Bentuk Sistem Pengelolaan Hutan di Taman Nasional Kebiasaan Kolaborasi yang Ditinggalkan

130 karena sistem pengelolaan Taman Nasional berbeda. Bahkan di desa hutan yang memiliki potensi wisata pun, sebagian besar masyarakatnya tetap memanfaatkan lahan untuk menanam pohon buah-buahan. Jadi menurut pemahaman kami, PP 681998 dan PP 181994 belum bisa menjamin

4. Surat Usulan Bupati No. 5221480Dishutbun yang Meminta Pengkajian

dilaksanakannya sistem PHBM pengelolaan hutan kolaboratif sebagaimana yang sedang dijalankan sekarang ini oleh masyarakat di lereng Gunung Ciremai bila ditetapkan menjadi Taman Nasional. Hal ini diperkuat oleh adanya pernyataan Kepala Subdit Pengembangan Kawasan Konservasi Ditjen PHKA – Dephut, bahwa “Dari segi legal aspect atau peraturan perundangan, Ditjen PHKA masih belum punya aturan yang bisa memayungi pengelolaan kawasan konservasi secara kolaboratif.” Tapi di pihak lain, Kadishutbun selalu menekankan bahwa dalam pengelolaan Taman Nasional di Kuningan, NANTI AKAN BERBEDA dengan Taman Nasional-Taman Nasional yang lain yang sudah ada. Menurut informasi yang kami terima dari Kadishutbun, bahwa surat usulan yang diajukan Bupati Kuningan ke Menteri Kehutanan berbentuk permintaan pengkajian. Sementara jawaban dari Departemen Kehutanan adalah langsung keluarnya SK Menhut No. 424Kpts-II2004. Sehingga, berarti ada ketidaksesuaian Menurut hemat kami, sekalipun hal tersebut merupakan keputusan Departemen Kehutanan, sudah selayaknya dan wajar apabila Pemkab membuat tanggapan resmi kepada Departemen Kehutanan terhadap terbitnya SK Menhut dimaksud untuk meluruskan kembali sesuai surat usulanpermohonan yang disampaian terdahulu oleh Pemkab kepada Menteri Kehutanan. Atau tegasnya untuk antara yang “diminta” dengan yang “diberikan”. Tapi dalam hal ini, Kadishutbun menyatakan bahwa itu sudah bukan urusan daerah kabupaten, melainkan sudah merupakan persoalan departemen. meminta pencabutanpenangguhan sementara pelaksanaan SK Menhut Dihubungkan dengan surat Gubernur No. 5223325Binprod pun maka tanggapan dari Pemkab Kuningan yang isinya meminta pencabutanpenangguhan dan kembali pada surat usulan terdahulu, akan sangat sejalan dengan isi surat Gubernur tersebut. Selain itu, dengan langkah tersebut akan menambah kredibilitas dan respek yang sangat positif dari para pihak terhadap Pemerintah Kabupaten Kuningan. Sebaliknya apabila Pemkab turut mengamankan SK dimaksud; pertama, akan menguras energi yang banyak; kedua, khawatir akan menimbulkan penilaian bahwa Pemkab sama-sama tersebut. Hal ini secara administratif pemerintahan merupakan hal yang dibenarkan dan bukan sesuatu hal yang dilarang atau bukan perbuatan yang tidak fatsun, bahkan merupakan feed back yang mempunyai nilai positif dan korektif. tidak cermat

5. Bentuk Sistem Pengelolaan Hutan di Taman Nasional

serta dikhawatirkan pula akan mendapatkan resistensi dari para pihak yang memahami permasalahan tersebut. Selain itu, penyelenggaraan Taman Nasional bukan merupakan kewenangan Pemerintah Kabupaten sebab Balai Taman Nasional merupakan unit kerja Departemen Kehutanan. Pihak Dishutbun mengajak kami untuk menyusun konsep sistem pengelolaan hutan Taman Nasional ke depan yang kolaboratif. Dalam hubungan ini sesungguhnya —sekalipun kami tidak pernah mengklaim sebagai orang-orang ahli di bidang kehutanan— sedikit atau banyak kami sudah memiliki gambaran tentang sistem pengelolaan Taman Nasional yang kolaboratif, baik yang menyangkut aspek legal maupun aspek-aspek sosial dan teknikal. Akan tetapi, yang menjadi titik persoalan adalah bukan terletak pada kesediaan atau ketidaksediaan kami untuk menggagas hal tersebut, melainkan lebih kepada hal-hal yang menyangkut proses perjalanan dan output Sehingga menurut hemat kami, konsep sistem pengelolaan Taman Nasional yang harus disiapkan yang oleh Kadishutbun disebut position paper seharusnya disiapkan berupa SK Menhut yang cacat prosedur. sebelum 131 Pemerintah Kabupaten Kuningan melayangkan surat usulan

6. Kebiasaan Kolaborasi yang Ditinggalkan

. Apabila hal tersebut dilaksanakan maka pengajuan position paper dari Pemerintah Kabupaten Kuningan akan mempunyai posisi tawar yang kuat. Sebaliknya, apabila konsep position paper itu baru akan dirancang dan diajukan sekarang, kami meragukan pesimis akan keberhasilannya mengingat itu tadi: aturan-aturan yang mengatur Taman Nasional, bukti-bukti empiris dari Taman Nasional-Taman Nasional yang sudah ada di Indonesia, dan perencanaannya yang bersifat sentralistis. Menurut hemat kami, Dishutbun telah meninggalkan kebiasaan kolaborasi yang selama ini sudah terbangun, minimal untuk mengajak berdiskusi masyarakat desa hutan sebagai pelaku utama dalam sistem pengelolaan hutan kolaboratif dan yang terutama karena masyarakat desa hutan-lah yang akan terkena dampak langsung dari perubahan fungsi kawasan tersebut. Padahal Dishutbun sendiri merupakan salah satu pihak yang turut menggagas dan mengembangkan pola pengelolaan hutan kolaboratif di Kuningan dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilainya. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen kolaborasi dengan jiwa kebersamaan, kepercayaan, partisipatif, egaliter, dan demokratis telah dilanggar sendiri oleh pihak Dishutbun. Akibatnya, ke depannya pun kami meragukan dalam pengelolaan Taman Nasional di Kuningan akan kolaboratif sebagaimana yang selalu diungkapkan oleh Kadishutbun. Singkatnya, jangankan kolaboratif dan partisipatif dalam pengelolaannya nanti kalau dalam proses awalnya saja sudah tidak dilakukan secara kolaboratif dan partisipatif

7. Ide Dasar Munculnya Taman Nasional