46
C. PERLAKUAN
Perlakuan yang dilakukan pada penelitian utama menggunakan ekstruder ulir ganda adalah jenis penyosohan dan kecepatan putar ulir.
1. Jenis Penyosohan
A1 : disosoh A2 : tidak disosoh
2 .Kecepatan Putar Ulir Ekstruder
B1 : 22 Hz 411 rpm B2 : 25 Hz 467 rpm
D.
PENGAMATAN
1. Analisis Fisik 1.1. Analisis tekstur kekerasan Stable Micro System TA. Texture
Analyzer
Prinsip pengukuran ini adalah memberikan gaya tekan kepada bahan dengan besaran tertentu sehingga profil tekstur bahan dapat
diukur. Jenis bahan yang dianalisis berpengaruh terhadap probe yang digunakan. Kekerasan produk ekstrusi diukur dengan menggunakan
Teksture analyzer TAXT-2. Kekerasan dinyatakan dalam satuan kgf. Probe yang digunakan untuk pengukuran ekstrudat ialah Warner-
Bratzler BladeKnife Blade. Setelah dilakukan pemasangan probe, sampel diletakkan di atas meja uji, kemudian teksture analizer
dinyalakan. Komputer dinyalakan untuk menjalankan program texture analyzer. Data hasil pengukuran texture analyzer dapat divisualisasikan
dalam bentuk grafik dan dapat dilakukan pengolahan data lanjut. Pengukuran sampel ekstrudat dilakukan sebanyak 3 kali untuk
tiap sampel. Pengambilan sampel dilakukan secara acak. Hasilnya berupa grafik pengukuran dengan texture analyzer. Grafik tersebut
merupakan hubungan antara waktu s di sumbu-x dan gaya g di sumbu-y.
Setting alat tekstur analyzer seperti Tabel 6 berikut.
47
Tabel 6 . Setting Texture Analyzer Pengukuran Kekerasan Produk Ekstrusi
Parameter Seting
Pre test speed 1.5 mms
Test speed 2.0 mms
Post test speed 10.0 mms
Rupture test distance 1.0 mm
Distance 25.0 mm
Force 100 g
Time 5 sekon
Count 2
1.2. Uji Rasio Pengembangan Linko et al, 1981.
Rasio pengembangan
produk dihitung
berdasarkan perbandingan diameter produk dengan diameter cetakan Linko et al,
1981
Rasio pengembangan =
1.3. Indeks Penyerapan Air WAI dan Indeks Kelarutan Dalam Air WSI Anderson, 1969 di dalam Davidson, et al.,1984
Sebanyak 3 gram sampel ditimbang, dimasukan ke dalam tabung setrifuse yang telah diketahui beratnya. Tambahkan air 30 ml,
kemudian kocok dengan vorteks selama 30 menit. Tabung lalu disentrifuse selama 20 menit dengan kecepatan 2000 rpm, supernatan
ditampung dalam cawan yang telah diketahui berat tetapnya, kemudian diuapkan pada suhu 105
o
C sampai airnya menguap. Setelah didinginkan pada desikator, berat cawan ditimbang untuk mengetahui indeks
kelarutan dalam air WSI. Endapan yang ada pada tabung sentrifuse ditimbang untuk mengetahui indeks absorbsi air WAI.
48 WSI =
WAI = Keterangan : A = berat padatan yang larut air
B = berat sampel C = berat air yang diserap
1.4. Derajat gelatinisasi, metode spektrofotometri Wooton et al.,1971 di
dalam Muchtadi et al,. 1988
Persiapan contoh sebagai berikut : produk dihaluskan sampai 60 mesh, ditimbang sebanyak 1 gram dan didispersikan dalam 100 ml air
dalam waring blender selama 1 menit. Suspensi ini kemudian disentrifuse pada suhu ruang selama 15 menit dengan kecepatan 3500
rpm. Supernatan diambil 0.5 ml secara duplo, lalu masing-masing ditambah 0.5 HCl 0.5 M dan dijadikan 10 ml dengan akuades. Pada
salah satu tabung duplo ditambahkan 0.1 ml larutan iodium. Kemudian contoh diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 600
nm. Suspensi lain disiapkan dengan cara mendispersikan 1 gram
produk yang sudah dihaluskan pada 95 ml air dan ditambah 5 ml NaOH 10 M. Suspensi dikocok selama 5 menit kemudian disentrifuse selama
15 menit pada suhu ruang dengan kecepatan 3500 rpm. Supernatan diambil 0.5 ml secara duplo, ditambah 0.5 HCl 0.5 M dan dijadikan 10
ml dengan akuades. Pada salah satu tabung tesebut ditambahkan 0.1 ml larutan iodium. Contoh diukur dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 600 nm. Pengamatan dilakukan dengan urutan sebagai berikut : 1
larutan yang ditambah HCl digunakan sebagai standar blanko pati tergelatinisasi; 2 Larutan bahan yang ditambah HCl dan larutan
iodium digunakan sebagai larutan pati yang tergelatinisasi; 3 Larutan bahan yang ditambah NaOH dan HCl sebagai larutan standar total pati;
49 4 Larutan bahan yang ditambah NaOH, HCl dan larutan iodium
sebagai larutan total pati. Derajat gelatinisasi dihitung dengan rumus:
Derajat Gelatinisasi =
2. Uji Organoleptik Adawiyah dan Waysima, 2008
Uji yang dilakukan adalah uji rating pada atribut warna, rasa, tekstur, dan kelengketan di mulut. Skala yang digunakan adalah skala 1 hingga 5 1
= sangat tidak suka, hingga 5 = sangat suka. Panelis yang digunakan adalah panelis tidak terlatih sebanyak 30 orang. Data diolah dengan uji ANOVA
dengan α=0.05 dan uji lanjut DUNCAN.
3. Uji Radikal BebasDPPH Kubo et al., 2002
Sampel sejumlah 5 gram dilarutkan dalam methanol PA dengan perbandingan 1:4. Campuran dimaserasi selama 2 jam pada suhu 37
o
C. Selanjutnya campuran disaring dengan bantuan kertas saring untuk
mendapatkan larutan sampel. Metanol PA sebanyak 2,8 ml; buffer asetat pH = 5,5 1,5ml; dan larutan DPPH 250 µl dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, lalu dikocok kuat vortex. Larutan sampel sebanyak 45 µl ditambahkan ke dalam tabung reaksi lalu dikocok kuat vortex. Tabung
reaksi tersebut diinkubasi di ruang gelap selama 20 menit. Absorbansi larutan sampel diukur pada panjang gelombang 517 nm. Aktivitas
antioksidan diperoleh
dari hasil
pengukuran absorbansi
sampel dibandingkan dengan kurva standar kapasitas antioksidan vitamin C asam
askorbat, satuannya mg vitamin C equivaleng produk.
4. Analisis Proksimat
Analisis kimia dilakukan terhadap formulasi terbaik dilihat dari hasil analisis secara objektif fisik, antioksidan serta secara subjektif uji
organoleptik, analisis kimia yang dilakukan meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar protein kasar, dan kadar lemak kasar. Penentuan kadar
karbohidrat dilakukan secara by difference.
50
4.1. Kadar Air AOAC, 1995
Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang sebelumnya yang telah dikeringkan dalam oven pada
suhu 105 C selama 1 jam dan diketahui beratnya sampai mencapai
berat konstan kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Perbedaan berat sebelum dan sesudah pangeringan dihitung sebagai
persen kadar air.
Kadar air berat basah = x 100
Keterangan: a = berat cawan dan sampel akhir g b = berat cawan g
c = berat sampel awal g
4.2. Kadar abu
Sampel ditimbang 5-10 g di dalam cawan porselin. Sampel kemudian dipanaskan di dalam tanur 550
o
C selama 12-18 jam. Sampel kemudian ditimbang untuk menentukan bobot abu. Kadar abu dihitung
menggunakan rumus:
Kadar abu berat basah: x 100
Keterangan: a = berat cawan dan sampel akhir g
b = berat cawan g c = berat sampel awal g
4.3. Uji Kadar Protein dengan metoda Kjeldahl AOAC, 1995
Analisis Kadar protein dibagi dalam 3 tahap : a. Digesti
Sampel ditimbang sebanyak 0,1 g dalam labu digesti dan ditambahkan 5 ml H2SO4 pekat lalu dimasukkan batu didih untuk
mempercepat proses digesti. Sampel dipanaskan sampai sampel menjadi jernih kekuningan tanpa partikel di dalam sampel. Dibuat pula
blanko tanpa sampel.
51 b. Destilasi
Larutan asam borat ditambahkan ke dalam labu erlenmeyer penerima destilat dan dipasang di rangkaian alat destilasi. Selang
pengalir destilat harus tercelup dalam larutan asam borat. Sampel dimasukkan ke dalam alat destilasi dan didestilasi sampai jumlah
destilat mencapai sekitar 20 ml.
c. Titrasi Larutan HCl yang sudah distandardisasi dicari normalitasnya.
Indikator metil merah-metilen biru ditambahkan ke dalam sampel. Sampel kemudian dititrasi menggunakan HCl sampai terjadi perubahan
warna. Volume HCl yang terpakai dicatat dan dihitung menggunakan rumus:
Kadar N = Kadar Protein berat basah = N x faktor konversi 6.25
4.4. Uji Kadar Lemak dengan ekstrasi Soxhlet AOAC, 1995
Sampel ditimbang sebanyak 2-3 g dalam bungkusan kertas saring dan dimasukkan ke dalam perangkat alat ekstraksi Soxhlet.
Sampel kemudian diekstraksi selama 6 jam menggunakan 350 ml heksana. Hasil destilasi kemudian ditampung dalam labu erlenmeyer
dan dikeringkan dalam oven dan ditimbang. Kadar lemak dihitung dengan menggunakan rumus:
Kadar lemak berat basah = x 100
Keterangan: a = berat labu dan sampel akhir g
b = berat labu kosong g c = berat sampel awal g
52
4.5. Kadar karbohidrat by difference
Kadar karbohidrat ekstrudat diukur secara by difference. Kadar karbohidrat dihitung berdasarkan pengurangan total 100 terhadap
kadar protein, kadar air, kadar abu serta kadar lemak. Kadar karbohidrat berat basah = 100 - P+KA+A+L
Keterangan: P = kadar protein KA = kadar air
A = kadar abu
L = kadar lemak
5. Kadar Serat Pangan Asp et al.,1983 yang dikutip oleh Muchtadi et al.,
1992
Sebanyak 1 g sampel yang telah bebas lemak dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Kemudian, ditambahkan 25 ml buffer natrium fosfat 0.1 M pH
6.0 dan disuspensikan. Termamyl sebanyak 100µl ditambahkan. Erlenmeyer ditutup dan diinkubasikan pada penangas air mendidih selama 15 menit dan
sekali-kali diaduk. Setelah itu, diangkat dan didinginkan. Sebanyak 20 ml air destilata ditambahkan dan pHnya diatur dengan HCl sampai pH 1.5.
Kemudian, sebanyak
100 mg
pepsin ditambahkan.
Erlenmeyer diinkubasikan kembali pada suhu 40
C dan diagitasi selama 60 menit. Setelah itu, sebanyak 20 ml air destilata ditambahkan kembali dan pHnya
diatur menjadi pH 6.8 dengan NaOH. Sebanyak 100 mg pankreatin lalu ditambahkan. Kemudian erlenmeyer diinkubasi pada suhu 40
C dan diagitasi selama 60 menit. Setelah itu, pHnya diatur kembali menjadi 4.5
dengan penambahan HCl. Saring melalui kertas saring kering berat tepat diketahui. Lalu, cuci dengan 2 x 10 ml air destilata.
Residu serat pangan tidak larut Insoluble dietary fiber IDF
Setelah kertas saring dicuci dengan air destilata, dilanjutkan dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 95 dan 2 x 10 ml aseton. Kertas saring
dikeringkan pada suhu 105 C sampai berat tetap sekitar 12 jam.
Kemudian, ditimbang setelah didinginkan dalam desikator D1. Kertas
53 saring lalu diabukan dalam tanur 150
C selama paling sedikit 5 jam. Kemudian ditimbang setelah didinginkan dalam desikator I1.
Filtrat serat pangan larut Soluble dietary fiber SDF
Filtrat yang diperoleh pada penyaringan pertama dan setelah dicuci air destilata, diatur volumenya hingga 100 ml. Kemudian etanol 95 hangat
60 C sebanyak 400 ml ditambahkan. Setelah itu, disaring dengan
menggunakan kertas saring kering yang telah diketahui beratnya. Residu dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 78, 2 x 10 ml etanol 95, dan 2 x 10 ml
aseton. Kemudian, ditimbang setelah didinginkan dalam desikator D2. Kertas saring lalu diabukan dalam tanur 150
C selama paling sedikit 5 jam.
Kemudian ditimbang setelah didinginkan dalam desikator I2. Blanko
Blanko untuk serat pangan tidak larut dan larut diperoleh dengan cara yang sama, tetapi tanpa sampel B1 dan B2.
Perhitungan :
serat makanan tidak larut = [D1-I1-B1W]x100 1 serat makanan larut = [D2-I2-B2W]x100
2 total serat pangan = 1 + 2
6. Komposisi mineral Ca, Fe, dan Zn Faridah et al., 2009
Analisis komposisi mineral dilakukan dengan menggunakan alat Atomic Absorption Spectrophotometer. Hanya produk formula terbaik yang
diukur kandungan mineral Ca, Fe, dan Zn. Persiapan sampel yang dilakukan adalah sebagai berikut. Mula-mula sampel sebanyak 1-2 g untuk blanko
tidak ditambahkan sampel dimasukkan ke dalam cawan porselin ukuran 50 ml yang telah dikeringkan 100
C, 15 menit dan telah didinginkan. Selanjutnya sampel dibakar atau dioven 250
C sampai asapnya habis 2 jam dan diletakkan dalam tanur pengabuan 550
C selama 6 jam. Apabila sampel tetap berwarna hitam ditambahkan 1 ml air destilata bebas ion dan 1
ml HNO
3
pekat. Kemudian diuapkan sampai kering 110-150 C, dan
diabukan lagi 350 C selama 30 menit.
54 Setelah semua sampel telah menjadi abu berwarna putih,
ditambahkan 5 – 6 ml HCl pekat dan dipanaskan di hot plate dengan suhu
rendah sampai kering. Kemudian ditambahkan 15 ml HCl encer HCL: air = 1:1 dan dipanaskan kembali sampai mulai mendidih, dan didinginkan.
Larutan abu dituangkan ke dalam labu takar melalui kertas saring. Cawan dibilas dengan HCl encer 10 ml dan dipanaskan sampai mulai mendidih.
Setelah didinginkan larutan dituang kembali melalui kertas saring ke dalam labu takar. Selanjutnya cawan dibilas dengan air destilata bebas ion minimal
3 kali, dan air bekas pembilasan juga dituang melalui kertas saring ke dalam labu takar. Setelah itu labu takar ditepatkan sampai tanda tera dengan air
destilata, dan sampel siap dianalisis dengan Atomic Absorption Spectrophotometer.
Kadar mineral mgl = Keterangan:
a = konsentrasi sampel dari kurva standar mgL FP = faktor pengenceran
W = berat sampel g
55 \
Gambar 14. Garis Besar Penelitian
Persiapan Bahan Baku
Penentuan Ekstruder Yang Digunakan TunggalGanda
Proses Ekstrusi Menggunakan Ekstruder Terpilih dan
Kondisi Proses Optimum Penentuan Parameter Proses
Ekstrusi
Uji Organoleptik Rating Hedonik
Analisis Produk Terbaik : Analisis Proksimat
Serat Pangan Analisis Mineral Ca,
Fe Zn Produk Ekstusi
Uji DPPH aktivitas antioksidan
Analisis Fisik - WAI dan WSI
- Tekstur kekerasan - Derajat Gelatinisasi
- Derajat Pengembangan
Produk Terbaik
56
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN PENDAHULUAN
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan ekstruder yang digunakan pada penelitian utama. Parameter proses ekstrusi ditentukan untuk
memperoleh kondisi proses optimum yang akan digunakan pada penelitian utama. Parameter proses ekstrusi untuk masing-masing ekstruder berbeda,
menyesuaikan spesifikasi dari masing-masing alat.
1. Persiapan Bahan
Penelitian ini menggunakan sorgum dengan varietas Kawali yang diperoleh dari petani di Bojonegoro, Jawa Tengah. Varietas ini banyak
digunakan di beberapa daerah penghasil sorgum. Selain itu, varietas ini mudah dibiakkan dan memiliki potensi hasil yang tinggi.
Proses penyosohan pada biji sorgum menyebabkan terlepasnya lapisan pericarp, tegmen, sebagian besar lapisan aleuron dan embrio
sehingga secara tidak langsung mengikis pula berbagai komponen gizi dan komponen bioaktif sorgum Suarni, 2004. Penyosohan yang terlalu lama
menyebabkan lapisan aleuron terkikis bahkan hilang sehingga menurunkan kandungan nutrisi dan senyawa aktif di dalamnya. Waktu penyosohan 20
detik pada penelitian ini dipilih berdasarkan tingkat efisiensi penyosohan terhadap aktivitas antioksidan setelah disosoh dan penerimaan panelis
Yanuar, 2009. Sorgum yang disosoh 20 detik menghasilkan rendemen sebesar 94.56 dari berat biji awal.
Penepungan dilakukan terhadap biji sorgum baik yang disosoh maupun biji yang tidak disosoh menggunakan disc mill dengan saringan 60
mesh. Hasil penepungan kemudian diayak dengan menggunakan automatic siever dengan ukuran ayakan yang digunakan adalah 100 mesh. Rendemen
grits yang diperoleh hasil penepungan dan pengayakan yaitu sebesar 61.97 dari berat biji awal sorgum, sedangkan rendemen grits yang
diperoleh dari hasil penyosohan, penepungan dan pengayakan yaitu sebesar 58.60 dari berat biji awal sorgum.