PERKEMBANGAN KELEMBAGAAN PENDIDIKAN DI PONDOK PESANTREN BAITUL ARQOM AL-ISLAM.
No. Daftar FPIPS : 1878/UN.40.2.6.1/PL/2013
PERKEMBANGAN KELEMBAGAAN PENDIDIKAN DI PONDOK PESANTREN BAITUL ARQOM AL-ISLAMI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam
Oleh
Oleh Pupu Fakhrurrozi
0906751
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG
(2)
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Perkembangan Kelembagaan Pendidikan di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami” penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren
Baitul Arqom Al-Islami berlokasi di daerah Bandung Selatan di Jl. Raya Pacet,
Lemburawi Km. 09 Ciparay – Bandung (40385). Hal ini dilatar belakangi oleh banyaknya pesantren salafiyah di daerah pedesaan, namun hanya beberapa saja yang menyelenggarakan lembaga pendidikan formal. Kebanyakan dari pondok pesantren tersebut hanya menyelenggarakan kegiatan pengajian saja. Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami memadukan dua sistem pendidikan: pendidikan pondok pesantren dan pendidikan sekolah formal dari mulai tingkat PAUD, Taman Kanak-kanak (TK), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA) dan Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan Pesantren Baitul Arqom setiap periode, yakni tahun 1922-1957, tahun 1958-1977, dan tahun 1978-2013. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan contoh oleh pesantren lainnya khususnya pesantren salafiyah.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif desain case study dan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumentasi yang dilengkapi dengan metode wawancara dan observasi. Analisis data dilakukan ketika sebelum di lapangan, selama di lapangan dan setelah di lapangan dengan mereduksi data, display data dan menguji validitas data dengan cara kecukupan pengamatan, triangulasi dan member check kemudian disimpulkan.
Pada pengolahan data dari setiap periode yang diteliti memiliki perbedaan-perbedaan yang signifikan. Ini dapat dilihat dari sistem pendidikan yang diterapkan pada awal pesantren didirikan yaitu tahun 1922 hanya terfokus pada sistem tradisional kemudian sistem klasikal saja karena memang belum didirikan lembaga pendidikan formal. Tahun 1922-1957 sistem pendidikan masih bersifat non formal saja. Tahun 1958-1977 didirikan lembaga pendidikan formal MWB yang kemudian menjadi MI, PGA yang kemudian menjadi MTs dan MA, dan SPAIN yang kemudian menjadi STAI. Pada tahun 2008 didirikan TK Pembina. Dapat dikatakan sekitar tahun 1978-2013 semakin berkembang dengan memadukan dua sistem pendidikan yaitu pesantren dan sekolah formal.
Kurikulum disesuaikan dengan kurikulum pemerintah dengan tetap
mempertahankan kurikulum pesantren salafi yakni pengajian kitab kuning dengan sistem sorogan dan bandongan. Kepemimpinan pesantren selalu dipegang oleh keluarga pesantren dari mulai muassis awal yakni KH. Muhammad Faqih hingga sekarang dikelola oleh keturunan beliau. Pada setiap periode, sarana prasarana, peserta didik dan tenaga pendidik semakin banyak.
Berdasarkan hasil penelitian, secara umum dapat disimpulkan bahwa perkembangan sangat terlihat dari segi kelembagaan karena faktor kekeluargaan dan dukungan baik dari dalam pesantren maupun masyarakat, dengan tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional kepesantrenan.
(3)
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puja menjadi penghias rasa, puji menjadi penghias hati peneliti panjatkan ke
hadirat ilahi rabbī yang telah banyak memberikan kenikmatan kepada peneliti,
sehingga skripsi ini selesai. alawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan
kepada Baginda Alam yakni Habībanā wanabiyanā Muhammad SAW.
Skripsi ini bertujuan untuk mendeskripsikan perkembangan kelembagaan pendidikan di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami, disamping untuk memenuhi salah satu syarat agar dapat mengikuti ujian sidang Sarjana Pendidikan pada Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam Fakultas Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial. Peneliti mengambil Judul “Perkembangan Kelembagaan
Pendidikan di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami”.
Peneliti sangat sadar, bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat peneliti harapkan. Mudah-mudahan bermanfaat bagi peneliti khususnya umumnya bagi pembaca semuanya.
Wassalāmu’alaikum Waraḥmatullāhi Wabarakātuh
Bandung, September 2013
(4)
UCAPAN TERIMA KASIH
Assalāmu’alaikum Warahmatullāhi Wabarakātuh
Segala puji hanya milik Allah SWT yang telah memberikan jalan kemudahan, kekuatan, kelancaran dan kesehatan kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. Peneliti menyadari bahwa selesainya skripsi tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, dan ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas dukungan dan bantuan berbagai pihak. Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya peneliti sampaikan kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. H. Sunaryo Kartadinata, M. Pd. Selaku Rektor Universitas
Pendidikan Indonesia
2. Bapak Prof. Dr. Karim Suryadi, M. Si. Dan Dr. Elly Malihah, M. Si.
Selaku Dekan Fakultas FPIPS
3. Bapak Dr. H. Endis Firdaus, M. Ag. Selaku Ketua Prodi Ilmu Pendidikan
Agama Islam (IPAI) UPI Bandung
4. Bapak Dr. H. A. Syamsu Rizal, M.Pd. Dan Dr. H. Aam Abdussalam, M.
Pd. Selaku pembimbing I dan II yang telah memberikan pengarahan, petunjuk, dan bimbingan kepada peneliti
5. Bapak dan Ibu Dosen Prodi IPAI UPI Bandung yang telah membekali
ilmu kepada peneliti selama menjadi mahasiswa IPAI UPI
6. Bapak dan Ibu staff Tata Usaha Prodi IPAI atas segala bantuan
administrasi demi kelancaran skripsi ini
7. Sesepuh Pesantren Baitul Arqom KH. Abdul Khobir, ketua yayasan H.
Ahmad Faisal Imron, kepala sekolah TK Hj. Fitriyah Yusuf, kepala MI H. Fuad Mustofa Hannan, Kepala MTs Asep Nuryaqin S.Pd, kepala MA Usep Bahrudin, Ketua STAI KH. Ridwan
8. Ust. Ishaq Farid, Drs. Oop Farouk, M.M, Asep Mahmudin S.Pd.I, Agung
Muharram dan M. Febianto yang telah membantu peneliti dalam pengumpulan data. Mudah-mudahan Allah SWT membalas dengan kebaikan yang setimpal
(5)
9. Emi dan bapa tersayang Dra. Ade Latifah dan Setiawan, S.Ag, yang selalu memberikan dukungan lahir dan batin kepada peneliti. Peneliti sangat bangga telah lahir dari rahim emi dan dibesarkan oleh pendidikan bapa dan
emi yang lillāh. Semoga Allah SWT selalu mengasihi mereka, selamanya.
10.Adik-adik tercinta, Mia Muyasaroh dan Farhan Hilmi yang menghiasi
keseharian peneliti setiap hari dengan senyum dan candaan mereka.
11.Mila yang tidak hanya memberikan motivasi tetapi juga menjadi motivasi
bagi peneliti. Kang Iding yang sering mengantar peneliti sejak pertama
masuk kuliah. Seluruh keluarga besar Banī Ma būr yang berada di Pereng,
Pangauban, Kopo, Jongor, dan Balubur yang selalu memberikan motivasi dan dukungannya kepada peneliti.
12.Keluarga besar Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami, Pondok
Pesantren Al-Barokah Sarijadi, Pondok Pesantren Sabilul Falah dan Yayasan Pendidikan Al-Fakhriyah.
13.Teman-teman nasyid di THEOS SPATHI (kang Awan, Akbar, Manan,
Asep, Rifsa, Ghushni, Rizky, dan Gugah) yang memberikan kesan berbeda ketika peneliti kuliah di UPI.
14.My Best Friend Yedi, Deni, Fahmi, Iqbal, Dendi, Andhis, Badru, Agus, Hilman, Hasbi, Faisal, Idzan, Yusuf, Rudini, Ryan yang selalu memberikan motivasi dan bantuan dalam perjuangan menyusun skripsi.
15.BEM HIMA IPAI yang memberikan pengalaman terbesarnya selama
peneliti kuliah di Prodi IPAI UPI.
16.Teman-teman satu angkatan dan adik-adik tingkat di prodi IPAI yang tak
bisa peneliti sebutkan satu persatu.
Akhirnya, peneliti berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi peneliti khususnya dan bagi kemajuan ilmu pengetahuan pada umumnya.
Wassalāmu’alaikum Waraḥmatullāhi Wabarakātuh
Bandung, September 2013
(6)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR LAMPIRAN………...………..…...viii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ... ix
BAB I ... 1
PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat/Signifikansi Penelitian ... 5
E. Struktur Organisasi Skripsi ... 6
BAB II ... 7
KELEMBAGAAN PENDIDIKAN ISL M DI PONDOK PESANTREN ... 7
A. Konsep Pendidikan Isl m... 7
B. Lembaga Pendidikan Isl m ... 18
C. Pendidikan Isl m di Indonesia ... 32 D. Pondok Pesantren ... 49
BAB III ... 67
METODE PENELITIAN ... 67
A. Lokasi Penelitian ... 67
B. Desain Penelitian ... 69
C. Metode Penelitian ... 72
D. Definisi Operasional...75
E. Instrumen Penelitian...76
(7)
G. Prosedur Penelitian...81
H. Analisis Data...85
BAB IV ... 92
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 92
A. Pemaparan Data Hasil Penelitian ... 92
1. Keadaan Pondok Pesantren pada awal berdiri hingga tahun 1957 ... 92
2. Keadaan kelembagaan pendidikan Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami pada tahun 1958-1977...99
3. Perkembangan kelembagaan pendidikan Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami pada tahun 1977-2013...104
4. Faktor-faktor penunjang dan penghambat perkembangan kelembagaan pendidikan di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami...152
B. Pembahasan Data ... 154
1. Analisis keadaan Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami pada awal berdiri hingga tahun 1957 ... 154
2. Analisis keadaan kelembagaan pendidikan Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami pada tahun 1958-1977 ... 158
3. Analisis perkembangan kelembagaan pendidikan Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami pada tahun 1977-2013 ... 161
4. Analisis faktor penunjang dan penghambat perkembangan kelembagaan pendidikan di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami ... 166
5. Analisis perkembangan kelembagaan pendidikan Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami...170
BAB V ... .178
KESIMPULAN DAN SARAN ... .178
A. Kesimpulan ... .178
B. Saran ... .183
(8)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3. 1 Peta lokasi Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami... 69
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Lembaga-lembaga pendidikan Isl m tradisional dan jumlah murid
di beberapa kabupaten di Jawa tahun 1831...
Tabel 4.1 Jadwal kegiatan santri ………...
Tabel 4.2 Kitab-kitab yang digunakan di Pesantren Baitul Arqom………….
Tabel 4.3 Jadwal pemakaian seragam MI... ………
Tabel 4.4 Jumlah ruang menurut jenis, status kepemilikan, dan kondisi MI...
Tabel 4.5 Buku pegangan guru dan siswa tiap mata pelajaran MI...…….
Tabel 4.6 Jumlah buku bacaan dan buku sumber yang ada di Perpustakaan...
Tabel 4.7 Jumlah alat peraga/praktik MI...………..
Tabel 4.8 Jumlah perlengkapan sekolah/madrasah menurut kondisi...……
Tabel 4.9 Keadaan peserta didik MTs...………..
Tabel 4.10 Data tamatan peserta didik MTs...……….. Tabel 4.11Keadaan siswa berdasarkan jenis kelamin dan tingkat ekonomi orang tua...
Tabel 4.12 Keadaan tenaga pendidik MTs...………..
Tabel 4.13 Keadaan peserta didik MA...……….
Tabel 4.14 Keadaan tenaga pendidik ………... Tabel 4.15 Daftar pendidik yang sudah tersertifikasi...
Tabel 4.16 Keadaan sarana prasarana MA...………..
Tabel 4.17 Perkembangan jumlah mahasiswa Prodi PAI STAI...
Tabel 4. 18 Struktur kurikulum Prodi PAI STAI Baitul Arqom………..
Tabel 4.19 Konversi nilai mata kuliah STAI... 59 107 108 116 118 119 119 119 119 121 121 121 122 124 125 126 127 131 139 147
(9)
DAFTAR BAGAN
Bagan 4.1 Perkembangan Kelembagaan Pendidikan di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami... 176 Bagan 4.2 Faktor Penunjang dan Penghambat Perkembangan Kelembagaan Pendidikan di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami... 177
DAFTAR LAMPIRAN
Surat Izin Penelitian………...
Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian...
Kisi-Kisi Instrumen Penelitian………..……...
Hasil Wawancara dan Member Chek………...
Hasil Observasi... Keluarga Bani Embah Jibja Manggala (Karuhun Maruyung)... Brosur Pesantren... Dokumen TK... Dokumen MI... Dokumen MTs... Dokumen MA... Dokumen STAI...
Daftar Riwayat Hidup………...
(10)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan salah satu faktor pendorong kemajuan pembangunan. Karena di antara makhluk lainnya manusia mempunyai perbedaan dan keutamaan tersendiri, yaitu diberikan akal untuk berfikir. Seperti yang dikatakan Suryana (2008: 20) akal hanya diberikan kepada manusia, karena itu manusia sering kali disebut sebagai animal rasional (makhluk yang mampu berpikir). Untuk mencapai sumber daya manusia yang berkualitas harus ditempuh melalui pendidikan. Karena bagi manusia, pendidikan adalah pusaka yang sangat berharga. Dengan pendidikan, manusia dapat melestarikan keturunannya. Dengan pendidikan juga, manusia dapat membekali diri dan masyarakatnya dengan berbagai nilai dan norma (Sholehuddin, 2010: 1).
Potensi yang diberikan Allāh kepada manusia tidak akan berkembang
dengan sendirinya secara sempurna tanpa adanya bantuan dari pihak-pihak lain sekalipun potensi yang dimilikinya bersifat aktif dan dinamis. Potensi kemanusiaan itu akan bergerak terus-menerus sesuai dengan pengaruh yang didatangkan kepadanya. Hanya intensitas pengaruh itu akan sangat bervariasi sesuai dengan kemauan dan kesempatan yang diperolehnya yang dapat menentukan pengalaman dan kedewasaan masing-masing. Maka dari itu, manusia sering disebut sebagai makhluk yang dapat dididik dan mendidik atau makhluk pendidikan (Syahidin, 2009: 23).
Dalam Islām, pendidikan merupakan salah satu cara untuk mengangkat
derajat dan martabat manusia, Allāh telah menyebutkan dalam firmannya surat
Al-Mujādalaħ [58]: 11)
(11)
Artinya: “Allāh akan mengangkat derajat dan martabat orang-orang yang beriman
dan orang-orang yang berpendidikan di antara kalian”1
Di antara upaya pendidikan menurut Islām adalah lembaga pondok
pesantren, karena pendidikan di pondok pesantren tidak bisa terlepas dari tujuan umum pendidikan nasional, sebagaimana terdapat dalam pasal 4 UU pendidikan Nasional, yakni:
Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Senada dengan pernyataan di atas, Suharto (2011: 5) mengatakan bahwa tugas pokok pesantren adalah mewujudkan manusia dan masyarakat Muslim
yang beriman dan bertakwa kepada Allāh. Namun dewasa ini, reputasi pondok
pesantren mulai menurun, dikarenakan masyarakat pada umumnya lebih memilih pendidikan formal yang lebih dapat menjamin masa depan. Sehingga terkadang lulusan pesantren kalah bersaing atau tidak siap berkompetisi dengan lulusan umum dalam urusan profesionalisme di dunia kerja. Dunia pesantren dihadapkan kepada masalah-masalah globalisasi, yang memang memberikan tanggung jawab tersendiri terhadap lembaga pendidikan seperti pondok pesantren. Terutama dalam menjawab tantangan zaman edukasi seperti sekarang ini yang justru lebih didominasi oleh orang-orang non muslim atau dapat dikatakan westernisasi lebih “berkuasa” bahkan di negara mayoritas muslim terbesar di dunia seperti Indonesia sekalipun. Secara objektif kenyataan menunjukkan Indonesia merupakan Negara dengan penduduk
1 Seluruh teks ayat Al-Qur`ān dan terjemahnya dalam skripsi ini dikutip dari software Al-Qur`ān in word yang disesuaikan dengan Al-Qur`ān dan Terjemahnya. Penerjemah: Yayasan
Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Al-Qur`ān Revisi Terjemah oleh Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur`ān Departemen Agama Republik Indonesia. Penerbit PT. Sygma Examedia Arkanleema Bandung
(12)
muslim paling banyak dibandingkan dengan Negara manapun di dunia.
Sebagaimana yang dijelaskan Rustandi (2010: 10) bahwa Islām adalah agama
mayoritas yang dipeluk oleh sekitar 85,2% penduduk Indonesia, yang menjadikan negara Indonesia negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia. Bahkan menurut Taufik (2007: 193) dari segi sarana dan fasilitas kehidupan beragama termasuk lembaga pendidikannya, juga mungkin Indonesia terbanyak. Baik itu Mesjid, muṣallā, pesantren, madrasah, sekolah sampai tingkat perguruan tinggi.
Menurut Dhofier (2011: 72) walaupun pesantren-pesantren sudah banyak yang mengadakan perubahan-perubahan mendasar sebagai jawaban positif atas perkembangan zaman, namun perubahan tersebut masih sangat terbatas. Ada dua alasan utama yang menyebabkan hal tersebut, yaitu:
1. Para kyai masih harus mempertahankan dasar-dasar tujuan pendidikan
pesantren, yaitu bahwa pendidikan pada dasarnya ditujukan untuk mempertahankan, menyebarkan dan memperkuat ajaran serta peradaban Islām.
2. Mereka belum memiliki ahli-ahli yang cakap, terampil dan sesuai
dengan kebutuhan pembaruan untuk mengajarkan cabang-cabang pengetahuan umum.
Lembaga pendidikan Islām tradisional seperti madrasah dan pesantren
tidak luput dari interaksinya terhadap modernitas. Jika dahulu pesantren sering kali diidentikkan dengan kaum “sarungan”, sebuah istilah yang cenderung pejoratif karena pesantren sebagai pranata sosial dicurigai sebagai sarang kejumudan dan konservatisme. Ia menjadi penghalang bagi usaha-usaha pembaruan dan pembangunan (Tuanaya et al. 2007: 1).
Pesantren yang mempertahankan budaya tradisional ini dikenal dengan
istilah pondok pesantren salāfiyaħ. Di daerah pedesaan sendiri, banyak
terdapat pondok pesantren salāfiyaħ (tradisional), namun hanya beberapa
yang menyelenggarakan lembaga pendidikan formal. Kebanyakan dari pondok pesantren tersebut menyelenggarakan kegiatan pengajian saja, baik
(13)
dan mempelajari ilmu agama lainnya. Di antara pondok pesantren di daerah tersebut, ada sebuah pondok pesantren yang sudah mengkolaborasikan antara pendidikan non formal dan pendidikan formal, bahkan pendidikan formalnya sendiri sudah pada jejang perguruan tinggi yakni Sekolah Tinggi Agama Islām (STAI). Pondok pesantren yang dimaksud yaitu Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami.
Pondok Pesantren Baitul Arqom Islami (jika ditranslit menjadi Bait Al-Arqam Al-Islāmi) adalah lembaga pendidikan yang bertujuan membina dan
mencetak siswa atau kader Ahlu al-sunnaħ Wa al-jamā‟aħ yang berilmu
amaliah dan beramal ilmiah dengan memadukan dua sistem pendidikan: pondok pesantren dan pendidikan sekolah formal. Berlokasi di sebuah kampung Lemburawi di Bandung selatan. Pesantren ini didirikan oleh Alm. KH. Muhammad Faqih pada tahun 1922. Tahun 1964 kepemimpinan dilanjutkan oleh Alm. KH. Ubaidillah. Kemudian pada tahun 1987 kepemimpinan dilanjutkan oleh Alm. KH. Ali Imron dan tahun 2005 pesantren ini dipimpin oleh Alm. KH. Yusuf Salim Faqih. Tahun 2009 hingga sekarang kepemimpinan dan kepengurusan pesantren diteruskan oleh cucu-cucu pendiri.
Pondok Pesantren Baitul Arqom menggunakan sistem khāṣ
kepesantrenan/salafi yang mengacu pada pemahaman kitab-kitab kuning dengan berbagai disiplin ilmu, terutama „Ilmu nahwu, ṣaraf, balāgaħ, fiqh, tafsīr, ḥadīṡ, dan lain-lain, yang diajarkan langsung oleh para kyai/ustāż. Ditunjang dengan tersedianya sarana dan prasarana yang memadai serta tenaga-tenaga pengajar yang terdiri dari para lulusan sarjana UIN, Al-Azhar Mesir, UNPAD, UPI, UNINUS, UNPAS, UNLA, STAI dan lain-lain.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang “Perkembangan Kelembagaan Pendidikan di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami”.
(14)
Adapun rumusan pokok masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagaimana perkembangan kelembagaan pendidikan di pondok pesantren Baitul Arqom Al-Islami?
Berdasarkan masalah umum tersebut dapat dirinci kepada beberapa pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah keadaan Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami pada
awal berdiri hingga tahun 1957?
2. Bagaimanakah keadaan kelembagaan pendidikan Pondok Pesantren
Baitul Arqom Al-Islami pada tahun 1958-1977?
3. Bagaimanakah perkembangan kelembagaan pendidikan Pondok
Pesantren Baitul Arqom Al-Islami pada tahun 1978-2013?
4. Bagaimanakah faktor-faktor penunjang dan penghambat perkembangan
kelembagaan pendidikan di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan pokok dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tujuan Umum: Untuk mengetahui perkembangan kelembagaan pendidikan di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami.
Tujuan khusus :
1. Untuk mengetahui keadaan Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami
pada awal berdiri hingga tahun 1957.
2. Untuk mengetahui perkembangan Pondok Pesantren Baitul Arqom
Al-Islami pada tahun 1958-1977.
3. Untuk mengetahui perkembangan kelembagaan pendidikan Pondok
Pesantren Baitul Arqom Al-Islami pada tahun 1978-2013.
4. Untuk mengetahui faktor-faktor penunjang dan penghambat
perkembangan kelembagaan di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami.
D. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini, peneliti berharap memperoleh manfaat baik bersifat teoritis maupun bersifat praktis.
(15)
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan kontribusi terhadap khazānaħ keilmuan khususnya yang
berkaitan dengan perkembangan kelembagaan pendidikan di pondok pesantren.
b. Dapat memperluas serta memperdalam wawasan mengenai
kelembagaan pendidikan di lingkungan pondok pesantren. 2. Manfaat Praktis
a. Sebagai dokumentasi terhadap pondok pesantren yang diteliti.
b. Sebagai bahan evaluasi di masa lalu dan untuk prediksi perbaikan
di masa depan.
c. Untuk pondok pesantren lain dapat dijadikan sebagai rujukan
dalam rangka mengembangkan kelembagaan pondok pesantren ke arah yang lebih baik.
d. Bagi UPI khususnya IPAI mempunyai dokumentasi tentang
perkembangan kelembagaan pendidikan di pondok pesantren.
E. Struktur Organisasi
Dalam penulisan skripsi ini sistematika penulisannya sebagai berikut: BAB I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, dan struktur organisasi skripsi.
BAB II merupakan kajian pustaka dari judul yang diambil peneliti yaitu
meliputi teori tentang kelembagaan pendidikan Islām di pondok pesantren.
BAB III Metode Penelitian yang meliputi Pendekatan penelitian, pengembangan instrumen dan prosedur pengumpulan dan analisis data.
(16)
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan.
(17)
BAB III
METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat atau lokasi yang menjadi tempat melakukan pengamatan penelitian. Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami. Pondok pesantren ini peneliti ambil karena pertimbangan bahwa Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami ini merupakan pondok pesantren yang memadukan dua sistem pendidikan, yaitu pendidikan pondok pesantren dan pendidikan sekolah formal. Di pondok pesantren ini terdapat beberapa lembaga pendidikan formal dengan tetap mempertahankan tradisi pesantren. Sasaran penelitian ini adalah lembaga-lembaga pendidikan yang terdapat di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami. Adapun yang diteliti adalah kelembagaan pendidikan dilihat dari sisi perkembangannya. Jika dibandingkan dengan pesantren-pesantren di sekitarnya khususnya di kecamatan Pacet, Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami ini lebih maju dan dituakan oleh pesantren-pesantren yang lain di sekitar kecamatan Pacet yang merupakan pondok pesantren satu-satunya yang mempunyai lembaga pendidikan formal dari mulai tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Ibtidaiyah (MA), dan Sekolah Tinggi Agama Islām (STAI).
Pondok Pesantran Baitul Arqom Al-Islami berada di kampung LemburAwi Jl. Raya Pacet KM. 09 Ciparay, kecamatan Pacet, Kabupaten Bandung (40385), provinsi Jawa Barat. Pada saat ini Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami mempunyai 987 santri yang mondok di asrama, terdiri dari 620 santri Madrasah Tsanawiyah (MTs), 367 santri Madrasah Aliyah (MA). Selain itu, ada juga siswa dari luar (yang tidak mondok di pesantren) namun bersekolah di lembaga pendidikan formal Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami, di antaranya adalah 76 siswa TK, MI 180 siswa dan Mahasiswa STAI berjumlah 276 orang. Selain lembaga
(18)
pendidikan formal, Pondok Pesantran Baitul Arqom sudah memiliki Lembaga Pendidikan Komputer, Lembaga Bimbingan Ibadah Haji, Lembaga Pengembangan dan Pengabdian Masyarakat dan Lembaga Ikatan Alumni serta memiliki 2 Mesjid (Putra & Putri), 2 Asrama Putra ( Rijalul Ghod & Hilyatul Auliya), 4 Asrama Putri ( Al–Qubbathul Khodlro, Bola Dunia, Al-Barkah dan Bintang Sembilan), 2 Kantor, 30 Ruang Kelas, 1 Aula dan 1 Poskestren. Santri putra tinggal di komplek asrama putra yakni Rijalul Ghod & Hilyatul Auliya, masing-masing asrama ada yang berjumlah 9 kamar, adapun asrama lainnya berjumlah 36 kamar. Sedangkan santri putri berada di komplek asrama santri putri yang
berjumlah 4 asrama yakni Al-Qubbathul Khoḍro, Bola Dunia, Al-Barkah
dan Bintang Sembilan, masing-masing asrama ada yang mempunyai 11 kamar, 12 kamar, 12 kamar dan 5 kamar.
Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami dipimpin oleh KH. Abdul
Khobir selaku Mudir Ma’had, H. Ahmad Faisal Imron sebagai ketua
yayasan, dibantu oleh Ust. Hilmi Humaeni selaku wakil ketua yayasan, Ust. Ishaq Farid selaku Sekretaris, H. Fuad Ruhiat Imron & Ahmad Mansyur Yusuf selaku bendahara, H. Ibnu Athoillah Yusuf selaku ketua bidang pendidikan pesantren, Drs. Rd. Dadan Fathurrohman selaku ketua bidang pendidikan kesekolahan, Eki Muhammad Salim selaku ketua departemen ekonomi, Dedi selaku ketua departemen kesehatan, Dikky Ahmad Siddiq selaku ketua departemen kesejahteraan, Hj. Fitriyyah Yusuf S.Pd., selaku kepala sekolah TK, H. Fuad Musthofa Hanan selaku kepala sekolah MI, Asep Nuryaqin S.Pd., selaku kepala sekolah MTs, Drs. U. Bahrudin, M.M.Pd., selaku kepala sekolah MA, dan Drs. KH. Ridwan Sofwan selaku ketua STAI.
(19)
Sumber : Google Maps Gambar 3.1
Peta Lokasi Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami Keterangan :
= Lokasi Penelitian
B. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Satori dan Komariah (2012: 22) penelitian kualitatif adalah penelitian yang menekankan pada quality atau hal yang terpenting dari sifat suatu barang/jasa. Hal terpenting dari suatu barang atau jasa berupa kejadian/fenomena/gejala sosial adalah makna dibalik kejadian tersebut yang dapat dijadikan pelajaran berharga bagi suatu pengembangan suatu konsep teori. Adapun karakteristik penelitian kualitatif sendiri menurut Guba dan Lincoln (Alwasilah, 2008: 104) adalah sebagai berikut:
1. Latar alamiah, karena pengamatan akan mempengaruhi apa yang
diamati, dan untuk mendapatkan pemahaman yang maksimal keseluruhan obyek harus diamati.
2. Manusia sebagai instrumen, karena hanya manusialah yang mampu
beradaptasi secara fleksibel dengan realitas yang bermacam-macam sehingga dapat menuntaskan dengan fenomena yang dipelajari.
(20)
3. Pemanfaatan pengetahuan non-proposional, peneliti naturalistis
melegitimasi penggunaan intuisi, perasaan, firasat, dan
pengetahuan lain yang tak terbahasakan selain pengetahuan proposisional karena pengetahuan jenis pertama itu banyak dipergunakan dalam proses interaksi antara peneliti dan responden.
4. Metode-metode kualitatif digunakan sebagai metode yang lebih
mudah untuk diadaptasikan dengan ralitas yang beragam.
5. Sampel purposif, pemilihan sampel secara teoritis, bukan sampel
acak.
6. Analisis data secara induktif, untuk memudahkan peneliti
mengidentifikasi realitas di lapangan dan segala aspek yang memengaruhi.
7. Teori dilandaskan pada data di lapangan, karena peneliti kualitatif percaya kebenaran akan terlihat dan teralami sendiri di lapangan.
8. Desain penelitian mencuat secara alamiah, tidak dibuat-buat dan
akan muncul dengan sendirinya.
9. Hasil penelitian berdasarkan negosiasi, dilakukan guna untuk
memahami makna yang didapat.
10.Cara pelaporan khusus, gaya pelaporan ini lebih cocok ketimbang
cara pelaporan saintifik yang lazim pada penelitian kuantitatif, sebab pelaporan kasus lebih mudah diadaptasikan terhadap deskripsi realitas di lapangan yang dihadapi para peneliti.
11.Interpretasi idiografik, data yang terkumpul termasuk
kesimpulannya akan diberi tafsir secara idiografik, yaitu secara
kasus, khusus, dan kontekstual – tidak secara nomotetis, yakni
berdasarkan hukum-hukum generalisasi.
12.Aplikasi tentatif, setiap temuan adalah hasil interaksi peneliti
dengan responden dengan memperhatikan nilai-nilai dan
kekhususan lokal, yang mungkin sulit direpleksi dan diduplikasi; jadi memang sulit untuk ditarik generalisasi.
(21)
13.Batas penelitian ditentukan fokus, batas penelitian ini akan sulit ditegakkan tanpa pengetahuan kontekstual dari fokus penelitian.
14.Keterpercayaan dengan kriteria khusus,
Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu membuat desain penelitian yang disesuaikan dengan pendekatan kualitatif sendiri.
Menurut Nasution (2003: 25-30) desain penelitin yang banyak didapati adalah desain survey, case study, and experimen.
1. Desain survey
Desain survey adalah suatu penelitian survey atau survey yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang orang yang jumlahnya besar, dengan cara mewawancarai sejumlah kecil dari populasi itu. Survey dapat digunakan dalam penelitian yang bersifat eksploratif, deskriptif, maupun eksperimental. Mutu survey antara lain bergantung pada:
a. Jumlah orang yang dijadikan sampel
b. Taraf hingga mana sampel itu representatif, artinya mewakili
kelompok yang diselidiki
c. Tingkat kepercayaan informasi yang diperoleh dari sampel itu.
Untuk memperoleh keterangan dapat digunakan questionnaire atau angket, wawancara, observasi langsung atau kombinasi teknik-teknik pengumpulan data itu.
2. Desain case study
Desain case study adalah bentuk penelitian yang mendalam tentang suatu aspek lingkungan sosial termasuk manusia di dalamnya. Case study dapat dilakukan terhadap seorang individu, sekelompok individu (misalnya suatu keluarga), segolongan manusia (guru, suku minangkabau). Case study dapat mengenai perkembangan sesuatu. Bahan untuk case study dapat diperoleh dari sumber-sumber seperti laporan hasil pengamatan, catatan pribadi kitab harian atau biografi
(22)
orang yang diselidiki, laporan atau keterangan dari orang yang banyak tau tentang hal itu.
3. Desain eksperimen
Dalam desain eksperimen terdapat kelompok yang disebut kelompok eksperimen, yaitu kelompok yang sengaja dipengaruhi oleh variabel-variabel tertentu, misalnya diberikan latihan.
Sementara itu, Umar (2008: 7) mengemukakan bahwa desain penelitian dapat dibagi atas tiga macam, yaitu desain Eksploratif, Desksriptif, dan Kausal. Disini peneliti menggunakan desain deskriptif yang mana menurut Umar (2008: 9) tujuan penelitian desain deskriptif bersifat tujuan paparan pada variabel-variabel yang diteliti, misalnya tentang siapa, yang mana, kapan, dan di mana, maupun ketergantungan variabel pada sub-sub variabelnya. Studi dengan desain ini dapat dilakukan secara sederhana atau rumit dan dapat melibatkan data kuantitatif yang dilengkapi dengan data kualitatif. Dengan demikian, hasil penelitian dengan desain ini akan menghasilkan informasi yang komprehensif mengenai variabel yang diteliti.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan desain case study yang bersifat deskriptif, karena bertujuan memaparkan perkembangan kelembagaan pendidikan yang terjadi di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami, dari mulai sejarah didirikan pondok pesantren, siapa yang mendirikan, siapa saja tokoh-tokoh yang berpengaruh terhadap perkembangan pondok pesantren, latar belakang didirikannya lembaga-lembaga pendidikan yang ada di dalam pondok pesantren, perkembangan
lembaga-lembaga pendidikannya hingga faktor penunjang dan
penghambat perkembangan kelembagaan pendidikan.
C. Metode Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan keguanaan tertentu (Sugiyono, 2011: 2). Maka dari itu, dalam menyusun penelitian ini diperlukan metode
(23)
penelitian guna mendapatkan data-data mengenai kelembagaan pendidikan di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami dengan tujuan agar dapat mendeskripsikan perkembangan kelembagaan pendidikan di sana, agar dapat dijadikan sebagai pelajaran dalam menyikapi faktor penghambat perkembangan kelembagaan pendidikan bagi pondok pesantren ataupun lembaga pendidikan lainnya yang mempunyai situasi sosial yang sama. Dalam penelitian ini, peneliti bermaksud mendeskripsikan bagaimana perkembangan kelembagaan pendidikian di pondok pesantren, maka dari itu, pendekatan yang tepat digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, karena kebenaran yang dicari dalam penelitian kualitatif ini menuntut bagaimana mencari kebenaran melalui paradigma alamiah (naturalistic) bukan ilmiah (scientific) (Alwasilah, 2008: 95).
Menurut Soejono dan Abdurrahman (2005: 23) metode deskriptif diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subjek/objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Menurut Masyhuri dan Zainuddin (2008: 34) ciri-ciri metode deskriptif ialah sebagai berikut:
1. Memberikan gambaran terhadap fenomena-fenomena
2. Menerangkan hubungan (korelasi)
3. Menguji hipotesis yang diajukan
4. Membuat prediksi (forcase) kejadian
5. Memberikan arti atau makna atau implikasi pada suatu masalah
yang diteliti. Jadi penelitian deskriptif mempunyai cakupan yang lebih luas.
Beberapa desain deskriptif yang umum digunakan menurut Umar (2008: 8) adalah sebagai berikut:
a. Metode studi kasus
Penelitian dengan metode ini menghendaki suatu kajian yang rinci, mendalam, menyeluruh atas objek tertentu yang biasanya relatif kecil selama kurun waktu tertentu termasuk lingkungannya.
(24)
Keunggulan metode studi kasus antara lain adalah bahwa hasilnya dapat mendukung pada studi-studi lebih besar di kemudian hari, dapat memberikan hipotesis-hipotesis untuk penelitian lanjutan. Adapun kelemahan dari metode studi kasus ini misalnya bahwa kajiannya menjadi relatif kurang luas, sulit digeneralisasikan dengan keadaan yang berlaku umum, dan cenderung subjektif, karena objek penelitian dapat memengaruhi prosedur penelitian yang harus dilakukan.
b. Metode pengembangan
Penelitian ini berguna untuk memperoleh informasi tentang perkembangan suatu objek tertentu dalam kurun waktu tertentu. Ada dua cara yang saling melengkapi dalam melakukan penelitian pengembangan ini, yaitu:
- Longitudinal, yaitu dengan cara mempelajari objek penelitian secara berkesinambungan pada jangka waktu yang panjang. - Cross-sectional, yaitu dengan cara mempelajari objek
penelitian dalam suatu waktu tertentu saja (tidak
berkesinambungan dalam jangka waktu panjang). c. Metode tindak lanjut
Secara umum metode ini dapat dilakukan bila peneliti hendak mengetahui perkembangan lanjutan dari subjek setelah diberikan perlakuan tertentu atau setelah kondisi tertentu.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan desain deskriptif dengan metode studi kasus terhadap perkembangan kelembagaan pendidikan di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami. Sehingga dengan metode studi kasus ini peneliti dapat bersama-sama dengan pengambil keputusan manajemen (keluarga pesantren) berusaha menemukan hubungan atas faktor-faktor yang dominan atas permasalahan penelitian. Selain itu, peneliti dapat saja menemukan hubungan-hubungan yang tadinya tidak direncanakan atau terpikirkan. Sehingga penelitian pun lebih natural dan
(25)
sesuai dengan keadaan di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami sendiri.
D. Definisi Operasional
Untuk menghindari salah pengertian dan penafsiran dalam penelitian ini, maka perlu dijelaskan beberapa istilah sehingga ada kesamaan landasan berfikir antara peneliti dan apa yang dituangkan dalam penelitian ini dengan pembaca.
a. Perkembangan
Dalam kamus bahasa Indonesia (Marhijanto, 1993: 144) perkembangan diambil dari kata dasar kembang yang berarti terbuka, mekar bunga. Berkembang berarti terbuka, menjadi besar, menjadi lebar. Maksud perkembangan dalam penelitian ini adalah adalah perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman yang terdiri atas perubahan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif daripada kelembagaan pendidikan di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami dari masa ke masa.
b. Kelembagaan pendidikan
Nata (2010: 189) dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kosakata lembaga memiliki empat arti, yaitu: 1) asal mula (yang akan jadi sesuatu); benih (bakal binatang, manusia, dan tumbuhan); misalnya Adam, segumpal tanah yang dijadikan manusia pertama; 2) bentuk (rupa, wujud) yang asli, acuan; 3) ikatan (tentang mata cincin dan sebagainya); 4) badan (organisasi) yang bermaksud melakukan suatu penyelidikan keilmuan atau melakukan sesuatu usaha; misalnya Bahasa Indonesia. Dalam tulisan ini, pengertian lembaga yang digunakan yaitu pengertian lembaga yang ketiga, yaitu badan atau organisasi yang melakukan sesuatu kegiatan. Dengan demikian, maka yang dimaksud dengan lembaga pendidikan adalah badan atau organisasi yang melakukan kegiatan pendidikan. Dalam penelitian ini lembaga pendidikan yang dimaksud adalah lembaga pendidikan
(26)
formal yang tumbuh berkembang di Pondok Pesantren Baitul Arqom dari mulai lembaga pendidikan paling dasar sampai dengan lembaga pendidikan tertinggi, yaitu dari tingkat PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), TK (Taman Kanak-kanak), MI (Madrasah Ibtidaiyah), MTs (Madrasah Tsanawiyah), MA (Madrasah Aliyah) sampai dengan STAI (Sekolah Tinggi Agama Islām).
c. Pondok pesantren
Damapolii (2011: 57) mengemukakan bahwa secara terminologis,
pesantren didefiniskan sebagai lembaga pendidikan tradisional Islām
untuk mempelajari, memahami, mendalami, manghayati, dan
mengamalkan ajaran Islām dengan menekankan pentingnya moral
keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Dalam penelitian ini, maksud dari pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islām non
formal yang mengajarkan ilmu keIslāman dengan menggunakan
kitab-kitab klasik.
E. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif instrumen utamanya adalah peneliti sendiri, namun selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka kemungkinan akan dikembangkan instrumen penelitian sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi dan wawancara (Sugiyono, 2011:307). Sementara itu Satori dan Komariah (2012: 61) menyebutnya dengan konsep human instrument yang mana konsep dari human instrument itu sendiri dipahami sebagai alat yang dapat mengungkap fakta-fakta lapangan dan tidak ada alat yang paling elastis dan tepat untuk mengungkap data kualitatif kecuali peneliti itu sendiri. Seorang peneliti harus melatih dirinya sendiri untuk melakukan pengamatan (Nasution, 2003: 107). Menurut Nasution (Satori, 2012) peneliti sebagai instrumen penelitian serasi untuk penelitian serupa karena memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
(27)
1. Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi penelitian.
2. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek
keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.
3. Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrumen
berupa test atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi, kecuali manusia.
4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat
difahami dengan pengetahuan semata. Untuk memahaminya kita
perlu sering merasakannya, menyelaminya berdasarkan
pengetahuan kita.
5. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang
diperoleh. Ia dapat menafsirkannya, melahirkan hipotesis dengan segera untuk menentukan arah pengamatan, untuk mentest hipotesis yang timbul seketika
6. Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan
berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan menggunakan segera sebagai balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan, dan perbaikan.
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan. Validasi terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi terhadap pemehaman metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki obyek penelitian (Sugiyono, 2011: 305).
Dalam penelitian ini, peneliti merasa sudah menguasai proses penelitian kualitatif dari mulai persiapan, cara memperoleh data, mengolah data, menganalisis data dengan menggunakan aturan-aturan penelitian
(28)
kualitatif hingga menghasilkan suatu data yang valid dengan menggunakan metode case study berbentuk deskriptif. Kemudian, peneliti sebagai key instrument juga merasa sudah menguasai wawasan yang diteliti dimana yang diteliti di sini adalah wawasan mengenai pondok pesantren, lingkungan pesantren tradisional dan juga lembaga-lembaga pendidikan yang ada di dalamnya, di antaranya: (1) Peneliti pernah mondok di Pesantren Baitul Arqom pada saat MTs (Madrasah Tsanawiyah). (2) Keluarga peneliti sendiri, baik ibu, ayah, paman, bahkan saudara yang lain kebanyakan pernah mondok di Pondok Pesantren Baitul Arqom. (3) Sampai sekarang keluarga peneliti ikut membantu sebagai staff pengajar di Pondok Pesantren Baitul Arqom. (4) Peneliti mempunyai latar belakang dan lingkungan keluarga yang mayoritas NU (Nahdlatul Ulama) yang merupakan basic dari Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami. Dari seluruh alasan di atas, peneliti memulai penelitian perkembangan kelembagaan pendidikan di Pondok Pesantren Baitul Arqom dengan memilah dan memilih data yang relevan, pengumpulan informasi yang dibutuhkan, menganalisis data yang didapat dan membuat kesimpulan dari penelitian yang relevan.
F. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono (2011:309) dalam penelitian kualitatif,
pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperanserta (participant observation), wawancara mendalam (in depth interview) dan dokumentasi. Senada dengan hal tersebut, Wahyuni (2011: 2) menyebutkan bahwa data kualitatif yaitu data yang disajikan bukan dalam bentuk angka tapi dalam bentuk kata, kalimat atau gambar.
Berikut adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti dalam pengambilan data lapangan:
(29)
1. Observasi
Menurut Fathoni (2006: 104) observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui suatu pengamatan, dengan disertai pencatatan-pencatatan terhadap keadaan atau perilaku objek sasaran. Orang yang melakukan observasi disebut pengobservasi (observer) dan pihak yang diobservasi disebut terobservasi (observees).
Dalam malakukan observasi perlu diperhatikan hal-hal yang berikut:
a. Harus diketahui di mana observasi dapat dilakukan,
b. Harus ditentukan siapa-siapakah yang akan diobservasi,
c. Harus diketahui secara jelas data apa yang harus dikumpulkan,
d. Harus diketahui bagaimana cara mengumpulkan data (Nasution,
2003: 110-111).
Di dalam penelitian jenis teknik observasi yang lazim digunakan untuk alat pengumpulan data menurut Narbuko dan Achmadi (2004: 72) ialah: Observasi partisipan, observasi sistematik, dan observasi eksperimental. Sementara itu, menurut Nasution (2003: 107) dalam garis besarnya observasi dapat dilakukan (1) dengan partisipasi pengamat jadi sebagai partisipan atau (2) tanpa partisipasi pengamat jadi sebagai non-partisipan.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode observasi non-partisipan, karena subyek/obyek yang diteliti berupa perkembangan kelembagaan pendidikan yang kemungkinan besar jika menggunakan observasi partisipan tidak akan begitu efektif. Observasi yang dilakukan peneliti di antaranya dengan melihat dan mengamati keadaan dan lingkungan Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami dari mulai keadaan santri hingga keadaan bangunan dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami.
2. Wawancara
Menurut Fathoni (2006: 104) wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui proses tanya jawab lisan yang berlangsung satu arah, artinya pertanyaan datang dari pihak yang mewawancarai dan jawaban diberikan
(30)
oleh yang diwawancarai. Kedudukan kedua pihak secara berbeda ini terus dipertanyakan selama proses tanya jawab berlangsung, berbeda dengan dialog yang kedudukan pihak-pihak terlibat bisa berubah dan bertukar fungsi setiap saat, waktu proses dialog sedang berlangsung. Menurut Berg (Satori dan Komariah, 2012: 133-136) macam-macam wawancara adalah sebagai berikut: Wawancara terstandar (standardized interview), wawancara tidak terstandar (unstandardized interview), dan wawancara semi standar (semistandardized interview).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode wawancara bertahap semi standar. Peneliti terlebih dahulu membuat garis besar pokok-pokok pembicaraan, namun dalam pelaksanaannya peneliti mengajukan pertanyaan secara bebas, pokok-pokok pertanyaan yang dirumuskan tidak dipertanyakan secara berurutan dan pemilihan kata-katanya juga tidak baku tetapi dimodifikasi pada saat wawancara berdasarkan situasinya. Karena peneliti tidak menggunakan observasi partisipan, maka dengan wawancara bertahap peneliti bisa datang dan melakukan wawancara berulang-ulang dengan tetap berpacu pada tujuan penelitian. Dikatakan semi standar karena peneliti dalam hal ini menggunakan komunikasi kultur pesantren di daerah bandung dengan menggunakan bahasa Sunda yang sopan dan halus menyesuaikan dengan interviewee yang merupakan guru peneliti sendiri yakni pengasuh dan keluarga pesantren. Adapun narasumber yang peneliti wawancara di
antaranya pengasuh pesantren, mudir ma’had, keluarga pesantren
(keturunan dari pendiri pesantren), kepala sekolah lembaga pendidikan formal dan guru-guru beserta staff kepesantrenan lainnya.
3. Studi Dokumentasi
Metode dokumenter atau dokumentasi dari asal katanya dokumen yang berasal dari bahasa Latin yaitu docere, yang berarti mengajar. Dalam bahasa Inggris disebut document yaitu menurut Hornby (Satori, 2012: 146) “something written or printed, to be used as a record or evidence” atau sesuatu tertulis atau dicetak untuk digunakan sebagai suatu catatan atau
(31)
bukti. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan studi dokumentasi dengan mengumpulkan data-data yang menurut Sugiyono (2011: 329) bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental seseorang. Yang mana di sini peneliti mengumpulkan data dari sejarah perkembangan kelembagaan pendidikan di Pondok Pesantren Baitul Arqom, sertifikat akreditasi lembaga pendidikan formal, piagam akreditasi, tata tertib siswa/santri, silabus, kurikulum, data sarana prasarana pesantren, dokumen pribadi tentang silsilah keturunan pendiri pesantren, dan juga dokumen-dokumen yang berhubungan dengan sejarah pesantren.
G. Prosedur Penelitian
Prosedur yang dilakukan peneliti dari mulai persiapan sampai dengan penulisan laporan penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Persiapan Penelitian
Tahap ini adalah tahap awal dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti, yaitu:
a. Penentuan dan pengajuan tema penelitian
Pada tahap ini penulis mengajukan sebuah judul penelitian skripsi kepada Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi (TPPS) Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islām (IPAI) Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Tahapan ini merupakan prosedur baku yang harus dilakukan peneliti terlebih dahulu sebelum melakukan penelitian. Adapun judul pertama yang peneliti ajukan adalah “Pengaruh metode Mujadalah terhadap peningkatan pemahaman pada kitab Jurumiyah” yang dirancang dalam bentuk proposal, namun seiring berjalannya pelaksanaan bimbingan dengan dosen pembimbing, judul skripsi peneliti pun dirubah menjadi “Perkembangan kelembagaan pendidikan di pondok pesantren”, yang kemudian dilakukan penulisan terlebih dahulu dalam bentuk proposal penelitian.
(32)
b. Penyusunan rancangan penelitian
Proposal penelitan merupakan rancangan penelitian yang dibuat penulis sebagai acuan dan kerangka dasar dalam penulisan skripsi sebelum melakukan dan melporkan penelitan. Di dalam proposal penelitian skripsi terdapat beberapa point, di antaranya latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka, organisasi penulisan dan daftar pustaka. Kemudian setelah diajukan dan disetujui oleh tim TPPS, peneliti mendapatkan Surat Keputusan (SK) penunjukan dosen pembimbing yang dikeluarkan pada 01 Oktober 2012. Adapun dosen yang menjadi pembimbing skripsi peneliti adalah Dr. H. A Syamsu Rizal, M. Pd., sebagai pembimbing I dan Dr. H. Aam Abdussalam, M. Pd., sebagai pembimbing II.
c. Konsultasi (bimbingan) skripsi
Untuk ketepatan dan kesesuaian dalam penulisan skripsi, peneliti dibimbing oleh dosen pembimbing. Proses bimbingan dilaksanakan melalui kesepakatan bersama antara dosen pembimbing dan penulis. Kesepakatan ini dilaksanakan dengan menghubungi dosen pembimbing terlebih dahulu untuk melakukan proses bimbingan. Bimbingan dimulai sejak penulis melakukan PPL (Program Latihan Profesi) namun berjalan kurang begitu efektif karena terkadang bentrok dengan kegiatan di sekolah tempat pelaksanaan PPL. Kemudian setelah PPL berakhir, bimbingan kembali dilakukan walaupun waktu bimbingan belum tentu karena banyaknya mahasiswa yang melakukan bimbingan secara tidak menentu, namun setelah beberapa kali bimbingan, akhirnya pembimbing menetapkan waktu masing-masing bagi setiap mahasiswa yang ingin bimbingan dengan dosen pembimbing. Adapun tempat bimbingan sendiri adalah di lingkungan kampus, tepatnya di FPIPS (Fakultas
(33)
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial) yang terkadang di lakukan di kantor MKDU maupun di ruangan dosen pembimbing sendiri. Peneliti mencatat saran dan masukan bahkan merekam setiap bimbingan yang dilaksanakan.
2. Pelaksanaan penelitian
Sebelum membuat laporan penelitian, peneliti melakukan berbagai persiapan. Sebagaimana yang dikatakan Sukardi (2008: 158) mengenai langkah dalam melaksanakan penelitian deskriptif adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi adanya permasalahan yang signifikan untuk
dipecahkan melalui metode deskriptif.
Dalam tahap ini, peneliti tertarik untuk meneliti pondok pesantren, karena baik dari segi sistem, lingkungan, input sampai dengan outputnya sendiri, pesantren mempunyai ciri khas tersendiri. Maka dari itu, peneliti berangkat dari pesantren-pesantren yang sekiranya dapat dilaksanakan penelitian dan mengidentifikasi masalah yang ada di lingkungan pesantren. Pada awalnya, peneliti hendak meneliti mengenai pengaruh metode mujadalah terhadap peningkatan hafalan dan pemahaman pada kitab jurumiyah, namun setelah ditelaah kembali pada saat hasil seminar proposal skripsi, peneliti pun mencoba berdiskusi dengan dosen pembimbing, kemudian mendapatkan beberapa tema yang menarik dijadikan bahan penelitian, di antaranya adalah studi analisis terhadap faktor-faktor kemunduran pada pondok pesantren. Namun, setelah peneliti mendatangi lapangan (yakni salah satu pesantren yang hendak diteliti), masalah tersebut tidak nampak. Akhirnya peneliti pun mencoba pindah kepada pondok pesantren yang lain. Dan akhirnya peneliti teratrik dengan sebuah pesantren berbasis Ahlu
al-sunnaħ Wa al-jamā’aħ di daerah Bandung kabupaten tepatnya
di Jl. Raya Pacet, Lemburawi KM. 09 Ciparay – Bandung (40385).
(34)
mana di sana terdapat lembaga pendidikan setingkat perguruan tinggi (STAI) yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti perkembangan yang terjadi di Pondok Pesantren tersebut dari mulai didirikan hingga sekarang.
2. Membatasi dan merumuskan permasalahan secara jelas.
Peneliti melakukan pembatasan dan perumusan masalah yang hendak diteliti. Adapun pembatasan yang dimaksud adalah peneliti memfokuskan hanya meneliti perkembangan kelembagaan pendidikannya saja dari mulai awal berdiri hingga sekarang, dinamika yang terjadi selama beberapa periode, sampai dengan menganalisis faktor penunjang dan penghambat perkembangan kelembagaan pendidikan yang ada di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami.
3. Menentukan tujuan dan manfaat penelitian.
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan kelembagaan pendidikan yang ada di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami. Sedangkan manfaat umum yang peneliti harapkan adalah agar Pondok Pesantren-Pondok Pesantren lain terutama Pondok Pesantren tradisional bisa bercermin dan mengambil manfaat atas hasil penelitian di Pondok Pesantren Baitul Arqom sendiri.
4. Melakukan studi pustaka yang berkaitan dengan permasalahan.
Studi pustaka dilakukan peneliti dengan mengumpulkan dahulu buku-buku pribadi peneliti, mencari di perpustakan UPI, perpustakaan Prodi IPAI, dan berusaha mencari dokumen-dokumen mengenai Pondok Pesantren Baitul Arqom dari alumni yang pernah menggali ilmu di Pondok Pesantren tersebut.
5. Menentukan kerangka berpikir, dan pertanyaan penelitian dan atau
hipotesis penelitian.
Mengenai kerangka berpikir sendiri, peneliti lebih cenderung untuk sering melakukan bimbingan dengan dosen pembimbing,
(35)
karena dari para dosenlah peneliti lebih banyak mendapatkan saran dan masukan, terutama mengenai pendekatan yang peneliti gunakan yaitu pendekatan kualitatif yang mana peneliti sendiri banyak sekali merubah konsep yang sudah dibuat karena tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan, sedangkan pendekatan kualitatif sendiri menekankan penelitian yang naturalistik.
6. Mendesain metode penelitian yang hendak digunakan termasuk
dalam hal ini menetukan populasi, sampel, teknik sampling, menentukan instrumen pengumpul data, dan menganalisis data. Dalam proses ini, peneliti cenderung lebih memperbanyak wawasan terlebih dahulu baik dari membaca beberapa buku mengenai metodologi penelitian, maupun dengan bimbingan kepada dosen pembimbing juga melakukan diskusi dengan mahasiswa lain yang dirasakan peneliti lebih berwawasan mengenai metodologi penelitian ini.
7. Mengumpulkan, mengorganisasi, dan menganalisis data dengan
menggunakan teknik statistika yang relevan.
Pada tahap ini, peneliti sudah mulai terjun di tempat penelitian dan mulai merancang penulisan laporan penelitian
8. Membuat laporan penelitian.
Pada tahap ini, peneliti menyusun hasil penelitian secara sistematis sesuai dengan penulisan karya ilmiah yang mengacu pada buku Pedoman Karya Ilmiah UPI tahun 2012 agar dalam penulisan laporan penelitian tidak ada kerancuan karena sesuai prosedur.
H. Analisis Data
Analisis adalah suatu usaha untuk mengurai suatu masalah atau fokus kajian menjadi bagian-bagian (decomposition) sehingga susunan/tatanan bentuk sesuatu yang diurai itu tampak dengan jelas dan karenanya bisa secara lebih terang ditangkap maknanya atau lebih jernih dimengerti duduk perkanyanya (Satori, 2012: 200). Karena penelitian ini
(36)
menggunakan metode studi kasus, yang mana ada beberapa tipe studi kasus yang menurut Bogdan dan Biklen (Bungin, 2007: 230) adalah sebagai berikut: (a) studi kasus kesejarahan sebuah organisasi, (b) Studi kasus observasi, (c) Studi kasus life history, (d) studi kasus komunitas sosial atau kemasyarakatan, (e) Studi kasus analisis situasional, dan (f) Studi kasus mikroetnografi. Di sini, peneliti menggunakan studi kasus yang pertama yakni studi kasus kesejarahan sebuah organisasi, yakni kelembagaan pendidikan yang ada di Pondok pesantren Baitul Arqom, maka domain penting dalam analisisnya sendiri adalah pemusatan perhatian mengenai perjalanan dan perkembangan sejarah lembaga pendidikan dari mulai didirikan hingga sekarang. Sehubungan dengan itu, yang dibutuhkan adalah sumber-sumber infomasi dimana peneliti di sini karena tidak bisa mendapatkan sumber utama dalam artian pendiri Pondok Pesantren karena sudah meninggal, maka peneliti mencoba menganalisis data yang diperoleh dari keturunan pendiri Pondok Pesantren yang mengetahui secara detail perkembangan kelembagaan yang terjadi di Pondok Pesantren Baitul Arqom sendiri.
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini sesuai dengan analisis yang dilakukan dalam penelitian kualitatif yang mana menurut Sugiyono (2011: 336) dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan.
1. Analisis sebelum di lapangan
Diambil dari data hasil studi pendahuluan atau data sekunder yang akan digunakan. Namun sifatnya sementara, karena data akan terus berkembang. Dalam hal ini, peneliti melakukan beberapa kali wawancara tidak terstruktur terhadap alumni-alumni Pondok Pesantren Baitul Arqom, sebagian mahasiswa yang masih kuliah di sana, juga melakukan observasi lapangan. Kegiatan ini, peneliti lakukan setelah mendapatkan SK pembimbing dan proposal skripsi juga atas bimbingan dari dosen pembimbing sendiri. Dari data yang diperoleh, peneliti melakukan reduksi data dan akhirnya
(37)
ditetapkanlah tema yang diambil yaitu perkembangan kelembagaan pendidikan di pondok pesantren tersebut.
2. Analisis selama di lapangan
Analisis data dilakukan saat pengumpulan data berlangsung secara kontinu. Analisis data selama di lapangan dibagi tiga yaitu reduksi data, kategorisasi dan klasifikasi data sesuai dengan fokus pertanyaan penelitian. Pengumpulan data di lapangan ini, penliti lakukan mulai pada minggu ketiga bulan Pebruari 2013. Pengumpulan data ini peneliti lakukan bersamaan dengan dilakukannya bimbingan dengan dosen pembimbing, agar data yang diperoleh dapat dikonsultasikan secara langsung sehingga pada tahap terakhir data yang tidak penting akan dibuang, dan hanya menganalisis data yang sesuai dengan penelitian yakni tentang perkembangan kelembagaan pendidikan di Pondok Pesantren saja.
3. Analisis setelah di lapangan
Setelah data terkumpul seluruhnya, analisis dilakukan terhadap seluruh data yang diperoleh melalui berbagai teknik pengumpulan data. Display atas keseluruhan data dilakukan dalam bentuk teks naratif yang mendeskripsikan analisis perkembangan kelembagaan pendidikan di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami.
Dari pemaparan di atas, peneliti melakukan beberapa tahapan analisis yaitu:
1. Reduksi Data
Data yang diperoleh di lapangan jumlahnya cukup banyak, maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu (Sugiyono, 2011: 338). Dalam penelitian ini, peneliti mereduksi data dari lapangan dengan memfokuskan pada data yang penting yakni tentang
(38)
kelembagaannya saja. Dari delapan aspek pendidikan yakni mengenai tujuan, lembaga, muatan pendidikan, pendidik, peserta didik, metode, alat/media dan evaluasi pendidikan, peneliti disini lebih memfokuskan pada kelembagaannya saja dan mencoba menganalisis lebih dalam dari mulai segi historis didirikan pondok pesantren, keadaan pesantren pada saat didirikan hingga awal mula adanya lembaga pendidikan, perkembangan lembaga pendidikan dari mulai didirikan hingga sekarang, juga faktor penunjang dan penghambat perkembangan kelembagaan pendidikan yang ada di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami.
Seluruh data yang telah peneliti peroleh melalui metode observasi, wawancara, studi dokumentasi setelah ditriangulasi kemudian diklasifikasikan berdasarkan kategori-kategori yang relevan dengan permasalahan penelitian, kategorisasi ini menggunakan teknik koding (pengkodean data). Koding adalah memberi tanda terhadap data-data untuk kepentingan klasifikasi. Berguna untuk memudahkan peneliti dalam membandingkan temuan dalam satu kategori atau silang kategori. Sewaktu menganalisis transkripsi interviu atau catatan lapangan perlu diberi kode secara konsisten untuk fenomena yang sama (Alwasilah, 2008: 159). Koding digunakan terhadap data yang telah diperoleh seperti koding: untuk sumber data seperti (Observasi = O, Wawancara = W, Dokumen = D). Koding untuk jenis responden (Sesepuh Pesantren = SP, Ketua Yayasan = KY, Kepala TK = KK, Kepala MI = KI, Kepala MTs = KS, Kepala MA = KA, Ketua STAI = KT, Guru TK = GK, Guru MI = GI, Guru MTs = GS, Guru MA = GA, Dosen STAI = DT). Untuk lokasi observasi (Sekolah = S, Kantor = K, Rumah = R, Mesjid = M, Asrama = A, Bangunan = B). Adapun kategorisasi dalam penelitian ini berdasarkan istilah-istilah teknis
seperti: Perkembangan Kelembagaan (PKL), Perkembangan
Kepemimpinan (PPP), Perkembangan Peserta Didik (PPD),
(39)
Pendidikan (PSP), Perkembangan Kurikulum Pendidikan (PKP), Perkembangan Sarana Prasarana (PSS), Faktor Penghambat Perkembangan (FJP), Faktor Penunjang Perkembangan (FKP).
2. Display Data
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah
menampilkan atau mendisplaykan data. Menurut Alwasilah
(2008:164), melalui display, gagasan dan interpretgasi peneliti menjadi lebih jelas dan permanen sehingga memudahkan berpikir. Peneliti dituntut untuk menampilkan deskripsi kental atau thick description. Yaitu deskripsi yang kaya, padat, dan menyeluruh pada setiap aspek yang diteliti yang berguna untuk mempermudah membaca data yang diperoleh. Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, dan merencanakan kerja penelitian berdasarkan data yang telah diperoleh. 3. Uji Validitas
Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti (Sugiyono, 2011: 365). Maka dari itu, uji validitas dalam penelitian ini dilakukan beberapa hal:
a. Kecukupan pengamatan, maksudnya adalah peneliti sudah
mendapatkan data jenuh atau sudah berulang-ulang mendapatkan data yang sama sehingga dirasakan cukup. Peneliti melakukan pengamatan hampir pada setiap moment kegiatan pendidikan yang terjadi di lingkungan pondok pesantren. Pengamatan di lakukan di setiap lembaga pendidikan formal yakni TK, MI, MTs, MA dan STAI, di ruang kelas setiap lembaga, kantor setiap lembaga, kantor yayasan, di asrama putera, di asrama puteri, di lapangan terbuka dan tempat ibadah. Pengamatan ini dilakukan pada pagi hari, siang hari dan sore hari, baik peristiwa pendidikan formal, informal, rutin dan insidental. Kecukupan pengamatan ini
(40)
peneliti lakukan untuk menghasilkan kedalaman makna dan keakuratan data dengan menangkap makna situasional dari setiap moment yang terjadi.
b. Triangulasi, diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang
bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada (Sugiyono, 2011: 330). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan triangulasi metode dan triangulasi sumber. Triangulasi sumber yaitu menguji validitas data kepada beberapa sumber, peneliti melakukan triangulasi kepada guru dengan siswa, siswa dengan siswa, kepala sekolah dengan guru. Triangulasi metode yaitu menguji validitas data dengan menggunakan beberapa metode, yaitu menguji validitas data dengan menggunakan wawancara dengan observasi, observasi dengan studi dokumentasi dan wawancara dengan studi dokumentasi, peneliti melakukan triangulasi kepada kepala sekolah dengan menggunakan wawancara dan studi dokumentasi, melakukan observasi kegiatan pendidikan dengan wawancara kepada guru, dan melakukan observasi di lingkungan pondok pesantren dengan studi dokumentasi.
c. Member-check, dilakukan untuk mengkonfirmasi data yang diperoleh dan dianalisis untuk divalidasi oleh responden. Usaha ini dilakukan untuk menghindari kekeliruan dalam penafsiran terhadap jawaban responden saat dilakukannya wawancara (interviu). Dalam penelitian ini, peneliti melakukan proses member-check dengan cara peneliti menyusun hasil wawancara secara tertulis kemudian menyampaikannya kepada responden atau pihak yang berwenang memberikan koreksi yang diperlukan. Kemudian setelah diperiksa oleh responden atau pihak yang berkompeten hasil wawancara tersebut ditandatangani oleh pihak yang bersangkutan.
(41)
Uji validitas ini digunakan peneliti terhadap data-data yang dideskripsikan dalam display data. Di mana data yang berkaitan dengan perkembangan kelembagaan pendidikan di Pondok Pesantren Baitul Arqom ini dipresentasikan kepada pihak Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami, yaitu kepada pihak keluarga pesantren dan juga kepada setiap kepala sekolah lembaga pendidikan formal dari mulai TK, MTs, MA dan STAI Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami.
(42)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Kesimpulan diambil dari analisis dan penafsiran terhadap hasil penelitian berdasarkan pada rumusan masalah yang dikemukakan pada Bab I. Oleh karena, itu kesimpulan ini akan mencakup (a) Keadaan Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami pada awal berdiri hingga tahun 1957; (b) Keadaan kelembagaan pendidikan Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami pada tahun 1958-1977; (c) Perkembangan kelembagaan pendidikan Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami pada tahun 1978 hingga tahun 2013; (d) Faktor-faktor penunjang dan penghambat perkembangan kelembagaan kelembagaan pendidikan di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami.
Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami didirikan pada tahun 1922 pada saat itu masih bernama Pondok Pesantren Lemburawi karena terletak di kampung Lemburawi kecamatan Pacet kabupaten Bandung. Didirikan oleh seorang kyai bernama KH. Muhammad Faqih. Pada awalnya, pesantren dikelola oleh beliau sendiri, kemudian setelah beberapa tahun beliau mempunyai seorang menantu lulusan Pondok Pesantren Sukamiskin yang bernama KH. Ubaidillah. KH. Muhammad Faqih beserta menantunya KH. Ubaidillah bersama-sama membangun dan mengembangkan Pondok Pesantren Lemburawi. Keadaan peserta didik pada saat itu masih berasal dari daerah sekitar kecamatan Pacet. Masih banyak di antaranya santri yang ngalong/tidak mondok di pesantren. Kemudian setelah didirikannya asrama, mulai ada beberapa santri yang mondok, namun tidak sedikit juga yang masih ngalong. Tidak ada persyaratan khusus bagi santri yang ingin mondok/mengaji di Pondok Pesantren Lemburawi. Metode yang digunakan oleh KH. Muhammad Faqih masih sangat tradisional, yaitu dengan metode bandongan dan sorogan. Materi yang diberikan pun belum terlalu banyak, namun hanya mencakup tentang ilmu aqidah dan juga ilmu fiqh yang merupakan dasar dari agama Islām, karena pada masa itu yakni pada masa
(43)
sebelum kemerdekaan, setiap ada lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu yang beraneka ragam sering dicurigai oleh penjajah. Barulah setelah dibantu oleh KH. Ubaidillah sekitar tahun 1943, sistem pengajian pun mulai
berwarna dengan dipelajarinya ilmu-ilmu lain seperti ilmu aqīdaħ, nahwu,
ṡarāf, balagaħ, fiqh, akhlāk, dan ilmu tafsīr dengan tetap menggunakan sistem bandongan dan sorogan. Sarana prasarana yang ada pada saat itu masih sangat sederhana, di antaranya rumah kyai, satu buah Mesjid, asrama yang terbuat dari bambu dan kayu. Kegiatan pengajian pun dilakukan di Mesjid yang masih terbuat dari bambu dan kayu.
Keadaan kelembagaan di Pondok Pesantren Lemburawi pada tahun 1958 mulai didirikan Lembaga formal pertama tingkat dasar yaitu Madrasah Wajib Belajar (MWB). Pada perkembangannya, MWB sempat dipindahkan ke kampung Paninggaran dan juga kampung Maruyung. Pada tahun 1964 KH. Muhammad Faqih meninggal dunia, kepemimpinan pun diambil alih oleh menantunya KH. Ubaidillah yang dibantu oleh KH. Ali Imron putra Alm. KH. Muhammad Faqih. Pada tahun 1970, Pondok Pesantren Lemburawi dirubah namanya menjadi Pondok Pesantren Baitul Arqom
Al-Islami tafaul kepada seorang sahabat Rasulūllāh SAW yaitu Arqām bin Abi
al-Arqām yang merelakan rumahnya dijadikan tempat dakwah Rasulullah
SAW dalam menyebarkan ajaran agama Islām. Pada tahun itu juga dilakukan
renovasi Mesjid pertama. Pada masa kepemimpinan KH. Ubaidillah ini, MWB yang dulu sempat dipindahkan ke daerah kampung Paninggaran dan kampung Maruyung kemudian pada tahun 1975 didirikan kembali di Pesantren Baitul Arqom dan dirubah menjadi Madrasah Ibtidaiyah (MI). Tahun 1967 didirikan PGA 6 dan 4 tahun, tahun 1972 didirikan Sekolah Pilial Agama Islam Negeri Bandung (SPAIN).
Selain dari lingkungan pesantren, santri pun semakin bertambah baik dari dalam daerah maupun luar daerah Bandung. Setelah didirikannya lembaga pendidikan formal, tenaga pendidik tidak hanya dari pihak keluarga saja, namun juga dari pihak luar yang kompeten di bidangnya. Kurikulum yang digunakan pun tidak hanya kurikulum pengajian kitab klasik saja,
(44)
namun karena lembaga pendidikan formal disesuaikan dengan kurikulum pemerintah. Namun, dari segi kepesantrenan tetap menggunakan sistem salafy/klasik.
Keadaan perkembangan kelembagaan di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami pada tahun 1978-1990-an bisa dikatakan masa keemasan, karena pada masa tersebut figur para kyai karismatik putra dan menantu KH. Muhammad Faqih masih banyak. Seperti KH. Ubaidillah, KH. Rd. Sofwan, KH. Abdul Qohhar, KH. Ali Imron, KH. Taufiq Abdul Hakim, KH. Ma’mun Faruq, Kyai Sulaeman Ma’ruf, KH. Yusuf Salim dan Kyai Madani Sulaeman. Santri yang mondok di Pesantren Baitul Arqom pun semakin bermunculan baik dari sekitar lingkungan pesantren maupun dari luar daerah seperti kota Bandung, Garut, Bogor, Depok, Jakarta dan Cianjur. Sistem dakwah yang para kyai lakukan adalah dengan cara mengisi ceramah-ceramah sebagai muballig di berbagai daerah yang secara tidak langsung menyebarkan informasi kepada khalayak luas tentang keberadaan Pondok Pesantren Baitul Arqom al-Islami. Setelah KH. Ubaidillah wafat, yakni pada tahun 1986, kepemimpinan pesantren diambil alih oleh KH. Ali Imron. Kemudian KH. Ali Imron wafat pada tahun 2005, estafet kepemimpinan diambil alih oleh KH. Yusuf Salim putra ke delapan KH. Muhammad Faqih. Beliau wafat pada
tahun 2009, setelah meninggalkan begitu banyak program dan
memperkenalkan Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami kepada masyarakat luas baik sekitar Jawa Barat bahkan sampai kepada luar pulau Jawa. Saat ini, Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami disesepuhi oleh keturunan ketiga KH. Muhammad Faqih, beliau adalah KH. Abdul Khobir menantu dari KH. Abdul Qohhar, adapun ketua yayasan diambil alih oleh putra pertama KH. Ali Imron yakni KH. A. Faisal Imron yang membawahi beberapa bidang, di antaranya ada bidang pendidikan yang terbagi lagi menjadi bidang pendidikan kepesantrenan dan pendidikan kesekolahan, bidang ekonomi, bidang kesehatan, bidang kesejahteraan dan bidang keamanan.
(45)
Pada tahun 1978, lembaga pendidikan PGA dirubah menjadi Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA). Pada tahun 1986 KH. Ubaidillah meniggal dunia, estafet kepemimpinan pun diambil alih oleh KH. Ali Imron, pada tahun itu juga Sekolah Piliah Agama Islam Negeri Bandung dirubah menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Syari’ah. Pada tahun 1988 dibentuklah Yayasan Ma’had Baitul Arqom Al-Islami. Pada tahun 1993 STIS dirubah menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT). Pada tahun 1994 Madrasah Aliyah dikembangankan menjadi Madrasah Aliyah Umum (MAU) dan Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK). Pada tahun itu juga, siswa dan siswi MTs juga MA dipisahkan antara kelas putra dan kelas putri. Tahun 1996 STIT dirubah menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) hingga sekarang sudah terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi
(BAN-PT). Karena animo masyarakat terhadap Ilmu Syari’ah sangat kurang,
terbukti setelah dirubah menjadi STAI, mahasiswa yang kuliah di STAI Baitul Arqom terbilang banyak. Tahun 2008 didirikan TK Pembina Baitul Arqom. MA terakreditasi sangat baik sejak tahun 2011, MTs terakreditasi sangat baik pada tahun 2012.
Sejak didirikannya lembaga pendidikan formal, santri yang mondok di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami semakin banyak, bahkan sampai ada dari luar pulau Jawa yakni dari Sumatra, Kalimantan, Kupang dan juga Papua. Karena sudah ada lembaga pendidikan formal, bagi siapa saja yang akan mengaji dan bersekolah di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami tidak seperti pada awal didirikan, ada persyaratan tersendiri dan khusus bagi santri tingkat MTs dan MA diwajibkan mondok sejak tahun 1984. Tenaga pendidik yang lebih dominan pada lembaga pendidikan formal adalah orang-orang dari luar pesantren/bukan keluarga keturunan KH. Muhammad Faqih, walaupun begitu, setiap kepala sekolah TK, MI, MTs, dan STAI dipegang oleh pihak keluarga. Saat ini, di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami terdapat Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-kanak (TK), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Tinggi Agama Islām (STAI), Lembaga Pendidikan
(1)
Kepemimpinan pesantren dilanjutkan oleh anak cucu muassis awal Pesantren Baitul Arqom. Peserta didik pada setiap periode semakin bertambah dari mulai sekitar pesantren hingga luar pulau Jawa. Tenaga pendidik tidak hanya dari pihak keluarga pesantren, tetapi juga dibantu oleh pihak luar yang kompeten pada bidangnya. Sistem pendidikan dan kurikulum pendidikan disesuaikan dengan ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah dengan tetap mempertahankan sistem pendidikan dan kurikulum pesantren salafy. Pada setiap periode, keadaan kelembagaan pendidikan semakin berkembang. Sarana prasarana sebagai penunjang baik kegiatan kepesantrenan maupun kegiatan sekolah formal semakin memadai, sehingga seluruh santri/siswa yang belajar di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami dapat mengembangkan minat dan bakat masing-masing, sekaligus memfasilitasi tenaga pendidik dalam kegiatan pembelajaran di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami.
B. Saran
1. Untuk Pembuat Kebijakan (Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat) a. Hasil penelitian tentang perkembangan kelembagaan pendidikan di
pondok pesantren ini diharapkan dapat menjadi contoh bagaimana perjuangan sebuah lembaga pendidikan tertua di Indonesia ini berkembang, sehingga dapat semakin disorot dan dijadikan contoh bagi pesantren-pesantren salafy lain.
b. Hasil penelitian tentang perkembangan kelembagaan pendidikan di pondok pesantren ini diberikan apresiasi dan penghargaan terhadap pesantren bersangkutan maupun pesantren salafy lainnya dengan cara memberi bantuan baik berupa materi maupun hal lain yang dapat membantu perkembangan pesantren salafy pada umumnya
c. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi pedoman, bahwa perjuangan pesantren salafy tidaklah mudah ketika tidak adanya bantuan dari pembuat kebijakan.
(2)
2. Pondok Pesantren yang Bersangkutan (Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami)
a. Kyai dan para pengurus di Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami tetap istiqāmaħ dalam menjaga amānaħ dari Allāh SWT.
b. Melakukan pengkaderan sejak dini terhadap santri maupun masyarakat agar berilmu amaliah dan beramal ilmiah.
c. Menerima hal-hal baru yang baik dengan tetap mempertahankan ciri khas kepesantrenan salafy
d. Bersikap terbuka dan tidak fanatik terhadap pihak yang berbeda dengan Pondok Pesantren Baitul Arqom Al-Islami.
e. Alangkah baiknya apabila ada sebagian keluarga kyai yang mendalami bidang kependidikan secara lebih luas atau juga dalam bidang umum. Sehingga dalam pengembangan kelembagaan pendidikan bisa lebih luas dan semuanya dikelola oleh pihak keluarga pesantren.
3. Untuk UPI khususnya IPAI
a. Antar mahasiswa, dosen, staff TU dan seluruh warga kampus lainnya dapat menerapkan akhlāq al-karīmaħ sebagaimana tujuan pendidikan Islam yang diterapkan di pondok pesantren.
b. Memfasilitasi mahasiswa dan atau warga kampus lainnya dalam pengembangan pendidikan Islām.
4. Peneliti Selanjutnya
a. Lebih cermat secara kesejarahan dalam mengungkap fakta-fakta yang akurat dalam sejarah pendidikan Islām.
b. Dianjurkan untuk meneliti pesantren lain sehingga dapat dijadikan bahan perbandingan dan mengambil hikmah di balik setiap sejarah yang terjadi di lingkungan pesantren khususnya, umumnya lembaga pendidikan Islām.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
________. (2009). Al-Qur`ān dan Terjemahnya. Penerjemah: Yayasan
Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Al-Qur`ān Revisi Terjemah oleh Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur`ān Departemen Agama Republik Indonesia. Bandung: PT Sygma Examedia Arkanleema.
Abdurrahman, S. d. (2005). Metode Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta. Alwasilah, C. (2008). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.
Asmaya, E. (2003). Aa Gym Dai Sejuk dalam Masyarakat Majemuk. Jakarta: Penerbit Hikmah.
Athorida, A. (2010). Ormas-ormas Keagamaan di Indonesia. Bekasi: PT Pijar. Aziz, E. (2003). Prinsip-prinsip Pendidikan Islām. Solo: Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri.
Baharudin, dan Makin. (2009). Pendidikan Humanistik (Konsep, Teori, dan
Aplikasi Praksis dalam Dunia Pendidikan). Yogyakarta: ArRuzz Media.
Bungin, B. (2007). Penelitian Kualitatif Komunikasi: Ekonomi, Kebijakan Publik,
dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Damapolii, M. (2011). Pesantren Modern IMMIM Pencetak Muslim Modern. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Daradjat, Z. (2004). Ilmu Pendidikan Islām. Jakarta: Bumi Aksara.
Daulay, H. P. (2009). Dinamika Pendidikan Islām di Asia Tenggara. Jakarta:
Rineka Cipta.
Deman, A. (1995). Institusi Pendidikan Islām Sebelum Kebangkitan Madrasah: Masjid dan Kuttāb. Jakarta: Tidak diterbitkan.
Dhofier, Z. (2011). Tradisi Pesantren. Jakarta: LP3ES.
Fathoni, A. (2006). Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Firdaus, E. (1995). Kumpulan Makalah pada Seminar Mata Kuliah Sejarah
(4)
Gandhi, T. W. (2011). Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Husain, S. S, dan Ashraf, S. A. (1986). Krisis Pendidikan Islām. Bandung:
Risalah.
Majid, A. et al. (2008). Islām Tuntutan dan Pedoman Hidup. Bandung:
ValuePress.
Malik, T. A. (2007). Modernisasi Pesantren. Jakarta: Balai Litbang Agama Jakarta.
Marhijanto, B. (1993). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Masa kini. Surabaya: Terbit Terang.
Masyhuri. (2008). Metodologi Penelitian pendekatan praktis dan aplikatif. Bandung: PT Refika Aditama.
Muhaimin. (2006). Nuansa Baru Pendidikan Islām. Jakarta: RajaGrafindo
Persada.
Nafi’, M. D. et al. (2007). Praksis Pembelajaran Pesantren. Yogyakarta: Instite for Training and Development (ITD).
Narbuko, C. (2004). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Bumi Aksara. Nasution. (2003). Metode Research. Jakarta: Bumi Aksara.
Nata, A. (2010). Ilmu Pendidikan Islām. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Natawidjaja, R., Sudjana, D., Rasyidin, W., Dahlan, M. D., Adiwikarta, S., Sanusi, A., et al. (2008). Rujukan Filsafat, Teori dan Praksis Ilmu Pendidikan. Bandung: UPI Press.
Nizar, S. (2009). Sejarah Pendidikan Islām: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia. Jakrata: Kencana Prenada Media
Group.
Noor, M. (2006). Potret Dunia Pesantren. Bandung: Humaniora.
Nu'man, M. (1995). Pertumbuhan Madrasah di Masa Awal. Jakarta: Tidak diterbitkan.
Paraba, H. (1991). Wawasan Tugas Tenaga Guru dan Pembina Pendidikan
(5)
Rahim, H. (2001). Arah Baru Pendidikan Islām di Indonesia. Jakarta: Logos
Wacana Ilmu.
Ramayulis, dan Nizar, S. (2010). Filsafat Pendidikan Islām (Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran para Tokohnya). Jakarta: Kalam Mulia.
Rustandi, T. (2010). Mengenal Negara-negara di Kawasan Asia Tenggara. Depok: Binamuda Ciptakreasi.
Satori, D. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sauri, S. (2013, February 1). Buletin Al Furqan. Bulan Rabiul Awwal Penuh
Makna Keteladanan , p. 1.
Sholehuddin. (2010). Pendidikan Sebagai Basis Penguatan Kerukunan
Masyarakat. Depok: Binamuda Ciptakreasi.
Soejono. (2005). Metode Penelitian: Suatu Pemikiran dan Penerapan . Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R$D) . Bandung: ALFABETA.
Suharto. (2011). Dari Pesantren Untuk Umat. Surabaya: Imtiyaz. Suhartono, S. (2007). Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Group.
Suhartono, S. (2007). Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Group. Sukardi. (2008). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara. Suryana, T. (2008). Islām Pola Pikir, Perilaku dan Amal. Bandung: CV. Mughni
Sejahtera.
Syahidin. (2009). Menelusuri Metode Pendidikan dalam al-Qur`an. Bandung: Alfabeta.
Tafsir, A. (2010). Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islām. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Tafsir, A. (1993). Pesantren Memasuki Indonesia Modern. Bandung: Tidak diterbitkan.
(6)
Tirtaraharja, U. dan La Sulo, S. L. (2005). Pengantar Pendidikan. Jakarta: Asdi Mahasatya.
Tuanaya, et al. (2007). Modernisasi Pesantren. Jakarta: Balai Litbang Agama Jakarta.
Umar, H. (2008). Desain Penelitian MSDM dan Perilaku Karyawan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.