KESIMPULAN PENERAPAN PIDANA MATI DI INDONESIA

B A B IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan atas, maka kesimpulan yang dapat dikemukakan dalam tesis ini , adalah : 1. Urgensi pidana mati terhadap pelaku korupsi dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia masih sangat urgen, sesuai dengan asas legalitas yang dalam hukum pidana Indonesia pengertiannya telah diadopsi dan dituangkan dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP yang berbunyi : ” suatu perbuatan tidak dapat dihukumdipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang – undangan yang telah ada ”, apabila suatu saat terjadi suatu tindak pidana korupsi yang mengharuskan penghukumannya dengan pidana mati, maka kita telah mempunyai peraturan perundang – undangan yang mengaturnya. Alasan lain bahwa pidana mati urgen diterapkan di Indonesia terhadap pelaku tindak pidana korupsi adalah karena, korupsi merupakan kejahatan luar biasa extra ordinary crime karena akibat dari perbuatan para koruptor, rakyat lah yang harus menanggung penderitaannya, rakyat mejadi miskin, pengangguran dimana – mana, biaya ekonomi semakin mahal, yang kaya tambah kaya, yang miskin tambah miskin, belum lagi apabila dana yang dikorupsi adalah dana bantuan untuk masyarakat banyak, misalnya Universitas Sumatera Utara dana bantuan bencana alam, dana bantuan perang, dan lain sebagainya, yang bisa mengakibatkan kematian dan menyengsarakan rakyat, maka tidak salah lagi kalau korupsi merupakan ancaman terhadap kemanusiaan, oleh sebabnya sangatlah urgen pidana mati itu dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana korupsi, namun tetap selektif dan hati – hati. 2. Penerapan pidana mati terhadap pelaku korupsi sudah diatur di dalam Pasal 2 2 UU No. 20 Tahun 2001 jo UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, namun belum pernah diimplementasikan pada kasus – kasus korupsi yang ada di Indonesia, hal tersebut dikarenakan banyaknya pertimbangan, dan sangat hati – hati, karena sekali pidana mati dilaksanakan, jika terjadi kekeliruan, maka tidak dapat dikembalikan kepada keadaan semula. penerapannya harus dilakukan dengan sangat selektif. Penerapan hukuman mati ini secara filosofis diakui dan diakomodasi oleh konsep negara hukum Pancasila, meski nantinya bisa saja hukuman mati bersifat esepsional ataupun pidana bersyarat. Hukum nasional mengenal adanya hukum Tuhan, hukum kodrat, dan hukum susila. Indonesia adalah negara yang mayoritas penduduknya muslim. Keberadaan pidana mati dalam hukum pidana Islam bila dipandang secara objektif sesungguhnya bertujuan untuk mencapai kemaslahatan umat, karena dengan adanya pidana mati dapat menimbulkan efek jera, selain itu dapat dijadikan sebagai pencegah zawajir dari dosa dan kejahatan. Islam tidak secara spesifik membahas jenis hukuman bagi para koruptor, namun demikian para Universitas Sumatera Utara ulama telah sepakat bahwa pengkhianatan dan tindak korupsi tidak dikenai hukuman potong tangan, karena ada syubhat hak terhadap harta yang diambil, maka hanya dijatuhi ta’zir, yaitu hukuman pendidikan atas dosa – dosa yang belum ditentukan oleh syarak, yang dimulai dari hukuman yang paling ringan, sampai kepada hukuman yang paling berat, bahkan sampai kepada hukuman mati dalam tindak pidana yang berbahaya, dan hakim didelegasikan wewenang untuk memilih hukuman yang sesuai dengan keadaan tindak pidana serta diri pelakunya, ini berarti penerapan pidana mati tidak bertentangan dengan hukum tuhan dan hukum positif yang berlaku di Indonesia, asal penjatuhannya dilakukan dengan sangat selektif, sesuai dengan pertimbangan moral dan nilai agama.

B. S A R A N – S A R A N