derajat gelatinisasi merupakan bagian dari evaluasi kesempurnaan proses gelatinisasi pada bahan. Kesempurnaan 84 gelatinisasi pada produk ekstrusi perlu dievaluasi untuk mengetahui sampai sejauh mana pati siap dan mudah dicerna oleh tubuh. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai derajat gelatinisasi berkisar antara 43.33 sampai dengan 60.32. Nilai derajat gelatinisasi tertinggi diperoleh pada produk B dan terendah diperoleh pada produk C Nilai derajat gelatinisasi ekstrudat dapat dilihat pada Gambar 23. Keterangan : A : ekstrudat dengan bahan baku sorgum sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 411 rpm B : ekstrudat dengan bahan baku sorgum sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 467 rpm C : ekstrudat dengan bahan baku sorgum tidak sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 411 rpm D : ekstrudat dengan bahan baku sorgum tidak sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 467 rpm Gambar 23 . Nilai derajat gelatinisasi ekstrudat berbagai perlakuan Berdasarkan hasil penelitian, ekstrudat yang berasal dari sorgum yang mengalami penyosohan memiliki nilai derajat gelatinisasi lebih tinggi dibandingkan ekstrudat yang berasal dari sorgum yang tidak mengalami perlakuan penyosohan. Menurut Suarni 2004, proses penyosohan pada biji sorgum menyebabkan terlepasnya lapisan pericarp, 56.26 60.32 43.33 47.86 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 A B C D D e rajat Ge latinis asi Perlakuan Derajat Gelatinisasi 85 tegmen, sebagian besar lapisan aleuron dan embrio sehingga secara tidak langsung mengikis pula berbagai komponen gizi dan komponen bioaktif sorgum yang menurut Dykes dan Rooney 2007 terdapat pada lapisan kulit luar dari biji sorgum yaitu pada lapisan pericarp dan testa. Kadar protein dan lemak yang terkandung di dalam produk yang disosoh lebih rendah dibandingkan produk yang tidak disosoh Yanuar, 2009. Kandungan protein dan lemak yang lebih banyak pada produk yang disosoh berkontribusi terhadap penghambatan jumlah air yang diserap oleh pati. Hal inilah yang menyebabkan penurunan nilai derajat gelatinisasi. Harper 1981 mengatakan bahwa protein dan lemak akan membentuk suatu lapisan pada permukaan granula pati. Lemak akan diselubungi butiran pati kompleks amilosa-lipid dan menghambat jumlah air yang dapat diserap oleh pati, sehingga nilai derajat gelatinisasi semakin kecil. Hasil penelitian Noguchi et al., 1981 menyatakan bahwa protein melalui proses ekstrusi akan membentuk suatu jaringan matriks yang kuat, sehingga mempersulit transfer air maupun panas ke dalam bahan. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa kecepatan putar ulir meningkat menyebabkan peningkatan derajat gelatinisasi. Menurut Ahza 1996, jika tidak terdapat air yang mencukupi untuk proses gelatinisasi diperlukan energi berupa gesekan shear untuk proses hidrasi. Gesekan shear dapat dihasilkan dari gesekan antara bahan dengan ulir dan juga dengan laras. Semakin cepat perputaran ulir, gesekan yang terjadi semakin banyak baik dengan bahan baku ataupun antara bahan baku dengan laras sehingga menyebabkan energi yang dihasilkan semakin tinggi. Energi yang dihasilkan dari perputaran ulir yang lebih tinggi menyebabkan proses hidrasi dari ekstrudat semakin tinggi sehingga berkorelasi untuk meningkatkan derajat gelatinisasi produk. Hal ini juga diperkuat oleh Li et al., 2004 dan Apriyani 2009 yang menyatakan bahwa ketika kecepatan ulir ekstruder meningkat, terjadi peningkatan derajat gelatinisasi ekstrudat. 86 Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengaruh penyosohan pada bahan baku sorgum yang digunakan dan penggunaan kecepatan ulir ekstruder yang lebih tinggi meningkatkan derajat gelatinisasi ekstrudat.

3.5. Derajat Pengembangan

Derajat pengembangan produk ekstrusi merupakan karakteristik yang penting. Pada dasarnya derajat pengembangan produk ini adalah membandingkan diameter produk dengan diameter cetakan. Salah satu karakteristik dari produk-produk ekstrusi adalah adanya fenomena puffing yaitu terjadinya pengembangan volume Muchtadi et al., 1988. Nilai derajat pengembangan hasil penelitian memiliki nilai yang bervariasi antara 137.60 hingga 194.91. Nilai derajat pengembangan tertinggi diperoleh pada produk B dan nilai derajat pengembangan terendah diperoleh pada produk C. Nilai derajat pengembangan ekstrudat dapat dilihat pada Gambar 24. Nilai derajat pengembangan semakin meningkat pada ekstrudat yang berasal dari sorgum yang disosoh dibandingkan ekstrudat yang berasal dari sorgum yang tidak disosoh. Menurut Suarni 2004, proses penyosohan pada biji sorgum menyebabkan terlepasnya lapisan pericarp, tegmen, sebagian besar lapisan aleuron dan embrio sehingga secara tidak langsung mengikis pula berbagai komponen gizi dan komponen bioaktif sorgum yang menurut Dykes dan Rooney 2007 terdapat pada lapisan kulit luar dari biji sorgum yaitu pada lapisan pericarp dan testa. Lemak dan protein lebih banyak terdapat pada sorgum yang disosoh Yanuar, 2009. Kandungan protein, lemak serta serat yang lebih banyak pada bahan yang tidak disosoh mempengaruhi nilai derajat pengembangan produk yang lebih rendah dibandingkan bahan yang disosoh. Kandungan protein dan lemak yang lebih banyak tersebut dapat menurunkan derajat pengembangan dari produk ekstrusi. 87 Keterangan : A : ekstrudat dengan bahan baku sorgum sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 411 rpm B : ekstrudat dengan bahan baku sorgum sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 467 rpm C : ekstrudat dengan bahan baku sorgum tidak sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 411 rpm D : ekstrudat dengan bahan baku sorgum tidak sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 467 rpm Gambar 24 . Nilai derajat pengembangan berbagai perlakuan Menurut Linko et al. 1981 pengembangan produk ekstrusi tergantung pada gelatinisasi pati dan pengembangan uap air ketika melalui cetakan. Ketika produk melewati cetakan, penurunan tekanan yang mendadak menyebabkan penguapan air yang sudah sangat panas. Jika gel cukup kuat, uap air yang berekspansi ke luar menghembus sel meninggalkan ruang porous yang berongga Miller, 1985. Protein dan lemak akan membentuk jaringan matriks yang menyerupai serat, mempersulit transfer air maupun panas ke dalam bahan sehingga menyebabkan proses pengembangan menjadi terhambat. Menurut Harper 1981, komponen pati yang berperan terhadap pengembangan puffing produk ekstrusi adalah amilopektin. Pati yang 180.70 194.91 137.60 151.25 0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 A B C D D e rajat Pen g e m b an g an Perlakuan Derajat Pengembangan 88 kaya amilopektin menyebabkan lebih mengembang dibandingkan dengan pati yang kaya amilosa, karena rantai amilosa akan berikat satu sama lain pada proses pemasakan, sehingga proses saling terkaitnya amilosa tersebut menyebabkan polimer-polimer amilosa tersebut sulit tertarik pada saat proses pengembangan pada saat produk keluar dari cetakan yang menyebabkan produk ekstrusi kurang mengembang Monaru dan Kokini, 2003. Pada bahan yang memiliki kandungan air yang sama, amilopektin lebih mudah mengembang daripada amilosa. Menurut Rooney 1981, kandungan pati sorgum yaitu amilosa 25 dan amilopektin 75, sehingga ekstrudat yang dihasilkan pada percobaan cukup mengembang. Hasil penelitian menunjukan dengan semakin tingginya kecepatan putar ulir ekstruder, nilai derajat pengembangan semakin besar. Peningkatan kecepatan ulir meningkatkan shear dan friksi dalam ekstruder sehingga menghasilkan rata-rata transfer Spesific Energy Mechanic SME yang lebih tinggi Li et al., 2004. Peningkatan rata-rata SME memiliki efek linear positif dalam rata-rata pengembangan ekstrudat Schmid et al., 2005. Putaran ulir yang relatif lebih cepat membentuk produk yang relatif lebih mekar. Oleh sebab itu, dengan semakin cepatnya kecepatan putar ulir maka produk yang dihasilkan semakin mekar sehingga meningkatkan rasio pengembangan. Penelitian yang dilakukan oleh Apriyani 2009 menunjukan hasil serupa yaitu peningkatan kecepatan ulir menghasilkan ekstrudat dengan derajat pengembangan lebih besar. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan kecepatan ulir ekstruder yang lebih tinggi dan pengaruh penyosohan pada bahan baku sorgum yang digunakan meningkatkan derajat pengembangan ekstrudat. 89 D . PEMILIHAN PRODUK TERBAIK Pemilihan produk terbaik pada penelitian ini dilakukan dengan mempertimbangkan sifat produk yang dihasilkan meliputi sifat organoleptik warna, rasa, tekstur dan kelengketan di mulut dan aktivitas antioksidan. Skor tertinggi untuk setiap sifat yang diamati diberikan tanda bintang . Skor tertinggi untuk sifat organoleptik ditentukan berdasarkan skala hedonik tertinggi untuk tiap atribut. Skor tertinggi untuk aktivitas antioksidan berdasarkan nilai aktivitas tertinggi. Pengamatan sifat produk untuk menentukan perlakuan terbaik ditunjukan pada tabel 10. Tabel 10. Beberapa Macam Sifat Produk Yang Diamati Untuk Menentukan Produk Terbaik Produk Sifat Organoleptik Aktivitas Antioksidan Total Skor warna rasa tekstur kelengketan di mulut A 4 B 4 C 3 D 3 Keterangan : A : ekstrudat dengan bahan baku sorgum sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 411 rpm B : ekstrudat dengan bahan baku sorgum sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 467 rpm C : ekstrudat dengan bahan baku sorgum tidak sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 411 rpm D : ekstrudat dengan bahan baku sorgum tidak sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 467 rpm = perlakuan yang mendapat skor tertinggi Dari Tabel 10 dapat ditarik kesimpulan bahwa produk A dan B memiliki skor tertinggi yaitu 4 , sedangkan produk C dan D memiliki skor yang lebih rendah yaitu 3. Atribut rasa dan tekstur dari ekstrudat dengan bahan baku sorgum yang disosoh keduanya memiliki skor yang tertinggi namun tidak berbeda nyata. Oleh sebab itu, penentuan produk terbaik selanjutnya didasarkan pada nilai aktivitas antioksidan yang lebih tinggi. Produk A memiliki nilai aktivitas antioksidan lebih tinggi dibandingkan dengan produk B. Oleh karena itu, produk terbaik yang terpilih pada penelitian 90 ini adalah produk A yaitu ekstrudat dengan bahan baku sorgum sosoh, proses ekstrusi pada kecepatan putar ulir ekstruder 411 rpm.

E. ANALISIS PRODUK TERBAIK 1. Analisis KimiaProksimat