DISHUTBUN BUPATI Untuk mengetahui input yang sebenarnya yang masuk ke Bupati.

112 Lampiran 8 Materi Dialog Taman Nasional Gunung Ciremai

A. DISHUTBUN

1. Mengapa proses menuju TN tidak dilaksanakan secara bersama? 2. Atas dasar apa Dishutbun membuat surat usulan ke Menhut untuk ditandatangani Bupati? 3. Mengapa Dishutbun sebagai staf Bupati tidak pernah melakukan kajian terhadap gagasan Uniku? 4. Apakah sistem PHBM belum cukup untuk menjamin kelestarian pengelolaan Gunung Ciremai? 5. Bagaimana posisi Bapak Kadishutbun sebagai Kadishutbun Kuningan atau sebagai orang Pusat? 6. Bagaimana Bapak menghubungkan kewenangan Taman Nasional dengan Perda Pendakian dan retribusi pendakian? 7. Bagaimana bentuk akses masyarakat terhadap TN? 8. Dengan menerima kajian Uniku apakah Dishutbun merasa bahwa Dishutbun tidak mampu mengelola Kawasan Ciremai. Cat : Apabila kesimpulan Dishutbun tetap mengelak tidak pernah membuat usulan ke Menhut, Dishutbun harus membuat surat penolakan TN ke Menhut. B. UNIKU : 1. Sesuai dengan pernyataan Pak Dekan pada saat rapat tanggal 7 Oktober di Bapeda, bahwa Bapak menyatakan kajian belum lengkap dan merupakan lontaran gagasan awal. 2. Motivasi apa yang menjadi latar belakang gagasan Uniku untuk merubah kawasan gunung Ciremai menjadi TN? C. BAPPEDA : 1. Bagaimana pemahaman bapak tentang Taman Nasional dan PHBM? 2. Bagaimana Bapak menghubungkan RUTR dan RDTR dengan kewenangan Taman Nasional? 3. Bagaimana alokasi dana untuk RUTR dan RDTR? D. DPRD 1. Bgm proses terbitnya srt dukungan no. 061266DPRD tgl 1 Sept 2004 tentang mendukung usulan pengelolaan kawasan hutan gunung ciremai sbg kawasan pelestarian alam. 2. Apakah dukungan tsb berdasarkan aspiratif atau substantif atau sekedar formatif? 3. Bagaimana Bapak menghubungkan Perda-perda mengenai RUTR dan RDTR dengan kewenangan Taman Nasional?

E. BUPATI Untuk mengetahui input yang sebenarnya yang masuk ke Bupati.

F. Gubernur Laporan proses perkembangan di Kuningan mempertanyakan proses surat usulan Gubernur Jabar. G. Departemen Kehutanan Mempertanyakan proses ke luarnya SK Menhut ttg TNGC yang melanggar ketentuan proses pengusulan kawasan konservasi yang peraturannya dibuat Dephut sendiri. 113 Lampiran 9 Catatan Pertemuan Peneliti dengan Kepala Sub Direktorat Pengembangan Kawasan Konservasi Ditjen PHKA Dephut tanggal 22 Oktober 2004 Tempat waktu: Kantor PI KA Pusat I nformasi Konservasi Alam Bogor, 22 Oktober 2004 Hadir: Arif, Bowie, Budjo LATI N dan Pak Agus Sriyanto Proses penetapan Gunung Ciremai menjadi Taman Nasional telah berjalan sejak seminar yang membahas Gunung Ciremai yang diselenggarakan oleh UNI KU. Sejak itu proses berjalan terus dan menimbulkan pro dan kontra di antara stakeholder Kuningan. Proses terakhir yang terjadi adalah pertemuan yang diselenggarakan oleh Departemen Kehutanan di Jakarta dengan mengundang para stakeholder dari Kabupaten Kuningan dan Majalengka pada tanggal 8 Oktober 2004. Sampai sejauh itu, belum ada tanda-tanda bahwa Gunung Ciremai akan segera ditetapkan menjadi Taman Nasional, walaupun disadari bahwa ‘bola’ sudah berada di tangan Departemen Kehutanan. Oleh karena itu dilakukan upaya untuk mencari informasi sejauh mana ‘bola’ akan dimainkan oleh Dephut. Hari Jumat, 22 Oktober 2004, LATI N mendapat kesempatan untuk diskusi dengan Pak Agus Sriyanto, Kepala Sub Direktorat Pengembangan Kawasan Konservasi, yang juga terlibat dalam proses penetapan Gunung Ciremai menjadi Taman Nasional. Berikut adalah catatan pertemuan tsb.: 1. Menteri Kehutanan Prakosa telah menandatangani SK penetapan 10 taman nasional di I ndonesia, salah satunya adalah Gunung Ciremai. Penandatangan SK ini dilakukan sebelum Prakosa turun dari jabatannya sebagai Menteri Kehutanan. Dasar keluarnya SK adalah UU No. 41 yang memberi kewenangan kepada Pemerintah untuk melakukan perubahan fungsi kawasan hutan. 2. Menurut Pak Agus, proses penandatangan SK tsb., khususnya untuk Gunung Ciremai sudah melalui prosedur yang berlaku lihat lampiran. Pak Agus menyatakan bahwa salah satu hal yang mempercepat proses penandatangan SK Ciremai adalah keinginan dari pihak Kuningan sendiri baik dari Pemda dan DPRD yang mengusulkan agar Ciremai dijadikan Taman Nasional. Selain itu dalam pertemuan tanggal 8 Oktober 2004 yang juga dihadiri oleh berbagai stakeholder, termasuk dari LSM juga kelihatan mendukung. Pak Agus sedikit menceritakan bahwa walaupun dalam pertemuan tsb. terjadi pro dan kontra tetapi pada akhir pertemuan, tampaknya rencana penetapan TN Ciremai didukung. 3. Dalam diskusi juga disampaikan bahwa di kawasan Gunung Ciremai sudah ada Program PHBM, dimana sudah terjadi penandatanganan perjanjian kerjasama antara masyarakat dengan Perhutani, yang menyangkut beberapa jenis tanaman seperti pinus, serta menyangkut akses masyarakat untuk mengelola lahan di kawasan hutan dengan sistem tumpang sari. 4. Menanggapi hal tsb. Pak Agus mengatakan bahwa konsep Taman Nasional yang akan dibangun adalah konsep Pengelolaan Taman Nasional secara Kolaboratif, yang melibatkan masyarakat dan stakeholder lain. Untuk itu, dalam jangka pendek perlu ada masa transisi dimana proses-proses yang sudah terjadi sebelumnya akan disepakati kembali dengan pengelola yang baru. Dalam pengelolaan TN secara kolaboratif itu juga tidak akan terjadi pengusiran masyarakat dari dalam kawasan. Kegiatan-kegiatan yang tidak diperbolehkan dilakukan di dalam kawasan TN antara lain menebang pohon, melakukan penambangan. Kegiatan-kegiatan yang menunjang kehidupan masyarakat tetap diperbolehkan seperti pemanfaatan hasil 114 hutan non kayu. Kegiatan tsb. bisa dilakukan di zona lain, sesuai dengan PP No. 68 1998, Pasal 30 2 lihat lampiran. 5. Peranan stakeholder setempat dimungkinkan dalam pengelolaan Taman Nasional, misalnya terlibat dalam Dewan Pengelola semacam steering committee Taman Nasional yang memberi arahan kepada Pengelola TN yang ditunjuk pemerintah. Untuk sementara dalam masa transisi ini, pengelola TN Ciremai diserahkan kepada BKSDA Jabar I I yang berkedudukan di Ciamis, yang dikepalai oleh I r. I kin Zainal Mutaqin. 6. Proses pengelolaan TN secara kolaboratif ini ingin dikembangkan oleh Ditjen PHKA Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Dephut setelah melihat begitu banyaknya kawasan konservasi yang menghadapi konflik karena dikelola dengan cara-cara konvensional, yang hanya mengandalkan pada upaya perlindungan semata, dengan menerapkan berbagai larangan. 7. Namun disadari bahwa saat ini Dephut masih sedang mencari bentuk, dan diyakini bahwa penerapan manajemen kolaborasi harus mempertimbangkan karakteristik setempat, sehingga penerapannya harus site spesific. 8. Di sisi lain, ternyata dari segi legal aspect atau peraturan perundangan, Ditjen PHKA masih belum punya aturan yang bisa memayungi pengelolaan kawasan konservasi secara kolaboratif. Demikian catatan pertemuan yang terkait dengan proses penetapan kawasan Gunung Ciremai menjadi kawasan Taman Nasional. 115 Lampiran 10 Catatan Pertemuan Peneliti dengan Kepala BKSDA Jabar II tanggal 14 Desember 2004 Arif LATIN menerima undangan dari BKSDA Balai Konservasi Sumberdaya Al am Jabar Jawa Barat II yang berkant or di Ciamis melal ui sms dari Yet i st af BKSDA Jabar II pada hari Senin 13 Desember 2004. Yet i memint a LATIN unt uk memberi masukan t ent ang konsep rencana pengelolaan Taman Nasional TN Gunung Ciremai yang sedang dia susun dan harus diserahkan kepada Depart emen Kehut anan di Jakart a pada hari Kamis, 16 Desember 2004. Komuni kasi inf ormal melalui sms ini sudah beberapa kali dilakukan, khususnya set elah Gunung Ciremai dit unj uk menj adi kawasan Taman Nasional . Komunikasi inf ormal ini bisa t erj adi karena sebelumnya, sudah ada kerj asama ant ara LATIN dengan BKSDA Jabar II, unt uk kasus pengelolaan hut an di Kabupat en Garut dan ket ika LATIN memf asilit asi workshop pengelolaan Suaka Margasat wa Gunung Sawal secara kol aborat if . Saat ini, kawasan TN G. Ci remai memang berada di bawah t anggung j awab BKSDA Jabar II, sebelum Balai Taman Nasional G. Ciremai dibent uk. Salah sat u t ugas BKSDA Jabar II adalah mempersiapkan pra-kondisi unt uk menyusun rencana pengelolaan TN G. Ciremai. Sehubungan dengan hal it u, LATIN dimi nt a memberi masukan kepada BKSDA Jabar II. Pert emuan dilaksanakan pada hari Selasa, 14 Desember 2004 di kant or BKSDA Jabar II Ciamis dari j am 14. 00 – 16. 00. Pert emuan hanya dihadi ri oleh Arif Aliadi LATIN, Ikin Kepala BKSDA Jabar II dan Yet i st af BKSDA Jabar II yang dimint a Pak Ikin unt uk membuat draf t rencana pengelolaan TN Gunung Ciremai. Dalam pert emuan it u, LATIN memberi usulan t ert ulis sebanyak 3 halaman t erl ampir. Suasana pert emuan cukup t erbuka dan sant ai. Pert emuan membahas beberapa t opik, yait u konsep pengelolaan TN Gunung Ciremai menurut BKSDA dan LATIN, posisi BKSDA, kekuat iran BKSDA dan peluang masyarakat unt uk t erlibat dalam pengelolaan TN Gunung Ciremai. Konsep BKSDA t ent ang pengelolaan TN Gunung Ciremai dimulai dari t ahap sosialisasi, dilanj ut kan dengan pengembangan kelembagaan yang meliput i pelaksanaan PRA Par t i ci pat or y Rapi d Appr ai sal , pembent ukan Kelompok Konservasi Desa, dan pembent ukan f orum-f orum konservasi. Pengembangan kel embagaan harus diikut i dengan pengembangan ekonomi masyarakat yang meliput i pengelolaan j asa lingkungan berupa air, budidaya anggrek, penangkaran rusa, dan budidaya j amur. Usulan LATIN t ent ang pengelolaan TN Gunung Ciremai bisa dilihat pada Lampiran cat at an proses ini . Posisi BKSDA Jabar II dal am perubahan st at us hut an lindung Gunung Ciremai menj adi Taman Nasional adalah: • Melaksanakan Keput usan Ment eri Kehut anan dan t idak berwenang mengambil keput usan • Selalu berpegang pada at uran yang sudah dit et apkan • Takut berinisiat if dan mengambil keput usan sendiri karena pernah dit egur at asan • Tidak akan menerima t unt ut an unt uk mencabut SK 424 • Akan melakukan dialog Selain membahas posisi BKSDA Jabar II, dibahas pula kekuat iran BKSDA Jabar II, yait u: • kuat ir masyarakat dit unggangi, sehingga hanya akan bicara dengan aparat desa formal sepert i kepala desa, BPD dan perangkat desa lainnya. • Apabila SK dicabut at au dit unda pemberlakuannya maka akan t erj adi kekosongan pengelola sehi ngga membuka pel uang penj arahan baru dan sit uasi anarkis • Ada t arget wakt u dan out put sehingga dialog mungkin membawa hasil yang t idak opt imal BKSDA Jabar II j uga menyampaikan peluang masyarakat unt uk berpart isipasi dalam pengelolaan TN Gunung Ciremai, yait u: • Masyarakat bisa menyusun pet a part isipat if unt uk wilayah PHBM 116 • MPTs dan berbagai t umbuhan lain yang dit anam dan dirawat masyarakat akan memperol eh kompensasi Pembelaj aran l essons learned yang di peroleh penelit i dari pert emuan dengan BKSDA Jabar II adalah: • BKSDA akan menj adikan dialog sebagai cara ut ama unt uk mempersiapkan pengelolaan TN G Ciremai. Yang perlu diberi masukan adalah bagaimana cara melaksanakan dialog yang konst rukt if unt uk menemukan solusi bersama bukan dialog yang bert ahan pada posisi masing-masing, sert a perl u diberi inf ormasi t ent ang siapa saj a yang perl u diaj ak berdialog. • Gambaran t ent ang pola PHBM bagi BKSDA j uga kurang j elas, t erut ama t ent ang j enis- j enis t anaman yang sudah dit anam masyarakat . Oleh karena it u perl u inf ormasi t ent ang PHBM di Kuningan. Lampiran Cat atan Pertemuan Peneliti dengan Kepala BKSDA Jabar II USULAN DARI LATIN TENTANG PENYUSUNAN KONSEP PENGELOLAAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI Oleh: Arif Aliadi Penyusunan konsep pengelolaan kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai pada saat ini menurut kami dari LATIN belum t epat saat nya unt uk dilakukan. Hal ini disebabkan karena sit uasi di lapangan masih belum kondusif . Masyarakat masih resah dengan kebij akan penet apan kawasan TN Gunung Ciremai. Banyak pert anyaan yang mengganj al di masyarakat t ent ang kebi j akan ini , t erkait dengan ket erli bat an mereka selama ini dalam PHBM Pengelolaan Hut an Bersama Masyarakat . Keresahan dan pert anyaan yang paling banyak diut arakan adalah apakah PHBM yang selama ini dil akukan, dianggap merusak hut an sehingga pola pengelolaannya harus digant i dengan sist em Taman Nasional? Mengapa t idak ada proses evaluasi t erlebi h dahulu t erhadap PHBM sebel um pola Taman Nasional dit et apkan sebagai penggant i ? Hal i ni waj ar sekali muncul karena dalam PHBM, masyarakat t elah berkont ribusi t erhadap kawasan hut an dengan menanam berbagai j enis t anaman buah-buahan dan t anaman pokok kehut anan sepert i pinus. Secara f isik, pola PHBM t elah menghasi lkan suat u kebun campuran at au agrof orest ri yang merupakan kombinasi t anaman kehut anan dengan buah-buahan dan t anaman lain yang bisa dirasakan l angsung manf aat nya ol eh masyarakat sepert i kopi, pisang dan berbagai t anaman palawij a sampai kira-kira 3 t ahun. Masyarakat berharap bahwa mereka j uga akan dapat memanen buah-buahan dan memperol eh sebagian keunt ungan dari pemanenan pohon pinus. Semua it u diat ur dalam perj anj ian kerj asama ant ara masyarakat dengan Perum Perhut ani dalam bent uk Not a Perj anj ian Kerj asama NPK dan Not a Kesepakat an Bersama NKB. Penet apan TN Gunung Ciremai t elah t erj adi dan masyarakat semakin kuat ir apakah pola PHBM t et ap bisa diakomodir di dalam pengelol aan TN Gunung Ciremai. Masyarakat j uga kuat ir bahwa mereka akan kehilangan kesempat an unt uk memperoleh hasil dari t anaman yang mereka t el ah t anam sebel um Gunung Ciremai dit et apkan menj adi Taman Nasional. Kekuat iran mereka semakin besar ket ika sej umlah pert anyaan t idak ada penj elasan at au j awabannya selama proses penet apan TN Gunung Ciremai. Pert anyaan- pert anyaan it u ant ara lai n: • Bagaimana hasil kayu dan non kayu yang sudah diat ur dalam perj anj ian kerj asama NPK ? • Kalau misalnya pengelolaan TN Gunung Ciremai t idak bisa menerima PHBM sebagai pola pengelolaan hut an yang melibat kan masyarakat , maka bagaimana kompensasi yang akan dit erima masyarakat sebagai konsekuensi dari t idak t erlaksananya NPK dan NKB ? 117 • Apa bent uk kompensasinya, bagaimana menghit ungnya dan siapa yang menj amin bahwa kompensasi it u akan diberlakukan ? • Kalau t idak dengan PHBM, pola apakah yang bi sa mengakomodir kepent ingan masyarakat unt uk t et ap dapat memperoleh akses dan manf aat dari kawasan TN Gunung Ciremai ? • Bagaimana bent uk kemit raan dan kesepakat an kerj asama yang akan dikembangkan ant ara masyarakat dengan pengelola TN Gunung Ciremai? Pert anyaan-pert anyaan t sb. sebenarnya sudah diaj ukan kepada Bupat i Kuni ngan melalui surat dari Lembaga Pelayanan Implement asi LPI PHBM t anggal 1 Okt ober 2004, dan j uga diaj ukan secara lisan kepada pihak Depart emen Kehut anan dalam rapat t anggal 8 Okt ober 2004 di Jakart a. Namun, pert anyaan-pert anyaan di at as t idak ada yang menj awabnya secara t unt as dan masyarakat masih dalam keadaan bi ngung. Ket ika masyarakat masih bingung, t iba-t iba saj a t erbit SK Menhut No. 424 Menhut -II 2004 t ent ang Perubahan Fungsi Kawasan Hut an Lindung pada Kelompok Hut an Gunung Ciremai Sel uas ± 15. 500 Lima Belas Ribu Lima Rat us Hekt ar Terlet ak di Kabupat en Kuningan dan Maj alengka, Provinsi Jawa Barat Menj adi Taman Nasional Gunung Ciremai. Proses menj adikan Gunung Ciremai sebagai Taman Nasional t idak mengi kut i prosedur sepert i diat ur dalam Pasal 19 UU No. 41 1999 dan Kepmenhut no. 70 Kpt s- II 2001 t anggal 15 Maret 2001 j o No. SK. 48 Kpt s-II 2004 23 Januari 2004 t ent ang Proses Usulan Kawasan Konservasi, yait u: 1. Kaj ian dat a dan inf ormasi pot ensi sumberdaya alam hayat i dan ekosist emnya 2. ident if ikasi dan kaj ian permasalahan dan usulan kawasan konservasi 3. penyusunan rancangan st rat egi dan t indak lanj ut usul an kawasan konservasi 4. komunikasi dan sosialisasi unt uk membangun persepsi, pengert ian, kesepakat an dan dukungan t erhadap usulan kawasan konservasi 5. usulan kawasan konservasi kepada Ment eri Kehut anan Pert imbangan t eknis Dinas Kehut anan, Rekomendasi Bupat i dan Gubernur, Pet a skala minimal 1: 100. 000 6. Penelit ian t im t erpadu pusat dan daerah yang kompet en, mempunyai ot ori t as ilmiah, i ndependen dan obyekt if 7. perset uj uan at au penolakan Ment eri Kehut anan 8. Keput usan Ment eri Kehut anan t ent ang penunj ukan kawasan konservasi 9. t at a bat as di lapangan 10. keput usan Ment eri Kehut anan t ent ang penet apan kawasan konservasi Dari kesepuluh langkah proses t sb. , paling t idak l angkah keempat , kelima dan keenam t idak di lakukan dengan t epat . Proses komunikasi dan sosialisasi yang dibangun t idak bert uj uan unt uk membangun persepsi, pengert ian dan kesepakat an, melainkan bert uj uan unt uk melegit imasi usulan yang t elah dibuat oleh pemerint ah Kabupat en. Jadi memang bet ul ada beberapa pert emuan misalnya t anggal 7 Okt ober 2004 di Bappeda Kuningan dan 8 Okt ober 2004 di Depart emen Kehut anan Jakart a, t et api pert emuan- pert emuan t sb. Belum mencapai suat u persepsi dan pengert ian yang sama t ent ang usulan TN Gunung Ciremai, apalagi kesepakat an. Begit u pula dengan rekomendasi dari Gubernur Jawa Barat , yang baru t urun t anggal 22 Okt ober 2004, j ust ru set elah SK Menhut No. 424 t erbit t anggal 19 Okt ober 2004. Demikian pula dengan proses penelit ian t im t erpadu pusat dan daerah, yang t ernyat a t idak ada. Jadi set elah pert emuan t anggal 8 Okt ober 2004 di Depart emen Kehut anan Jakart a, masyarakat dan st akeholder di Kabupat en Kuni ngan masih menunggu t urunnya Tim Terpadu t sb. , dengan harapan dapat menyalurkan aspirasinya dengan lebih t epat dan dalam proses yang t idak t ergesa-gesa. Namun, kenyat aannya Tim Terpadu t sb. t idak pernah ada dan t anggal 19 Okt ober 2004 langsung t erbit SK Menhut No. 424. Proses kel uarnya SK Menhut No. 424 yang t idak memenuhi prosedur t sb. j uga menj adi pert anyaan dan keresahan masyarakat , karena masyarakat menj adi bingung bagaimana mereka dapat menyampaikan aspirasinya kepada pemeri nt ah Depart emen Kehut anan. 118 Oleh karena it u, kami dari LATIN mengusulkan kepada Depart emen Kehut anan, bahwa sebel um Rencana Pengelolaan Kawasan TN Gunung Ciremai disusun, perl u dilakukan dialog at au konsult asi dengan masyarakat dan st akehol der di kedua kabupat en unt uk berdiskusi t ent ang konsep pengelolaan TN Gunung Ciremai, melalui proses dialog yang t erbuka, j uj ur dan t ransparan, sert a t idak t erburu-buru dalam mengambil keput usan. Proses dialog bisa dimulai dari pert anyaan-pert anyaan yang selama i ni di ut arakan oleh masyarakat , sepert i t ert uli s di bagian at as t ulisan ini . Proses dialog ini pent ing di lakukan unt uk mengat asi kekuat iran dan keresahan yang dihadapi oleh masyarakat . Proses dialog it u j uga pent ing unt uk membangun rasa saling percaya ant ara masyarakat dengan pemerint ah. Ol eh karena it u perlu disadari bahwa proses dialog i ni akan memakan wakt u cukup lama, diperkirakan bisa sampai sat u t ahun. Proses dialog yang diusulkan adalah sbb. : • Pert emuan dengan seluruh st akeholder unt uk memahami hak, t anggung j awab, manf aat yang diperoleh dari kawasan hut an, sert a hubungan di ant ara st akehol der pada saat ini • Pert emuan dengan seluruh st akeholder unt uk memahami posisi, kekuat iran dan harapan masing-masing pihak • Pert emuan unt uk mencari t it ik t emu berdasarkan kekuat iran dan harapan masing- masing pihak, sert a menyusun rencana t indak lanj ut • Menyepakat i krit eria dan indikat or unt uk memonit or perkembangan pelaksanaan rencana t indak lanj ut . • Melakukan rencana t indak lanj ut t sb. • Melakukan proses monit oring secara reguler. Demikian usulan dari LATIN t erhadap rencana penyusunan konsep pengelolaan TN Gunung Ciremai. Kami berharap proses dialog sepert i diusulkan di at as dapat menj adi bibit bagi pengelolaan TN Gunung Ciremai yang kol aborat if , dengan melibat kan banyak pihak mult i-pi hak. 119 Lampiran 11 Catatan Pertemuan antara Peneliti bersama sebagian Anggota LPI PHBM dengan Kasubdit Pengembangan Kawasan Konservasi Ditjen PHKA Dephut Hadir : Arif LATIN Penelit i, Usep Sumirat LPI PHBM Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupat en Kuningan, Rachmat Firmansyah LSM KANOPI, dan Pak Agus Sriyant o Kasubdit Pengembangan Kawasan Konservasi Dit j en PHKA Dephut Tuj uan : Mempert anyakan dan memint a klarif ikasi at as proses penet apan TN Gunung Ciremai yang t idak sesuai dengan prosedur. Tempat : Kant or Subdit Pengembangan Kawasan Konservasi PIKA, j l . Paj aj aran Bogor Wakt u : 10. 30 – 12. 30 Proses pert emuan cukup lancar dan Pak Agus j uga bersikap t erbuka dalam menj awab pert anyaan-pert anyaan t ent ang proses perubahan st at us Gunung Ciremai. Beberapa pert anyaan dan j awaban yang muncul dalam pert emuan adalah: 1. Mengapa Kepmenhut No. 424 keluar pada tanggal 19 Oktober 2004, sebelum ada surat rekomendasi dari Gubernur Jawa Barat yang dikeluarkan tanggal 22 Oktober 2004? Pak Agus menjawab bahwa surat dukungan Gubernur bisa menyusul karena surat dari Bupati sudah dianggap cukup. 2. Mengapa Kepmenhut No. 424 tidak dilengkapi dengan peta TN Gunung Ciremai? Pak Agus menjawab bahwa peta yang tidak terlampir ada di Biro Hukum dan merupakan rahasia negara yang tidak bisa diperoleh sembarangan. 3. Mengapa tidak ada proses konsultasi dengan stakeholder Kuningan sebelum Kepmenhut 424 keluar? Pak Agus menjawab bahwa proses konsultasi dengan stakeholder Kuningan sudah terjadi pada tanggal 8 Oktober sehingga tim tidak perlu datang ke lapangan, karena sudah percaya dengan Pemerintah Kabupaten Kuningan bahwa proses sosialisasi sudah beres. Dalam pert emuan j uga digali posisi Pak Agus t erhadap perubahan st at us kawasan hut an Gunung Ciremai. Posisi Pak Agus adalah: • Tidak akan mendukung pencabut an sk 424 • Akan menj alankan proses dialog sesuai dengan Kepmenhut n No. 19 2004 t ent ang kolaborasi dalam pengelolaan kawasan konservasi • Dalam proses dialog masih ada kemungkinan t erj adinya perubahan fungsi kawasan selain TN, t et api selama ini bel um ada pengalaman sepert i it u. • PHBM dianggap eksploit at if, berdasarkan pengalaman melihat PHBM di sekit ar TN Halimun • Proses dialog akan menghasilkan pet a yang sudah lengkap dengan zonasinya, rencana t indak lanj ut unt uk menyusun pengelolaan kawasan, dsb. Selain menggali posisi Pak Agus, digali pula kekuat i ran Pak Agus, baik t erhadap PHBM maupun t unt ut an LPI PHBM unt uk mencabut Kepmenhut 424. Kekuat iran Pak Agus adalah: • Apakah PHBM di Kuningan eksploit at if sepert i yang dij umpai di sekit ar TN Halimun salak? • Pencabut an Kepmenhut akan berdampak pada t idak t ersedianya dana unt uk melakukan proses dialog Pak Agus j uga menyampai kan beberapa inf ormasi lain yait u t ent ang proses t at a bat as dan organisasi pengelola TN Gunung Ciremai . Badan planologi akan melakukan proses t at a bat as secara part isipat if , yang secara t eknis di lapangan akan dilakukan oleh Badan Pemant apan Kehut anan BPK Jogj a. Unt uk pengelola TN Gunung Ci remai akan dipersiapkan UPT Balai TN Gunung Ciremai. 120 Pembelaj aran lessons l earned yang diperol eh penelit i dan LPI PHBM dari pert emuan ini adalah: • t erj adi sharing kekuat iran, t ent ang PHBM di Kuningan yang eksploit at if dan sej auh mana sist em TN bisa f leksibel menerima PHBM. Ol eh karena it u perlu disiapkan inf ormasi t ent ang PHBM di Kuni ngan yang j elas dan argument at if , sert a memi nt a kej elasan inf ormasi t ent ang f leksibilit as sist em TN dalam mengadopsi PHBM. • ada proses klarifikasi t ent ang proses penet apan TNGC • disepakat i bahwa dialog adalah j alan yang akan dit empuh, bukan provokasi at au anarki 121 Lampiran 12 Kronologis Peristiwa dalam Perubahan Status Hutan Lindung Gunung Ciremai menjadi Taman Nasional Gunung Ciremai Waktu Peristiwa 5 Juli 2003 Seminar Sehari tentang Masa Depan Kawasan Hutan Gunung Ciremai oleh STIKKU Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan Kuningan di Gedung DPRD Kuningan Jan-Mei 2004 Kajian tentang Pengelolaan kawasan hutan Gunung Ciremai, oleh Fakultas Kehutanan UNIKU. Pada halaman 12, disebut beberapa kemungkinan pengelolaan kawasan Gunung Ciremai yaitu: a KPHL, b Tahura, c TN, dan d TWA. 26 Juli 2004 Bupati Kuningan telah mengusulkan kepada Menteri Kehutanan untuk mengajukan pengkajian perubahan fungsi kawasan hutan lindung pada kelompok hutan Gunung Ciremai menjadi kawasan pelestarian alam, melalui Surat Nomor 5221480Dishutbun Perihal: Proposal Kawasan Hutan Gunung Ciremai sebagai kawasan Pelestarian Alam, 13 Agustus 2004 Bupati Kuningan menyampaikan surat kepada Ketua DPRD Kabupaten Kuningan surat Nomor 522.61653 Dishutbun Perihal Pengelolaan Kawasan Hutan Gunung Ciremai sebagai Kawasan Pelestarian AlamKPA. 1 September 2004 Pimpinan DPRD Kabupaten Kuningan menyampaikan surat No. 661266DPRD kepada Menteri Kehutanan Perihal Dukungan Atas Usulan Pengelolaan Kawasan Hutan Gunung Ciremai Sebagai Kawasan Pelestarian Alam KPA. 8 Oktober 2004 Pertemuan atau Rapat Rencana Pengkajian Tim Terpadu atas Usulan Perubahan Fungsi Hutan Lindung – Hutan Produksi dan Hutan Produksi Terbatas serta Perubahan Status Bukan Hutan menjadi Kawasan Pelestarian Alam Gunung Ciremai di Provinsi Jawa Barat 19 Oktober 2004 Kawasan Hutan Lindung pada Kelompok Hutan Gunung Ciremai ditunjuk sebagai Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 424Menhut-II2004 2004 Tentang Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Lindung pada Kelompok Hutan Gunung Ciremai Seluas ± 15.500 Lima Belas Ribu Lima Ratus Hektar terletak di Kabupaten Kuningan dan Majalengka, Propinsi Jawa Barat menjadi TNGC. 22 Oktober 2004 Gubernur Jawa Barat menyampaikan surat Nomor: 5223325 Binprod Kepada Bapak Menteri Kehutanan Republik Indonesia perihal 122 Pengkajian Usulan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Gunung Ciremai menjadi Kawasan Pelestarian Alam. 25 Oktober 2004 Diadakan diskusi tentang Kebenaran Penetapan Taman Nasional Ciremai, diskusi diadakan di kantor Perum Perhutani KPH Kuningan. 30 Oktober 2004 Perwakilan petani dari Paguyuban Masyarakat Tani Hutan PMTH menyampaikan pengaduan kepada LPI PHBM Kuningan, diterima oleh Ketua LPI PHBM 1-4 Nov 2004 Pelatihan social forestry oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kuningan, sekaligus dinyatakan bahwa Dishutbun Kuningan siap berdialog tentang penetapan TN Gunung Ciremai 3 November 2004 Pertemuan di ruang Dispenda Kuningan, antara Kepala Dishutbun, Dekan Fakultas Kehutanan UNIKU dengan camat, kepala-kepala dinas, kepala-kepala desa sekitar Gunung Ciremai. Dalam pertemuan itu disampaikan bahwa Bupati meminta peserta yang hadir untuk mengamankan Surat Keputusan TN Gunung Ciremai karena merupakan kebijakan Menteri Kehutanan. Yang menentang berarti melanggar hukum. 6 November 2004 PMTH bertemu dengan LSM pendamping KANOPI. Peserta menyepakati a membuat surat ke Menteri Kehutanan untuk menyatakan menolak TNGC, b PMTH mengadakan konsolidasi petani dengan mengadakan pertemuan per wilayah, c menolak segala jenis dialog apabila hanya berupa pengarahan dan dilakukan dengan pihak yang tidak lengkap dan tidak melibatkan pembuat keputusan. 6 November 2004 Dinas Kehutanan dan Perkebunan mengundang LPI PHBM untuk buka puasa bersama, dan sekaligus membahas masalah TN Gunung Ciremai, dengan Dekan Fahutan UNIKU sebagai nara sumber. Dalam dialog itu, Kepala Dishutbun menyatakan bahwa TN Gunung Ciremai sudah ditunjuk oleh Menteri Kehutanan, dan sistem pengelolaan TN Gunung Ciremai akan menggunakan PHBM. Kadishutbun juga meminta silang pendapat tentang TN Gunung Ciremai dihentikan dan jangan ada upaya untuk membangun opini publik yang sifatnya sepihak. 7 November 2004 PMTH mengadakan pertemuan petani di wilayah Gunung Ciremai bagian selatan-tengah Kecamatan Darma-Cigugur. Masyarakat sepakat menolak dan siap menandatangani surat pernyataan 8 November 2004 Sebagian anggota LPI PHBM berdiskusi untuk menyusun rencana dialog a dengan Dishutbun, UNIKU, DPRD, Bupati, Departemen Kehutanan, b menyusun materi dialog untuk setiap lembaga yang akan diajak dialog 123 9 November 2004 Sebagian anggota LPI PHBM melanjutkan pertemuan untuk membahas surat Gubernur Jawa Barat tanggal 22 Oktober 2004 tentang pengkajian usulan perubahan fungsi kawasan hutan Gunung Ciremai menjadi kawasan pelestarian alam Menyepakati bahwa LPI PHBM tidak bisa digunakan sebagai lembaga untuk menyelesaikan konflik TN Gunung Ciremai karena di dalamnya ada Dinas Kehutanan dan Perkebunan serta dinas-dinas yang lain, yang mempunyai kepentingan. Oleh karena itu sebagian anggota LPI PHBM bersepakat membentuk Para Penggiat PHBM, yang terdiri atas Avo Juhartono, Frederik Amalo, Komarudin, Rachmat Firmansyah, Sanusi K. Widjaja dan Usep Sumirat. 10 November 2004 PMTH mengadakan pertemuan petani sekitar Gunung Ciremai wilayah tengah-utara Kecamantan Jalaksana-Pasawahan di Balai Desa Linggarjati. 11 November 2004 Diadakan diskusi penggiat PHBM Kuningan dengan Dishutbun Kuningan untuk menyikapi penetapan Gunung Ciremai sebagai Taman Nasional. 14 Desember 2004 Penggiat PHBM Kuningan mengirim surat kepada Menteri Kehutanan, Gubernur Jawa Barat, Bupati Kuningan dan Majalengka, Pimpinan DPRD Kuningan dan Majalengka tentang hasil diskusi tanggal 11 November 2004. 14 Desember 2004 Pertemuan LATIN dengan Kepala BKSDA Jabar II di Ciamis dilanjutkan pertemuan LATIN dengan Para Penggiat PHBM di Kuningan 15 Desember 2004 Pertemuan LATIN, Para Penggiat PHBM dengan Kasubdit Pengembangan Kawasan Konservasi, Ditjen PHKA Departemen Kehutanan di Bogor. 30 Desember 2004 BKSDA Jabar II ditunjuk sebagai pengelola TN Gunung Ciremai sampai terbentuknya organisasi TNGC yang definitif berdasarkan Surat Keputusan Dirjen PHKA No: SK.140IVSet-32004 124 Lampiran 13 Bahan Rapat tanggal 8 Oktober 2004 125 126 Lampiran 14 Surat Para Penggiat PHBM Kuningan tanggal 14 Desember 2004 PARA PENGGIAT PHBM KUNINGAN No. : Ist imewa-04 PP_PHBM Kng XII 2004 Lamp. : 1 sat u berkas Hal. : Hasil Diskusi TNGC Kepada Yt h. : 1. Menteri Kehutanan 2. Gubernur Provinsi Jawa Barat 3. Bupati Kuningan dan Bupati Maj alengka 4. Pimpinan DRPD Kuningan dan DPRD Maj alengka di- T e m p a t Dengan Hormat , Bersama ini kami sampaikan hasil diskusi t ent ang Taman Nasional Gunung Ciremai dengan Kepala Dinas Kehut anan dan Perkebunan Kabupat en Kuningan pada t anggal 11 Nopember 2004 sebagaimana t erlampir Semula kami bermaksud melengkapinya dengan hasil audiensi dengan Bupat i Kuningan. Namun set elah 2 dua kali kami memint a audiensi dengan Beliau t idak t erlaksana mengingat berbagai kesibukannya maka hasil diskusi ini kami sampaikan t anpa dilengkapi dengan hasil audiensi t ersebut . . Maksud kami melakukan diskusi t ersebut adalah unt uk menget ahui duduk persoalan yang sebenarnya dari masalah Taman Nasional Gunung Ciremai yang selama ini berkembang at au banyak dibicarakan sert a unt uk menemukan solusi bagi para pihak. Hasil diskusi t ersebut kemudian kami ruj ukan dengan perat uran perundangan yang berlaku dan penget ahuan sert a pengalaman kami dalam penyelenggaraan sist em pengelolaan hut an kolaborat if sist em PHBM di Kuningan maupun dalam penyelenggaraan pengelolaan Taman Nasional yang sudah ada di Indonesia. Dengan disampaikannya hasil ini, kami berhar ap agar duduk persoal an t ent ang masal ah Taman Nasional Gunung Ciremai menj adi j elas, sehingga semua pihak yang berkepent ingan bisa memahami dan mengambil sikap secara bij aksana sesuai dengan perat uran yang berlaku. At as perhat iannya, kami hat urkan t erima kasih. Kuningan, 14 Desember 2004 Para Penggiat PHBM Kuningan, Avo Juhartono Frederik Amallo Komarudin Rachmat Firmansyah Sanusi Wij aya K. Usep Sumirat 127 Tembusan disampaikan Kepada Yt h. 1. Menko Kesra di Jakart a; : 2. Ment eri Lingkungan Hidup di Jakart a; 3. Mensesneg di Jakart a; 4. Kepala Dinas Kehut anan Provinsi Jawa Barat di Bandung; 5. Kepala BPLHD Provinsi Jawa Barat di Bandung; 6. Kepala Bakorwil Cirebon di Cirebon; 7. Kepala Badan Dinas lingkup Pemkab Kuningan dan Maj alengka; 8. Kepala Desa se-lereng Gunung Ciremai; 9. Para Pihak lainnya yang berkepent ingan sebagai akunt abilit as moral dan sosial kami. Lampiran: Hasil Diskusi 11 Nopember 2004 RANGKUMAN HASIL DISKUSI TENTANG TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI DENGAN DISHUTBUN KABUPATEN KUNINGAN Kamis, 11 Nopember 2004 Guna menggali informasi tentang permasalahan yang berhubungan dengan upaya Pemerintah Kabupaten Kuningan untuk menjadikan kawasan Gunung Ciremai menjadi Taman Nasional, kami para penggiat PHBM Kuningan di luar para penggiat PHBM dari Dishutbun Kuningan telah melakukan diskusi dengan pihak Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kuningan sebagai unit kerja Pemerintah Kabupaten di bidang kehutanan dan perkebunan pada tanggal 11 Nopember 2004 di RM Laksana-Sangkanurip. Maksud kami melakukan diskusi tersebut adalah untuk mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya dari isu Taman Nasional yang selama ini berkembang atau banyak dibicarakan serta untuk menemukan solusi bagi para pihak, terutama bagi Pemerintah Kabupaten Kuningan dan Departemen Kehutanan. Menyimak diskusi tersebut ternyata masih terdapat perbedaan yang prinsipil a. menyimak ungkapan-ungkapan Kadishutbun yang ada dalam kaset rekaman; antara Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kuningan dengan kami dari unsur Penggiat PHBM Kuningan Avo Juhartono, Frederik Amallo, Komarudin, Rachmat Firmansyah, Sanusi Wijaya K., dan Usep Sumirat. Berikut ini kami sajikan rangkuman hasil diskusi tersebut yang merupakan hasil dari proses-proses, b. merujukkannya dengan peraturan perundangan yang berlaku; dan c. pengetahuan dan pengalaman kami di dalam hal penyelenggaraan sistem pengelolaan hutan kolaboratif —yaitu sistem PHBM di Kabupaten Kuningan— dan penyelenggaraan pengelolaan Taman Nasional yang sudah ada di Indonesia. Rangkuman tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Prosedur Keluarnya SK Menhut No. SK.424Kpts-II2004 Kadishutbun beranggapan bahwa proses keluarnya SK Menhut No. 424Kpts-II2004 tentang Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Lindung pada Kelompok Hutan Gunung Ciremai Seluas ± 15.500 Lima Belas Ribu Lima Ratus Hektar Terletak di Kabupaten Kuningan dan Majalengka, Provinsi Jawa Barat Menjadi Taman Nasional Gunung Ciremai, sudah prosedural. Sedangkan menurut pemahaman kami, proses keluarnya SK dimaksud tidak sesuai dengan prosedur yang diatur oleh: [1] UU No. 411999 tentang Kehutanan Pasal 19; dan [2] Kepmenhut No. 70Kpts- II2001 tentang Penetapan Kawasan Hutan, Perubahan Status dan Fungsi Kawasan Hutan jo No. 48Menhut-II2004 tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 70Kpts-II2001 128 tentang Penetapan Kawasan Hutan, Perubahan Status dan Fungsi Kawasan Hutan; yang menetapkan setidaknya ada 8 delapan langkahtahapan proses untuk sampai kepada keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Konservasi. Adapun ketidaksesuaian tersebut antara lain terletak pada tahapan proses berikut: a. Tidak dilaksanakannya tahapan proses “Komunikasi dan Sosialisasi untuk Membangun Persepsi, Pengertian, Kesepakatan, dan Dukungan terhadap Usulan Kawasan Konservasi”. Sedangkan Kadishutbun dalam kaitan ini menganggap bahwa proses tersebut sudah dilakukan yaitu dengan diadakannya Seminar Sehari tanggal 5 Juli 2003 tentang Masa Depan Pengelolaan Kawasan Hutan Gunung Ciremai yang diselenggarakan STIKKU di Gedung DPRD Kuningan. Menurut kami, seminar tersebut tidak bisa dianggap memenuhi tahapan proses sebagaimana diatur dalam aturan di atas. Selain karena seminarnya cuma sehari dan baru satu kali, juga pembahasannya tidak intensif. Dan yang lebih penting lagi dari seminar tersebut menyimpulkan bahwa bentuk pengelolaan kawasan Gunung Ciremai ke depan sebagai Kawasan Pelestarian Alam dengan tidak mengarahkan kepada satu pilihan Taman Nasional, melainkan setidaknya tiga bentuk pilihan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan KPHL yang urutan-urutan penulisan itu sama sekali tidak untuk menunjukkan prioritas pilihan. Pada waktu itu juga dikemukakan bahwa seminar ini tidak untuk menetapkan bentuk-bentuk pengelolaan kawasan Gunung Ciremai karena penentuan dan penetapannya akan dibicarakan lebih lanjut secara bersama-sama melalui beberapa kali seminar dan pengkajian b. Pada tahapan proses “Usulan Kawasan Konservasi kepada Menteri Kehutanan”, surat rekomendasi yang diajukan oleh Gubernur Provinsi Jawa Barat ke Menteri Kehutanan, tercatat tanggal . 22 OKTOBER 2004 dengan No. 5223325Binprod perihal Pengkajian Usulan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Gunung Ciremai Menjadi Kawasan Pelestarian Alam, sedangkan SK Menhut No. 424Kpts-II2004, tercatat tanggal 19 OKTOBER 2004 Selanjutnya, mengapa juga surat rekomendasi dari Gubernur Jawa Barat yang jelas-jelas menurut ketentuan Proses Usulan Kawasan Konservasi sangat dibutuhkan, tidak dimasukkan dalam konsideran ‘Memperhatikan’ dari SK Menhut tersebut? Untuk yang satu ini kami mengetahuinya, yaitu karena SK Menhut diterbitkan sebelum adanya surat rekomendasi Gubernur Jawa Barat. Dari sini saja sudah menimbulkan pertanyaan: “Apakah surat Gubernur Jawa Barat yang terlambat terbit?” atau “SK Menhut yang diterbitkan terburu-buru?” Padahal di dalam surat Gubernur itu jelas-jelas tercantum permohonan untuk melakukan . Padahal menurut prosedur sebagaimana disebut di atas, harusnya penerbitan SK Menhut tersebut dilakukan setelah diterbitkannya surat rekomendasi Gubernur. pengkajian ke lapangan Sehingga, hal ini menunjukkan bahwa penerbitan SK Menhut tersebut tidak menganut Tertib Administrasi Pemerintahan yang baik atau dengan kata lain cacat prosedur. Dengan demikian, kami menilai bahwa proses perjalanan menuju terbitnya SK Menhut dimaksud tidak sesuai dengan prosedur atau hal ini berbeda dengan yang dinyatakan oleh Kadishutbun. terlebih dahulu. c. Tahapan proses “Penelitian Tim Terpadu Pusat dan Daerah” tidak pernah dilaksanakan. Sedangkan menurut Kadishutbun, peserta rapat di Dephut pada tanggal 8 Oktober 2004 merupakan Tim Terpadu yang melakukan penelitian. Padahal pada materibahan rapat tersebut secara jelas dan tegas tertulis bahwa, - Dalam poin C nomor 4 disebutkan: “Gubernur Jawa Barat kepada Menteri Kehutanan dengan surat Nomor ………, tanggal ………, mohon untuk segera menerjunkan Tim Terpadu ke lapangan guna meneliti secara cermat usulan dimaksud bersama-sama Tim dari Provinsi.” 129 - Dalam poin C nomor 5 disebutkan: “Sesuai ketentuan dalam SK Menhut Nomor 70Kpts- II2001 jo Nomor SK. 48Menhut-II2004, usulan perubahan fungsi hutan perubahan status bukan hutan menjadi Kawasan Pelestarian Alam dimaksud masih diperlukan kelengkapan rekomendasi kegiatan penelitianpengkajian oleh Tim Terpadu - Dalam poin C nomor 6 disebutkan: “Tim Terpadu yang terdiri dari unsur LIPI, KLH, Dephut, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten dan KPH Kuningan dan Majalengka direncanakan melaksanakan pengkajian secara komprehensif dengan fasilitasi dari pemohon Pemerintah Kabupaten Kuningan, Majalengka, dan KabupatenKota Cirebon.” .” Sampai saat ini, bukannya Tim Terpadu yang turun ke lapangan untuk melakukan penelitian, tapi malah langsung keluarnya SK Menhut No. 424Kpts-II2004.

2. Kajian Fakultas Kehutanan UNIKU