Analisis Kinerja Jaringan Switching Omega Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) Pada Departemen Teknik Elektro

(1)

BAHAN SEMINAR TUGAS AKHIR

ANALISIS KINERJA JARINGAN SWITCHING OMEGA

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro

Oleh:

04 0402 036 MUHAMMAD LUTHFI

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS KINERJA JARINGAN SWITCHING OMEGA

Oleh :

040402036

MUHAMMAD LUTHFI

Disetujui oleh,

Pembimbing

NIP : 131 945 356

IR. M. ZULFIN, MT

Diketahui oleh,

Ketua Departemen Teknik Elektro

NIP : 131 459 554

IR. NASRUL ABDI, MT

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRAK

Switching Omega merupakan jaringan interkoneksi antara modul memory dan modul processor pada sistem jaringan multiprocessor. Jaringan switching omega merupakan salah satu

bentuk dari jaringan delta. Jaringan switching Omega pertama kali dipublikasikan oleh Duncan H Lawrie.

Tugas akhir ini menganalisis kinerja jaringan switching Omega. Kinerja yang dianalisis adalah probabilitas bloking dan throughput. Untuk mengukur kinerja jaringan switching omega harus terlebih dahulu mengetahui bagaimana cara membangun jaringan, bagaimana prinsip kerjanya, dan apa saja kinerja yang dapat diukur dari jaringan switching Omega.

Metode yang digunakan dalam menganlisis kinerja jaringan switching Omega ini adalah metode kuantitatif. Ukuran kuantitatif yang digunakan untuk menilai kinerja jaringan switching omega ini adalah probabilitas bloking dan throughput.

Dari hasil analisis terhadap jaringan switching Omega yang telah dilakukan, diperoleh bahwa semakin banyak jumlah tingkat yang dibangun, probabilitas bloking dan throughput pada jaringan switching Omega juga semakin tinggi. Kenaikan nilai probabilitas bloking dan


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini, yang berjudul “ANALISIS KINERJA JARINGAN SWITCHING OMEGA”. Adapun Tugas Akhir ini dibuat untuk memenuhi syarat kesarjanaan di Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Selama penulisan Tugas Akhir ini hingga menyelesaikannya, penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan serta masukan dalam penulisan Tugas Akhir dari banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayahanda Ir. H. Surya Dharma dan Ibunda Dra. Masfria, MS yang telah membesarkan

dan memberikan kasih sayang dan support yang berlimpah kepada penulis. Adik penulis Nurshadrina, yang selalu memberikan doa dan bantuannya pada penulis.

2. Bapak Ir. M. Zulfin, MT, selaku dosen pembimbing penulis yang telah sangat banyak

membantu dalam penulisan Tugas Akhir ini

3. Bapak Ir. Syarifuddin Siregar, selaku dosen wali penulis selama penulis menimba ilmu di

Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Nasrul Abdi, MT, dan Bapak Rahmad Fauzi, ST, MT, selaku Ketua dan

Sekretaris Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara.

6. Teman-teman stambuk 2004, Bayu, Rozi, Firdaus, Muhfi, Bismo, Hafiz, Faisal, Nurul,


(5)

Wahyu, Izal, Idris, Aris, Hans, Eko, Adinata, Kurniadi, Syamsi, Harry, Jefri, Eka, Nando, Pay, Fauzan, Leo, Irsan, Alex, Wiclif, Yensen, Halim, Budiman dan teman-teman yang belum disebut namanya, yang selama ini menjadi teman diskusi di kampus.

7. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya Tugas Akhir ini.

Berbagai usaha telah penulis lakukan demi terselesaikannya Tugas Akhir ini dengan baik, tetapi penulis menyadari akan kekurangan dan keterbatasan penulis. Oleh karena itu, saran dan kritik dengan tujuan menyempurnakan dan mengembangkan kajian dalam bidang ini sangat penulis harapkan.

Akhir kata penulis berharap agar Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis.

Medan, November 2008 Penulis,

NIM: 040402036 Muhammad Luthfi


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK...i

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI...iv

DAFTAR GAMBAR...vi

DAFTAR TABEL...vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2Rumusan Masalah…... 2

1.3Tujuan Penulisan... 2

1.4Batasan Masalah... 2

1.5Metodologi Penulisan... 3

1.6Sistematika Penulisan... 3

BAB II JARINGAN INTERKONEKSI BANYAK TINGKAT 2.1 Switching... 5

2.2 Jaringan Interkoneksi... 7

2.3 Karakteristik Jaringan Interkoneksi... 8

2.4 Klasifikasi Jaringan Interkoneksi... 12

2.4.1 Jaringan Interkoneksi Statis (Jaringan Langsung)... 12


(7)

2.4.2.1 Jaringan Interkoneksi Satu Tingkat... 14

2.4.2.2 Jaringan Interkoneksi Banyak Tingkat... 15

2.5 Klasifikasi Jaringan Interkoneksi Banyak Tingkat... 18

BAB III JARINGAN SWITCHING OMEGA 3.1 Jaringan Omega... 21

3.2 Karakteristik Jaringan Omega... 22

3.2.1 Self Routing... 22

3.2.2 Perfect Shuffle... 25

3.3 Membangun Sebuah Jaringan Omega... 27

3.4 Mengatur Jaringan Switching Omega... 29

3.5 Kinerja Jaringan Switching Omega... 32

BAB IV ANALISIS KINERJA JARINGAN SWITCHING OMEGA 4.1 Umum... 35

4.2 Perhitungan Analisis Kinerja Jaringan Switching Omega... 36

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 47

5.2 Saran... 47

DAFTAR PUSTAKA... 48 LAMPIRAN


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tipe Elemen Switching... 6

Gambar 2.2 Arsitektur Crossbar... 8

Gambar 2.3 Pemecahan Data Menjadi Paket-paket... 10

Gambar 2.4 Klasifikasi Jaringan Interkoneksi... 12

Gambar 2.5 Beberapa Contoh Jaringan Statis... 13

Gambar 2.6 Skema Jaringan Satu Tingkat... 14

Gambar 2.7 Arsitektur Jaringan Interkoneksi Banyak Tingkat... 17

Gambar 2.8 Klasifikasi Jaringan Interkoneksi Banyak Tingkat... 19

Gambar 3.1 Jaringan Omega 8 x 8... 21

Gambar 3.2 Flowchart self-routing... 23

Gambar 3.3 Perutean sendiri (self routing) pada jaringan Omega... 24

Gambar 3.4 perfect shuffle dari vektor elemen N... 25

Gambar 3.5 Elemen – elemen switching... 27

Gambar 3.6 Membangun jaringan Omega 8 x 8... 29

Gambar 3.7 Koneksi antara (010,110)... 30

Gambar 3.8 Konflik pada jaringan Omega... 31

Gambar 3.9 Jaringan Omega dengan menggunakan elemen 4 x 4 dan 2 x 2... 32

Gambar 4.1 Model interkoneksi antara prosesor dan memori... 35

Gambar 4.2 Perbandingan antara throughput dan probabilitas bloking jaringan switching omega 5 tingkat dan p0 = 0,9... 46


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Tabel Perhitungan Pb

Tabel 4.2 Tabel Perhitungan Throuhgput... 44 ... 43

Tabel 4.3 Tabel Perhitungan pm...


(10)

ABSTRAK

Switching Omega merupakan jaringan interkoneksi antara modul memory dan modul processor pada sistem jaringan multiprocessor. Jaringan switching omega merupakan salah satu

bentuk dari jaringan delta. Jaringan switching Omega pertama kali dipublikasikan oleh Duncan H Lawrie.

Tugas akhir ini menganalisis kinerja jaringan switching Omega. Kinerja yang dianalisis adalah probabilitas bloking dan throughput. Untuk mengukur kinerja jaringan switching omega harus terlebih dahulu mengetahui bagaimana cara membangun jaringan, bagaimana prinsip kerjanya, dan apa saja kinerja yang dapat diukur dari jaringan switching Omega.

Metode yang digunakan dalam menganlisis kinerja jaringan switching Omega ini adalah metode kuantitatif. Ukuran kuantitatif yang digunakan untuk menilai kinerja jaringan switching omega ini adalah probabilitas bloking dan throughput.

Dari hasil analisis terhadap jaringan switching Omega yang telah dilakukan, diperoleh bahwa semakin banyak jumlah tingkat yang dibangun, probabilitas bloking dan throughput pada jaringan switching Omega juga semakin tinggi. Kenaikan nilai probabilitas bloking dan


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan dunia komunikasi dan informasi berjalan sedemikian cepatnya. Dunia komunikasi menuntut suatu sistem informasi yang tertata dengan apik. Demikian juga dunia informasi yang tersedia menuntut adanya layanan komunikasi yang handal.

Salah satu dari banyak faktor yang menentukan kinerja dari sebuah jaringan telekomunikasi adalah jaringan switching. Dewasa ini, jaringan switching sudah menggunakan teknologi mikroprosesor dengan biaya murah dan Very Large Scale

Integration (VLSI) dalam bentuk chip-chip yang memiliki bentuk yang kecil dengan

kemampuan yang sangat handal. VLSI merupakan sistem yang dapat berisi ratusan bahkan ribuan dari modul processor dan modul memory. Dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi dari sebuah jaringan yang besar, maka desain dari sebuah interkoneksi menjadi sangat penting. Oleh karenanya VLSI menggunakan teknologi jaringan switching banyak tingkat (Multistage Interconnection Network). Jaringan

switching banyak tingkat digunakan untuk menyediakan jaringan komunikasi antara

prosesor dan memori yang efektif dengan biaya yang murah dan bandwidth yang besar. Ada banyak jenis jaringan switching banyak tingkat yang diusulkan dan dipelajari. Salah satunya adalah jaringan switching omega. Jaringan switching omega merupakan salah satu keluarga dari switching banyan yang popular karena lebih murah dan lebih mudah untuk dikendalikan bila dibandingkan dengan jaringan non – banyan. Untuk itu sangat penting untuk mengukur kinerja dari jaringan switching omega ini agar


(12)

dapat diketahui bagaimana probabilitas bloking dan throughput-nya sebagai perbandingan ataupun bahan studi dengan kinerja jaringan switching yang lain.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, dirumuskan beberapa permasalahan antara lain:

1. Bagaimana cara membangun jaringan switching omega

2. Bagaimana prinsip kerja jaringan switching omega pada jaringan processor -

memory

3. Apa saja kinerja jaringan switching omega

4. Bagaimana cara menganalisis kinerja probabilitas bloking dan throughput pada

jaringan switching omega

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk menganalisis kinerja jaringan

switching omega khususnya mengenai probabilitas bloking dan throughput pada jaringan switching omega.

1.4 Batasan Masalah

Agar masalah dalam Tugas Akhir ini tidak terlalu luas dan menyimpang dari topik

yang ada, maka penulis perlu membatasi permasalahan sebagai berikut :

a. Jaringan yang dibahas hanya jaringan switching omega.

b. Kinerja yang dianalisis hanya mencakup probabilitas bloking dan througput.


(13)

d. Tidak membahas komponen atau rangkaian elektronika yang mencakup operasi

switching.

e. Delay antar tingkat switching diabaikan

f. Koneksi antara processor dan memory hanya point to point.

1.4 Metodologi Penulisan

Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah:

1. Studi literatur, berupa studi kepustakaan dan kajian dari jurnal-jurnal dan artikel

pendukung.

2. Studi diskusi, berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing mengenai

masalah-masalah yang timbul selama penulisan Tugas Akhir.

1.5 Sistematika Penulisan

Penulisan Tugas Akhir ini disajikan dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II JARINGAN INTERKONEKSI BANYAK TINGKAT

Bab ini membahas tentang jenis-jenis jaringan switching banyak tingkat (multistage interconnection networks)


(14)

BAB III JARINGAN SWITCHING OMEGA

Bab ini membahas tentang cara membangun, prinsip kerja, karakteristik, dan kinerja jaringan switching omega

BAB IV ANALISIS KINERJA JARINGAN SWITCHING OMEGA

Bab ini menerangkan tentang analisis dari kinerja jaringan switching omega, yaitu probabilitas bloking dan throughput..

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil analisis data-data yang telah diperoleh.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(15)

BAB II

JARINGAN INTERKONEKSI BANYAK TINGKAT

2.1 Switching

Komponen utama dari sistem switching atau sentral adalah seperangkat sirkit masukan dan keluaran yang disebut dengan inlet dan outlet. Fungsi utama dari sistem

switching adalah membangun jalan listrik diantara sepasang inlet dan outlet tertentu,

dimana perangkat yang digunakan untuk membangun koneksi seperti itu disebut

switching matriks atau switching network.

Jaringan switching tidak membedakan antara inlet/outlet yang tersambung ke pelanggan maupun ke trunk. Sebuah sistem switching tersusun dari elemen-elemen yang melakukan fungsi-fungsi switching, kontrol dan signaling.

Seiring dengan perkembangan yang terjadi pada sistem transmisi dimana dengan ditemuka nnya sistem transmisi serat optik yang menyebabkan peningkatan kecepatan transmisi dan menyebabkan adanya tuntutan akan suatu desain sistem switching yang sesuai dengan kebutuhan transmisi tersebut. Desain elemen switching yang dibutuhkan adalah desain yang dapat meneruskan paket data secara cepat, dapat dikembangkan dengan skala yang lebih besar dan dapat secara mudah untuk diimplementasikan. Suatu elemen switching dapat digambarkan sebagai suatu elemen jaringan yang menyalurkan paket data dari terminal masukan menuju terminal keluaran. Kata terminal dapat berarti sebagai suatu titik yang terdapat pada elemen switching. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa switching adalah proses transfer data dari terminal masukan menuju terminal keluaran. Gambar 2.1 menggambarkan suatu tipe dari elemen switching dimana


(16)

terlihat bahwa suatu switch yang terdiri dari tiga komponen dasar yaitu: modul masukan,

switching fabric, dan modul keluaran.

Switching Fabric Modul Masukan

Modul Keluaran Modul Keluaran

Modul Masukan

Masukan Keluaran

Gambar 2.1 Tipe Elemen Switching

Ketiga komponen switch tersebut dijelaskan sebagai berikut :

1. Modul masukan

Modul masukan akan menerima paket yang datang pada terminal masukan. Modul masukan akan menyaring paket yang datang tersebut berdasarkan alamat yang terdapat pada header dari paket tersebut. Alamat tersebut akan disesuaikan dengan daftar yang terdapat pada virtual circuit yang terdapat pada modul masukan. Fungsi ini juga dilakukan pada modul keluaran. Fungsi lain dilaksanakan pada modul masukan adalah sinkronisasi, pengklasifikasian paket menjadi beberapa kategori, pengecekan error dan beberapa fungsi lainnya sesuai dengan teknologi yang ada pada switching tersebut.

2. Switching fabric

Switching fabric melakukan fungsi switching dalam arti sebenarnya yaitu

merutekan paket dari terminal masukan menuju terminal keluaran. Switching

fabric terdiri atas jaringan transmisi dan elemen switching. Jaringan transmisi ini

bersifat pasif dalam arti bahwa hanya sebagai saluran saja. Pada sisi lain elemen


(17)

3. Modul keluaran

Modul keluaran berfungsi untuk menghubungkan paket ke media transmisi dan ke berbagai jenis teknologi seperti kontrol error, data filterring, tergantung pada kemampuan yang terdapat pada modul keluaran tersebut.

2.2 Jaringan Interkoneksi

Komunikasi diantara terminal-terminal yang berbeda harus dapat dilakukan dengan suatu media tertentu. Interkoneksi yang efektif antara prosesor dan modul memori sangat penting dalam lingkungan komputer. Menggunakan arsitektur bertopologi bus bukan merupakan solusi yang praktis karena bus hanya sebuah pilihan yang baik ketika digunakan untuk menghubungkan komponen-komponen dengan jumlah yang sedikit. Jumlah komponen dalam sebuah modul IC bertambah seiring waktu. Oleh karena itu, topologi bus bukan topologi yang cocok untuk kebutuhan interkoneksi komponen-komponen di dalam modul IC. Selain itu juga tidak dapat diskalakan, diuji, dan kurang dapat disesuaikan, serta menghasilkan kinerja toleransi kesalahan yang kecil.

Di sisi lain, sebuah crossbar yang ditunjukkan pada Gambar 2.2 menyediakan interkoneksi penuh diantara semua terminal dari suatu sistem tetapi dianggap sangat kompleks, mahal untuk membuatnya, dan sulit untuk dikendalikan. Untuk alasan ini jaringan interkoneksi merupakan solusi media komunikasi yang baik untuk sistem komputer dan telekomunikasi. Jaringan ini membatasi jalur-jalur diantara terminal komunikasi yang berbeda untuk mengurangi kerumitan dalam menyusun elemen


(18)

P1

Pn P2

M1 M2 Mn

. . .

. . .

Gambar 2.2 Arsitektur Crossbar

Fungsi jaringan interkoneksi dalam sistem komputer dan telekomunikasi adalah

untuk mengirimkan informasi dari terminal sumber ke terminal tujuan [4].

2.3 Karakteristik Jaringan Interkoneksi Topologi

Struktur fisik dari suatu jaringan interkoneksi ditunjukkan oleh topologinya sendiri. Topologi suatu jaringan interkoneksi ditunjukkan secara matematis dengan sebuah grafik G=(V,E), dimana V adalah seperangkat terminal (prosesor, modul memori, komputer, dan elemen switching perantara) dan E adalah seperangkat link/jalur.

Teknik Switching

Secara umum digunakan tiga teknik switching, yaitu circuit switching, packet

switching dan message switching. Tetapi yang sering digunakan adalah circuit switching

dan packet switching.

Pada circuit switching, jalur antara sumber dan tujuan harus telah disediakan sebelum komunikasi terjadi dan koneksi ini harus tetap dijaga sampai pesan mencapai tujuannya. Setiap koneksi yang dibangun melalui jaringan circuit switching


(19)

mengakibatkan dibangunnya kanal komunikasi fisik diantara terminal sumber dengan terminal tujuan. Kanal komunikasi ini digunakan secara khusus selama terjadi koneksi. Jaringan circuit switching juga menyediakan kanal dengan laju yang tetap.

Pada hubungan circuit switching, koneksi biasanya terjadi secara fisik bersifat

point to point. Kerugian terbesar dari teknik ini adalah penggunaan jalur yang bertambah

banyak untuk jumlah hubungan yang meningkat. Efek yang timbul adalah biaya yang akan semakin meningkat disamping pengaturan switching menjadi sangat komplek. Kelemahan yang lain adalah munculnya idle time bagi jalur yang tidak digunakan. Hal ini tentu akan menambah inefisiensi. Circuit switching mentransmisikan data dengan kecepatan yang konstan sehingga untuk menggabungkannya dengan jaringan lain yang berbeda kecepatan tentu akan sulit.

Pemecahan yang baik yang bisa digunakan untuk mengatasi persoalan di atas adalah dengan metode packet switching. Dengan pendekatan ini, pesan yang dikirim dipecah-pecah dengan besar tertentu dan pada tiap pecahan data ditambahkan informasi kendali. Informasi kendali ini, dalam bentuk yang paling minim, digunakan untuk membantu proses pencarian rute dalam suatu jaringan sehingga pesan dapat sampai ke alamat tujuan. Contoh pemecahan data menjadi paket-paket data ditunjukkan pada Gambar 2.3.


(20)

Data

Header paket

Paket

Gambar 2.3 Pemecahan Data Menjadi Paket-paket

Penggunaan packet switching mempunyai keuntungan dibandingkan dengan penggunaan circuit switching antara lain :

1. Efisiensi jalur lebih besar karena hubungan antar node dapat menggunakan jalur

yang dipakai bersama secara dinamis tergantung banyakanya paket yang dikirim.

2. Bisa mengatasi permasalahan laju data yang berbeda antara dua jenis jaringan

yang berbeda laju datanya.

3. Saat beban lalu lintas meningkat, pada model circuit switching, beberapa pesan

yang akan ditransfer dikenai pemblokiran. Transmisi baru dapat dilakukan apabila beban lalu lintas mulai menurun. Sedangkan pada model packet switching, paket tetap bisa dikirimkan, tetapi akan lambat sampai ke tujuan (delivery delay meningkat).

4. Pengiriman dapat dilakukan berdasarkan prioritas data. Jadi dalam suatu antrian


(21)

Sinkronisasi

Dalam suatu jaringan interkoneksi sinkron, kegiatan elemen switching dan terminal masukan maupun terminal keluaran (I/O) dikendalikan oleh sebuah clock pusat sehingga semuanya bekerja secara sinkron. Sedangkan pada jaringan interkoneksi asinkron tidak.

Strategi Pengaturan

Pengaturan sebuah jaringan dapat dilakukan dengan cara terpusat ataupun terdistribusi. Dalam strategi pengaturan terpusat, sebuah pengendali pusat harus memiliki semua informasi yang global dari sistem pada tiap waktu. Ini akan menghasilkan dan mengirimkan sinyal kontrol kepada terminal yang berbeda pada jaringan tergantung dari informasi yang dikumpulkan. Kompleksitas sistem bertambah dengan cepat seiring bertambahnya jumlah terminal dan dampaknya mengakibatkan sistem dapat berhenti. Berbeda dengan jaringan terdistribusi, pesan-pesan yang dirutekan mengandung informasi perutean yang dibutuhkan. Informasi ini ditambahkan kepada pesan dan akan dibaca dan digunakan oleh elemen switching untuk merutekan pesan-pesan tersebut sampai ke tujuan.

Algoritma Perutean

Algoritma perutean tergantung pada sumber dan tujuan dari suatu pesan, jalur interkoneksi yang digunakan ketika melalui jaringan. Perutean dapat disesuaikan ataupun ditentukan. Jalur yang telah ditentukan mekanisme peruteannya tidak dapat diubah sesuai dengan trafik yang terjadi pada jaringan, artinya tidak dapat dialihkan ke rute yang berbeda apabila terjadi kepadatan trafik [4]


(22)

2.4 Klasifikasi Jaringan Interkoneksi

Jaringan interkoneksi dapat dibagi menjadi statis atau jaringan langsung (direct

network), dinamis atau jaringan tidak langsung (undirect network), dan hybrid. Jaringan hybrid adalah jaringan interkoneksi yang memiliki struktur yang rumit. Untuk

selanjutnya akan dibahas lebih tentang jaringan statis dan dinamis dan dalam Tugas Akhir ini difokuskan pada jaringan interkoneksi dinamis yaitu jaringan switching Omega. Gambar 2.4 menunjukkan klasifikasi jaringan interkoneksi [4].

Interconnection Network

Direct Networks

Indirect Networks

Hybrid Networks

2-D Bidirectional Torus

Other Topologies: Trees, Cube-connecter Cycles, de Brujin Network, Star Graphs,etc Hypercube

Irregular Topologies

3-D Mesh

Torus (k-ary n-Cube Mesh

1-D Unidirectional Torus or Ring

Strictly Orthogonal Topologies

Regular Topologies

2-D Mesh

3-D Bidirectional Torus

Unidirectional MIN

Bidirectional MIN

Non Blocking Networks Blocking Networks Multistage Interconnection Networks

Crossbar

Multiple Backplane Buses

Other Hypergraph Topologies: Hypercubes, Hypermeshes, etc Hierarchical Networks Cluster-Based Networks

Gambar 2.4 Klasifikasi Jaringan Interkoneksi

2.4.1 Jaringan Interkoneksi Statis (Jaringan Langsung)

Dalam jaringan interkoneksi statis, jalur diantara terminal yang berbeda dari sistem bersifat pasif dan hanya jalur yang telah ditentukan oleh prosesor pengendali yang dapat digunakan untuk berkomunikasi. Masing-masing terminal dihubungkan secara


(23)

langsung ke terminal lain dengan jalur interkoneksi tertentu. Beberapa hal yang penting dalam topologi ini:

- Derajat terminal (node), yaitu jumlah jalur yang dihubungkan ke terminal yang

menghubungkan tetangganya.

- Diameter, yaitu jarak maksimum antara dua terminal dalam jaringan.

- Regularity, yaitu sebuah jaringan yang teratur jika semua terminalnya memiliki

derajat yang sama.

- Simetris, yaitu sebuah jaringan simetrik jika terlihat sama dari masing-masing

perspektif terminal.

Linier Array Ring

Mesh Fully Interconnected Hypercube

Gambar 2.5 Beberapa Contoh Jaringan Statis

Dalam jaringan statis, jalur pentransmisian pesan dipilih dengan algoritma perutean. Mekanisme switching menentukan bagaimana masukan dihubungkan ke keluaran dalam sebuah terminal. Semua teknik switching dapat digunakan dalam jaringan


(24)

2.4.2 Jaringan Dinamis (Jaringan Tidak Langsung)

Jika dibandingkan dengan jaringan statis, dengan jalur interkoneksi antar terminal yang pasif, konfigurasi jalur dalam sebuah jaringan interkoneksi dinamis merupakan fungsi dari kondisi elemen switching. Jalur diantara terminal pada jaringan interkoneksi dinamis berubah sesuai dengan perubahan kondisi elemen switching. Jaringan dinamis

dibangun menggunakan crossbar (khususnya yang berukuran 2 x 2) [4].

2.4.2.1 Jaringan Interkoneksi Satu Tingkat

Jaringan interkoneksi satu tingkat adalah sebuah jaringan dinamis yang dibangun dari satu tingkat penghubung dan dua tingkat elemen switching. Gambar 2.6 menunjukkan skema umum jaringan interkoneksi satu tingkat. Crossbar yang menyediakan koneksi penuh antara semua terminal dari sistem merupakan jaringan interkoneksi non-blocking satu tingkat.

Tingkat penghubung dalam Gambar 2.6 adalah fungsi permutasi atau pertukaran keluaran elemen switching ke tingkat yang terjauh ke kiri masukan elemen switching yang lain. Lebih dari satu jalur yang dibutuhkan melalui jaringan untuk komunikasi yang


(25)

. . . . . . . . . . . . . . . Modul memory SE SE SE SE . . . . . . . . . . . . . . . Input SE SE

Tingkat dari elemen switching Tingkat Penghubung

Gambar 2.6 Skema Jaringan Satu Tingkat

2.4.2.2 Jaringan Interkoneksi Banyak Tingkat

Jaringan merupakan suatu gambaran berarah dimana node-nodenya terdiri dari tiga bagian berikut:

- terminal sumber, yang memiliki indegree 0

- terminal tujuan, yang memiliki outdegree 1

- elemen switching, yang memiliki indegree dan outdegree positif

Jaringan banyak tingkat adalah jaringan dimana terminal-terminalnya dapat diubah pada tingkat-tingkatnya, dimana semua terminal sumber pada tingkat 0, dan semua keluaran pada tingkat i dihubungkan ke masukan pada tingkat i+1. Jika semua terminal tujuan dari jaringan banyak tingkat dihubungkan ke tingkat n+1, maka disebut jaringan n-tingkat.

Jaringan uniform adalah jaringan banyak tingkat dimana semua elemen switching pada suatu tingkat yang sama memiliki jumlah terminal masukan dan terminal keluaran


(26)

yang sama. Jaringan square dengan derajat k adalah jaringan banyak tingkat yang dibangun dari elemen switching k x k.

Jaringan interkoneksi banyak tingkat (Multistage interconnection network/MIN) adalah jaringan interkoneksi yang digunakan untuk menghubungkan sekelompok N masukan ke sekelompok M keluaran melalui sejumlah tingkat perantara menggunakan elemen switching yang berukuran kecil diikuti oleh interkoneksi tingkat-tingkat penghubung.

Secara formal, jaringan interkoneksi banyak tingkat merupakan rangkaian tingkat-tingkat elemen switching dan jalur interkoneksi. Arsitektur elemen switching yang paling umum adalah jaringan interkoneksi antara elemen-elemen switching itu sendiri yang berukuran lebih kecil. Elemen switching yang paling sering digunakan adalah hyperbar dan lebih lebih khusus lagi adalah crossbar.

Tingkat-tingkat penghubung merupakan fungsi interkoneksi, masing-masing fungsi adalah bijeksi dari alamat elemen switching tingkat-tingkat sebelumnya yang menghubungkan semua keluaran elemen switching dari tingkat yang diberikan ke masukan dari tingkat berikutnya.

Dalam lingkungan multiprosesor, link tingkat pertama dihubungkan ke sumber (biasanya prosesor) dan link tingkat terakhir dihubungkan ke tujuan (modul memory). Jumlah tingkat minimum jaringan interkoneksi banyak tingkat harus menyediakan koneksi penuh (full connection) dari terminal masukan ke terminal keluaran. Jaringan interkoneksi banyak tingkat secara umum ditunjukkan pada Gambar 2.7. Elemen

switching pada jaringan interkoneksi banyak tingkat boleh memiliki buffer masukan


(27)

pesan-pesan yang diblok ketika konflik terjadi. Dalam kasus ini disebut jaringan interkoneksi banyak tingkat dengan buffer. Sedangkan jaringan interkoneksi banyak tingkat tanpa

buffer merupakan jaringan interkoneksi banyak tingkat yang paling sederhana.

Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7, jaringan interkoneksi banyak tingkat memiliki N masukan dan M keluaran. Jaringan interkoneksi banyak tingkat memiliki n

tingkat, G0 sampai Gn-1. Masing-masing tingkat Gi memiliki Wi elemen switching yang

berukuran ai,j x bi,j dimana 1≤j≤Wi, dengan demikian tingkat Gi memiliki pi terminal

masukan dan qi terminal keluaran sehingga [4]

= = =

= i Wi

1 j j , i i W 1 j j , i

i a dan q b

p

:

...(2.1)

Ket:

SE = Switching Element = Elemen Switching SE . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . N terminal M terminal

C0 C1 C2 Cn-1 Cn

Gn-1

G0 G1

Modul memory Prosesor

Tingkat-tingkat dari elemen-elemen switching Tingkat-tingkat dari link/jalur interkoneksi

SE SE SE SE SE SE SE SE


(28)

Pola koneksi antara dua tingkat yang berbatasan atau berdekatan, Gi-1 dan Gi

yang ditunjukkan Ci, menggambarkan pola koneksi untuk link pi = qi-1 dimana p0 = N

dan qn-1 = M. Dengan demikian sebuah jaringan interkoneksi banyak tingkat dapat

ditunjukkan sebagai [4]:

C0(N)G0(W0)C1(p1)G1(W1) . . . Gn-1(Wn-1)Cn(M) ……….(2.2)

Dimana C0 adalah pola koneksi dari sumber ke tingkat switching pertama dan Cn

adalah pola koneksi dari tingkat switching terakhir ke tujuan. Pola koneksi Ci(pi)

menggambarkan bagaimana link-link pi seharusnya dihubungkan ke keluaran qn-1 = pi

dari tingkat Gi-1 dan masukan pi ke tingkat Gi. Pola koneksi yang berbeda memberikan

perbedaan karakteristik dan topologi jaringan interkoneksi banyak tingkat. Link-link itu

diberi label dari 0 sampai pi-1 pada Ci [4].

2.5 Klasifikasi Jaringan Interkoneksi Banyak Tingkat

Penggolongan jaringan interkoneksi banyak tingkat berdasarkan defenisi-defenisi yang telah diberikan ditunjukkan pada Gambar 2.8. Jaringan interkoneksi banyak tingkat telah digolongkan ke dalam tiga kelas menurut ketersediaan jalur-jalur untuk membangun koneksi baru, yaitu [4]:

1. Blocking. Suatu koneksi antara pasangan masukan/keluaran yang bebas tidak

selalu mungkin dikarenakan konflik dengan koneksi yang sudah ada. Pada umumnya, ada suatu jalur yang unik antara setiap pasangan masukan/keluaran, dengan memperkecil jumlah elemen switching dan tingkat. Jaringan dengan satu jalur (unipath network) disebut juga sebagai jaringan switching banyan.


(29)

Jaringan switching banyan digambarkan sebagai suatu kelas dari jaringan interkoneksi banyak tingkat dimana ada satu dan hanya satu jalur dari setiap terminal masukan ke setiap terminal keluaran.

Multistage Interconnection Network

Blocking Network

Non Blocking Network

Banyan Network

Non Banyan Network Uniform

Non Uniform (Non Square) Square

Non Square

Non Delta Delta

Delta Non Delta

Non Delta Delta

Uniform

Non Uniform Square

Non Square

Gambar 2.8 Klasifikasi Jaringan Interkoneksi Banyak Tingkat

Dengan menyediakan jalur yang banyak (multiple path) dalam jaringan bloking (blocking network), konflik dapat dikurangi dan toleransi kesalahan dapat ditingkatkan. Jaringan-jaringan bloking ini juga dikenal sebagai jaringan banyak jalur (multipath network).

2. Nonblocking. Setiap masukan dapat dihubungkan ke terminal keluaran yang bebas

tanpa mempengaruhi koneksi-koneksi yang ada. Mereka membutuhkan tingkat-tingkat tambahan dan memiliki jalur yang banyak antara setiap masukan dan keluaran. Contoh yang popular dari jaringan nonblocking adalah jaringan Clos. 3. Rearrangable. Setiap terminal masukan dapat dihubungkan ke setiap keluaran


(30)

jalur yang dapat diubah-ubah. Jaringan-jaringan ini juga membutuhkan jalur yang banyak antara setiap masukan dan keluaran, tetapi jumlah jalur dan biaya lebih kecil daripada penggunaan jaringan non-bloking.

Berdasarkan jenis saluran (channel) dan elemen switching, jaringan interkoneksi banyak tingkat dapat juga dibagi menjadi:

1. Jaringan interkoneksi banyak tingkat satu arah (unidirectional), kanal-kanal dan

elemen-elemen switchingnya satu arah.

2. Jaringan interkoneksi banyak tingkat dua arah (bidirectional), kanal-kanal dan

elemen-elemen switchingnya dua arah. Ini menunjukkan bahwa informasi dapat dikirimkan secara simultan (bersamaan) dalam arah yang berlawanan antara


(31)

BAB III

JARINGAN SWITCHING OMEGA

3.1 Jaringan Omega

Jaringan Omega merupakan anggota keluarga dari jaringan delta. Jaringan ini pertama kali dipublikasikan oleh Lawrie [1]. Jaringan Omega merupakan salah satu jaringan banyak tingkat (multistage network) yang memiliki jalur yang unik dengan struktur yang sederhana. Jaringan Omega hanya membutuhkan luas area yang kecil karena kesederhanaan dari jalur interkoneksinya dan jumlah elemen switching-nya yang sedikit. Jaringan Omega dapat dipakai sebagai penghindar-kerusakan (defect-avoidance) dan bertujuan sebagai toleransi kesalahan (fault-tolerant).

Tingkat 1 2 3


(32)

Jaringan Omega merupakan salah satu dari jaringan banyak tingkat yang digunakan sebagai arsitektur dari aliran data seperti pada struktur interkoneksi antara prosesor dan arsitektur dari shared-memory multiprosesor saat terhubung pada jaringan global. Jaringan Omega juga merupakan keluarga dari jaringan interkonesi banyak tingkat banyan yang dapat berfungsi sebagai switch buatan (switch fabric)[6].

3.2 Karakteristik Jaringan Omega

Jaringan Omega memiliki karakteristik utama yaitu perutean sendiri (self routing) dan kocokan sempurna (perfect shuffle).

3.2.1 Self Routing

Jaringan Omega memiliki karakteristik yaitu mampu melakukan perutean sendiri (self-routing), dimana bit-bit alamat keluaran yang terdapat pada header paket dapat menentukan sendiri kemana perutean akan dilakukan. Ruting diputuskan oleh tujuan, maksudnya yaitu label pada keluaran ditandai dengan bilangan biner dengan susunan yang menurun merupakan alamat keluaran. Diagram alir (flow chart) dari sistem self


(33)

Mulai

selesai Data dihasilkan

oleh perangkat sumber

Prosesor memecah data menjadi paket-paket dan mengirimkannya ke terminal

masukan elemen switching

Elemen switching membaca header paket [d1...dn]

di=1

Paket dirutekan ke keluaran sebelah atas dari elemen

switching

Paket dirutekan ke keluaran sebelah

bawah dari elemen switching

i+1 i=n

i=1

Y

T

Y T


(34)

Data yang dihasilkan oleh perangkat-perangkat sumber diteruskan ke prosesor. Prosesor kemudian membagi data ini ke dalam bentuk paket-paket untuk diteruskan ke terminal masukan elemen switching pada tingkat pertama. Elemen switching pada tingkat pertama membaca header pada paket kemudian merutekan paket ke keluaran sebelah atas jika bit pertama pada alamat tujuan adalah 0 dan merutekan ke keluaran sebelah bawah jika bernilai 1. Elemen switching berikutnya juga memperlakukan paket-paket yang masuk dengan cara perutean yang sama yaitu dengan menggunakan bit berikutnya pada alamat tujuan. Dengan cara perutean seperti ini sebuah paket akan menemukan jalannya menuju terminal keluaran yang dituju tanpa memperdulikan dari masukan yang mana ia datang.

Tingkat 1 2 3

000 001 010 011 100 101 110 111 001

Gambar 3.3 Perutean sendiri (self routing) pada jaringan Omega

Sebagai contoh, dengan memperhatikan Gambar 3.3 jika terminal masukan ingin menyampaikan paket ke alamat tujuan (110), maka pada tingkat 1 perutean dikendalikan oleh bit 1 sehingga paket lewat melalui elemen switching sebelah bawah. Pada tingkat 2


(35)

paket dikendalikan oleh bit 1, sehingga paket lewat melalui elemen switching sebelah bawah dan pada tingkat terakhir dikendalikan oleh bit 0 dan tiba pada tujuannya melalui elemen switching sebelah atas. Garis tebal memperlihatkan jalur yang dilalui oleh paket.

3.2.2 Perfect Shuffle

Jaringan Omega memiliki karakteristik kocokan sempurna (perfect shuffle).

Perfect shuffle pertama kali dipublikasikan oleh Stone [2]. Perfect shuffle mengacu

kepada pola interkoneksi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.4. Bagian sebelah kiri dari Gambar 3.4 adalah vector dari operand dengan indikasi berjalan dari 0 ke N – 1,

dimana N = 2m untuk integer m. Operand terhubung ke vektor di bagian sebelah kanan

gambar, melalui jalinan pola interkoneksi. Dan pola interkoneksi inilah yang disebut

perfect shuffle[2].


(36)

Gambar 3.4 telah mengindikasikan bahwa yang sebelah kiri telah terpetakan kepada yang sebelah kanan berdasarkan permutasi P yaitu[2]:

P(i) = 2i 0 ≤ i ≤ N/2 – 1

= 2i + 1 – N N/2 ≤ i ≤ N - 1 ... (3.1) Hal tersebut dapat dianalogikan dengan kocokan dari setumpuk kartu. Bagikan vektor di kiri menjadi dua bagian yang sama, lalu kombinasikan dua bagian tadi dengan cara dikocok (shuffling) sebagaimana seharusnya. Dengan cara itu dapat lebih mudah dimengerti dua bagian elemen seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.4.

Cara pandang lain dari proses shuffle adalah berhubungan dengan representasi biner dari elemen – elemen vector. Diklaim bahwa elemen ke-ith dikocok (shuffled) ke posisi i’ , dimana i’ adalah angka yang diperoleh dengan merotasi bit – bit dalam representasi biner dari posisi i ke arah kirinya. Secara spesifik dapat dibuat sebagai berikut[2]:

i = im-12m-1 + im-22m-2 + ...+ i12 + i0 Lalu i’ diperoleh dari:

.

i’ = im-22m-1 + im-32m-2 + ...+i02 + i

Untuk lebih mudahnya, perfect shuffle dapat diterjemahkan menjadi interkoneksi antar tingkat yang didefinisikan dengan logika perputaran ke kiri (rotate left) dari bit – bit yang digunakan pada port identitas. Contoh:

m-1

• 000 ---> 000 ---> 000 ---> 000 • 001 ---> 010 ---> 100 ---> 001 • 011 ---> 110 ---> 101 ---> 011 • 111 ---> 111 ---> 111 ---> 111


(37)

3.3 Membangun Sebuah Jaringan Omega

Sebuah jaringan Omega N x N terdiri dari tingkat identik l = logk

Setiap elemen switching hanya dapat memiliki satu dari empat jenis tingkat seperti pada Gambar 3.5. Oleh karenanya, elemen – elemen switching ini dapat menyebabkan data dikirim langsung dari masukannya (input), menukar masukkannya, atau mentransmisikan data dari masukannya ke kedua keluarannya (output). Tidak diizinkan kedua masukkan untuk keluar dari keluaran yang sama[1].

N. Setiap tingkat, terdiri dari interkoneksi dengan perfect shuffle (kocokan sempurna) berdasarkan N/2 elemen switching seperti terlihat pada Gambar 3.1

Straight Interchange

Upper Broadcast

Lower Broadcast

Gambar 3.5 Elemen – elemen switching

Koneksi perfect shuffle memiliki kemampuan untuk mengambil masukan pada

posisi yang sesuai dengan representasi biner yaitu s1s2…..si dan menggerakkannya ke

posisi s2s3….sis1. Switch lalu dapat menggerakkan keluarannya ke posisi s2s3….si0 atau

s2s3…si

Dengan maksud untuk menukar data melalui jaringan, setiap elemen jaringan telah diatur menjadi seperti satu dari empat elemen jaringan di atas (Gambar 3.5) tapi


(38)

tidak sepenuhnya selalu sama, dan lalu data dapat diizinkan untuk lewat dari masukan jaringan menuju keluaran jaringan. Inilah yang mempengaruhi sebuah pemetaan jaringan

input ke output, satu ke satu (one-to-one) atau satu ke banyak (one-to-many) [1].

Jaringan Omega adalah jaringan switching dengan an x bn dengan tingkat n, yang

terdiri dari modul – modul elemen crossbar a x b. Pola link antar tingkat dibuat sedemikian rupa hingga ada jalur unik yang panjangnya konstan diantara sumber dan tujuan. Berikut adalah tahapan pembangunan jaringan Omega 8 x 8 dengan 3 tingkat berdasarkan perfect shuffle. Seperti yang telah diketahui perfect shuffle merupakan logika perputaran ke kiri (rotate left), maka Gambar 3.6 (a) menunjukkan pembentukan jalur dari (000 – 000) dan (001-100). Gambar 3.6 (b) menunjukkan pembentukan jalur dari (010 – 001) dan (011 – 101). Gambar 3.6 (c) menunjukkan pembentukan jalur dari (100 – 010) dan (101 – 110) dan Gambar 3.6 (d) menunjukkan pembentukan jalur dari (110 – 011) dan (111 – 111)


(39)

1 2 3 000 001 010 011 100 101 110 111

1 2 3

000 001 010 011 100 101 110 111 2 3 000 001 010 011 100 101 110 111 2 3 000 001 010 011 100 101 110 111 1 1 (a) (b) (c) (d) 000 001 000 001 010 011 000 001 010 011 100 101 000 001 010 011 100 101 110 111

Gambar 3.6 Membangun jaringan Omega 8 x 8

3.4 Mengatur Jaringan Switching Omega

Seperti yang telah diketahui, ada sebuah algoritma yang efisien untuk mengatur tingkatan pada jaringan Omega. Pertama, anggap masukan switching adalah S dan keluarannya adalah D. Dengan mempelajari Gambar 3.5, dengan mudah dapat dilihat bahwa ada satu dan hanya satu jalur antara masukan yang diberikan dan pasangan


(40)

keluaran ke masukan S, harus terhubung, dan biarkan S = s1s2…si menjadi ujung sumber, contoh representasi biner dari masukan. Memulai dari masukan S, switch pertama,

dimana S dihubungkan untuk mengatur switch masukan S ke keluaran atas jika d1 = 0

atau keluaran bawah, jika d1 = 1. Hal ini diperlihatkan pada Gambar 3.7 untuk S = 010

dan D = 110. Jika terus mengikuti jalur ini untuk tingkat switch yang berikutnya, maka

lagi – lagi dapat menukar masukan ke masukan atas jika d2 = 0 atau ke masukan bawah

jika d2 = 1. Jika diteruskan aturan ini, switching pada di

Tingkat 1 2 3

000 001

010 011

100 101

110 111 010

100

101

011

110

pada setiap tingkat i, sampai diperoleh keluaran yang tepat [1].

Gambar 3.7 Koneksi antara (010,110)

Dengan maksud untuk mengatur pemetaan yang berbeda antara masukan dan keluaran, dapa diikuti prosedur di atas secara simultan untuk semua masukan dan semua keluaran. Jadi dapat dilihat bahwa prosedur ini lengkap dengan anggapan bahwa jaringan dapat mengatur pemetaan apa saja dari tiap – tiap jaringan yang sanggup (capable). Hal ini tidak dibuktikannya secara formal, tapi dapat disadari bahwa algoritmanya selalu


(41)

memilih satu jalur pada jaringan antara masukan dan keluaran yang diberikan. Lalu, algoritma akan memilih jalur untuk pemetaan apa saja untuk masukan ke keluaran. Karena ada satu dan hanya satu antara tiap masukan dan keluaran, pengaturan jalur dari setiap pemetaan yang diberikan harus unik, dan ini haruslah merupakan yang diatur oleh algoritma. Bagaimanapun dapat disadari bahwa algoritma dapat memilih jalur yang diatur untuk pemetaan dari jaringan yang tidak mampu. Sebagai contoh, Gambar 3.8 menunjukkan jalur yang dibangun untuk pemetaan 000 – 000, 100 – 010. Bagian ini berbagi hubungan yang umum di sisi keluaran dari tingkat pertama, sebuah kondisi yang dapat disebut sebuah konflik dan dimana secara definisi tidak diizinkan, karena hal ini berarti dua sinyal berbeda harus berbagi pada jalur umum. (anggap dua sinyal dapat berbagi pada jalur umum hanya jika kedua sinyal memiliki sumber yang umum juga, yang dalam beberapa kasus dianggap bahwa kedua sinyal adalah sama). Lalu jika dilihat, algoritmanya akan memilih jalur unik pada jaringan, tapi jalur yang diatur tidak dipaksa untuk berpisah, oleh karenanya konflik terjadi [1].

Tingkat 1

2 3

000 001

010 011

100 101

110 111 000

100


(42)

Ada beberapa pilihan untuk merancang sebuah jaringan Omega. Elemen

switching pada Gambar 3.1 adalah sebuah unit pertukaran – transmisi (exchange-broadcast) dengan pola masukan 2 x 2. Sangat mungkin untuk membangun sebuah

jaringan Omega dari elemen yang lebih besar seperti yang diilustrasikan pada Gambar 3.9. Gambar 3.9 menunjukkan sebuah jaringan Omega dengan pola masukan 8 x 8 yang dibangun dari elemen switching dengan pola masukan 4 x 4 dan elemen switching dengan pola masukan 2 x 2. Elemen switching 4 x 4 dapat berupa elemen crossbar/broadcast. Dalam beberapa kasus, bentuk jaringan seperti ini lebih kuat (powerfull) daripada jaringan yang dibangun hanya dari elemen switching 2 x 2 [1].

000 001

010 011

100 101

110 111

Gambar 3.9 Jaringan Omega dengan menggunakan elemen 4 x 4 dan 2 x 2

3.5 Kinerja Jaringan Switching Omega

Untuk menganalisa kinerja dari jaringan switching Omega, harus terlebih dahulu diketahui apa saja parameter yang akan dihitung. Jaringan switching Omega adalah


(43)

mengirimkan paket melalui elemen switching yang sama dan membutuhkan keluaran yang sama, maka secara acak akan dipilih satu paket untuk dilewatkan dan sisanya akan diblok atau dibuang. Maka diperoleh beberapa asumsi sebagai berikut :

• Pada setiap siklus, setiap prosesor menghasilkan sebuah permintaan yang

independen dengan sebuah probabilitas p;

• Permintaan-permintaan didistribusikan secara seragam diantara memori;

• Permintaan-permintaan yang diblok dihiraukan;

Dari asumsi – asumsi di atas dapat diperoleh probabilitas – probabilitas antara lain:

• Probabilitas (sebuah terminal masukan menerima sebuah permintaan ke sebuah

terminal keluaran terterntu) = p/k

• Probabilitas (sebuah terminal masukan tidak menerima sebuah permintaan ke

sebuah terminal keluaran tertentu) = (1 – p/k)

• Probabilitas (sebuah terminal keluaran tertentu tidak dipilih) = (1 – p/k)

• Probabilitas (sebuah terminal keluaran dipilih oleh paling sedikit satu prosesor) =

1-(1-p/k)

k

k

Pendekatan untuk hal ini dapat disebut sebagai probabilitas p [8][9].

m. Maka dapat

dianggap bahwa pm adalah probabilitas paket dari setiap paket yang akan di kirim dari

setiap elemen switching pada tiap tingkat ke-m. pm dapat dihitung sebagai berikut [8][3]:


(44)

Dengan syarat p = p0, dari asumsi yang sama diatas, setiap permintaan dari

prosesor yang diblok atau yang dapat dikatakan sebagai probabilitas bloking, dapat dihitung sebagai berikut[9]:

0 0

p p p

pb m

= ...(3.3) )

/ (

1 p p0

pb = − m ...(3.4)

Dimana p0 adalah probabilitas paket independen yang dihasilkan prosesor. P0

merupakan beban yang terdapat pada link masukan dari switching yang berasal dari permintaan – permintaan independen dari tiap prosesor. Dalam jaringan switching seperti pada jaringan switching Omega paket yang dikirim bersamaan dan membutuhkan

keluaran yang sama akan diblok atau dibuang. Nilai p0 yang berubah – ubah dapat

mempengaruhi probabilitas bloking karena nilai p0 lah yang akan diteruskan atau di blok

pada jaringan switching. Sebagai contoh jika nilai dari p0

Banyak paket rata – rata yang tiba pada keluaran jaringan per satuan waktu disebut Throughput. Throughput pada jaringan switching adalah bandwidth jaringan tersebut. Throughput dapat dihitung sebagai berikut [3]:

= 0,9 berarti pengiriman data dari prosesor adalah sebesar 90 %. Hal ini berarti hampir seluruh masukan pada jaringan

switching mengirim data yang berarti nantinya akan terjadi bloking yang tinggi pula.

Throughput = N.Plogk

dimana:

N...(3.3)

logk

Troughput = N.p

.N = m, maka:


(45)

BAB IV

ANALISIS KINERJA JARINGAN SWITCHING OMEGA

4.1 Umum

Karakteristik dari sebuah sistem multiprosesor adalah kemampuan dari setiap prosesornya untuk berbagi dengan sebuah memori tunggal. Kemampuan berbagi ini diwujudkan melalui sebuah jaringan interkoneksi antara prosesor dan modul memori. Model dari sistem ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Prosesor 1

Prosesor 2

Prosesor n

Memori 1

Memori 2

Memori n Switch

Interconnection network

Gambar 4.1 Model interkoneksi antara prosesor dan memori

Fungsi dari sebuah switch interkoneksi adalah untuk membuat sebuah jalur yang

valid antara tiap – tiap prosesor dan tiap – tiap modul memori. Pada Tugas Akhir ini

jaringan interkoneksi yang ditawarkan sebagai penghubung antara prosesor dan modul memori tersebut adalah jaringan switching omega. Tugas akhir ini bertujuan untuk


(46)

menganalisis kinerja jaringan switching Omega. Kinerja yang diukur dalam tugas akhir ini adalah probabilitas bloking dan throughput. Jaringan Omega ini merupakan jaringan tanpa buffer, yang berarti jika ada paket – paket yang membutuhkan keluaran yang sama, maka akan dipilih salah satu paket secara acak yang akan diteruskan. Sedangkan sisa paket yang lain akan terblok atau terbuang.

4.2 Perhitungan Analisis Kinerja Jaringan Switching Omega

Parameter – parameter yang digunakan untuk menganalisis kinerja jaringan

switching Omega antara lain:

Ukuran elemen switching = k x k

= 2 x 2

• Jumlah tingkat = m

• Jumlah terminal masukan (N) = 2m

• Probabilitas paket yang dihasilkan pada terminal sumber (p

.

0

• Probabilitas pada tingkat ke-m pada jaringan (p

)

m

• Probabilitas bloking (P

)

b

Throughput (TP)

)

Berikut akan dihitung kinerja jaringan switching Omega dengan menggunakan


(47)

Untuk p0

1. Untuk jaringan switching Omega 1 tingkat

= 0,1

m = 1

N = 2m = 21

p

= 2

1 = 1 – (1 – 0,1/2)

= 0,0975

2

Pb = 1 – (p1/p0

= 1 – (0,0975/0,1) )

= 0,0250

TP = N.p

= 2.(0,0975)

1

= 0,1950

2. Untuk jaringan switching Omega 2 tingkat

m = 2

N = 2m = 22

p

= 4

2 = 1 – (1 – 0,0975/2)

= 0,0951

2

Pb = 1 – (p2/p0

= 1 – (0,0951/0,1) )

= 0,0490

TP = N.p

= 4.(0,0951)

2


(48)

3. Untuk jaringan switching Omega 3 tingkat

m = 3

N = 2m = 23

p

= 8

3 = 1 – (1 – 0,0951/2)

= 0,0928

2

Pb = 1 – (p3/p0

= 1 – (0,0928/0,1) )

= 0,0720

TP = N.p

= 8.(0,0928)

3

= 0,7424

4. Untuk jaringan switching Omega 4 tingkat

m = 4

N = 2m = 24

p

= 16

4 = 1 – (1 – 0,0928/2)

= 0,0906

2

Pb = 1 – (p4/p0

= 1 – (0,0906/0,1) )

= 0,0940

TP = N.p

= 16.(0,0906)

4


(49)

5. Untuk jaringan switching Omega 5 tingkat

m = 5

N = 2m = 25

p

= 32

5 = 1 – (1 – 0,0906/2)

= 0,0885

2

Pb = 1 – (p5/p0

= 1 – (0,0885/0,1) )

= 0,1150

TP = N.p

= 32.(0,0885)

5


(50)

Untuk p0

6. Untuk jaringan switching Omega 1 tingkat

= 0,2

m = 1

N = 2m = 21

p

= 2

1 = 1 – (1 – 0,2/2)

= 0,1900

2

Pb = 1 – (p1/p0

= 1 – (0,1900/0,2) )

= 0,0500

TP = N.p

= 2.(0,1900)

1

= 0,3800

7. Untuk jaringan switching Omega 2 tingkat

m = 2

N = 2m = 22

p

= 4

2 = 1 – (1 – 0,1900/2)

= 0,1809

2

Pb = 1 – (p2/p0

= 1 – (0,1809/0,2) )

= 0,0955

TP = N.p

= 4.(0,1809)

2


(51)

8. Untuk jaringan switching Omega 3 tingkat

m = 3

N = 2m = 23

p

= 8

3 = 1 – (1 – 0,1809/2)

= 0,1727

2

Pb = 1 – (p3/p0

= 1 – (0,1809/0,2) )

= 0,1365

TP = N.p

= 8.(0,1727)

3

= 1,3816

9. Untuk jaringan switching Omega 4 tingkat

m = 4

N = 2m = 24

p

= 16

4 = 1 – (1 – 0,1727/2)

= 0,1652

2

Pb = 1 – (p4/p0

= 1 – (0,1652/0,2) )

= 0,1740

TP = N.p

= 16.(0,1652)

4


(52)

10.Untuk jaringan switching Omega 5 tingkat

m = 5

N = 2m = 25

p

= 32

5 = 1 – (1 – 0,1652/2)

= 0,1583

2

Pb = 1 – (p5/p0

= 1 – (0,1583/0,2) )

= 0,2085

TP = N.p

= 32.(0,1583)

5

= 5,0656

Dengan rumus dan perhitungan yang sama, dihitung kinerja jaringan switching

omega untuk tingkat 1 hingga 5 dengan p0 yang berubah dari 0,3 hingga 0,9. Perhitungan

– perhitungan tersebut disimpulkan kedalam Tabel 4.1, Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 sebagai berikut


(53)

Tabel 4.1 Tabel Perhitungan P

b

p Tingkat

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

1 0,0250 0,0500 0,0750 0,1000 0,1250 0,1500 0,1750 0,2000 0,2250

2 0,0490 0,0955 0,1393 0,1810 0,2208 0,2585 0,2941 0,3280 0,3602

3 0,0720 0,1365 0,1950 0,2482 0,2968 0,3410 0,3814 0,4183 0,4523

4 0,0940 0,1740 0,2436 0,3050 0,3588 0,4061 0,4484 0,4861 0,5198

5 0,1150 0,2085 0.2866 0,3535 0,4102 0,4591 0,5017 0,5390 0,5717

Keterangan: p0

pb = probabilitas bloking

= probabilitas paket dihasilkan di sumber

Probabilitas bloking yang dihasilkan dari perhitungan yang tampak pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa semakin banyak tingkat yang dibentuk dan semakin tinggi nilai

p0 maka semakin tinggi pula probabilitas bloking yang dihasilkan. Tabel 4.1

menunjukkan saat p0 = 0,9, hampir seluruh masukan pada switching menerima paket

yang dikirim oleh prosesor. Dan terlihat bahwa peluang untuk paket – paket tersebut di

blok dalam perjalanan juga semakin besar sesuai dengan pertambahan p0

nya. Tingkat dapat dibentuk sebanyak mungkin selama nilai dari probabilitas bloking tidak mencapai nilai 1, karena hal ini berarti semua pesan yang dikirim dari sumber akan di blok semua.


(54)

Tabel 4.2 Tabel Perhitungan Throuhgput

p Tingkat

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

1 0,1950 0,3800 0,5550 0,7200 0,8750 1,0200 1,1550 0,6400 1,3950

2 0,3804 0,7236 1,0328 1,3104 1,5584 1,7796 1,9764 2,1504 2,3032

3 0,7424 1,3816 1,9320 2,4056 2,8128 3,1632 3,4640 3,7224 3,9432

4 1,4496 2,6432 3,6304 4,4480 5,1296 5,7008 6,1776 6,5776 6,9136

5 2,8320 5,0656 6,8480 8,2752 9,4368 10,384 11,1616 11,8016 12,3328

Keterangan: p0

TP = Throughput

= probabilitas paket dihasilkan di sumber

Berdasarkan perhitungan yang diperoleh pada Tabel 4.2, nilai throughput yang

dihasilkan akan semakin tinggi jika tingkat yang dibentuk semakin banyak dan nilai p0

Selain probabilitas bloking dan throughput, juga diperoleh perhitungan p semakin tinggi.

m, yang

merupakan probabilitas paket yang ada pada tiap tingkat pada jaringan switching omega.

Dalam Tugas Akhir ini dihitung pm sampai tingkat ke-5 atau p5. Perhitungan pm tersebut


(55)

Tabel 4.3 Tabel Perhitungan p

m

p p

0 m

0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

p1 0,0975 0,1900 0,2775 0,3600 0,4375 0,5100 0,5775 0,6400 0,6975

p2 0,0951 0,1809 0,2582 0,3276 0,3896 0,4449 0,4941 0,5376 0,5758

p3 0,0928 0,1727 0,2415 0,3007 0,3516 0,3954 0,4330 0,4653 0,4929

p4 0,0906 0,1652 0,2269 0,2780 0,3206 0,3563 0,3861 0,4111 0,4321

p5 0,0885 0,1583 0,2140 0,2586 0,2949 0,3245 0,3488 0,3688 0,3854

Keterangan: p0

p

= probabilitas paket dihasilkan di sumber

m = probabilitas paket pada tingkat ke-m pada jaringan switching omega

Berdasarkan perhitungan diperoleh bahwa nilai pm akan semakin kecil jika jumlah

tingkat bertambah dan semakin bertambah jika nilai po bertambah. Nilai pm pada tingkat

sebelumnya akan mempengaruhi nilai pm pada tingkat setelahnya. Nilai pm

Dari Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 diperoleh hubungan antara probabilitas bloking dan

troughput seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.2.

juga mempengaruhi nilai dari probabilitas bloking dan nilai throughput.


(56)

Gambar 4.2 Perbandingan antara throughput dan probabilitas bloking

jaringan switching omega 5 tingkat dan p0 = 0,9.

Gambar 4.2 menunjukkan grafik yang diperoleh dari hubungan antara nilai probabilitas bloking dan nilai throughput dengan menggunakan sampel perhitungan dari

jaringan switching omega tingkat 5 dan dengan p0 = 0,9. Diperlihatkan bahwa nilai

probabilitas bloking dan throughput semakin bertambah sesuai dengan pertambahan tingkat.

Probabilitas bloking Throughput


(57)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisis yang dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Pembangunan jaringan switching Omega dilakukan dengan kocokan sempurna

(perfect shuffle) yaitu sebuah interkoneksi antar tingkat yang didefinisikan sebagai logika perputaran ke kiri (rotate left).

2. Semakin banyak jumlah tingkat yang dibangun dengan menggunakan p0

3. Jika jumlah tingkat tetap tapi nilai p

yang tetap, maka diperoleh nilai dari probabilitas bloking dan throughput yang semakin tinggi.

0

4. P

bertambah, diperoleh nilai probabilitas bloking dan throughput yang semakin tinggi.

0 yang semakin kecil juga berpengaruh kepada probabilitas pada tingkat ke-m

(pm) pada jaringan yang semakin kecil.

5.2 Saran

Beberapa saran yang dapat penulis berikan:

1. Analisis kinerja jaringan switching Omega dapat dibuat dengan metode simulasi

dengan asumsi – asumsi yang realistik agar dapat diperoleh kinerja jaringan

switching yang mendekati sebenarnya.

2. Analisis kinerja jaringan switching Omega dapat dibahas lebih lanjut dengan


(58)

DAFTAR PUSTAKA

1. Lawrie, Duncan H. 1975. Access and Aligment of Data in an Array Processor.

IEEE Trans. Comput. vol c-24. hal 1145 – 1155.

2. Stone, Harold S. 1972. Parallel Processing with the Perfect Shuffle. IEEE Trans.

Comput . vol C - 20. hal 153 – 161.

3. Yang, Yuanyuan. 1997. The Performance of Multicast Banyan Networks. Dept of

Computer Science, University of Vermount. hal 51 – 59.

4. Imran Rafiq Quadri, Pierre Boulet, dan Jean Luc Dekeyser. 2007. Modeling of

Topologies of Interconnection Networks based on Multidimensional Multiplicity.

Raport de Recherche, Institut National De Recherche En Informatique Et En Automatique.

5. Patel, J.H. 1979. Processor – Memory Interconnections for Multiprocessors.

IEEE Trans. Hal 168 – 177.

6. Cvetanovic, Z. 1987. Best and Worst Mappings for The Omega Networks. IBM J.

Res. Develop. Vol 31. hal 452 – 463.

7. OmegaNetwork.

8. Arindam Saha dan Meghanad D. Wagh, 1990, Performance Analysis of Banyan

Networks Based On Buffer Of Various Sizes, IEEE Trans., hal 157-164

9. Ted H Szymansky dan V. Carl Hamacher, 1987, On the Permutation Capability

of Multistage Interconnection Networks. IEEE Trans. Comput. Vol C – 36. Hal


(59)

LAMPIRAN

% script Matlab

% Perhitungan kinerja jaringan switching omega

p=input('masukan p0 = ');

m=input('masukan jumlah tingkat = ');

b=p;

for i=1:m

p=1-(1-p/2)^2; N=2^i;

TP=N*p; pb=1-(p/b);

fprintf('pada tingkat ke-%d, diperoleh:\n', i);

fprintf('p%d = %f\n', i, p);

fprintf('Probabilitas Bloking = %f\n', pb);

fprintf('Throughput = %f\n\n', TP);

t(1,i)=TP; a(1,i)=pb; j(1,i)=p; x(1,i)=i;

end

z=1:5;

plot(z,t,'bs--','LineWidth',2);

xlabel('tingkatan');

ylabel('troughput');

hold on

plotyy(z,0,z,a);

ylabel('probabilitas');


(1)

Tabel 4.2 Tabel Perhitungan Throuhgput

p Tingkat

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

1 0,1950 0,3800 0,5550 0,7200 0,8750 1,0200 1,1550 0,6400 1,3950

2 0,3804 0,7236 1,0328 1,3104 1,5584 1,7796 1,9764 2,1504 2,3032

3 0,7424 1,3816 1,9320 2,4056 2,8128 3,1632 3,4640 3,7224 3,9432

4 1,4496 2,6432 3,6304 4,4480 5,1296 5,7008 6,1776 6,5776 6,9136

5 2,8320 5,0656 6,8480 8,2752 9,4368 10,384 11,1616 11,8016 12,3328

Keterangan: p0

TP = Throughput

= probabilitas paket dihasilkan di sumber

Berdasarkan perhitungan yang diperoleh pada Tabel 4.2, nilai throughput yang dihasilkan akan semakin tinggi jika tingkat yang dibentuk semakin banyak dan nilai p0

Selain probabilitas bloking dan throughput, juga diperoleh perhitungan p semakin tinggi.

m, yang merupakan probabilitas paket yang ada pada tiap tingkat pada jaringan switching omega. Dalam Tugas Akhir ini dihitung pm sampai tingkat ke-5 atau p5. Perhitungan pm tersebut disimpulkan pada Tabel 4.3.


(2)

Tabel 4.3 Tabel Perhitungan p

m

p p

0

m

0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

p1 0,0975 0,1900 0,2775 0,3600 0,4375 0,5100 0,5775 0,6400 0,6975 p2 0,0951 0,1809 0,2582 0,3276 0,3896 0,4449 0,4941 0,5376 0,5758 p3 0,0928 0,1727 0,2415 0,3007 0,3516 0,3954 0,4330 0,4653 0,4929 p4 0,0906 0,1652 0,2269 0,2780 0,3206 0,3563 0,3861 0,4111 0,4321 p5 0,0885 0,1583 0,2140 0,2586 0,2949 0,3245 0,3488 0,3688 0,3854

Keterangan: p0

p

= probabilitas paket dihasilkan di sumber

m = probabilitas paket pada tingkat ke-m pada jaringan switching omega

Berdasarkan perhitungan diperoleh bahwa nilai pm akan semakin kecil jika jumlah tingkat bertambah dan semakin bertambah jika nilai po bertambah. Nilai pm pada tingkat sebelumnya akan mempengaruhi nilai pm pada tingkat setelahnya. Nilai pm

Dari Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 diperoleh hubungan antara probabilitas bloking dan troughput seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.2.

juga mempengaruhi nilai dari probabilitas bloking dan nilai throughput.


(3)

Gambar 4.2 Perbandingan antara throughput dan probabilitas bloking jaringan switching omega 5 tingkat dan p0 = 0,9.

Gambar 4.2 menunjukkan grafik yang diperoleh dari hubungan antara nilai probabilitas bloking dan nilai throughput dengan menggunakan sampel perhitungan dari jaringan switching omega tingkat 5 dan dengan p0 = 0,9. Diperlihatkan bahwa nilai probabilitas bloking dan throughput semakin bertambah sesuai dengan pertambahan tingkat.

Probabilitas bloking Throughput


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisis yang dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Pembangunan jaringan switching Omega dilakukan dengan kocokan sempurna (perfect shuffle) yaitu sebuah interkoneksi antar tingkat yang didefinisikan sebagai logika perputaran ke kiri (rotate left).

2. Semakin banyak jumlah tingkat yang dibangun dengan menggunakan p0

3. Jika jumlah tingkat tetap tapi nilai p

yang tetap, maka diperoleh nilai dari probabilitas bloking dan throughput yang semakin tinggi.

0

4. P

bertambah, diperoleh nilai probabilitas bloking dan throughput yang semakin tinggi.

0 yang semakin kecil juga berpengaruh kepada probabilitas pada tingkat ke-m (pm) pada jaringan yang semakin kecil.

5.2 Saran

Beberapa saran yang dapat penulis berikan:

1. Analisis kinerja jaringan switching Omega dapat dibuat dengan metode simulasi dengan asumsi – asumsi yang realistik agar dapat diperoleh kinerja jaringan switching yang mendekati sebenarnya.

2. Analisis kinerja jaringan switching Omega dapat dibahas lebih lanjut dengan penggunaan buffer


(5)

DAFTAR PUSTAKA

1. Lawrie, Duncan H. 1975. Access and Aligment of Data in an Array Processor. IEEE Trans. Comput. vol c-24. hal 1145 – 1155.

2. Stone, Harold S. 1972. Parallel Processing with the Perfect Shuffle. IEEE Trans. Comput . vol C - 20. hal 153 – 161.

3. Yang, Yuanyuan. 1997. The Performance of Multicast Banyan Networks. Dept of Computer Science, University of Vermount. hal 51 – 59.

4. Imran Rafiq Quadri, Pierre Boulet, dan Jean Luc Dekeyser. 2007. Modeling of Topologies of Interconnection Networks based on Multidimensional Multiplicity. Raport de Recherche, Institut National De Recherche En Informatique Et En Automatique.

5. Patel, J.H. 1979. Processor – Memory Interconnections for Multiprocessors. IEEE Trans. Hal 168 – 177.

6. Cvetanovic, Z. 1987. Best and Worst Mappings for The Omega Networks. IBM J. Res. Develop. Vol 31. hal 452 – 463.

7. OmegaNetwork.

8. Arindam Saha dan Meghanad D. Wagh, 1990, Performance Analysis of Banyan Networks Based On Buffer Of Various Sizes, IEEE Trans., hal 157-164

9. Ted H Szymansky dan V. Carl Hamacher, 1987, On the Permutation Capability of Multistage Interconnection Networks. IEEE Trans. Comput. Vol C – 36. Hal 810 – 822.


(6)

LAMPIRAN

% script Matlab

% Perhitungan kinerja jaringan switching omega

p=input('masukan p0 = ');

m=input('masukan jumlah tingkat = '); b=p;

for i=1:m

p=1-(1-p/2)^2; N=2^i;

TP=N*p; pb=1-(p/b);

fprintf('pada tingkat ke-%d, diperoleh:\n', i); fprintf('p%d = %f\n', i, p);

fprintf('Probabilitas Bloking = %f\n', pb); fprintf('Throughput = %f\n\n', TP);

t(1,i)=TP; a(1,i)=pb; j(1,i)=p; x(1,i)=i;

end

z=1:5;

plot(z,t,'bs--','LineWidth',2); xlabel('tingkatan');

ylabel('troughput'); hold on

plotyy(z,0,z,a);

ylabel('probabilitas'); grid on


Dokumen yang terkait

ANALISIS VIBRASI PADA GENERATOR SINKRON (STUDI KASUS PLTU PANGKALAN SUSU 2 x 200 MW) Diajukan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan sarjana (S Departemen Teknik Elektro Sub konsentrasi Teknik

0 3 11

ANALISIS USIA ARRESTER PADA JARINGAN DISTRIBUSI TERHADAP SAMBARAN KILAT DENGAN MENGGUNAKAN ATP- EMTP Studi Kasus PLN Ranting Medan Johor Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Ele

0 0 11

TUGAS AKHIR PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM INFORMASI E-LEARNING UNTUK PEMBELAJARAN BAHASA PEMROGRAMAN PHP Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) Pada Departemen Teknik Elektro

0 0 12

STUDI PERBANDINGAN PARAMETER-PARAMETER PRIMER ANTENA MIKROSTRIP Diajukan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro Sub konsentrasi Teknik Telekomunikasi

0 0 19

ANALISIS PERFORMANSI JARINGAN CDMA BERDASARKAN DATA RADIO BASE STATION (RBS) PT INDOSAT DIVISI STARONE MEDAN Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro

0 0 14

Diajukan untuk memenuhi Salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Sarjana Ekonomi

0 0 14

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Elektro

0 0 106

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Elektro

0 0 66

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Elektro

0 1 48

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Elektro

0 0 89