Islam masuk ke Indonesia pada awal abad Hijriah, bahkan pada masa Khulafaur Rasyidin memerintah. Islam sudah memulai ekspedisinya ke Nusantara ketika sahabat Abu Bakar, Umar bin
Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib memegang kendali sebagai Amirul Mukminin.
26
Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai masuknya Islam ke Indonesia, pada abad XIII perdagangan di Nusantara sudah berkembang dengan pesat. Kota pelabuhan atau
perdagangan sebagai sistem masyarakat terbuka yang mengharuskan sikap toleransi, dengan pesat menjadi pusat perubahan dan pembaharuan. Lebih-lebih awal abad XV, Malaka mempunyai
kedudukan sebagai pusat perdagangan transito di Asia Tenggara pada umumnya dan Indonesia pada khususnya. Kota Malaka yang begitu ramai dikunjungi para pedagang lokal maupun
internasional datang dari berbagai macam kultural dalam konteks penyebaran Islam jelas menjadi penopang penyebaran agama ini.
27
Awal penyebaran Islam, para pedagang Islam baik dari Asia Barat atau Asia Timur dalam aktivitasnya sebagai pedagang sekaligus menyebarkan syiar Islam. Mereka membentuk satu
komunitas muslim dari setiap daerah yang mereka singgahi dan menjalin kontak kultural dengan masyarakat setempat. Berangkat dari inilah proses Islamisasi tumbuh dan berkembang dengan
pesat dan lambat laun Islam telah menjadi bagian yang begitu dalam menguasai kehidupan religius masyarakat Indonesia.
28
A. Perkembangan Pondok Pesantren di Indonesia
1. Pengertian Pondok Pesantren
Istilah “pondok” diambil dari bahasa Arab Al-funduq yang berarti penginapan atau asrama. Adapun perkataan “pesantren” berasal dari kata santri, jadi istilah “pondok pesantren”
dapat diartikan dengan asrama atau tempat tinggal santri dan kyai, yang mengadakan kegiatan
26
Ibid II.
27
M. Bagus Sekar Alam, 2003, “Implementasi Khittah Nahdlatul Ulama 1926 Dalam kehidupan Sosial Keagamaan Di Surakarta 1984-2002”, Skripsi FSSR UNS, Surakarta, halaman
13-14.
28
Ibid, halaman 14-15.
belajar-mengajar agama Islam.
29
Prof. Johns berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji. C.C. Berg berpendapat bahwa istilah shastri dalam
bahasa India berarti orang yang menguasai buku-buku agama Hindu. Kata shastri berasal dari shastra yang berarti buku suci, buku-buku agama atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan.
30
Adanya kaitan istilah santri yang dipergunakan setelah datangnya agama Islam, dengan istilah yang dipergunakan sebelum datangnya Islam ke Indonesia adalah suatu hal
yang lumrah terjadi. Hal ini terjadi karena sebelum Islam datang ke Indonesia, masyarakat Indonesia telah menganut beraneka ragam agama dan kepercayaan, termasuk diantaranya
agama Hindu. Dengan demikian, bisa saja terjadi istilah santri itu telah dikenal di kalangan masyarakat Indonesia sebelum Islam datang.
31
Ada juga pendapat bahwa agama Jawa abad VIII - IX Masehi merupakan perpaduan antara kepercayaan Animisme, Hinduisme, dan Budhisme. Di bawah pengaruh Islam, sistem
pendidikan tersebut diambil dengan mengganti nilai ajaran agama Islam. Model pendidikan agama Jawa itu disebut pawiyatan, berbentuk asrama dengan rumah guru disebut Ki-ajar yang
berada di tengah-tengahnya. Hubungan antara Ki-ajar dengan santrinya sangat erat, bagaikan sebuah keluarga dalam satu rumah tangga. Ilmu-ilmu yang diajarkan adalah: filsafat, alam,
seni, sastra, yang diberikan secara terpadu dengan pendidikan agama dan moral.
32
Berdasarkan keterangan-keterangan di atas dapat dipahami, bahwa sistem pendidikan pesantren sedikitnya banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur sebelum Islam. Saat sekarang
pengertian yang populer dari pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam yang bertujuan untuk mendalami ilmu agama Islam dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup
29
Cabang-cabang ilmu Islam yang diajarkan meliputi: tauhid, fiqh, tafsir, hadits, ilmu kalam, akhlak, tasawuf, bahasa Arab dan sebagainya. Soegarda Poerbakarwatja, 1976,
Ensiklopedia Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung, halaman 223.
30
Zamakhsyari Dhofier, 1984, Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3ES, halaman 18.
31
Manfred Ziemek, 1985, Pesantren Dalam Perubahan Sosial, Jakarta: LP3ES, halaman 16.
32
Haidar Putra Daulay, op. cit., halaman 8.
keseharian, atau disebut tafaqquh fi ad-din dengan menekankan pentingnya moral dalam hidup bermasyarakat.
33
2. Awal Pertumbuhan Pondok Pesantren di Indonesia